42
Tahapan pembelajaran berbasis masalah antara lain; 1. Orientasi siswa pada masalah, guru menyajikan tujuan pembelajaran dalam bentuk masalah atau
pertanyaan, siswa mengemukakan pendapat atau opini jawaban dari masalah itu; 2. Guru mengumpulkan alat dan bahan, merancang kegiatan, siswa membentuk
kelompok untuk melaksanakan kegiatan dari alat dan bahan yang sudah tersedia; 3. Guru membimbing siswa dalam pembelajaran kelompok dan mendorong
siswa untuk mengumpulkan informasi dan data yang sesuai; 4. Menganalisis hasil kemudian menyajikan hasil karya dalam bentuk presentasi atau laporan,
sedangkan guru membantu cara menyajikan laporan atau presentasi yang telah disusun; 5. Pemantapan aplikasi dan refleksi, guru membantu siswa melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan. Dengan Pembelajaran berbasis masalah maka siswa dapat menemukan sendiri konsep-
konsep yang dipelajari.
2. Teori Belajar Ausubel
Teori belajar Ausubel memberi penekanan pada belajar bermakna. Ausubel mengatakan bahwa:
Belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau penyajian materi pelajaran pada
siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang
telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Ratna
Wilis Dahar, 1989: 110
Pada tingkat pertama, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk
final, maupun dalam bentuk belajar penemuan discovery learning yang
43
mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruhnya materi yang akan diajarkan pada kegiatan pembelajaran tersebut. Dengan demikian seorang
siswa dituntut untuk belajar secara mandiri dan aktif. Pada tingkat kedua dalam belajar, para siswa menghubungkan atau
mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dalam hal ini disebut belajar bermakna. Siswa juga dapat mencoba-coba saja
menghafal informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, sehingga dalam hal ini terjadi belajar
hafalan. Hal ini dapat digambarkan pada gambar bentuk-bentuk belajar menurut Ausubel dan Robinson seperti ditujukan pada gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 2.1 Bentuk-bentuk belajar menurut Ausubel dan Robinson.
Lebih lanjut dikatakan belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat pada
struktur kognitif seseorang. Dasar-dasar biologi belajar bermakna menyangkut perubahan-perubahan dalam jumlah atau ciri-ciri neuron yang berpartisipasi
dalam belajar bermakna. Aspek psikologis tentang belajar bermakna menyangkut
44
tentang asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang. Sehingga dalam belajar bermakna informasi baru
diasimilasikan pada subsumer-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Tergantung pada pengalaman seseorang belajar bermakna yang baru
akan menumbuhkan subsumer-subsumer yang telah ada sehingga subsumer bisa saja berkembang menjadi sangat besar.
Pendapat Ausubel dalam buku Ratna Wilis Dahar 1989 dapat penulis sarikan: subsumer memegang peranan yang sangat penting dalam proses
perolehan informasi baru, dalam belajar bermakna subsumer mempunyai peranan interaktif, memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang-
penghalang perseptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Proses interaktif
antara materi yang baru dipelajari dengan subsumer-subsumer inilah yang menjadi initi teori belajar Asimilasi Ausubel, dan proses ini disebut dengan Subsumsi.
Ausubel dan juga Novak mengemukakan ada tiga kebaikan dari belajar bermakna, yaitu: 1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat
diingat; 2. Informasi yang tersubsumsi berakibat peningkatan deferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran yang mirip; 3. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-
hal yang mirip, walaupun telah terjadi pada keadaan “lupa”. Agar teori Ausubel dapat diterapkan dalam mengajar, Ausubel mengatakan: “The most important
single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain
45
this and teach him accordingly”. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarlah ia
demikian. Salah satu penerapan teori Ausubel dalam mengajar adalah pengaturan awal
advance organizer. Ausubel pengaturan awal mengarahkan para siswa kepada materi yang akan mereka pelajari, dan menolong mereka untuk mengingat
kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. Pengatur awal dapat dianggap semacam
pertolongan mental, dan disajikan sebelum materi baru. Ausubel amat menekankan agar para guru sebelumnya mengetahui konsep-konsep yang telah
dimiliki siswa-siswinya agar belajar bermakna dapat berlangsung. Akan tetapi Ausubel belum menyediakan alat dan cara bagaimana seorang guru dapat
mengetahui apa yang telah diketahui siswanya. Berkaitan dengan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran
menekankan pada belajar bermakna. Pembelajaran IPA dengan pendekatan berbasis masalah mengajak para siswa untuk menemukan sendiri konsep “Energi
dan Usaha” melalui bimbingan guru dalam melakukan eksperimen melalui metode proyek dan pemberian tugas. Melalui kegiatan dengan menggunakan
metode proyek dan pemberian tugas siswa dapat mengamati secara langsung setiap fakta peristiwa, bisa menggabungkan, mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari tidak sekedar hapalan pada konsep energi dan usaha, sehingga siswa lebih dapat selalu mengingat konsep energi dan usaha dengan baik, dan belajar
siswa menjadi lebih bermakna.
46
3. Teori Belajar Vygotsky