Pengujian Hipotesis HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

mempunyai varians yang sama atau homogen. Hasil uji normalitas dan uji homogenitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, sehingga untuk pengujian hipotesis dapat digunakan uji t. 3. Uji Hipotesis Berdasarkan hasil uji prasyarat analisis untuk kenormalan distribusi dan kehomogenan varians kedua kelompok terpenuhi, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah kemampuan koneksi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E lebih tinggi daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional. Untuk pengujian tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut: H :  E ≤  K H 1 :  E  K Keterangan:  E : kemampuan koneksi matematik siswa kelompok eksperimen  K : kemampuan koneksi matematik siswa kelompok kontrol Dengan taraf kepercayaan 95 atau taraf signifikan 5 . Sedangkan, kriteria pengujiannya hipotesisnya adalah:  H o diterima jika t hitung ≤ t tabel, ini berarti bahwa kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas eksperimen tidak lebih tinggi daripada kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas kontrol.  H o ditolak jika t hitung  t tabel, ini berarti bahwa kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas kontrol. Analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis tersebut adalah statistik uji t, dengan kriteria pengujian yaitu t hitung ≤ t tabel maka H diterima dan H 1 ditolak. Sedangkan jika t hitung  t tabel maka H 1 diterima dan H ditolak, pada taraf kepercayaan 95 atau taraf signifikansi  = 5. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh t hitung sebesar 2,14 dan t tabel sebesar 2,00. Hasil perhitungan t hitung dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut: Tabel 4.7 Hasil Uji-t t-test for Equality of Means T Df Nilai Equal variances assumed 2,14 58 Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa t hitung  t tabel 2,14  2,00. Dengan demikian, H 1 diterima dan H ditolak, atau dengan kata lain kemampuan koneksi matematik siswa pada kelompok eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E lebih tinggi daripada kemampuan koneksi matematik siswa pada kelompok kontrol yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini: Tabel 4.8 Hasil Uji Hipotesis Kelas t hitung t tabel Kesimpulan Eksperimen 2,14 2,00 Terima H 1 dan tolak H Kontrol

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil pengujian hipotesis terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematik siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan model Learning Cycle 7E lebih baik dari pada pembelajaran dengan model konvensional. Ini dikarenakan model Learning Cycle 7E memuat beberapa tahap dalam pelaksanaannya yang mengharuskan siswa untuk mengkoneksikan antar konsep matematika dan mengkoneksikan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Temuan penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kartika Yulianti 2010 dalam penelitiannya yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa dengan pembelajaran Learning Cycle. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa model Learning Cycle dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa. 4 Hasil pengamatan sebelum dilakukan pembelajaran dengan model Learning Cycle 7E, kegiatan pembelajaran berpusat pada guru, guru hanya menjelaskan dan memberikan rumus serta latihan soal tanpa mengkaitkan matematika dengan konsep sebelumnya dan kehidupan sehari-hari. Siswa hanya mendengarkan, mencatat kemudian menghafalkan sehingga pembelajaran tersebut membuat siswa menjadi pasif. Ini mengakibatkan kemampuan koneksi matematik siswa kurang berkembang dengan baik. Ketika siswa diminta mengerjakan soal di papan tulis banyak siswa yang mengeluh “tidak mengerti” atau “tidak bisa”. Selain itu, karena pembelajaran bersifat monoton beberapa siswa terlihat tidak tertarik untuk mengikuti kegiatan belajar. Terlihat dari adanya siswa yang lebih memilih mengobrol dengan teman dibandingkan bertanya pada guru saat mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru. Pada awal pembelajaran kelas eksperimen, siswa dilatih untuk mengkoneksikan matematika dengan kehidupan sehari-hari pada tahap Elicit. Siswa sangat antusias dalam tahap ini untuk menyebutkan contoh-contoh materi yang sedang dipelajari lingkaran yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari- hari. Pada tahap Engange guru bersama siswa berdiskusi dan guru meminta siswa untuk mengingat kembali konsep yang sudah dipelajari yang berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari. Pada tahap ini siswa terlihat kebingungan karena lupa dengan konsep-konsep sebelumnya, sehingga guru memfasilitasi siswa untuk mengingat kembali konsep-konsep yang sudah dipelajari. 4 Kartika Yulianti, “Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa dengan Pembelajaran Learning Cycle ”, Jurnal Edukasi, Bandung: UPI, 2004, h. 2. Pada tahap Explore siswa diberikan LKS Lembar Kerja Siswa berbasis model Learning Cycle 7E yang didalamnya terdapat beberapa tahapan untuk menemukan rumus materi lingkaran. Pada tahap ini siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran walaupun siswa masih terlihat kebingungan tetapi siswa berusaha mengerjakan LKS dengan bertanya kepada guru. Di dalam LKS juga diberikan latihan-latihan soal yang melatih kemampuan koneksi baik koneksi antar konsep maupun koneksi matematika dengan kehidupan sehari-hari. Pada tahap Explain siswa diminta untuk menjelaskan hasil diskusi bersama teman sekelompoknya. Pada pertemuan pertama siswa masih terlihat kurang percaya diri untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya tetapi pada pertemuan selanjutnya siswa mulai terbiasa jika diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Selanjutnya pada tahap Evaluate guru menilai hasil kerja siswa dan latihan-latihan soal pada tahap Elaborate dan Extend, sehingga siswa sangat antusias dalam mengerjakan soal-soal latihan pada tahap Elaborate dan Extend. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam penelitian ini kemampuan koneksi matematik yang diteliti terdiri dari dua indikator, yaitu koneksi antar konsep matematika dan koneksi matematika dengan masalah kehidupan sehari- hari. Indikator 1: Koneksi antar konsep matematika Sebagai gambaran umum hasil penelitian mengenai kemampuan koneksi matematik siswa pada materi lingkaran dengan indikator antar konsep matematika, secara umum siswa kelas eksperimen menunjukan hasil yang lebih baik daripada siswa kelas kontrol. Sebagai contoh pada soal nomor 1b dengan indikator antar konsep matematika. Siswa kelas eksperimen dapat menjawab soal lebih baik dibandingkan siswa kelas kontrol. Contoh jawaban siswa kelas eksperimen: Gambar 4.5 Hasil jawaban Posttest Nomor 1b Kelas Eksperimen Pada jawaban di atas terlihat bahwa siswa kelas eksperimen mampu menyelesaikan soal nomor 1b, secara umum siswa kelas eksperimen mampu menghitung panjang apotema OD dengan cara mengkoneksikan konsep phytagoras. Siswa dapat mengingat konsep sebelumnya yaitu konsep apotema yang merupakan garis tegak lurus terhadap panjang tali busur dan membentuk sudut siku-siku sehingga siswa dapat melihat bahwa segitiga ODA dan segitiga ODB adalah segitiga siku-siku, ini mengakibatkan siswa mampu menghitung panjang apotema tersebut dengan cara mengkoneksikan konsep phytagoras. Berdasarkan uraian di atas terlihat jelas bahwa soal nomor 1b mewakili indikator antar konsep matematika yaitu antar konsep unsur-unsur lingkaran dengan konsep phytagoras.