Upaya meminimalisir risiko pembiayaan produktif untuk UKM oleh Bank Syariah (studi kasus pada Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim)

(1)

(Studi Kasus Pada Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

oleh: Mahmal Rizka 203046101728

KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI MU’AMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009 M / 1420 H


(2)

UPAYA MEMINIMALISIR RISIKO PEMBIAYAAN PRODUKTIF

UNTUK UKM OLEH BANK SYARI’AH

(Studi Kasus Pada Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

oleh: Mahmal Rizka 203046101728

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH

JURUSAN MU’AMALAT FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

ii

UNTUK UKM OLEH BANK SYARI’AH

(Studi Kasus Pada Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

oleh: Mahmal Rizka 203046101728

Dibawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Abdul Wahab Abd. Muhaimin, LC., MA. Abdurrauf, MA.

NIP: 150238774 NIP: ………..

KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI MU’AMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009 M / 1420 H


(5)

iii

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar stara 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

13 Djulhijjah 1430 H

30 Nopember 2009 M

Penulis


(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji bagi Allah Tuhan yang selalu memberikan rahmat-Nya kepada seluruh umat manusia. Shalawat dan salam sealu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Saalawat dan salam juga tak lupa kita curahkan kepada keluarga para sahabatnya yang pantas kita jadikan teladan.

Selanjut penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag selaku Ketua Jurusan Muamalat dan Bapak Zaharuddin Latif, M.Ag selaku Sekretaris Jurusan.

3. Bapak Abdul Wahab Abd. Muhaimin, LC., MA. dan Bapak Abdurrauf, MA., selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Para Dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang mentransfer ilmu dan pengalamannya kepada penulis selama berada di kampus ini.

5. Kepala Perpustakaan (Fakultas Syariah & Hukum serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta) atas bantuan dan prioritasnya yang telah meminjamkan buku-buku, data-data yang dibutuhkan


(7)

v

Wahid Hasyim yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman mahasiswa/i jurusan perbankan syariah terutama kelas A (2003) atas motivasinya.

8. Ayahanda Dasril dan Ibunda Hertati atas kesabarannya selama ini serta kasih sayang yang tidak pernah habis kepada penulis.

9. Adik-adik penulis Fikri, Ninid, dan Hafiz atas keceriaan yang sangat berarti bagi penulis.

10. Teman-teman kosan, atas kebersamaannya.

11. Semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian skripsi ini, baik langsung maupun tidak langsung

Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan, agar semua bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak tersebut diberikan-Nya ganjaran yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, masukan dan saran selalu penulis harapkan untuk kesempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi umat umumnya. Amin.

13 Djuhijjah 1430 H

30 Nopember 2009 M

Penulis


(8)

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ... 4

D. Metode Penelitian... 5

E. Kajian Pustaka ... 8

F. Kerangka Pemikiran ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Pada Bank Syariah ... 14

B. Pengertian Manajemen Risiko Pada Bank Syariah ... 21

C. Fungsi dan Tujuan Manajemen Risiko Pada Bank Syariah ... 24

D. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Pada Bank Syariah ... 28

E. Jenis-jenis Risiko dan Risiko Pada Pembiayaan Syariah ... 40

F. Analisis Pembiayaan ... 49


(9)

B. Visi dan Misi ... 65 C. Struktur Organisasi ... 66 D. Produk dan Jasa ... 67

BAB IV : RISIKO DAN UPAYA MEMINIMALISIR RISIKO PEMBIAYAAN PRODUKTIF UNTUK UKM

A. Faktor-faktor yang Dapat Menimbulkan Risiko

Pada Pembiayaan Produktif Untuk UKM ... 72 B. Upaya Meminimalisir Risiko Pembiayaan Produktif Untuk UKM .. 77 C. Analisis Kualitatif ... 99

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 110 B. Saran-saran ... 113 DAFTAR PUSTAKA ... 114


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehadiran perbankan syari’ah dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan warna baru terhadap dunia perbankan di Indonesia, yang mana perbankan konvensional melalui produk-produk yang dikeluarkannya telah memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan ekonomi di Indonesia salah satunya melalui kredit yang disalurkan dengan konsep bunga sebagai faktor yang sangat mempengaruhi nasabah dalam memilih bank dan selanjutnya bank memutar aliran dana sehingga dapat menghasilkan nilai tambah baik bagi bank itu sendiri maupun bagi nasabah yang menempatkan dananya di bank tersebut. Tidak dapat dipungkiri perbankan memiliki posisi yang sangat penting dalam memajukan perekonomian.

Namun terlepas dari itu perbankan konvensional belum bisa menjangkau semua kalangan atau lebih memprioritaskan usaha skala besar, yang secara matematis risikonya bisa diperhitungkan dan diantisipasi. Dengan situasi tersebut akhirnya kalangan UKM sebagai salah satu pionir yang cukup penting dalam perekonomian suatu negara seakan terpinggirkan dan dipandang tidak memiliki kompetensi untuk mendapatkan bantuan likuiditas dari perbankan. Sementara usaha


(11)

skala besar dapat dengan mudah mendapatkan kucuran kredit karena dapat memenuhi syarat-syarat yang diminta bank dalam memberikan kredit pembiayaan bersamaan dengan situasi UKM yang selalu terbentur serta sangat sulit untuk mendapat kredit tersebut karena tidak dapat memenuhi syarat-syarat yang diminta bank untuk mengajukan kredit dan besarnya bunga yang harus dibayar juga sangat memberatkan usaha kecil dan menengah yang baru sampai pada tahap perkembangan.

Hadirnya perbankan syari’ah dengan konsep yang berbeda pada pembiayaan yang dikucurkan memungkinkan bagi UKM untuk mendapatkan pembiayaan dari perbankan syari’ah. Usaha kecil dan menengah dapat memperoleh pembiayaan untuk mengembangkan usahanya melalui pembiayaan mudharabah dan musharakah, murabahah, salam, istishna, dan ijarah dengan konsep yang berbeda dengan kredit perbankan konvensional.

Tingginya risiko yang dihadapi bank syari’ah dalam memberikan pembiayaan pada UKM, merupakan yang hal harus diperhatikan secara cermat. Di mana kehadirannya yang dituntut untuk dapat memfasilitasi dengan mengucurkan pembiayaan untuk UKM juga dihadapkan pada risiko kegagalan UKM dalam usaha yang akan dibiayai. Tingginya risiko kegagalan gagal bayar pada UKM atas pembiayaan yang dikucurkan tidak terlepas dari sumber daya manusia para pengelola UKM yang rata-rata memiliki kemampuan dan keahlian yang minim dan


(12)

manajemen yang kurang profesional. Dengan keadaan seperti itu tentunya mengucurkan pembiayaan untuk UKM cenderung mengandung risiko yang lebih besar daripada pembiayaan untuk korporasi.

Seyogianya pembiayaan produktif menjadi prioritas bagi bank syariah di samping pembiayaan konsumtif. Tingginya risiko yang terdapat pada pembiayaan produktif untuk UKM merupakan tantangan tersendiri bagi bank syariah dalam rangka perannya sebagai agen pembangunan. Kesalahan dalam penyaluran pembiayaan ataupun prediksi yang di luar gambaran yang telah dibuat sebelumnya pada gagalnya usaha nasabah yang berujung pada macetnya pengembalian pokok pembiayaan akan mengganggu stabilitas bank syariah jika terjadi dalam skala besar.

Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan, maka penulis memilih judul skripsi ini dengan “Upaya Meminimalisir Risiko Pembiayaan Produktif Untuk UKM Oleh Bank Syari’ah” (Studi Kasus Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Pondok Indah) bagi bank syari’ah untuk mengoptimalkan fungsinya harus mampu mengambil dan mengelola risiko-risiko yang terdapat pada pembiayaan umumnya dan pembiyaaan produktif untuk UKM khususnya dalam upaya untuk meningkatkan peranannya untuk memajukan perekonomian di Indonesia khususnya dan perekonomian Internasional umumnya.


(13)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dari gambaran di atas dapat kita lihat, bahwa pembiayaan produktif untuk UKM memiliki risiko yang sangat besar yang harus dikelola dengan baik. Karena itu, untuk lebih mudah dan jelasnya penulis akan membatasi ruang lingkup pembahasan pada hal-hal apa saja yang dapat menimbulkan risiko pada pembiayaan produktif oleh Bank Syariah untuk UKM dari perspektif internal bank, UKM, serta peran lembaga lain seperti Departemen Koperasi dan sejenisnya untuk dapat juga melakukan upaya meminimalisir risiko pembiayaan produktif untuk UKM.

2. Perumusah Masalah

Dan untuk lebih mencapai sasaran penelitian, tulisan ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan risiko pada pembiayaan produktif untuk UKM oleh Bank Syariah?

2. Upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko yang mungkin timbul pada pembiayaan produktif untuk UKM oleh Bank Syariah?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan 1. Tujuan Penulisan


(14)

pembiayaan produktif untuk UKM.

b. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko pembiayaan produktif untuk UKM oleh Bank Syariah.

2. Manfaat Penulisan

a. Bagi Akademik, yaitu mengembangkan keilmuan ekonomi pada permasalahan untuk meminimalisir risiko pembiayaan produktif untuk UKM.

b. Bagi Bank Syariah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi bank dalam rangka agar bank bisa mengucurkan pembiayaan dengan risiko yang relatif cenderung menurun.

c. Bagi Masyarakat, agar masyarakat dapat lebih memahami permasalahan-permasalahan yang ada pada pembiayaan produktif untuk UKM.

d. Bagi Penulis, secara akademis dapat menambah khazanah pengetahuan di bidang ekonomi Islam umumnya, khususnya tentang upaya meminimalisir risiko pembiayaan produktif untuk UKM.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis yaitu penulis menggambarkan permasalahan dengan didasari data yang ada kemudian dianalisis lebih lanjut untuk kemudian ditarik kesimpulan. Dengan tipe


(15)

pendekatan studi kasus serta literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian. Penulis mengadakan penelitian dengan melihat dan menggambarkan tentang upaya meminimalisir risiko pembiayaan produktif pada UKM oleh bank syariah.

2. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

b. Jenis Penelitian

1) Field Research, penelitian lapangan yang dilakukan dengan servey langsung ke objek penelitian

2) Library Research, melakukan penelitian dengan cara mencari literatur-literatur yang berupa bahan pustaka dan dokument-dokumen yang berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti.

3. Instrumen Pengumpulan Data

a. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah kegiatan pengambilan/pengumpulan data penelitian yang dilakukan melalui sumber data dari sejumlah buku, laporan-laporan pelaksanaan program dan dokumen-dokumen lainnnya yang mempunyai relevansi dengan tema penelitian.


(16)

b. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam digunakan untuk menggali lebih dalam informasi dari pihak yang berkepentingan dan berhubungan langsung dengan objek penelitian.

4. Sumber Data

a. Data Primer

Penulis mewawancarai langsung dengan pihak yang terkait dengan data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini teknik pemilihan informan untuk mendukung data primer adalah Purposive Sampling.

b. Data Sekunder

1) Dokumentasi atau arsip yang berhubungan dengan upaya meminimalisir risiko pada pembiayaan mudharabah untuk UKM oleh bank syari’ah.

2) Penelitian kepustakaan (library research) dari buku, artikel dan karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.

5. Teknik Pengolahan Data

Setelah mengumpulkan data berupa teori dibaca dengan membandingkan dan mengamati dengan pengamatan content analisis. Sehingga ditemukan langkah strategis untuk menghindari berbagai risiko yang mungkin timbul. Pengolahan data dan analisis dilakukan dengan:


(17)

a. Metode Deskriptif, yaitu dengan cara memaparkan data-data yang ada secara apa adanya.

b. Analitis, setelah data dipaparkan secara deskriptif kemudian dianalisis secara kualitatif.

6. Teknik Penulisan

Metode penulisan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta”.

E. Kajian Pustaka

Penelitian sebelumnya tentang manajemen risiko dalam penyaluran pembiayaan mudharabah:

1. Skripsi, Nur Juli Zar tahun 2005 dengan judul “Sistem Manajemen Risiko Perbankan Syariah dalam Penyaluran Pembiayaan Mudharabah (Kajian Terhadap Bagaimana Seharusnya Manajemen Risiko Bank Syariah. Pada penelitian tersebut salah kesimpulan yang diperoleh adalah Kombinasi antara manajemen bank umum dengan sistem keuangan syariah, dapat diterapkan sebagai sarana untuk menyeimbangkan antara dua kepentingan (lenders-borrowers). Dan dalam hal manajemen risiko, bank syariah seharusnya memiliki konsep yang komprehensif aplikatif (bukan sekedar mengadopsi konsep yang telah ada) sehingga dalam memutuskan sebuah kebijakan


(18)

pembiayaan tidak mengalami risiko. Konsep tersebut adalah bagaimana mengolah informasi yang diterima dan mengkomunikasikannya ke berbagai level manajemen secara kurat dan mengaplikasikannya dalam bentuk pengawasan yang ketat terhadap pembiayaan yang disalurkan

2. Skripsi, Nia Rahayu (2006) dengan judul “Prinsip Kehati-hatian Dalam Aplikasi Kegiatan Pembiayaan (Studi Kasus PT. Bank DKI Group Usaha Syariah Jakarta)”. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah: a. Berpedoman pada prinsip 5 C (Character, Capital, Capacity, Collateral,

Condition of Economy). Ini dilakuan sebelum pembiayaan direalisasi.

b. Kebijakan monitoring dan pembinaan. Ini dilakukan setelah pembiayaan direalisasi.

3. Skripsi, Silvi Yanti (2006) dengan judul “Dominasi Murabahah Pada Perbankan Syariah Dalam Perspektif Manajemen Risiko (Studi Kasus Permata Bank Syariah)”. Dengan kesimpulan manajemen risiko dari beberapa risiko yang terjadi ketika mendominasinya skim murabahah, yang harus diperhatikan adalah risiko pembiayaan misalkan dari adanya penunggakan yang terjadi selama 6 bulan dan ternyata risiko pembiayaan masih dalam keadaan lancar dengan peringkat low risk. Risiko pasar dapat terjadi dari persaingan margin yang ditawarkan bank kepada calon nasabahnya. Karena bank syariah tidak berpengaruh dengan kenaikan suku bunga. Oleh karena itu, biaya-biaya yang


(19)

dikeluarkan perlu diperkecil. Risiko likuiditas, murabahah merupakan pembiayaan yang lebih likuid karena bank akan cepat memperoleh dananya kembali dalam bentuk pembayaran angsuran yang dilakukan oleh nasabah. Risiko operasional terkait dengan peningkatan Sumber Daya Insani dalam perbankan syariah minimal mengurangi yang namanya human error dan system error. Sebagai yang berlabelkan syariah tentu harus menjaga reputasinya, mungkin dengan mempunyai beberapa target indikatif agar tidak terjadi risiko reputasi.

4. Skripsi, Ria Juliyanti (2008) dengan judul “Kebijakan Bank Mualamat Indonesia Dalam Pembiayaan Kepada UKM Tahun 2006-2007”. Kesimpulan yang diperoleh antara lain adalah Langkah-langkah pemberian pembiayaan: (1) Nasabah telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Bank Mualamat Indonesia. (2) Account Officer mengadakan survey langsung ke tempat nasabah. (3) Account Officer mempresentasikan usulan pembiayaan (UP) nasabah kepada komite pembiayaan, apabila layak maka UP tersebut diterima, dan sebaliknya. (4) Apabila disetujui AO membuat offering latter yang telah ditandatangani oleh direksi / pimpinan cabang / kepala divisi yang kemudian mencairkan dana kepada nasabah. UP nasabah yang ditolak seluruh dokumen dikembalikan kepada nasabah dan disertai surat penolakan. (5) Nasabah yang telah menerima pembiayaan wajib mengembalikannya sesuai


(20)

dengan jangka waktu yang telah disepakati.

Dalam menyalurkan pembiayaan bank memang akan selalu dihadapkan pada risiko. Berdasarkan sumbernya risiko terdapat dua (2) macam, pertama dari internal bank, kedua dari eksternal bank. Dari penelitian tersebut di atas lebih difokuskan pada internal bank dengan menggunakan manajemen risiko bank secara internal dalam menghadapi risiko-risiko pada pembiayaan. Namun, untuk pembiayaan pada UKM penerapan manajemen risiko memang dapat meminimalisir risiko namun tidak selalu dapat meningkatkan pembiayaan bahkan dengan penerapan manejemen risiko akan semakin sedikit UKM yang dapat mengakses pembiayaan karena berbagai persyaratan yang harus dipenuhi.

Di sini penulis akan mencoba menggambarkan risiko-risiko yang dihadapi bank dalam menyalurkan pembiayaan produktif untuk UKM, yaitu risiko-risiko yang timbul dari internal bank dan risiko-risiko-risiko-risiko yang timbul dari eksternal serta upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menanggapi risiko-risiko tersebut baik dari internal bank maupun upaya dan peran serta pihak-pihak yang berada di luar bank agar dapat meminimalisir risiko-risiko tersebut yang sekaligus dapat meningkatkan porsi pembiayaan untuk UKM.

F. Kerangka Pemikiran

Pada penelitian ini penulis akan terlebih dahulu mengemukakan tentang-tentang teori-teori untuk meminimalisir risko pada pembiayaan produktif.


(21)

Selanjutnya peneliti akan mengumpulkan data yang diperoleh dari Bank yang dijadikan sebagai obyek penelitian untuk diambil data-data yang berhubungan dengan pembiayaan produktif. Selanjutnya setelah diperoleh data-data yang diperlukan akan diolah dengan metode yang telah dipilih untuk memperoleh jawaban tentang apa saja risiko yang dihadapi bank syariah tersebut dalam menyalurkan pembiayaan produktif untuk UKM, selanjutnya juga diperoleh faktor-faktor apa saja yang bisa menimbulkan risiko-risiko, dan terakhir akan dilakukan kajian dari data-data yang diperoleh sehingga ditemukan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko-risiko yang terdapat pada pembiayaan produktif untuk UKM oleh bank syariah.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini dibagi dalam lima bab dan terurai secara garis besarnya sebagai berikut:

BAB I : Menerangkan tentang Pendahuluan yang berisi tentang Latar Belakang Pemikiran, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penulisan, Metode Penulisan, Kajian Pustaka dan Sistematika Penulisan. BAB II : Menjelaskan tentang Pembiayaan Pada Bank Syariah, Pengertian

Manajemen Risiko Pada Bank Syariah, Fungsi dan Tujuan Manajemen Risiko Pada Bank Syariah, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Pada Bank Syariah, Jenis-jenis Risiko dan Risiko Pada Pembiayaan Syariah, dan


(22)

Analisis Pembiayaan.

BAB III : Menjelaskan tentang Sejarah Berdirinya Bank DKI Syariah, Visi dan Misi, Struktur Organisasi dan Produk dan Jasa

BAB IV : Menjelaskan Tentang Risiko Dan Upaya Meminimalisir Risiko Pembiayaan Produktif Untuk UKM yang isinya mencakup; Faktor-faktor yang Dapat Menimbulkan Risiko Pada Pembiayaan Produktif Untuk UKM, Upaya Meminimalisir Risiko Pembiayaan Produktif Untuk UKM,dan Analisis Kualitatif


(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembiayaan Pada Bank Syariah

1. Macam-macam Pembiayaan Pada Bank Syariah a. Pembiayaan Murabahah

Salah satu skim fiqih yang paling popular digunakan oleh perbankan syariah adalah skim jual-beli murabahah. Transaksi murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah SAW. dan para sahabatnya1. Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya, seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20%.

Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual berli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required

1 Ibunu Ābidin,

Rad al-Mukhtar ‘alal Ardh al-Mukhtar, VI, hal 19-50; al-Qurtubi,

Bidyātul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, II, hal. 211; Adiwarman A. Karim, Bank Islam

Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hal. 113.


(24)

rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh).2

b. Pembiayaan Istishna’

Skim fiqih lainnya yang juga populer digunakan dalam perbankan syariah adalah skim jual-beli istishna’. Transaksi istishna’ ini hukumnya boleh (jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya3.

Pada dasarnya, pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan pula seperti transaki murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan jual-beli murabah di mana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual-beli istishna’ barang diserahkan di belakang, walaupun uangnya juga bayar secara cicilan.4

c. Pembiayaan Ijarah 1) Ijarah

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang, pada

2

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hal. 113.

3

Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional untuk Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, 2001, Fatwa No. 06/DSN – MUI / IV 2000 tentang jual beli Istishna’; Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hal. 125.

4


(25)

ijarah objek transaksinya adalah barang mau pun jasa5.

Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang / jasa dengan membayar imbalan tertentu6. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa / upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri7. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa8.

2) Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)

Al-Bai’ wal Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-Bai’ dan akad Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT). Al-Bai’ merupakan akad jual-beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa. Dalam Ijarah Muntahia Bittamlik, pemindahan hal milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini:9

5

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 137. 6

(Saraksi, al-Mabsut, 15:74; al-Umm, 3:250); Adiwarman A. Karim, Bank Islam

Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 138. 7

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Ijarah. Lihat dalam Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syariah,

Edisi Pertama, 2001, DSN-MUI, BI, hal. 55; Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hal. 138.

8

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 138 9


(26)

a) Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa;

b) Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

d. Pembiayaan Mudharabah

Mudharabah10 adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak zaman nabi, bahkan telah dipraktikan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW. berpropesi sebagai pedagang11, ia melakukan akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian, ditinjau dari segi hukum Islam, maka praktik mudharabah ini dibolehkan, baik menurut Al Qur’an, Sunah, maupun Ijma’12.

Pada prinsipnya, mudharabah sifatnya mutlak di mana shahib al-mal tidak menetapkan restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada si mudharib13. Bentuk mudharabah ini disebut mudharabah mutlaqah, atau dalam bahasa Inggrisnya dikenal sebagai Unrestricted Investment Account (URIA).

10

Mudharabah disebut akad qiradh atau muqaradah. Makna keduanya sama.

Mudharabah adalah istilah yang digunakan di Irak, sedangkan istilah qiradh digunakan oleh masyarakat Hijaz.; Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 204.

11

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 204. 12

M. Anwar Ibrahim, “Konsep Profit and Loss Sharing System Menurut empat Mahzab”. Makalah tidak diterbitkan, hal 1-2. Menurut Al Qur’an, lihat misalnya dalam QS (73:20). Menurut Sunnah, di antaranya hadits Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi mengakui syarat-syarat

mudharabah yang ditetapkan Al-‘Abbas bin Abdul Muthalib kepada mudharib. Menurut Ijma, karena sistem ini sudah dikenal sejak zaman Nabi dan zaman sesudahnya. Para sahabat banyak yang mempraktikkannya dan tidak ada yang mengingkarinya.; Adiwarman A. Karim, Bank Islam

Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 204. 13

Hal ini disebabkan karena ciri khas mudharabah zaman dulu, yakni berdasarkan hubungan langsung dan personal yang melibatkan kepercayaan / amanah yang tinggi.


(27)

Namun demikian, apabila dipandang perlu, shahib al-maal boleh menetapkan batasan-batasan atau syarat-syarat tertentun guna menyelamatkan modalnya dari risiko kerugian. Syarat-syarat / batasan ini harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila mudharib melanggar batasan-batasan ini, ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul. Jenis mudharabah seperti ini disebut mudharabah muqayyadah (mudharabah terbatas, atau dalam bahasa Inggrisnya, Restricted Investement Account). Jadi pada dasarnya, terdapat dua bentuk mudharabah, yakti, mutlaqah dan muqayyadah14.

2. Pembiayaan Produktif

a. Pembiayaan Modal Kerja Syariah

Secara umum, yang dimaksud dengan Pembiayaan Modal Kerja (PMK) Syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Jangka waktu pembiayaan modal kerja maksimum 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Perpanjangan fasilitas PMK dilakukan atas dasar hasil analisis terhadap debitur dan fasilitas pembiayaan secara keseluruhan15.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisas pemberian

14

Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 212. 15


(28)

pembiayaan antara lain16:

1) Jenis Usaha. Kebutuhan modal kerja masing-masing jenis usaha berbeda-beda

2) Skala Usaha. Besarnya kebutuhan modal kerja suatu usaha sangat bergantung kepada skala usaha yang dijalankan. Semakin skala usaha yang dijalankan, kebutuhan modal kerja akan semakin besar.

3) Tingkat kesulitan usaha yang dijalankan. Beberapa pertanyaan yang harus dalam melakukan analisis pembiayaan antara lain:

a) Apakah proses produksi membutuhkan, tenaga ahli / terdidik / terlatih dengan menggunakan peralatan yang canggih?

b) Apakah perusahaan memiliki tenaga ahli dan peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang proses produksi?

c) Apakah perusahaan memiliki sumber pasokan bahan baku yang tetap yang dapat menjamin kesinambungan proses produksi?

d) Apakah perusahaan memiliki pelanggan tetap?

4) Karakter transaksi dalam sektor usaha yang akan dibiayai. Dalam hal ini, yang harus ditelaah adalah:

a) Bagaimana sistem pembayaran pembelian bahan baku?

b) Bagaimana sistem penjualan hasil produksi, tunai atau cicilan?

b. Pembiayaan Investasi Syariah

16


(29)

Yang dimaksud dengan investasi adalah penanaman dana dengan maksud untuk memperoleh imbalan / manfaat / keuntungan di kemudian hari, mencakup hal-hal antara lain17:

1) Imbalan yang diharapkan dari investasi adalah berupa keuntungan dalam bentuk finansial atau uang (financial benefit).

2) Badan usaha umumnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan berupa uang, sedangkan badan sosial dan Badan-badan Pemerintah lainny bertujuan untuk memberikan manfaat sosial (social benefit) dibandingkan dengan keuntungan finansialnya.

3) Badan-badan usaha yang mendapat pembiayaan investasi dari bank harus mampu memperoleh keuntungan finansial (financial benefit) agar dapat hidup dan berkembang serta memenuhi kewajibannya kepada bank. Pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk18 1) Pendirian proyek baru, yakni pendirian atau pembangunan proyek /

pabrik dalam rangka usaha baru.

2) Rehabilitasi, yakni penggantian mesin / peralatan lama yang sudah rusah dengan mesin / peralatan yang baru yang lebih baik.

3) Modernisasi, yakni penggantian menyeluruh mesin / peralatan lama

17

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 236 18


(30)

dengan mesin / peralatan baru yang tingkat teknologinya lebih baik / tinggi.

4) Ekspansi, yakni penambahan mesin / peralatan yang telah ada dengan mesin / peralatan baru dengan teknologi sama atau lebih baik / tinggi, atau

5) Relokasi proyek yang sudah ada, yakni pemindahan lokasi proyek / pabrik secara keseluruhan (termasuk sarana penunjang kegiatan pabrik, seperti laboratorium, dan gudang) dari suatu tempat ke tempat lain yang lokasinya lebih tetap / baik.

B. Pengertian Manajemen Risiko Pada Bank Syariah 1. Manajemen Dalam Syariah

Islam mewajibkan para penguasa dan para pengusaha untuk berbuat adil, jujur dan amanah demi terciptanya kebahagiaan manusia (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat menekankan aspek persaudaraan (ukhuwah), keadilan sosio-ekonomi, dan pemenuhan kebutuhan spiritual umat manusia. Umat manusia memiliki kedudukan yang sama di sisi Allah sebagai khalifah dan sekaligus sebagai hamba-Nya tidak akan dapat merasakan kebahagiaan dan ketenangan batin kecuali bila kebutuhan-kebutuhan material dan spiritual telah dipenuhi.19

19

Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, Cet. 4, Mei 2006), hal. 85.


(31)

Untuk melaksanakan kewajiban tersebut para penguasa atau pengusaha harus menjalankan manajemen yang baik dan sehat. Manajemen yang baik harus memenuhi syarat-syarat yang tidak boleh ditinggalkan (conditio sine qua non) demi mencapai hasil tugas yang baik. Oleh karena itu para penguasa atau pengusaha wajib mempelajari ilmu manajemen. Apalagi bila prinsip atau teknik manajemen itu terdapat atau diisyaratkan dalam Al Qur’an atau Hadits.20

2. Risiko-Risiko Bank

Meskipun manajer bank berusaha untuk menghasilkan keuntungan setinggi-tingginya, secara simultan mereka harus juga memperhatikan adanya kemungkinan risiko yang timbul menyertai keputusan-keputusan manajemen tentang struktur aset dan liabilitisnya. Bank Indonesia menyebutkan, risiko yang dihadapi bank itu mencakup risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategis dan risiko kepatuhan.21

3. Risiko Menurut Pandangan Islam

Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan (kerugian) dan kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat

20

Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Syariah, hal. 87 21


(32)

perencanaan untuk menghadapi ketidakpastian di masa depan. Firman Allah SWT Surat Al-Hasyr (59) ayat 18:

















































Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr – 18)

Dalam Al Qur’an, surat Yusuf (12) ayat 43-49, Allah SWT juga menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem produksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan. Secara ringkas, ayat ini bercerita tentang pertanyaan raja Mesir tentang mimpinya kepada Nabi Yusuf, di mana raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah.

Berdasarkan bahasa, risiko mempunyai makna akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suati perbuatan atau tindakan sedangkan manajemen risiko berarti upaya untuk mengurangi dampak dari unsur ketidakpastian.


(33)

Ir. Adiwarman A. Karim (2004) dalam bukunya Bank Islam menjelaskan bahwa risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena itu, sebagaimana lembaga perbankan pada umumnya, bank syariah juga memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha, atau yang bisa disebut sebagai manajemen risiko.22

Berdasarkan terminologi yang diungkapkan oleh beberapa pakar mengungkapkan manajemen risiko dengan berbagai penilaian yang berbeda, tetapi secara umum mempunyai makna inti yang relatif sama dengan pengetahuan berdasarkan bahasa di atas.

C. Fungsi dan Tujuan Manajemen Risiko Pada Bank Syariah 1. Fungsi

Fungsi manajemen risiko untuk mengidentifikasi atau mendiagnosa risiko. Kemudian risiko itu mesti diukur, dianalisis, dan dievaluasi dalam ukuran frekuensi, keparahan dan variabilitasnya. Selanjutnya keputusan harus diambil seperti memilih dan menggunakan metode-metode untuk menangani

22


(34)

masing-masing risiko yang telah diidentifikasi itu. Sebagian risiko tertentu mungkin perlu dihindarkan, sebagian lagi mungkin perlu ditanggung sendiri, dan yang lainnya mungkin perlu diasuransikan.23

Dengan diterapkannya manajemen risiko secara komprehensif pada bank syariah akan memberikan sebuah pedoman yang dapat digunakan bank syariah dalam penyaluran pembiayaan yang berbasis risiko sehingga dapat menyalurkan pembiayaan secara optimal dengan tetap dapat menjaga kestabilan keuangan bank secara umum.

Fungsi Manajemen Risiko pada pokoknya mencakup:24

a. Menemukan kerugian potensiil yakni berupaya untuk menemukan/mengidentifikasi seluruh risiko

Untuk cara-caranya yang dapat ditempuh oleh manajer risiko antara lain dengan melakukan inspeksi fisik di tempat kerja, mengadakan angket kepda semua pihak di perusahaan, menganalisa semua variabel yang mencakup dalamp peta aliran proses produksi dan sebagainya.

b. Mengevaluasi kerugian potensiil

Artinya melakukan evaluasi dan penilaian terhadap semua kerugian potensiil yang dihadapi oleh perusahaan. Evaluasi dan penilaian ini akan meliputi perkiraan mengenai:

23

Herman Darmawi, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara), cet. ke-8, 2004) h. 32-33

24

Soeisno Djodosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Salemba Empat, 1999) cetakan ke-1, hal. 13-14


(35)

1) Besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya kerugian, artinya memperkirakan jumlah kemungkinan terjadinya kerugian selama suatu periode tertentu atau berapa kali terjadinya kerugian tersebut selama suatu periode tertentu (biasanya 1 tahun).

2) Besarnya kegawatan dari tiap-tiap kerugian, artinya menilai besarnya kerugian yang diderita, yang biasanya dikaitkan dengan besarnya pengaruh kerugian tersebut, terutama terhadap kondisi finansial perusahaan.

c Memilih teknik/cara yang tepat atau menentukan suatu kombinasi dari teknik-teknik yang tepat guna menanggulangi kerugian.

Pada pokoknya ada 4 (empat) cara yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko, yaitu: mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, meretensi, mengasuransikan dan menghindari. Di mana tugas dari manajer risiko adalah memilih salah satu cara yang paling tepat untuk menanggulangi risiko.

Tabel 1

Cara Penanggulangan Risiko dapat disusun sebagai berikut: Nomor

Tipe Eksposure

Frekuensi Kerugian

Keseriusan

Kerugian Penanggulangannya 1 Rendah Rendah Retensi / Pengendalian 2 Tinggi Rendah Retensi / Asuransi / Pengendalian 3 Rendah Tinggi Asuransi / Pengendalian


(36)

2. Tujuan

Menurut William T. Thornholl tujuan dari manajemen risiko adalah untuk memproteksi aset dan laba sebuah organisasi dengan mengurangi potensi kerugian sebelum hal tersebut terjadi, dan pembiayaan melalui asuransi atau cara lain atas kemungkinan rugi besar atas kemungkinan bencana alam, keteledoran manusia, atau karena keputusan pengadilan. Dalam prakteknya, proses ini mencakup langkah-langkah logis seperti pengidentifikasian risiko, pengukuran dan penilaian atas ancaman (eksposures) yang telah diidentifikasi, pengendalian ancaman tersebut melalui eliminasi atau pengurangan, dan pembiayaan ancaman yang tersisa agar apabila kerugian tetap terjadi, organisasi dapat terus menjalankan usahanya tanpa terganggu stabilitas keuangannya.25

Tujuan manajemen risiko adalah sebagai berikut:26

a. Menyediakan informasi tentang risiko kepada pihak regulator.

b. Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable. c. Meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifat uncontrolled. d. Mengukur eksposur dan pemusatan risiko.

e. Mengalokasikan modal dan membatasi risiko.

25

Robert Tampubolon, Manajemen Risiko: Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial, (Jakarta: PT. Elek Media Komputindo, 2004), cet. Ke-3, hal. 34

26


(37)

D. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Pada Bank Syariah 1. Sumber Daya Manusia

a. Partnership dalam Manajemen Risiko27

Dalam mengimplementasikan risk management process tersebut diperlukan risk management partnership. Kerja sama antara para pihak yang terkait itu meliputi seluruh alur proses mulai dari mengidentifikasikan risiko hingga pengalokasian tugas dan tanggung jawab. Diharapkan melalui pendekatan partnership itu kerangka dasar (framework) dalam penerapan corporate governance tersebut benar-benar terwujud.

Kerangka kerja dalam risk management partnership tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.28

1) Bank Regulators dan Supervisors

Kedua lembaga ini “betapapun perkasanya” tidak dapat mencegah terjadinya bank failures. Peranan utamanya adalah bertindak sebagai fasilitator dalam proses risk management dan mendorong serta memonitor sejauh mana kerangka dasar risk management dilaksanakan. Dengan peranannya itu, kedua lembaga ini dapat memengaruhi key

27

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 314.

28

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 314.


(38)

players lainnya dalam risk management partnership itu.29

2) Shareholders

Para pemegang saham ini berperan dalam penunjukkan personalia yang diserahi tanggung jawab dalam corporate governance process. Namun, tentu saja diharapkan bahwa para pemegang saham ini tidak menggunakan kedudukannya itu untuk memanfaatkan bank bagi kepentingannya sendiri. Misalnya untuk memberikan bantuan pembiayaan bagi perusahaannya sendiri atau perusahaan yang terkait dengan dirinya.30

3) Board of Directors atau Supervisory Board

Dewan Direksi ini bertanggung jawab dalam menetapkan strategic direction. Penetapan arah itu meliputi pengangkatan jajaran manajemen, menyusun kebijakan operasional dan yang terutama adalah menjaga terpliharanya tingkat kesehatan bank.31

4) Executive Management

Executive management ini bertanggung jawab dalam mengimplementasikan kebijakan direksi dalam kegiatan operasional bank sehari-hari. Oleh karena itu, mutlak bahwa executive management

29

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 315.

30

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 315.

31

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 315.


(39)

ini harus lulus “fit and proper test”. Artinya tidak semata wajib memiliki kompetensi dan pengalaman dalam menjalankan kegiatan operasional bank. Akan tetapi, executive management ini juga harus memiliki standar moral yang prima. Sangat penting pula bahwa executive management ini menguasai seluk-beluk pengendalian financial risk dan jenis-jenis risiko lainnya dalam bisnis perbankan.32

5) The Audit Committee dan The Internal Auditors

Adapun audit committee dan internal auditors ini dapat dipandang sebagai kepanjangan tangan dari peranan direksi dalam menjalankan fungsi risk management policy. Auditors harus menjalankan peranannya sebagai independent apprasial dalam menetapkan sejauh mana bank telah memenuhi persyaratan internal control systems, accounting practies, dan information systems. Harus dicatat bahwa audit committee ini berperanan penting dalam membantu manajemen dalam mengidentifikasikan dan menunjukkan terdapatnya kegiatan operasional yang berisiko. Namun demikian, harus ditegaskan pula bahwa tanggung jawab dalam risk management tersebut tetap berada pada seluruh jajaran manajemen bank sendiri.33

6) External Auditors

32

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 315.

33

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 316.


(40)

Peranan utamanya terletak pada melakukan evaluasi atas risk-based financial information process. Di sini external auditors harus menjalankan peranannya itu melalui pendekatan risk-oriented dan tidak lagi sekedar menyusun traditional balance sheet dan income statement semata. Namun demikian, perlu dicatat bahwa over-reliance terhadap external auditors justru dapat memperlemah risk management partnership, khususnya bila kepercayaan yang berlebihan itu menyebabkan turunnya peranan manajemen dan supervisory roles.34

7) The Public/Consumers

Masyarakat pengguna jasa perbankan ini berperanan sebagai market participant dalam menerima balas jasa atas tanggung jawabnya sendiri, khususnya dalam investment decisions yang dilakukannya. Dalam kaitan itu mereka memerlukan transparent disclosure atas financial information dan financial analysis yang diterimanya. Publik atau masyarakat luas dapat dibantu dalam menjalankan peranannya sebagai risk manager, yaitu bila yang dimaksud publik tersebut termasuk pula financial media, financial analysts, seperti stockbrokers, dan rating agencies. Khusus bagi para penabung kecil perlu diberikan perlindungan bagi keselamatan simpanannya itu, lebih dari sekadar memperoleh transparent

34

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 316.


(41)

disclosure.35

b Supervisory Review

Hampir dapat dipastikan bahwa implementasi atas suatu konsep hanya akan efektif bila disertai dengan pengawasan (supervisory review) yang ketat. Hal itu berlaku bagi berbagai kegiatan kemasyarakatan, bisnis dunia usaha, dan lembaga-lembaga keuangan, termasuk dalam bidang perbankan. Dalam risk management, supervisory process, yang berbasis risiko merupakan suatu aspek yang secara implicit terkait di dalamnya. 36

2. Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit a. Kebijakan

1) Penerapan Manajemen Risiko37

Dalam menerapkan manajemen risiko, bank umum wajib mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003. PBI Nomor 5 ini diperinci dalam Surat Edaran BI Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003.

2) Penilaian Tingkat Kesehatan Bank38

Adapun sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum ini dimuat dalam

35

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 315.

36

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, hal. 217.

37

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, hal. 367.

38

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, hal. 367.


(42)

peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004. PBI ini diperinci dalam Surat Edaran BI Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. Dengan terbitnya PBI Nomor 6 ini, tata cara perhitungan tingkat kesehatan yang lama menjadi tidak lagi berlaku.

b. Proses dan Sistem

1) Membangun Lingkungan Manajemen Risiko yang Tepat Serta Kebijakan dan Prosedur yang Sehat39.

2) Menciptakan Proses Pengukuran, Mitigasi, dan Memonitoring yang Tepat40

3) Kontrol Internal yang Cukup41

c. Penetapan Limit

Dewan direksi dan para senior manager wajib menetapkan suatu proses baku dalam menentukan risk appetite yang dianut bank. Di dalamnya harus terkandung pula suatu limit setting process.

Dalam penetapan risk limits tersebut dicakup hal-hal berikut:42

1) Pemberikan delegasi kewenangan yang jelas dan tertulis bagi setiap individu yang dipercaya mengelola kewenangan tersebut.

39

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah; editor, Fatna Yustianti (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 17.

40

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,

hal. 18 41

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,

hal. 19. 42

Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, hal. 378


(43)

2) Pemisahan jenis risk limits, yaitu antara limit yang bersifat menyeluruh (overall limit) dan limit yang hanya terbatas berlaku untuk suatu periode tertentu, bila terdapat risiko yang relevan.

3) Penetapan risk limit tersebut dapat dirinci menurut: (a) jumlah limit secara menyeluruh (overall), tergantung pada besarnya risk appetitenya masing-masing; (b) masing-masing jenis risiko, seperti: credit risk, market risk, operational risk, liquidity risk, dan sebagainya; (c) fungsinya masing-masing, seperti limit yang berlaku bagi bidang treasury, bagi para branch manager, pembagian limit kewenangan di antara para anggota direksi, dan sebagainya.

3. Identifikasi, Pengukuran, Pemantuan dan Sistem Informasi a. Identifikasi

Proses ini meliputi identifikasi risiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas usaha. Identifikasi risiko secara akurat dan komplet sangatlah vital dalam manajemen risiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi risiko adalah mendaftar risiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin43. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi risiko antara lain:

Brainstorming

 Survei

 Wawancara

43


(44)

 Informasi historis

 Kelompok kerja, dll.

b. Pengukuran

Setelah melakukan identifikasi risiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran risiko dengan cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity (kerusakan) dan probabilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa risiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangtalah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen risiko44.

Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan:

1) Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko;45

2) Penyempurnaan terhadap system pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor risiko yang

44

Vibiznews.com, Proses Manajemen Risiko (diakses pada 28 Pebruari 2009) 45


(45)

bersifat material.46

c. Monitoring

Aktivitas monitoring dalam bank Islam tidak hanya meliputi manajemen bank Islam, tetapi juga melibatkan Dewan Pengawas Syariah47. Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu risiko merupakan bagian penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen risiko tidaklah berhenti sampai disana saja. Praktek, pengalaman dan terjadinya kerugian akan membutuhkan suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu risiko. Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi risiko dan pengukuran risiko untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya risiko yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu risiko terjadi maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif.

d. Sistem Informasi

Sistem informasi di berbagai instansi, perusahaan atau organisasi memiliki fungsi yang bervariasi. Ada sistem informasi yang berfungsi untuk mencatat berbagai transaksi atau perubahan data yang terjadi, ada sistem informasi yang berguna untuk menghasilkan berbagai informasi yang

46

Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal, 260 47


(46)

digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan, dan ada sistem informasi yang bertugas memandu manajemen untuk mengambil keputusan. Masing-masing fungsi sistem tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menggolongkan sistem informasi, agar lebih mudah diidentifikasi, dipelajari, dan dikembangkan48.

48

Wing Wahyu Winarno, Sistem Informasi Manajemen, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN, 2004), cet. Pertama, hal. 2.2.


(47)

Basis Data Eksternal (External Database

Basis Data Internal (Internal Database

Perangkat Komputer Perangkat Lunak Jaringan Komunikasi

Dokumen Prosedur Pengendalian

Gambar 1. Hubungan Antara Tingkatan Sistem Informasi dengan Perangkant Pendukungnya


(48)

Tabel 2. Tingkatan Sistem Informasi49 Tingkatan Sistem Informasi Fungsi Utama Pemakai Utama Jenis Keputusan Sistem Pakar /

Kepandaian buatan Mengganti kan manusia dalam mengambil keputusan Manajemen semua level Keputusan terstruktur dan tidak terstruktur Sistem Pemandu Keputusan Membantu manajemen membuat keputusan Membantu manajemen puncak Keputusan tidak terstruktur Sistem Informasi Manajemen Menyediak an berbagai bentuk informasi Manajemen Madya Keputusan semi-terstruktur Sistem Pemrosesan Transaksi Mencatat berbagai bentuk transaksi Manajemen bawah Keputusan terstruktur Database Management Systems (DBMS)

Tempat untuk menampung data yang dicatat oleh TPS, oleh sistem yang lain (MIS, DSS, AI/ES), data ini akan diolah

Kom-puter Prog-ram Komu nikasi

Digunakan untuk mengolah data dan mengirimkan hasil pengolahan ke tempat lain yang memerlukan

Doku men Prose-dur Kon-trol

Digunakan untuk memperlancar dan meningkatkan kualitas sistem informasi

49


(49)

E. Jenis-Jenis Risiko dan Risiko Pada Pembiayaan Bank Syariah 1. Risiko-risiko Bank Syariah

a. Risiko Kredit

Risiko kredit merupakan bentuk risiko pembayaran yang muncul pada satu pihak bersepakat untuk membayar sejumlah uang (misalnya, dalam akad salam dan istishna’) atau mengirimkan barang (misalnya, dalam akad murabahah) sebelum menerima aset atau uang cash-nya sendiri, sehingga menyebabkan terjadinya kerugian50.

Dalam kasus pembiayaan berbasis bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), risiko kredit adalah tidak terbayarnya kembali bagian bank oleh pihak pengusaha ketika jatuh tempo. Masalah ini bisa muncul bagi bank akibat adanya kesenjangan informasi (assimatric information), di mana mereka tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang profit perusahaan yang sesungguhnya. Sementara akad murabahah merupakan akad jual beli atau perdagangan, di mana risiko kredit dapat muncul dari risiko pihak ketiga (counterparty risk), yaitu akibat buruknya kinerja partner bisnis. Buruknya kinerja ini bisa disebabkan oleh sumber-sumber sistematik eksternal.

b. Risiko Benchmark

50

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, hal. 51.


(50)

Bank syariah tidak berhubungan dengan suku bunga, hal ini ditunjukkan bahwa bank syariah tidak menghadapi risiko pasar yang muncul karena perubahan suku bunga. Namun bagaimanapun, perubahan suku bunga di pasar, memunculkan beberapa risiko dalam pendapatan lembaga keuangan syariah. Lembaga keuangan syariah memakai benchmark rate51.

Pada akad murabahah, penentuan mark-up berdasarkan benchmark rate (biasanya LIBOR) ditambah premi risiko. Karakteristik dari aset-aset berpenghasilan tetap adalah sama halnya dengan mark-up yang bernilai tetap selama jangka waktu akad. Ketika benchmark rate mengalami perubahan maka akad-akad yang berbasis pendapatan tetap tidak akan dapat disesuaikan. Sebagai hasilnya, bank syariah menghadapi risiko dari perubahan suku bunga di pasar.

c. Risiko Likuiditas

Sebagaimana telah disebutkan di atas, risiko likuiditas bisa muncul karena sulitnya mendapatkan dana cash dengan biaya yang wajar, baik melalui pinjaman maupun melalui penjualan aset. Risiko likuiditas yang muncul dari kedua sumber ini sangat kritis bagi bank syariah. Karena bunga atas pinjaman dilarang dalam syariah maka bank syariah tidak dapat meminjam dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya di pasar

51

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,hal. 51.


(51)

konvensional. Terlebih lagi, bank syariah tidak diperbolehkan untuk menjual utang selain pada nilai awal (face value)-nya. Dengan demikian, meningkatkan dana dengan menjual aset berbasis utang tidak dapat dijadikan opsi bagi lembaga keuangan syariah52.

d. Risiko Operasional

Risiko di mana bank tidak dapat bekerja secara efisien, ekonomis, efektif, aman, lancar dan tertib53. Jika hal tersebut terjadi akan menimbulkan biaya tinggi atas operasional bank bahkan dapat menimbulkan kerugian.

Karena usianya yang relatif muda, risiko operasional, terutama yang terkait dengan faktor manusiawi menjadi suatu yang akut bagi lembaga ini. Risiko operasional bisa muncul, terutama akibat bank tidak memiliki personel (dengan kapasitas dan kapabilitas) yang memadai untuk menjalankan operasional keuangan syariah54.

Karena perbedaan karakteristik bisnis, software komputer yang tersedia di pasar konvensional bisa jadi tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan bank syariah. Hal ini melahirkan risiko sistem yang menuntut bank syariah untuk mengembangkan dan memakai teknologi internasional.

e. Risiko Hukum

52

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,

hal. 51-52 53

Soedarto, Manajemen Risiko Untuk BPR (Bank Perkreditan Rakyat), (Jakarta: PT. Intermasa, 2009), hal. 378.

54

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,


(52)

Karena adanya perbedaan karakteristik akad atau kontrak keuangan, bank syariah menghadapi risiko yang berhubungan dengan proses dokumentasi dan pelaksanaan hukum. Akibat tidak adanya standar kontrak bagi instrumen-instrumen keuangan yang ada, bank syariah harus menyiapkan hal ini berdasarkan pemahamannya terhadap syariah, undang-undang yang berlaku, dan sesuai dengan kebutuhan dan kepentngan mereka sendiri. Langkanya standarisasi kontrak disertai dengan adanya kenyataan akan tidak adanya sistem peradilan untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan pelaksanaan kontrak, telah meningkatkan risiko hukum bagi bank syariah.55

f. Risiko Penarikan Dana

Perbedaan tingkat return pada tabungan atau investasi mengakibatkan ketidakpastian tentang nilai sebenarnya (real value) dari jenis-jenis simpanan tersebut. Perlindungan aset untuk memperkecil risiko kerugian akibat rendahnya tingkat return, mungkin menjadi faktor penting dalam keputusan penarikan dana para deposan. Dalam perspektif bank, hal ini melahirkan “risiko penarikan dana (with-drawal risk)”, yaitu yang berhubungan dengan rendahnya tingkat return bank dibandingkan dengan

55

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,


(53)

lembaga keuangan lainnya56.

g. Risiko Fidusia

Rendahnya tingkat return bank dibandingkan dengan tingkat return yang berlaku di pasar, juga berakibat pada munculnya risiko fidusia (fiduciary risk), yaitu ketika deposan atau investor menafsirkan rendahnya tingkat return tersebut sebagai pelanggaran kontrak investasi atau kesalahan manajemen dana oleh pihak bank (AAOIFI 1999). Risiko fidusia bisa dipicu oleh pelanggaran kontrak oleh pihak bank. Misalnya, bank tidak menjalankan kontrak dengan penuh kepatuhan pada ketentuan syariah. Sementara justifikasi bahwa bisnis yang dijalankan bank syariah telah sesuai dengan syariah dan ketidakmampuan untuk melaksanakannya dapat memicu masalah kepercayaan dan penarikan dana57.

h. Displace Commercial Risk

Adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada di bawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan untuk menghindari adanya penarikan dana akibat rendahnya tingkat return (AAOIFI, 1999). Displce commercial risk mengimplikasikan bahwa, meskipun bank mungkin beroperasi dengan

56

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,

hal. 53. 57

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah


(54)

penuh kepatuhan pada kententuan syariah, namun bank tidak memiliki tingkat return yang kompetitif dibandingkan dengan bank syariah lain dan/atau kompetitor lainnya. Deposan, sekali lagi, memiliki alasan untuk menarik dananya. Untuk penarikan dana ini, pemilik bank perlu mengalokasikan sebagian profit yang diterima kepada deposan investasi58.

2. Risiko dalam Pembiayaan Syariah a. Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran kemudian, baik dalam bentuk angsuran atau maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus). Dengan demikian, pemberian pembiayaan murabahah dengan jangka waktu panjang menimbulkan risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga.59

Masalah potensial lainnya dari akad jual beli seperti murabahah adalah terlambatnya pembayaran oleh pihak ketiga, sedangkan pihak bank tidak dapat menuntut kompensasi apa pun (yang melebihi harga yang telah disepakati) atas keterlambatan tersebut. Gagalnya pembayaran sesuai dengan waktu yang telah disepakati ini, tentu akan merugikan pihak bank60.

58

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,

hal. 53 59

Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 263 60

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,


(55)

b. Pembiayaan Salam

Counterparty risk dapat muncul dari kegagalan supply pada waktu yang telah disepakati, atau kegagalan supply pada kualitas dan kuantitas yang sama dengan kesepakatan61.

Risiko gagal-serah barang yang mana terdapat jangka waktu antara dalam penyerahan barang. Maka dari itu, risiko gagal barang dapat diantisipasi bank dengan menetapkan kovenan rasio kolateral 220%, yaitu 100% lebih tinggi daripada rasio standar 120%62.

Akad salam diakhiri dengan pengiriman secara fisik dan kepemilikan komoditi. Komoditi ini tentunya memerlukan inventori, yang mengharuskan bank untuk menanggung biaya penyimpanan (storage cost) dan harga risiko lainnya, di mana biaya dan harga tersebut merupakan suatu yang unit bagi bank syariah63.

Risiko jatuhnya harga barang yang juga bisa timbul dari adanya jangka waktu dalam penyerahan barang. Risiko jatuhnya harga barang diantisipasi dengan menetapkan bahwa jenis pembiayaan ini hanya dilakukan atas dasar kontrak (pesanan) yang telah ditentukan harganya64.

c. Pembiayaan Istishna’

61

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,

hal. 55 62

Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 265 63

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Ibid., hal. 56.

64


(56)

Pembiayaan istishna’ yang disalurkan menghadapkan bank pada counterparty risk yang spesifik, diantaranya:

1) Terdapat risiko kegagalan yang terkait dengan kualitas dan waktu pengiriman. Namun demikian, objek dari istishna’ lebih mendapatkan kontrol dari pihak ketiga dan kurang dihadapkan pada bencana alamjika dibandingkan dengan akad salam. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa counterparty risk dari subkontraktor istishna’ meskipun besar, namun tetap lebih rendah jika dibandingkan akad salam65.

2) Risiko gagal bayar (default risk) pada sisi pembeli adalah bersifat alamiah, atau sering disebut sebagai kegagalan untuk membayar secara penuh dan tepat waktu66.

3) Meskipun akad istishna’ lebih bersifat opsional dan tidak terikat dengan ketentuan fiqh, namun counterparty risk bisa muncul ketika supplier bermaksud membatalkan kontrak67.

4) Sama halnya dengan akad murabahah, dalam akad istishna’ nasabah pun dapat membatalkan kontrak dan gagal menunda waktu pengiriman

65

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,

hal. 56. 66

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,

hal. 56. 67

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,


(57)

sehingga bank harus menanggung risiko tambahan68.

Risiko-risiko ini ada karena ketika bank syariah masuk ke dalam akad istishna’, akan selalu melibatkan peran para pengembang, kontraktor, perusahaan manfaktur, dan supplier. Selama bank syariah tidak memiliki spesialisasi dalam hal ini maka akan selalu tergantung pada subkontraktor.

d. Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah

Risiko kredit diperkirakan lebih besar dalam model pembiayaan mudharabah dan musyarakah karena tidak adanya ketentuan jaminan (collateral), adanya risiko moral hazard, adverse selection dan terbatasnya teknik dan kompetensi bank untuk menilai proyek. Ketentuan kelembagaan seperti masalah perpajakan, sistem akuntansi dan auditing, dan kerangka regulasi yang ada juga tidak dapat meng-cover seluruh model pembiayaan yang ada pada bank syariah69.

Salah satu cara yang mungkin dilakukan untuk mereduksi risiko dalam model pembiayaan berbasis profit and loss sharing – mudharabah dan musyarakah dalam bank syariah adalah dengan memfungsikan universal banks. Universal banks dapat memegang ekuitas dan efek utang secara sekaligus. Hal ini akan memengaruhi penggunaan model pembiayaan musyarakah dalam bank syariah. Bagaimanapun, sebelum berinvestasi pada

68

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,

hal. 56. 69

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,


(58)

sebuah proyek dengan basis model ini, bank perlu melakukan studi kelayakan terlebih dahulu. Dalam posisinya sebagai pemegang ekuitas, universal banks dapat melibatkan diri ke dalam proses pengambilan keputusan dan manajemen perusahaan. Sebagai hasilnya, bank dapat memonitor penggunaan dan dalam proyek secara intensif dan dapat mereduksi masalah moral hazard70.

F. Analisis Pembiayaan

Analisis kredit adalah kajian yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari suatu permasalahan kredit. Melalui hasil analisis kreditnya, dapat diketahui apakah usaha nasabah layak (feasible) dan marketable (hasil usaha dapat dipasarkan), dan profitable (menguntungkan), serta dapat dilunasi tepat waktu.71

Tujuan utama analisis permohonan kredit adalah untuk memperoleh keyakinan apakah nasabah mempunyai kamauan dan kemampuan memenuhi kewajibannya kepada bank secara tertib, baik permbayaran pokok pinjaman mau pun bunganya, sesuai dengan kesepakatan dengan.72

Hal-hal yang perlu dipraktikkan dalam penyelesaian kredit nasabah, terlebih dahulu harus terpenuhinya prinsip 6 C’s analisys yaitu sebagai berikut:

70

Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, hal. 56.

71

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006), edisi Pertama, hal. 287.

72

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 288.


(59)

1. Character

Character adalah keadaan watak / sifat dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi mau pun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana iktikad / kemauan nasabah untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah diterapkan.73

Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah tersebut, dapat ditempuh melalui upaya antara lain:74

a. Meneliti riwayat hidup calon nasabah;

b. Meneliti reputasi calon nasabah tersebut di lingkungan usahanya; c. Meminta bank to bank information;

d. Mencari informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha di mana calon nasabah berada;

e. Menari informasi apakah calon nasabah suka berjudi;

f. Mencari informasi apakah calon nasabah memiliki hobi berfoya-foya.

Dalam wawancara dengan calon nasabah, ketika menilai karakter seseorang, perlu diperhatikan nilai-nilai yang terdapat dalam dirinya. Adapun

73

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 289.

74

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 290.


(60)

nilai (value) yang perlu diamati adalah:75 a. social value;

b. theoritical value; c. esthetical value; d. economical valuel; e. religious value; f. political value.

Seorang calon nasabah yang mempunyai value yang sangat dominan di bidang economical value dan political value ada kecenderungan mempunyai iktikad / karakter yang tidak baik. Idealnya karakter calon nasabah mempunyai nilai-nilai (values) yang berimbang dalam diri pribadinya.76

2. Capital

Capital adalah jumlah dana / modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon nasabah dalam menjalankan usahanya dan bank akan merasa lebih yakin dalam memberikan kredit. Kemampuan modal sendiri akan merupakan benteng yang kuat agar tidak mudah mendapat goncangan dari luar, misalnya jika terjadi kenaikan suku bunga. Komposisi modal sendiri ini perlu ditingkatkan. Penilaian atas besarnya modal sendiri merupakan hal penting

75

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 290

76

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 290


(61)

mengingat kredit bank hanya sebagai tambahan pembiayaan dan bukan untuk membiayai seluruh modal yang diperlukan.77

3. Capacity

Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui / mengukur sampai sejauh mana calon nasabah mampu untuk mengembalikan atau melunasi utang-utangnya (ability to pay) secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya.78

4. Collateral

Collateral adalah barang-barang yang disertakan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana risiko kewajiban finansial nasabah kepada bank. Penilaian terhadap jaminan ini meliputi jenis, lokasi, bukti pemilikan, dan status hukumnya.79

5. Condition of Economy80

Condition of Economy, yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya yang memengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang

77

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 290.

78

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, 251.

79

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, 291.

80

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, 292.


(62)

kemungkinannya memengaruhi kelancaran perusahaan calon debitur. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai hal-hal antara lain:

a. Keadaan kongjungtur;

b. Peraturan-peraturan pemerintah;

c. Situasi, politik, dan perekonomian dunia; d. Keadaan lain yang memengaruhi pemasaran.

Kondisi ekonomi yang perlu disoroti mencakup hal-hal sebagai berikut:81 Pemasaran : Kebutuhan, daya beli masyarakat, luas pasar,

perubahan mode, bentuk persaingan, peranan barang substitusi, dan lain-lain.

Teknisi Produksi : Perkembangan teknologi, tersedianya bahan baku, cara penjualan dengan sistem tunai atau kredit.

Peraturan Pemerintah : Kemungkinan pengaruhnya terhadap produk yang dihasilkan, misalnya larangan peredaran jenis obat tertentu.

6. Contraint82

Contraint adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk dilaksanakan pada tempat tertentu, misalkannya pendirian suatu

81

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 292-293.

82

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 293.


(1)

Mengingat begitu banyaknya persoalan yang terdapat pada UKM sehingga membuat dalam penyaluran pembiayaan untuk UKM bank dihadapkan pada sejumlah risiko yang cenderung sulit untuk diidentifikasi. Bank syariah selain juga berfungsi sebagai lembaga keuangan yang menjadi mediasi antara pihak yang surplus (finansial) ke pihak yang defisit (finansial) juga berfungsi sebagai lembaga kuangan yang dapat menjaga amanah yang diberikan nasabah penyimpan dana di bank syariah tersebut agar dana tersebut dijaga dengan baik. Maka dari itu bank dituntut menggunakan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaannya.

Terlepas dari itu dengan prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh perbankan akan membuat kalangan UKM relatif sulit untuk memperoleh pembiayaan. Selain berbagai persyaratan yang mesti dipenuhi di mana salah satu yang cukup memberatkan adalah adanya jaminan.

Dengan adanya peran pemerintah melaui departemen koperasi dan UKM dengan program-programnya yang dapat mendongkrak UKM secara kuantitas dan kualitas sehingga akan menciptakan UKM yang profitabel bagi bank dan risiko yang semula tidak dapat diidentifikasi secara bertahap dapat dicari solusi agar tujuan bersama tercapai yaitu bank dapat meminimalisir risiko pembiayaan bersamaan dengan meningkatnya pembiayaan untuk UKM.

Jadi diperlukan kontribusi yang proporsional dari kalangan UKM, perbankan, dan pemerintah yang salah satunya melalui Departemen Koperasi dan UKM untuk dapat mendukung UKM secara kuantitas dan secara kualitas.


(2)

113

B. Saran

1. Bagi bank syariah perlu ditingkatkan kerjasama dengan koperasi dan atau Lembaga Kuangan Mikro.

2. Bagi Departemen Koperasi perlu ditingkatkan jangkauan program-program agar mencapai seluruh wilayah Indonesia.


(3)

Ali, Masyhud, Manajemen Risiko (Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisai Bisnis), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006). Amin, Hasan, Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan, (Jakarta: Pradiya Utama, 1976). Antonio, Muhammad Syarfi’I, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: PT

Gema Insani Press, 2001), Cet. 1.

Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: PT Alvabet, 2003). Darmawi, Herman, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet. ke-8.

Dewi, Nanny, dkk., Prosedur Operasi Standar Klinik Restrukturisasi Usaha Koperasi dan UKM, (Jakarta: Kantor Kementerian Koperasi dan UKM Bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran).

Djodosoedarso, Soeisno, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Selamba Empat, 1999), cet. ke-1.Soedarto, “Manajemen Risiko Untuk BPR (Bank Perkreditan Rakyat”, (Jakarta: PT. Palem Jaya Ariadne, 2007.

Edilius, et. All, Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992).

Hafsah, Muhammad Jafar, Kemitraan Usaha Kecil Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000).

Ismawan, Indra, Sukses di Era Ekonomi Liberal, Bagi Koperasi Perusahaan Kecil-Menengah, (Jakarta: Grasindo, 2001).

Karim, Adiwarman A., Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), edisi ke-3.

Khan, Tariqullah, dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Terj. Ikhwan Abidin, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008).


(4)

Kuncoro, Mudrajad, Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah dan Strategi Pemberdayaan,( Yogyakarta: Kelompok Diskusi Pascasarjana Ilmu-ilmu Ekonomi UGM, 2000), Makalah Studium Generale “Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil di Indonesia.

Manan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Terj. Nastangin, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1997),

Makdoerah, Irwan, Manajemen Risiko, Risiko Manajemen, (http:www.majalahtrust,com/danlainlain/kolom/1124.php., diakses pada 2 April 2009.

Nasution, Chairuddin Syah, Manajemen Kredit Syariah, (Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7 No. 3, September 2003).

Pratomo MS, Titik Sartika, dan Abdul Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil, Menengah dan Koperasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), cet. ke-1.

Raharjo, Muhammad Dawam,ed., Pembangunan Ekonomi Nasional Suatu Pendekatan Pemerataan, Keadilan dan Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: PT Internusa, 1997).

Rivai, Veithzal, dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006) edisi ke-1.

Soetrisno, Noer, Peranan Perbankan Sebagai Sumber Pembiayaan Usaha Golongan Ekonomi Lemah dan Koperasi, (Jakarta: Badan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1998).

Sumarmi, Murti, Marketing Perbankan, (Yogyakarta: Liberty, 1997).

Tambunan, Tulus T.H., Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), edisi ke-1.

Tampubolon, Robert, Manajemen Risiko: Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial, (Jakarta: PT Efek Media Komputindo, 2004).

Umar, Husein, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000).


(5)

Percetakan AMP YKPN, 2004), cet. ke-1.

Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009,

http://www.vibiznews.com, Proses Manajemen Risiko, diakses pada 28 Februari 2009. http://www.depko.go.id


(6)

Hasil Wawancara dengan Kepala Divisi Pemasaran Bank DKI Syariah

Cabang Wahid Hasyim pada 12 Maret 2009

1. Seperti apakah yang dikategorikan UKM menurut Bank DKI Syariah ? Jawaban:

Usaha yang berskala kecil dan menengah yang masih bersifat tradisional, baik itu manajemennya, marketingnya, organisasinya masih bersifat kekelurgaan.

2. Apa saja pembiayaan produktif untuk pada Bank DKI Syariah? Jawaban:

a. Pembiayaan Murabahah b. Pembiayaan Salam c. Pembiayaan Istishna d. Pembiayaan Ijarah

e. Pembiayaan Mudharabah & Musyarakah

3. Apa saja jenis usaha yang dibiayai pada pembiayaan produktif? Jawaban:

a. Perdagangan b. Produksi c. Jasa

d. Transportasi

4. Apa saja hal-hal yang menyebabkan risiko pada pembiayaan untuk UKM? Jawaban:

Seperti yang telah disebutkan di sebelumnya, UKM memiliki manajemen yang sederhana, kemampuan marketing yang sangat terbatas, serta organisasinya yang belum tertata dengan baik membuat UKM memiliki risiko yang cenderung sulit diidentifikasi.

5. Bagaimanakah penerapan manajemen risiko pada Bank DKI Syariah? Jawaban:

Penerapan manajemen risiko sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.

6. Bagaimana pengindentifikasian nasabah menurut prinsip 5 C (character, capital, capacity, collateral, condition of economy) berdasarkan tingkat keseriusannya?

Jawaban:

Dari prinsip 5 C tersebut, character merupakan syarat paling utama yang harus dipenuhi oleh nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan, yang mana bila syarat ini tidak terpenuhi maka yang lainnya tidak diperhitungkan.

Yang kedua adalah collateral, jaminan merupakan persyaratan yang kedua yang harus dipenuhi oleh nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan. Nilai pembiayaan nantinya akan disesuaikan dengan nilai jaminan yang disediakan oleh nasabah, dan tidak adanya jaminan pembiayaan yang diajukan nasabah akan ditolak.