PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN MENGGUNAKANPENDEKATAN CTL MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN PEMBERIAN TUGAS DITINJAU DARI MOTIVASI BERPRESTASI DAN KREATIVITAS SISWA

(1)

commit to user

PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN CTL MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN PEMBERIAN TUGAS

DITINJAU DARI MOTIVASI BERPRESTASI DAN KREATIVITAS SISWA

(Studi Kasus Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Elektrokimia pada Siswa Kelas XI Semester Genap SMK Kristen 1 Klaten

Tahun Pelajaran 2010/2011)

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains

Minat Utama : Kimia

Oleh ABNI SUSANTI NIM S831002001

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN

PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN

CTL MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN PEMBERIAN TUGAS

DITINJAU DARI MOTIVASI BERPRESTASI DAN KREATIVITAS SISWA

(Studi Kasus Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Elektrokimia pada Kelas XI Semester Genap SMK Kristen 1 Klaten

Tahun Pelajaran 2010/2011)

Disusun oleh : ABNI SUSANTI

NIM S831002001

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada tanggal………. Dosen Pembimbing:

Jabatan Nama Tanda Tangan

Pembimbing I Prof. Dr. H. Ashadi ……… NIP. 19510102 197501 1001

Pembimbing II Prof. Dr. H Widha Sunarno, M.Pd. ……….... NIP. 19520116 198003 1001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Sains

Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. NIP 19520116 198003 1 001


(3)

commit to user

iii

LEMBAR PENGESAHAN

PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN CTL MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN PEMBERIAN

TUGAS DITINJAU DARI MOTIVASI BERPRESTASI DAN KREATIVITAS SISWA

(Studi Kasus Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Elektrokimia pada Kelas XI Semester Genap SMK Kristen 1 Klaten

Tahun Pelajaran 2010/2011)

Disusun oleh : ABNI SUSANTI NIM S831002001

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji Pada tanggal……….

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua : Dra. Soeparmi, M.A., Ph.D. ...

Sekretaris : Dr. M. Masykuri, M.Si. ...

Anggota 1: Prof. Dr. H. Ashadi ...

Anggota 2: Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. ...

Surakarta,... Mengetahui Ketua Program Studi Pend. Sains Direktur PPs UNS

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. NIP 195708201985031004 NIP 195201161980031001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : ABNI SUSANTI NIM : S 831002001

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Pembelajaran Kimia Dengan Menggunakan Pendekatan CTL Melalui Metode Eksperimen dan Pemberian Tugas Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi dan Kreativitas Siswa (Studi Kasus Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Elektrokimia Kelas XI Semester Genap SMK Kristen 1 Klaten Tahun Pelajaran 2010/2011) adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan merupakan hasil karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Juli 2011 Yang membuat pernyataan


(5)

commit to user

v MOTTO

”Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang telaksana” Amsal 19:21

”Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan” Amsal 1:7


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa hormat dan penuh cinta kasih kupersembahkan karya kecilku ini untuk:

Yesus Kristus sumber kehidupanku,

Bapak, Ibu, mbak Nova, dan si kembar Mateas dan Mateus yang selama ini selalu menyayangiku, mendoakanku, dan menunggu keberhasilanku,

Eri Prabowo, si gembul yang tulus menyayangiku, Almamaterku, Nusa, Bangsa, dan Negara


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan petunjuk, kemudahan dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Pembelajaran Kimia dengan Menggunakan Pendekatan CTL Melalui Metode Eksperimen dan Pemberian Tugas Ditinjau dari Motivasi Berprestasi dan Kreativitas Siswa (Studi Kasus Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Elektrokimia pada Siswa Kelas XI Semesterr Genap SMK Kristen 1 Klaten Tahun Ajaran 2010/2011)

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan proposal tesis ini. Namun, berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D. selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta yang telah memberikan bantuan berupa sarana, fasilitas dan kelancaran dalam menempuh pendidikan program pascasarjana.

2. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan arahan selama penulis menyelesaikan pendidikan.

3. Prof. Dr. H. Ashadi selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyelesaikan proposal tesis penelitian ini.

4. Segenap dosen Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pendalaman ilmu kepada penulis.

5. Semua karyawan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan demi kelancaran tugas-tugas penulis.


(8)

commit to user

viii

6. Drs. Sugeng Prasetyo selaku Kepala SMK Kristen 1 Klaten yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

7. Br. Leonardus Paryoto, S.T. selaku Kepala SMK Leonardo Klaten yang telah memberi kesempatan penulis untuk mengadakan try out penelitian.

8. Bapak, Ibu serta kakak dan adik tersayang yang senantiasa mendoakan yang terbaik serta memberikan kasih sayang, nasehat dan dorongan serta semangat bagi penulis dalam menyelesaikan tesis.

9. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Sains Kimia Program Pascasarjana atas kerja sama dan kekompakannya.

10. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Karya ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan dalam penelitian ini. Akhirnya, semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan kimia.

Surakarta, Juli 2011


(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN……….... iii

HALAMAN PERNYATAAN……… iv

MOTTO……….. v

PERSEMBAHAN……….. vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

ABSTRAK... xv

ABSTRACT………. xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 4

C. Pembatasan Masalah…... 5

D. Perumusan Masalah... 6

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 7

BAB II LANDASAN TEORI... 9

A. Landasan Teori... 9

1. Pengertian Belajar... 9

2. Teori Belajar... 11

3. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning... 20

4. Metode Pembelajaran (Eksperimen)……... 29


(10)

commit to user

x

6. Motivasi Berprestasi………. 33

7. Kreativitas... 35

8. Prestasi Belajar... 38

9. Materi Elektrokimia... 42

B. Penelitian yang Relevan………... 49

C. Kerangka Berpikir... 51

D. Hipotesis…………... 59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 61

A. Tempat dan Waktu Penelitian... 61

B. Metode Penelitian... 62

C. Populasi dan Sampel... 63

D. Variabel Penelitian... 64

E. Instrumen Penelitian... 64

F. Teknik Pengumpulan Data... 65

G. Uji Coba Instrumen Penelitian... 65

H. Teknik Analisis Data………. 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………... 76

A. Deskripsi Data... 76

B. Uji Prasyarat Analisis... 83

C. Pengujian Hipotesis... 85

D. Pembahasan Hasil Penelitian... 94

E. Keterbatasan Peneliti... 108

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN……….. 109

A. Kesimpulan... 109

B. Implikasi... 110

C. Saran... 111

DAFTAR PUSTAKA... 114


(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 : Perbedaan Pendekatan CTL dengan Konvensional 28

Tabel 3.1 : Alokasi Waktu Penelitian... 61

Tabel 3.2 : Perlakuan penelitian………... 62

Tabel 3.3 : Hasil Kesimpulan Validitas Soal Angket Kreativitas……… 66

Tabel 3.4 : Hasil Kesimpulan Validitas Soal Angket Motivasi Berprestasi………... 67

Tabel 3.5 : Hasil Kesimpulan Validitas Soal Tes Prestasi Kognitif………. 67

Tabel 3.6 : Hasil Kesimpulan Validitas Soal Angket Afektif.. 68

Tabel 3.7 : Hasil Kesimpulan Hasil Reabilitas………. 69

Tabel 3.8 : Indeks Kesukaran ……... 70

Tabel 3.9 : Kesimpulan Daya Beda Soal... 71

Tabel 4.1 : Deskripsi Data Motivasi Berprestasi Siswa... 76

Tabel 4.2 : Deskripsi Data Kreativitas Siswa……….. 77

Tabel 4.3 : Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa Aspek Kognitif’………... 78

Tabel 4.4 : Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Metode Eksperimen……… 79

Tabel 4.5 : Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Metode Pemberian Tugas……….. 79

Tabel 4.6 : Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa aspek Afektif ……….. 81

Tabel 4.7 : Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa aspek Psikomotor……….. 82

Tabel 4.8 : Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Masing-Masing Kelompok………... 83 Tabel 4.9 : Hasil Uji Perhitungan Uji Homogenitas Prestasi 84


(12)

commit to user

xii

Belajar………... Tabel 4.10 Hasil GLM Untuk Prestasi Belajar Ditinjau Dari


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 2.1 Rangkaian Sel Volta……..……….…... 45

Gambar 4.1 Distribusi Prestasi Belajar Kelas metode

Eksperimen..………. 80 Gambar 4.2 Distribusi Prestasi Belajar Kelas metodePemberian Tugas 81

Gambar 4.3 Hasil uji Lanjut Anava Metode Pembelajaran Terhadap

Prestasi Belajar Kognitif……….. 89

Gambar 4.4 Hasil uji Lanjut Anava Metode Pembelajaran Terhadap

Prestasi Belajar Afektif……….... 89

Gambar 4.5 Hasil uji Lanjut Anava Metode Pembelajaran Terhadap

Prestasi Belajar Psikomotor……….… 90

Gambar 4.6 Hasil uji Lanjut Anava Motivasi Berprestasi Terhadap

Prestasi Belajar Kognitif……….………. 91

Gambar 4.7 Hasil uji Lanjut Anava Motivasi Berprestasi Terhadap

Prestasi Belajar Psikomotor……….……… 91 Gambar 4.8 Hasil uji Lanjut Anava Kreativitas Terhadap Prestasi Belajar

Kognitif………..……….. 92

Gambar 4.9 Hasil uji Lanjut Anava KreativitasTerhadap Prestasi Belajar Afektif……….

93 Gambar 4.10 Interaksi Antara Motivasi Berprestasi Tinggi dan Rendah 94


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 : Silabus... 118

Lampiran 2 : RPP Metode Eksperimen………..……… 119

Lampiran 3 : RPP Metode Pemberian Tugas……...…………..……… 131

Lampiran 4 : LKS Metode Eksperimen……...………... 143

Lampiran 5 : LKS Metode Pemberian Tugas....………. 158

Lampiran 6 : Kisi-Kisi Angket Kreativitas……….……… 172

Lampiran 7 : Instrumen Pengukuran Kreativitas Siswa... 173

Lampiran 8 : Kisi-kisi Angket Motivasi Berprestasi... 177

Lampiran 9 : Instrumen Pengukuran Motivasi Berprestasi Siswa... 178

Lampiran 10 : Kisi-Kisi Soal Presttasi Hasil Belajar Kognitif... 182

Lampiran 11 : Soal Prestasi Belajar Kognitif………... 185

Lampiran 12 : Kisi-Kisi Instrumen Afektif………. 189

Lampiran 13 : Instrument Penilaian Afektif………. 190

Lampiran 14 : Penilaian Aspek Psikomotor………. 195

Lampiran 15 : Lembar Jawab………... 196

Lampiran 16 : Analisis Hasil Validitas dan Reabilitas Angket Motivasi Berprestasi………... 200

Lampiran 17 : Analisis Hasil Validitas dan Reabilitas Angket Kreativitas……… 202

Lampiran 18 : Analisis Hasil Validitas dan Reabilitas Angket Afektif…. 204 Lampiran 19 : Analisis Hasil Validitas, Reabilitas, Daya Beda, dan Tingkat Kesukaran Tes Kognitif……… 207

Lampiran 20 : Data Kelompok yang Menggunakan CTL Metode Eksperimen………. 210

Lampiran 21 : Data Kelompok yang Menggunakan CTL Metode Pemberian Tugas…...………. 211

Lampiran 22 : Deskripsi Data……… 212

Lampiran 23 : Uji Homogenitas dan Reabilitas………. 213

Lampiran 24 : Uji Lanjut Anava……… 214


(15)

commit to user

xv ABSTRAK

Abni Susanti, S831002001 “PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN

MENGGUNAKANPENDEKATAN CTL MELALUI METODE

EKSPERIMEN DAN PEMBERIAN TUGAS DITINJAU DARI MOTIVASI BERPRESTASI DAN KREATIVITAS SISWA (Studi Kasus Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Elektrokimia Pada Kelas XI Semester Genap SMK Kristen 1 Klaten Tahun Pelajaran 2010/2011)”. Pembimbing I: Prof. Dr. H. Ashadi. Pembimbing II: Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. Tesis, Surakarta: Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Juli 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh penggunaan pendekatan CTL dengan metode eksperimen dan pemberian tugas terhadapprestasi belajar siswa, (2) pengaruh motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar siswa (3) pengaruh kreativitas siswa terhadap prestasi belajar siswa (4) interaksi antara pendekatan CTL melalui metode eksperimen dan pemberian tugas dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar siswa, (5) interaksi antara pendekatan CTL melalui metode eksperimen dan pemberian tugas dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar siswa (6) interaksi antara motivasi berprestasi dan kreativitas siswa siswa terhadap prestasi belajar siswa, (7) interaksi antara metode pembelajaran (eksperimen dan pemberian tugas), motivasi berprestasi, kreativitas, terhadap prestasi belajar siswa.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasinya siswa kelas XI SMK Kristen 1 Klaten tahun pelajaran 2010/2011, sebanyak 8 kelas. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling sejumlah 2 kelas. Teknik pengumpulan data prestasi belajar kognitif menggunakan metode tes, sedangkan motivasi berprestasi, kreativitas, dan prestasi belajar afektif menggunakan metode angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) ada pengaruh penerapan pendekatan CTL melalui metode eksperimen dan pemberian tugas terhadap prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotor siswa. Prestasi belajar kognitif materi elektrokimia dengan metode pemberian tugas lebih baik dari pada eksperimen, tetapi prestasi afektif dan psikomotor siswa dengan metode eksperimen lebih baik dari pada pemberian tugas, (2) ada pengaruh kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa, prestasi kognitif materi elektrokimia siswa dengan kreativitas tinggi lebih baik dari pada siswa dengan kreativitas rendah rendah, tetapi tidak ada pengaruhnya terhadap prestasi psikomotor siswa. (3) ada pengaruh motivasi berprestasi belajar siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi kognitif dan psikomotor siswa, prestasi kognitif dan psikomotor materi elektrokimia siswa dengan motivasi berprestasi belajar tinggi lebih baik dari pada siswa dengan motivasi berprestasi rendah, tetapi tidak ada pengaruh terhadap prestasi belajar afektif (4) tidak ada interaksi antara pendekatan CTL melalui metode eksperimen dan pemberian tugas dengan kreativitas terhadap prestasi kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. (5) ada interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi beprestasi siswa terhadap


(16)

commit to user

xvi

prestasi kognitif siswa, tetapi tidak ada interaksi pada prestasi afektif dan psikomotor siswa. (6) tidak ada interaksi antara kreativitas dengan motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. (7) tidak ada interaksi antara metode pembelajaran, kreativitas dan motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi kognitif, afektif dan psikomotor siswa.

Kata kunci : Pendekatan CTL, Eksperimen, Pemberian Tugas, Kreativitas, Motivasi Berprestasi, Elektrokimia, Prestasi Kognitif, Prestasi Afektif, Prestasi Psikomotor.

ABSTRACT

Abni Susanti, S831002001 “CHEMISTRY LEARNING USING CTL

THROUGH EXPERIMENT AND ASSIGNMENT METHODS

OVERVIEWED FROM STUDENT’S ACHIEVEMENT MOTIVATION AND CREATIVITY(A Case Study of Chemistry Learning on Electrochemistry For Students in Grade XI, SMK Kristen 1 Klaten, Academic Year 2010/2011)”. Advisor I: Prof. Dr. H. Ashadi, Advisor II: Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd,. Thesis, Surakarta: Science Education Program of Post Graduate, Sebelas Maret University, July 2011.

The objectives of this research were to know: (1) the effect of the use of CTL through experiment and an assignment methods toward student’s achievement, (2) the effect of student’s achievement motivation toward student’s achievement, (3) the effect of student’s creativity toward student’s achievements. (4) the interaction between learning method and achievement motivation toward student’s achievements, (5) the interaction between learning method and student’s creativity toward student’s achievements, (6) the interaction between student’s achievement motivation and creativity toward student’s achievements, (7) the interaction between learning method, student’s achievement motivation and their creativity toward student’s achievements.

This research used experimental method. The population was all students of grade XI, SMK Kristen 1 Klaten academic year 2010/2011, consisted of 8 classes. The sample was taken using cluster random sampling consisted of two classes. The data was collected using test for cognitive student achievement and questioners for student’s achievement motivation, creativity and affective student achievement and observation sheet for psychomotoricic student achievement. The data was analyzed using Anova with 2x2x2 factorial design. . .

The conclusion were: (1) there was an effect of learning method toward cognitive, affective and psychomotoricic achievement. The cognitive achievment who learnt by an assignment is higher than experiment, but for affective and psychomotoricic was higher for experiment. (2) there was an effect of student creativity toward cognitive and affective achievement, the cognitive and affective achievment was higher for student who had high creativity, but for psychomotoric achievement was higher for low creativity. (3) there was an effect of student’s achievement motivation toward cognitive and psychomotoric achievements, the cognitive and psychomotoric achievments was higher for student who had high achievement motivation, but for affective achievement was higher for low achievement motivation. (4) there was not any interaction between


(17)

commit to user

xvii

learning method with creativity , (5) there was an interaction between learning method and student’s achievement motivation toward cognitive achievement, but not for affective and psychomotoric achievments, (6) there was not any interaction between student’s creativity and achievement motivation toward cognitive, affective, and psychomotoric achievements, (7) there was not any interaction between learning method with student’s creativity and achievement motivation, toward cognitive, affective, and psychomotoric achievments.

Keywords: CTL, Experiment, An assignment, Creativity, Achievement Motivation, Electrochemistry, Cognitive Achievement, Affective achievement, Psychomotoric Achievement.


(18)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Masalah pendidikan selalu berkenaan dengan upaya pembinaan sumber daya manusia. Pada hakekatnya, pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Oleh sebab itu pendidikan merupakan usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.

Dalam penyampaikan materi, guru dituntut untuk lebih professional, terutama dalam hal menggunakan pendekatan dalam pembelajaran untuk membuat pembelajaran lebih menarik. Dalam hal ini guru dituntut untuk menguasai berbagai macam bentuk metode pembelajaran yang lebih variatif yang bisa digunakan dalam proses belajar mengajar sesuai dengan pokok bahasan tertentu, sehingga suasana belajar akan lebih berbeda.

Metode dapat digunakan untuk mengarahkan kegiatan siswa ke arah tujuan yang akan dicapai. Oleh sebab itu sebaiknya guru harus menguasai beberapa metode mengajar untuk melaksanakan proses belajar mengajar dan siap sewaktu-waktu untuk digunakan mencapai suatu tujuan tertentu. Sampai sekarang ini pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan


(19)

commit to user

utama dalam menentukan strategi belajar. Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak dapat memahaminya. Banyak guru, ketika pengajaran konsep hanya berpusat pada kemampuan berfikir tingkat rendah, mengingat dan menghafal, bukan melengkapinya dengan kemampuan pengembangan kemampuan berfikir tingkat tinggi, dan ketika menghadapi fakta-fakta, pengajarannya cenderung menyuruh siswa untuk menghafalkannya. Juga metode ceramah yang dominan banyak di sekolah cenderung membuat para siswa belajar konsep-konsep secara abstrak, belajar konsep-konsep tanpa melalui proses penggunaan konsep-konsep tersebut, atau belajar konsep-konsep tanpa mengalami atau mengamati acuan konkrit konsep-konsep.

Di SMK Kristen 1 Klaten berdasarkan hasil observasi dengan wawancara dengan seorang guru kimia, ibu Siwi Aryanti, S.T. bahwa belum pernah diadakan penelitian tentang penelitian tentang suatu metode tertentu, dengan metode yang monoton tersebut membuat hasil prestasi belajar yang diperolehpun juga tidak semua memenuhi standar KKM. Karena selama ini belajar yang dilakukan cenderung bersifat menerima pengetahuan, bukan membangun sendiri pengetahuan. Untuk itu perlu suatu pendekatan belajar yang memberdayakan siswa, salah satunya adalah pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL merupakan topik yang sering dibicarakan belakangan ini, sayangnya, banyak perdebatan yang mengelilinginya: perdebatan yang timbul dari kesalahpahaman. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual telah dengan keliru dianggap sebagai strategi yang mengharuskan siswa untuk melapor ke tempat kerja yang hanya melatih mereka untuk melakukan pekerjaan yang terbatas. Itu


(20)

commit to user

semua tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan seseorang membuat proses belajar lebih hidup dan keterkaitan inilah inti dari pembelajaran CTL. Dengan pendekatan kontekstual (CTL) proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Hal senada dituliskan oleh Schell and Black (1997) dalam Journal of Family and Consumer Science Education:,“The chances of enabling students to transfer learning from one teaching setting to another and/or to real life situations may

increase when teachers use CTL practices. Hal yang serupa dari pernyataan di

atas disampaikan pula oleh Greeno(1997), “Transfer refers to a phenomenon in which something learned in one situation is carried over to another. A student’s ability to transfer information learned in a typical classroom setting to real life

situations is sporadic and by chance. Bahwa ada transfer informasi saat belajar

pada keadaan atau situasi tertentu dalam kehidupan nyata siswa.

Dalam jenjang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mempunyai latar belakang menghasilkan lulusan yang siap kerja maka dengan menggunakan pendekatan CTL para siswa akan lebih mudah dalam menerima informasi dalam proses belajar. Para siwa SMK mempunyai kecenderungan lebih menyukai pelajaran praktik daripada teori. Oleh karena itu dalam proses belajar kali ini menggunakan suatu pendekatan konteks dengan metode ekperimen dan pemberian tugas. Sehingga pelajaran kimia yang diberikan pada siswa SMK akan membantu siswa memahami lebih dalam tentang pelajaran yang dipusatkan pada jurusan siswa masing-masing, karena dalam ilmu kimia terdapat keterkaitan dengan ilmu-ilmu pelajaran yang lain.


(21)

commit to user

Dengan menggunakan metode eksperimen diharapkan siswa akan mendapatkan suatu pengalaman baru pada pelajaran kimia, dan dengan menggunakan metode pemberian tugas diharapkan siswa dapat secara langsung mengetahui proses kimia dalam bidang industri. Selain itu, kreativitas dan motivasi berprestasi para siswa juga sangat diperlukan dalam proses belajar. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian pendidikan dengan menggunakan pendekatan CTL melalui metode ekperimen dan pemberian tugas.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Pembelajaran merupakan proses negosiasi, makna, dan proses asimilasi antara konsep yang baru ke dalam skema kognitif yang dimiliki siswa. Dalam rangka itulah maka terjadi masalah yang dihadapi oleh setiap individu yang berkenaan dengan kemampuan menyerap informasi yang baru tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang ada dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Tidak semua guru mampu mengangkat prestasi belajar siswa dengan baik. 2. Metode yang digunakan dalam pembelajaran kimia belum membuat sisiwa

aktif dan tidak memperhatikan proses berfikir siswa, sehingga pelaksanaan pemnelajaran kimia masih sering menggunakan metode konvensional yang kurang memperhatikan proses berfikir siswa.

3. Berdasarkan wawancara dengan guru di SMK Kristen 1 Klaten, rata-rata prestasi belajar siswa pada pokok bahasan elektrokimia belum memenuhi KKM.

4. Ilmu pengetahuan tentang pendidikan semakin berkembang pesat dan didukung banyaknya hasil penelitian tentang model pembelajaran, tapi


(22)

commit to user

kenyatannya guru belum melakukan perbaikan model pembelajaran termasuk variasi metode pada pembelajaran kimia.

5. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk pembelajaran kimia seperti PBL, CTL, Cooperative dan lain-lain, namun guru cenderung melakukan pembelajaran dengan Teacher Centered.

6. Ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar kimia seperti kemampuan memori, kemampuan awal, sikap ilmiah, kreativitas belajar, motivasi, aktivitas dan lain-lain, namun guru belum memperhatikan faktor-faktor tersebut.

7. Ada beberapa jenis ketrampilan yang dimiliki siswa seperti ketrampilan proses, ketrampilan berfikir, ketrampilan menggunakan alat, ketrampilan berfikir abstrak dll, namun ketrampilan diatas belum diperhatikan guru kimia dalam proses pembelajaran.

8. Prestasi belajar siswa pada umumnya berupa kognitif, psikomotor, dan afektif, namun kebanyakan guru masih menekankan pada aspek kognitif saja.

9. Ada beberapa materi kimia yang diajarkan pada siswa SMK kelas XI , seperti Sel elektrokimia, Sel Elektrolisis, Reaksi Redoks, Stoikiometri, namun keterkaitan antara materi-materi tersebut belum ditunjukkan guru dalam proses pembelajarannya.

C. PEMBATASAN MASALAH

Dalam penelitian ini diberikan pembatasan masalah yaitu: 1. Penelitian hanya difokuskan pada penggunakan pendekatan CTL


(23)

commit to user

tugas.

3. Motivasi berprestasi siswa dalam penelitian ini dikategorikan dalam tinggi dan rendah.

4. Kreativitas siswa dalam penelitian ini dikategorikan dalam tinggi dan rendah. 5. Penelitian dilakukan pada pokok bahasan elektrokimia.

6. Penelitian dilakukan di SMK Kristen 1 Klaten pada 2 kelas.

D. PERUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh prestasi belajar siswa yang menggunakan pendekatan CTL dengan metode eksperimen dan pemberian tugas terhadap prestasi belajar siswa?

2. Apakah ada pengaruh motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar siswa?

3. Apakah ada pengaruh kreativitas siswa terhadap prestasi belajar siswa? 4. Apakah ada interakasi antara penggunaan pendekatan CTL melalui metode

eksperimen dan pemberian tugas dengan motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar siswa?

5. Apakah ada interaksi antara penggunaan pendekatan CTL melaui metode eksperimen dan pemberian tugas dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar siswa?

6. Apakah ada interaksi antara motivasi berprestasi dan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar siswa?

7. Apakah ada interaksi antara metode pembelajaran, motivasi berprestasi, dan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar siswa?


(24)

commit to user

E. TUJUAN PENELITIAN

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh penggunaan pendekatan CTL dengan menggunakan metode

eksperimen dan pemberian tugas terhadap prestasi belajar siswa. 2. Pengaruh motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar siswa. 3. Pengaruh kreativitas siswa terhadap prestasi belajar siswa.

4. Interaksi antara penggunaan pendekatan CTL melalui metode eksperimen dan pemberian tugas dengan motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar siswa.

5. Interaksi antara penggunaan pendekatan CTL melaui metode eksperimen dan pemberian tugas dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar siswa. 6. Interaksi antara motivasi berprestasi dan kreativitas siswa terhadap prestasi

belajar siswa.

7. Interaksi antara metode pembelajaran, motivasi berprestasi, dan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar siswa.

F. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis:

a. Memberi sumbangan pengetahuan pada teman sejawat bahwa pendekatan CTL dengan metode eksperimen dan metode pemberian tugas sangat efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran kimia ditinjau dari kreativitas dan motivasi berprestasi siswa.

b. Menemukan dampak positif dan negatif pelaksanaan pendekatan CTL dengan metode eksperimen dan metode pemberian tugas dalam pembelajaran kimia


(25)

commit to user

ditinjau dari kreativitas dan motivasi berprestasi siswa.

c. Memberikan masukkan kepada siswa bahwa pencapaian hasil belajar yang baik dan bermakna memerlukan kreativitas dan motivasi berprestasi siswa. d. Menjadi sumber reverensi yang bisa digunakan untuk penelitian dalam

bidang yang sama. 2. Manfaat praktis:

a. Penggunaan pendekatan CTL dengan metode eksperimen dan metode pemberian tugas akan meningkatkan prestasi belajar siswa ditinjau dari kreativitas dan motivasi berprestasi karena itu kedua metode tersebut yang dapat digunakan sebagai acuan untuk konsep pembelajaran yang sejenis. b. Penggunaan pendekatan CTL dengan metode ekperimen metode pemberian


(26)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS

A. LANDASAN TEORI

1. Pengertian Belajar

Menurut Sharon E. Smaldino (2001:6), “learning is is the development of

new knowledge, skill, or attitudes as an individual interacs with information and

the invironment”. Belajar merupakan pengembangan pengetahuan baru, keahlian,

atau sikap sebagai suatu interaksi individu dengan informasi dan lingkungannya. Dalam hal ini siswa sebagai seorang individu bisa mendapatkan pengetahuan baru, keahlian, atau sikap dari lingkungannya yang diperolah bisa dengan cara membangunnya sendiri yang berasal dari informasi-informasi yang didapatkan oleh siswa itu sendiri maupun secara langsung diberikan oleh guru yang mengajar. Belajar menurut kaum konstruktivis adalah proses yang aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Dalam proses itu siswa menyesuaikan konsep dan ide-ide baru yang mereka pelajari dengan kerangka berfikir yang telah mereka miliki (Paul Suparno, 2006: 13). Belajar menurut Paul Suparno ini siswa dalam memperoleh pengetahuan bisa melakukannya sendiri atau bisa belajar secara mandiri.

Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap, di mana perubahan-perubahan dapat berupa suatu hasil yang baru atau penyempurnaan terhadap hasil yang telah di peroleh (Winkel, 1996:53). Sedangkan, belajar merupakan


(27)

commit to user

seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru. Kapabilitas siswa tersebut berupa informasi verbal, ketrampilan intelektual, ketrampilan motorik dan sikap (Gagne dalam Dimyati & Mudjiono, 2006: 10-12). Dari taori pangertian teori balajar menurut Winkel dan Gagne tersebut bearti dapat dipersingkat bahwa belajar merupakan seperangkat proses kognitif yang berlangsung dalam interaksi aktif siswa dengan lingkungannya dengan melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru.

Belajar merupakan proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak meliputi proses assimilation dimana dalam proses ini siswa menyesuaikan atau mencocokkan informasi yang baru dengan apa yang telah ia ketahui dan proses accomodation yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru dapat disesuaikan dengan lebih baik. (Piaget dalam Syaiful Sagala, 2007: 24). Dari beberapa difinisi belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang terjadi dalam pengetahuan siswa untuk memperoleh pengetahuan yang baru, kemudian pengetahuan tersebut bisa diolah dalam diri siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi sehingga pengetahuan tersebut bisa menumbuhkan pengatahuan baru, ketrampilan, dan sikap siswa.

Di dalam tugas melaksanakan pengelolaan proses belajar mengajar sehari-hari seorang guru perlu mengingat beberapa prinsip belajar sebagai berikut: a. apapun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain; b. setiap siswa akan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya; c. penguasaan yang sempurna dari langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti.


(28)

commit to user

Sedangkan pengajar atau guru perlu memahami teori belajar dengan alasan: a. teori belajar membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi dalam diri siswa; b. dengan kondisi ini, pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar, atau menghambat proses belajar; c. dengan teori belajar, memungkinkan guru melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil yang dapat diharapkan pada suatu aktivitas belajar. 2. Teori Belajar

a. Teori Belajar Piaget

Piaget berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi. Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu: 1) memusatkan perhatian kepada cara berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman - pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud; 2) mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi (ready made


(29)

commit to user

spontan dengan lingkungan; 3) memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu - individu ke dalam bentuk kelompok - kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal; 4) mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan - gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran.

Keterkaitan teori belajar Piaget dalam penelitian ini bahwa siswa-siswa dalam proses pembelajaran akan mengambil keputusan yang logis. Menurut Piaget perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan, pengetahuan datang dari tindakan. Interaksi sosial dengan teman sebaya khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis. Kegiatan belajar dengan penerapan CTL metode eksperimen dan pemberian tugas, pembelajarannya dilakukan secara berkelompok, berdiskusi, berinteraksi aktif dan melakukan percobaan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Sehingga belajar materi elektrokimianya menggunakan proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka. Siswa dihadapkan pada materi elektrokimia, disini berlangsung


(30)

commit to user

asimilasi pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya yang berkaitan dengan elektrokimia yaitu materi redoks. Pengetahuan siswa akan mantap setelah mengkombinasikan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya. Pengalaman ini diperoleh dengan menyimpulkan sendiri berdasarkan pengalamannya setelah mempelajari materi elektrokimia.

b. Teori Belajar Konstruktivisme

Dalam kehidupannya manusia akan selalu menyusun standar berfikir untuk melihat realita sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan yang ia miliki dan pada saat yang sama subyektivitas seseorang akan obyek yang telah dikonstruksi menjadi sangat beragam, karenanya kebenaran sebagai hasil dari pengamatan dan pengetahuan adalah sebuah keniscayaan. Di sinilah konsep konstruktivisme bermula. Konstruksivisme menurut Rosty (dalam Panenn, 2001) merupakan salah satu bentuk pragmatisme, terlebih lagi soal pengetahuan dan kebenaran, karena hanya mementingkan bahwa suatu konsep itu dapat berlaku atau digunakan.

Konstruktivisme menjadi landasan bagi beberapa teori belajar, misalnya teori perubahan konsep, teori belajar bermakna, dan teori skema. Konstruktivisme maupun teori perubahan konsep percaya bahwa dalam proses belajar seseorang mengalami perubahan konsep. Pengetahuan seseorang tidak sekali jadi, tetapi melalui proses perkembangan yang terus menerus. Dalam perkembangan tersebut, ada yang mengalami perubahan besar ada pula yang hanya mengembangkan dan memperluas konsep yang sudah ada melalui asimilasi (Panenn, 2001:16). Teori perubahan konsep membantu menciptakan suasana dan keadaan pembelajaran yang memungkinkan perubahan konsep terjadi pada siswa sehingga terjadi pemahaman. Baik konstruktivisme maupun teori perubahan


(31)

commit to user

konsep menjelaskan bahwa pengertian yang dibentuk siswa mungkin berbeda dengan pengertian ilmuwan. Namun pengertian yang berbeda tersebut bukan salah satu ahli proses perkembangan karena setiap kali mereka terus menerus dapat mengubah pengertiannya. Ditegaskan oleh Suparno (2000: 34) salah pengertian dalam memahami sesuatu, menurut konstruktivisme dan teori perubahan konsep bukanlah akhir dari segala-galanya, melainkan justru menjadi awal untuk perkembangan yang lebih baik.

Menurut Triyanto (2007 :13), guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Pembelajaran dengan teori ini akan efektif jika didasarkan pada empat komponen dasar antara lain: 1) pengetahuan

(knowledge), yaitu pembelajaran harus mampu dijadikan sarana untuk tumbuh

kembangnya pengetahuan bagi siswa; 2) ketrampilan (skill), pembelajaran harus benar-benar memberikan ketrampilan siswa baik ketrampilan intelektual (kognitif), ketrampilan moral (afektif), dan ketrampilan mekanik (psikomotorik); 3) sifat alamiah (disposition), proses pembelajaran harus benar-benar berjalan secara alamiah,tanpa ada paksaan dan tidak semata-mata rutinitas belaka; 4) perasaan (feeling), perasaan ini bermakna perasaan atau emosi atau kepekaan.Oleh sebab itu pembelajaran harus mampu menumbuhkan kepekaan sosial terhadap dinamika dan problematika kehidupan .(M.Saekhan,2008 : 73 ). Sedangkan menurut Trianto (2007: 14) teori konstruktivis menetapkan bahwa prinsip yang penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya.


(32)

commit to user

Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat tangga tersebut. Keterkaitan teori belajar konstruktivisme dengan penelitian ini adalah dalam pembelajaran materi elektrokimia dengan penerapan CTL metode eksperimen dan pemberian tugas, siswa menemukan sendiri dan menstransformasikan informasi kompleks yang mereka dapatkan dari hasil diskusi kelompok. Siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah , menemukan segala sesuatu untuk dirinya, karena dalam pembelajaran siswa hanya diberi masalah oleh guru kemudian mereka bekerja memecahkan masalah tersebut. Sehingga pengetahuan tentang elektrokimia dibangun oleh dirinya sendiri.

c. Teori Penemuan Jerome Bruner

Bruner berpendapat bahwa manusia mempunyai kapasitas dan kecendrungan untuk berubah karena menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya sangat singkat (extremely shortterm)/ingatan segera

(immetodete memory) (item hanya dapat disimpan dalam beberapa detik). Ingatan

jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa menit), ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup). Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang


(33)

commit to user

disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu. Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidak tergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu ”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih ketrampilan-ketrampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik, Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Keterkaitan teori belajar Bruner dengan penelitian ini adalah siswa belajar dengan baik pada materi elektrokimia sehingga akan menghasilkan pengetahuan elektrokimia yang benar-benar bermakna bahkan dapat digunakan untuk peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi akan menemukan konsep-konsep materi elektrokimia pada pembelajarannya, karena konsep ditemukan sendiri melalui belajar penemuan maka pengetahuan itu bertahan lama dalam diri siswa.


(34)

commit to user

d. Teori Belajar Bermakna David Ausubel

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut pengatur kemajuan perkembangan belajar atau advance organizers yang didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik . Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mencakup semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Ausubel percaya bahwa ”advance organizers” dapat memberikan tiga macam manfaat, yakni: 1) dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. 2) dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa “saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari sedemikian rupa sehingga dan 3) mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.

Dari penjelasan tersebut maka belajar sebagai proses yaitu: 1) belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri 2) anak belajar dari mengalami, anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru 3) para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang suatu persoalan 4) pengetahuan tidak bisa dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau preposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan 5) manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru 6) siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan dengan ide 7) proses belajar dapat mengubah struktur otak, perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang.


(35)

commit to user

Untuk itu, pengetahuan guru terhadap isi mata pelajaran harus baik, dengan demikian seorang guru akan mampu menemukan informasi, yang menurut Ausubel sangat abstrak, umum dan inklusif, yang mewadahi apa yang akan diajarkan itu. Selain itu, logika berfikir guru juga dituntut sebaik mungkin. Tanpa memiliki logika berfikir yang baik maka guru akan kesulitan memilah-milah materi pelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat dan padat, serta menjelaskan materi dalam struktur yang sistematis.

Untuk mendalami lebih lanjut tentang belajar bermakna, Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan. 1). Kognitif, yang terdiri dari enam tingkatan: a). Pengetahuan (mengingat, menghafal), b). Pemahaman (menginterprestasikan) c). Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah), d). Analisis (menjabarkan suatu konsep), e). Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh), f). Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide, metode dan sebagainya), 2). Psikomotorik, yang terdiri dari lima bagian: a). Peniruan (menirukan gerak), b). Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak) c). Ketepatan (melakukan gerak dengan benar), d). Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar), e). Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar) 3). Afektif, yang terdiri dari lima tingkatan: a). Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu) b). Merespon (aktif berpartisipasi), c). Penghargaan (menerima nilai, setia kepada nilai tertentu), d). Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya), e). Pengenalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian pola hidup).Belajar penemuan yang bermakna hanyalah terjadi pada penelitian yang bersifat ilmiah


(36)

commit to user

Keterkaitan teori belajar Ausubel dengan penelitian ini adalah belajar berhubungan dengan informasi materi pelajaran yang disampaikan pada siswa serta cara bagaimana siswa dapat mengkaitkan informasi tersebut pada struktur kognitif yang telah ada. Cara belajar ini sesuai dengan pendekatan pembelajaran penemuan dimana siswa berinteraksi dengan obyek melalui pengamatan. Dalam mempelajari materi elektrokimia dengan penerapan CTL menggunakan metode eksperimen dan pemberian tugas, siswa dapat mengkaitkan informasi tersebut pada struktur kognitif yang telah ada pada materi sebelumnya yaitu redoks, sehingga belajar siswa menjadi bermakna. Dengan kedua metode tersebut siswa mampu mengaplikasikan materi elektrokimia dalam kehidupan sehari-hari dan siswa tidak hanya sekedar belajar hafalan.

e. Teori Belajar Sosial Vygotsky

Vygotsky berpendapat bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung pada faktor biologis menentukan fungsi elementer memori, atensi, persepsi dan stimulus respon. Faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan. Teori ini lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut Vygotsky proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas tersebut masih dalam jangkauan mereka disebut

zone of proximal development yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas


(37)

commit to user

umumnya muncul dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.

Satu lagi ide penting dari Vygotsky adalah Scaffolding yaitu pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak melakukannya. Penafsiran terkini terhadap ide-ide Vygotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Nur dan Wulandari (2006 dalam Trianto 2007: 27) menambahkan bahwa tugas yang kompleks tersebut dapat diajarkan sedikit demi sedikit dan komponen demi komponen sehingga pada suatu hari diharapkan akan terwujud suatu kemampuan yang utuh. Keterkaitan teori Vygotsky dalam penelitian ini bahwa pada pembelajaran materi elektrokimia dengan penerapan CTL metode eksperimen dan pemberian tugas, siswa diberi tugas kemudian siswa menyelesaikannya dengan cara berkelompok sehingga muncul percakapan , kerjasama antar individu dan terjadi interaksi sosial.

3. Contextual Teaching and Learning (CTL)

Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana, dan keadaan (konteks)” (KUBI, 2002:519). Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.

Menurut Elaine B. Johnson (2009:19), CTL digambarkan sebagai berikut : “an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studiing by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with context of their personal, social and cultural circumstance. To achieve the aim, the sistem encompasses the following eight component: making meaningful connections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking,


(38)

commit to user

Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari agar menghubungkan subjk-subjek akademik dalam konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.

Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: a. membuat hubungan-hubungan yang bermakna; b. melakukan pekerjaan yang berarti; c. melakukan pembelajaran yang diatur sendiri; d. melakukan kerja sama; e. berfikir kritis dan kreatif; f. membantu individu untuk tumbuh dan berkembang; g. mencapai standar yang tinggi; h. menggunakan penilaian autentik.

CTL, suatu pendekatan pendidikan yang berbeda, melakukan lebih dari dari

sekadar menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri. CTL juga melibatkan para siswa dalam

mencari makna “konteks” itu sendiri. CTL mendorong mereka melihat bahwa

manusia sendiri memiliki kapasitas dan tanggungjawab untuk mempengaruhi dan membentuk sederetan konteks yang meliputi keluarga, kelas, masyarakan dan lingkungan tempat tinggal hingga ekosistem.

. Dengan pendekatan kontekstual (CTL) proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Hal senada dituliskan oleh Schell and Black (1997) dalam Journal of Family and Consumer Science Education:,“The chances of enabling students to transfer learning from one teaching setting to another and/or to real life situations may increase when


(39)

commit to user

pula oleh Greeno(1997), “Transfer refers to a phenomenon in which something learned in one situation is carried over to another. A student’s ability to transfer information learned in a typical classroom setting to real life situations is

sporadic and by chance. Bahwa ada transfer informasi saat belajar pada keadaan

atau situasi tertentu dalam kehidupan nyata siswa.

Menurut Brooks & Brooks, 1993 dalam Elaine B. Johnson. Ketika guru

menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan komponen-komponen CTL,

yang sesuai dengan kebutuhan manusia untuk mencari makna dan kebutuhan otak untuk menjalin pola-pola, secara intuitif merekan mengikuti cara yang sesuai dengan penemuan-penemuan dalam psikologi dan penelitian tentang otak. Menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dengan pengalaman-pengalaman para siswa sendiri untuk member makna pada palajaran. Pada waktu yang besamaan, tanpa disadari, mereka telah mengikuti tiga prinsip yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern sebagai prinsip yang menunjang dan mengatur segalanya di alam semesta.

Belajar akan lebih bermakana jika anak mengalami apa yang dipejinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi dalam mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan anta materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota, keluarga, dan masyarakat. Ada 7 (tujuh) komponen utama dalam CTL, yaitu:


(40)

commit to user

a. Konstruktivisme (Constructivism),

Merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekastual yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengeahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melaui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide yaitu siswa yang harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. b. Bertanya (Questioning).

Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertany, karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: 1) menggali informasi, baik administrasi maupun akademis; 2) mengecek pemehaman siswa; 3) membangkitkan respon pada siswa; 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa; 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; 6) memfokuskan pengetahuan siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; 7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan 8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

c. Menemukan (Inquiri)

Menemukan merupakan bagian inti dari pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya mengingat seperangkat fakta-fakta, tertapi juga hasil menemukan sendiri. Siklus inquiri


(41)

commit to user

dugaan (hyphotesis), 4) pengumpulan data (data gathering), 5) penyimpulan (conclusion). Kata kunci dari strategi inquiri adalah siswa menemukan sendiri.

Adapun langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah: 1) merumuskan masalah dalam mata pelajaran apapun, 2) mengamati atau melakukan observasi, 3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, dan 4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audience lainnya.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep learning community menyarankan agar hasi pembelajaran diperoleh

dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar

teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Dalam kelas menggunakan pendekatan kontekstual, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat mengkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera member usul, dan seterusnya. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.

e. Pemodelan (Modeling)

Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu member peluang yang besar bagi guru untuk member contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru member model tentang bagaimana cara mengajar. Sebagian guru member contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas, misalnya menemukan kata kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru mendemonstrasikan cara


(42)

commit to user

menemukan kata kuci dalam bacaan dengan menelusuri bacaan secara cepat, dengan memanfaatkan gerak mata (scaning). Ketika guru mendemonstrasikan cara membaca cepat tersebut, siswa mengemati guru membaca dan membolak balik teks. Dalam pendekatan kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh temannya. Siswa contoh tersebut dikatan sebagi model, siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yan harus dicapai.

f. Refleksi (Reflection)

Reflaksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru depelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar dimasa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru dierima. Pengetahuan yang bermakna dipeoleh dari proses belajar. Pengetahuan yang dimilki siswa diperluas malalui konteks pembelajaran, kemudian diperluas sedikit demi sedikit sehingga berkembang. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan refleksi, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.

g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan


(43)

commit to user

perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses

pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru

mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode atau akhir semester.

Pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar seperti formatif dan sumatif, tetapi dilakukan bersama dengan cara terintegrasi, yaitu tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin onformasi di akhir periode pembelajaran. Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data

yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.

Dalam jurnal oleh Richard L. Lynch dan Dorothy Harnish dengan judul

Journal of Contextual Teaching and Learning Project Brief, melalui penggunaan

strategi CTL, menyimpulkan bahwa a. keterlibatan dan motivasi siswa meningkat, b. sikap siswa terhadap pembelajaran diperbaiki, c. perilaku telah ditingkatkan, dan d. efek interaktif yang dihasilkan menyebabkan pemahaman yang lebih mendalam, retensi, dan penerapan pengetahuan oleh siswa.

Ada berbagai macam prinsip ilmiah dalam CTL, diantaranya ada 3 yaitu prinsip kesaling-bergantungan, prinsip diferensiasi, dan prinsip pengaturan diri.


(44)

commit to user

a. Prinsip Kesaling-bergantungan

Prinsip kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan para pendidik yang lainnya, dengan siswa-siswa merekan, dengan masyarakat, dan dengan bumi. Prinsip ini meminta mereka membangun hubungan dalam semua yang mereka lakukan. Prinsip kesaling-bergantungan ada di dalam segalanyasehingga mamungkinkan para siswa untuk membuat hubungan yang bermakana. Pemikiran kritis dan kreatif menjadi mungkin. Kedua proses tersebut terlibat dalam mengidentifikasi hubungan yang akan menghasilkan pemahaman-pemahaman baru.

b. Prinsip Diferensiasi

Kata diferensiasi merujuk pada dorongan terus-menerus dari alam semesta

untuk menghasilkan keragaman yang tak terbatas, perbedaan, kelimpahan, dan keunikan. Komponen pembelajaran dan pengajaran kontekstual yang mencakup pembelajaran praktik aktif dan langsung (hands-on) misalnya terus-menerus menantang para siswa untuk mencipta. Para siswa berfikir kreatif ketika mereka menggunakan pengetahuan akademik untuk meningkatkan kerjasama antar anggota kelas mereka, ketika mereka merumuskan langkah-langkah untuk menyelesaikan sebuah tugas sekolah, atau mengumpulkan dan menilai informasi

mengenai suatu masalah masyarakat. Secara alami, CTL juga memajukan

kreativitas, keragaman, keunikan, dan kerjasama. c. Prinsip Pengaturan Diri

Ketika siswa menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadi siswa, siswa terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri. Siswa menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, meniali


(45)

commit to user

alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi, dan dengan kritis menilai bukti.

Perbedaan CTL dengan konvesional menurut Dharma Kesuma (2010: 85-86) bisa dilihat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perbedaan pendekatan CTL dengan konvensional

CTL Konvensional

Belajar berdasarkan pengalaman

nyata siswa Belajar berdasarkan abstraksi

Siswa berupaya mempelajari Siswa berupaya mengetahui

Siswa menemukan sendiri Siswa diberitahu guru

Siswa sebagai pusat pembelajaran (siswa sebagai subjek ajar)

Guru sebagai pusat pembelajaran (siswa sebagai objek ajar)

Guru memberikan penguatan Guru memberikan kesimpulan

Siswa memahami makna pembelajaran

Siswa menghafal materi pembelajaran

Menyandarkan pada pemahaman

makna Menyandarkan pada hafalan

Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa

Pemilihan informasi berdasarkan pemilihan guru

Mengaitkan materi ajar dengan pengalaman siswa

Hanya mengarahkan materi ajar pada satu budang tertentu

Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan Ketrampilan dikembangkan atas

dasar pemahaman

Ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan

Siswa berupaya menemukan, menggali, berdiskusi, berfikir kritis, memecahkan masalah.

Siswa berupaya mengerjakan tugas, mendengarkan ceramah

Menurut Lynch dan Harnish (2003) jurnal oleh Ifraj Shamsid-Deen yang berjudul Journal of Family and Consumer Sciences Education. Vol. 24, No 1, tingkat belajar lebih tinggi tampaknya terjadi ketika mengajar kontekstual dan strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru pemula. Siswa lebih terlibat, termotivasi, dan penuh perhatian ketika mengajar kontekstual dan praktik


(46)

commit to user

pembelajaran yang digunakan menemukan bahwa tampak pembelajaran kontekstual dengan praktik belajar berlangsung secara teratur di sebagian besar ruang kelas. Hal ini terutama berlaku dengan praktek siswa memiliki aktif terlibat, pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan nyata, dan belajar dari satu sama lain.

4. Metode Eksperimen

Metode mengajar menurut Nana Sudjana ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu peranan metode sebagai alat untuk menciptakan proses belajar dan mengajar. Dengan metode diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Hal yang penting dalam metode ialah bahwa setiap metode pembelajaran yang digunakan bertalian dengan tujuan belajar yang ingin dicapai.

Secara umum pengertian eksperimen adalah metode mengajar yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecakan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar. Sering disebut metode laboratorium karena percobaannya biasanya dilakukan di laboratorium. Biasanya metode eksperimen bukan untuk menemukan teori, tetapi lebih untuk menguji teori atau hukum yang sudah ditemukan para ahli. Namun dalam praktek guru dapat pula melakukan eksperimen untuk menemukan teorinya atau hukumnya. Dalam hal ini seakan-akan teori atau hukum belum ditemukan, dan siswa diminta untuk menemukan (Paul Suparno, 2006: 77). Petunjuk penggunaan metode eksperiman; a. persiapan perencanaan: 1) tetapkan tujuan ekperimen; 2) tetapkan langkah-langkah pokok ekperimen; 3) Siapkan alat-alat yang diperlukan; b. pelaksanaan


(47)

commit to user

eksperimen; 1) usahakan ekperimen dapat diikuti seluruh siswa; 2) tumbuhkan sikap kritis terhadap siswa sehingga terdapat tanya jawab, dan diskusi tentan masalah yang diekperimenkan.; 3) buatlah penilaian dari kegiatan siswa, dalam ekperimen tersebut; c. tindak lanjut eksperimen.

Setelah eksperimen selesai, berikanlah tugas kepada siswa secara tulis maupun tulisan, yaitu dengan membuat laporan hasil eksperimen ditambah dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan eksperimen yang dilakukan. Dengan demikian kita dapat menilai sejauh mana hasil eksperimen dipahami siswa. Menurut Syaiful Sagala (2003: 220-221) metode eksperimen mempunyai kelemahan dan kelebihan. Kelebihan metode eksperimen adalah sebagai berikut: a. membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku saja; b. dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksploratoris tentang sains dan teknologi, suatu sikap dari seorang ilmuwan; c. metode ini didukung oleh asas-asas ditaktik modern, antara lain : 1) siswa belajar dengan mengalami dan mengamati sendiri atau proses kejadian; 2) siswa terhindar jauh dari verbalisme; 3) memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis; 4) mengembangkan sikap berfikir ilmiah; 5) hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi.

Sedangkan kelemahan metode eksperimen adalah sebagai berikut: a. pelaksanaan metode ini sering memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan murah; b. setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian; dan c. sangat


(48)

commit to user

menuntut penguasaan perkembangan materi, fasilitas peralatan dan bahan mutakhir. Sering terjadi siswa lebih dahulu mengenal dan menggunakan alat bahan tertentu dari pada guru.

Ada beberapa cara mengatasi kelemahan-kelemahan metode eksperimen atara lain: a. hendaknya guru menerangkan sejelas-jelasnya tentang hasil yang ingin dicapai sehingga ia mengetahui pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dengan ekperimen; b. hendaknya guru membicarakan bersama-sama dengan siswa tentang langkah yang dianggap baik untuk memecahkan masalah dengan eksperimen, serta bahan-bahan yang diperlukan, variabel yang perlu dikontrol dan hal-hal yang perlu dicatat; c. bila perlu, guru menolong siswa untuk memperoleh bahan yang diperlukan; dan d. guru perlu merangsang agar setelah ekperimen berakhir, ia membanding-bandingkan hasilnya dengan hasil eksperimen orang lain dan mendiskusikannya bila ada perbedaan-perbedaan atau kekeliruan-kekeliruan.

5. Metode Pemberian Tugas.

Menurut Syaiful Sagala (2003: 220-221) metode pemberian tugas adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar, kemudian harus dipertanggungjawabkannya. Tugas yang diberikan oleh guru dapat memperdalam bahan pelajaran dan dapat pula mengecek bahan yang telah dipelajar. Tugas merancang siswa untuk belajar baik secara individual maupun kelompok.

Adapun kebaikan atau kelebihan dari metode tugas adalah : a. pengetahuan yang diperoleh siswa dari hasil belajar, hasil percobaan atau hasil penyelidikan yang berhubungan dengan minat atau bakat yang berguna untuk hidup mereka akan lebih meresap, tahan lama, dan lebih otentik; b. mereka berkesempatan


(49)

commit to user

memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggungjawab dan berdiri sendiri; c. tugas dapat lebih meyakinkan tentang apa yang dipelajari dari guru, lebih memperdalam, memperkaya atau memperluas wawasan tentang apa yang dipelajari; d. tugas dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari dan mengolah sendiri informasi dan komunikasi. Hal ini diperlukan sehubungan dengan abad informasi dan komunikasi yang maju demikian pesat dan cepat; dan e. metode ini dapat membuat siswa bergairah dalam belajar dilakukan dengan berbagai variasi sehinggan tidak membosankan.

Adapun kelemahan dari metode pemberian tugas antara lain : a. seringkali siswa melakukan penipuan diri di mana mereka hanya meniruhasil pekerjaan orang lain , tanpa mengalami peristiwa belajar; b. adakalanya tugas itu oleh orang lain tanpa pengawasan; c. apabila tugas teralu diberikan atau sekedar melepaskan tanggungjawab bagi guru, apalagi bila tugas-tugas itu sukar dilaksanakan ketegangan mental mereka dapat terpengaruh; dan d. karena kalau tugas diberikan secara umum mungkin serang siswa akan mengalami kesulitan.

Ada beberapa cara untuk mengatasi kelemahan-kelemahan metode pemberian tugas, antara lain: a. tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya jelas, sehingga mereka mengerti apa yang harus dikerjakan; b. tugas yang diberikn kepada siswa dengan memperlihatkan perbedaan individu masing-masing; c. waktu untuk menyelesaikan tugas harus cukup; d. adalah control atau pengawasan yang sistematis atau tugas yang diberikan sehingga mendorong siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh; e. tugas-tugas yang diberikan hendaknya mempertimbangkan; 1) menarik minat dan perhatian siswa; 2) mendorong siswa untuk mencari, mengalami, dan menyampaikan; 3) diusahakan tugas itu bersifat


(50)

commit to user

praktis dan ilmiah; dan 4) bahan pelajaran yang ditugaskan agar diambil dari hal-hal yang dikenal siswa.

6. Motivasi Berprestasi

Menurut Oemar Hamalik (2004) istilah motivasi menunjukkan kepada semua gejala yang terkandung dalam stimulasi tindakan ke arah tujuan tertentu di mana sebelumnya tidak ada gerakan menuju ke arah tujuan tersebut. Motivasi dapat berupa dorongan-dorongan dasar atau internal dan insentif di luar diri individu atau hadiah. Sebagai suatu masalah di dalam kelas, motivasi adala proses membangkitkan, mempertahankan, dan mengontrol minat-minat.

Sedangkan menurut McDonal dalam Oemar Hamalik “Motivation is a

energy change within the person characterized by affective arousal and

anticipatory goal reactions.” Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam

pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurut Hamzah B. Uno (2007), motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa indikator, atau unsur yang mendukung. Hal ini mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Dari sudut sumber yang menimbulkannya, motivasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu


(1)

commit to user

Sedangkan pada prestasi belajar afektif dan psikomotor masing-masing memiliki p-value sebesar 0,893 dan 0,110, atau di atas nilai 0,05. Ini berarti menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara metode pembelajaran, motivasi berprestasi, dan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar afektif maupun psikomotor.

E. KETERBATASAN PENELITIAN

Pada penelitian ini terdapat keterbatasan yakni terkendala dengan waktu.

Dalam menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching Learning melalui

metode tugas dan eksperimen dalam dua kelas yang berbeda seharusnya dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menuntaskan dari langkah awal sampai langkah akhir. Sehingga jalannya proses pembelajaran yang seharusnya menyesuaikan dengan pencapaian tujuan pembelajaran, namun kenyataannya justru berjalan menyesuaikan waktu.

Faktor non-teknis dalam menunjang keberhasilan penelitian ini adalah kehadiran siswa. Peneliti mengharapkan selama tahap awal sampai akhir penelitian seluruh siswa dapat hadir, akan tetapi terdapat siswa yang tidak dapat hadir karena alasan tertentu sehingga menjadikan titik lemah dalam penelitian ini. Dari segi siswa yang tidak hadir, siswa yang bersangkutan akan ketinggalan sub materi yang telah disampaikan oleh guru. Oleh karena itu sangat dikhawatirkan pencapaian maksimal pembelajaran dalam tahap evaluasi. Dari segi peneliti, data yang diperoleh dari hasil penelitian kurang maksimal atau belum sesuai dengan harapan peneliti.


(2)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang diperoleh di SMK Kristen 1 Klaten , maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pendekatan Contextual Teaching and Learning menggunakan metode

pemberian tugas dan eksperimen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotor siswa pada materi elektrokimia. Prestasi belajar kognitif pada materi elektrokimia yang menggunakan metode pemberian tugas lebih baik dari pada yang diberi dengan metode eksperimen, hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai prestasi belajar kognitif pada metode pemberian tugas sebesar 79,75 lebih besar dibandingkan metode eksperimen yang rata-ratanya 75,59. Sedangkan untuk prestasi belajar afektif dan psikomotor lebih baik yang menggunakan metode eksperimen dari pada pemberian tugas, hal tersebut ditunjukkan oleh rata-rata nilai prestasi belajar afektif dan psikomotor pada metode eksperimen adalah 84,87 dan 78,97, lebih besar dibandingkan dengan rata-rata prestasi belajar afektif dan psikomotor metode pemberian tugas yaitu 79,97 dan 73,91.

2. Motivasi berprestasi siswa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa pada materi elektrokimia. Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai motivasi berprestasi yang rendah.


(3)

commit to user

3. Kreativitas siswa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa pada materi elektrokimia. Siswa yang mempunyai kreativitas tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas yang rendah.

4. Tidak ada interaksi antara siswa yang diberi model pembelajaran Contextual

Teaching and Learning baik melalui metode pemberian tugas maupun eksperimen

dengan kreativitas siswa baik terhadap prestasi belajar kognitif, afektif maupun psikomotor.

5. Terdapat interaksi antara siswa yang diberi model pembelajaran Contextual

Teaching and Learning baik melalui metode pemberian tugas maupun eksperimen

dengan motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar kognitif. Akan tetapi tidak terdapat interaksi antara metode pemberian tugas dan eksperimen dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar afektif maupun psikomotor siswa. 6. Tidak ada interaksi antara kreativitas dengan motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar kognitif, afektif maupun psikomotor.

7. Tidak ada interaksi antara siswa yang diberi model pembelajaran Contextual

Teaching and Learning, kreativitas dengan motivasi berprestasi siswa terhadap

prestasi belajar kognitif, afektif maupun psikomotor.

B. IMPLIKASI

1. Implikasi Teoritis

a. Metode tugas dan eksperimen dapat diterapkan pada semua tingkat motivasi

berprestasi tinggi maupun rendah.

b. Metode tugas dan eksperimen dapat diterapkan pada semua tingkat kreativitas tinggi maupun rendah.


(4)

commit to user

c. Metode tugas dan eksperimen dapat diterapkan pada siswa yang cenderung pasif, karena memberikan peluang bagi siswa untuk aktif dalam memperoleh pengetahuan ataupun konsep-konsep yang baru.

2. Implikasi Praktis

a. Dalam pembelajaran kimia khususnya materi elektrokimia sebaiknya

menggunakan metode tugas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pembelajaran kimia materi elektrokimia dengan metode pemerian tugas labih baik dari pada metode eksperimen.

b. Dalam pembelajaran kimia sebaiknya guru perlu memperhatikan motivasi berprestasi siswa, sebagai langkah awal guru perlu adanya pengukuran terhadap motivasi berprestasi siswa yang tepat, sehingga guru dapat mengetahui tingkat kondisi siswa dan dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa.

c. Dalam pembelajaran kimia sebaiknya guru perlu memperhatikan kreativitas siswa, guru perlu mengukur tingkat kreativitas siswa, agar dapat diketahui seberapa besar kreativitas siswa dalam menghadapi situasi tertentu. sebab dalam menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) memerlukan tingkat kreativitas siswa yang baik.

d. Menggunakan metode tugas sebaiknya didukung dengan motivasi berprestasi

yang tinggi sehingga memudahkan pencapaian prestasi belajar elektrokimia yang maksimal.

C. SARAN

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dalam penelitian ini, maka penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut :


(5)

commit to user

1. Kepada Pendidik:

a. Perlu mempersiapkan waktu yang cukup, sebab metode tugas memerlukan waktu yang cukup panjang. Sehingga jalannya proses pembelajaran tepat pada sasaran yang akan dicapai.

b. Perlu mempersiapkan tugas yang akan diberikan kepada siswa sehingga jelas arah dan tujuan pemberian tugas, dan sebaiknya jenis tugas yang diberikan setiap siswa dengan memperhatikan perbedaan.

c. Perlu meningkatan motivasi berprestasi siswa. Upaya yang dapat ditempuh guru yakni memberikan kegiatan belajar yang menarik, sehingga menarik minat siswa untuk belajar, seperti memberikan pengarahan dan dorongan dari luar berupa motivasi ekstrinsik untuk meningkatkan motivasi berprestasi siswa.

d. Perlu melakukan perbaikan tingkat kreativitas siswa. Upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan kreativitas siswa yakni dengan menghubungkan isi pembelajaran dengan konteks nyata kehidupan nyata, menggunakan pertanyaan terbuka dan mendorong siswa untuk berfikir kreatif, membiasakan siswa untuk memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk menyampaikan pendapat-pendapat yang berkualitas, memberikan sebuah permasalahan yang harus diselesaikan siswa dengan caranya sendiri.

2. Kepada Peneliti:

a. Perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor lain yang merupakan faktor internal dan eksternal yang dimungkinkan akan mempengaruhi prestasi belajar siswa.


(6)

commit to user

b. Perlu dilakukan penelitian penggunaan metode pembelajaran yang lain sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran kimia yang akan dipelajari

3. Kepada Siswa:

a. Belajar dengan meminimalkan ketergantungan terhadap guru dapat

dilakukan dengan berinteraksi dengan teman dalam kelompok maupun dengan sumber belajar secara langsung, belajar dalam kelompok dapat meningkatkan interaksi antar individu dan antar anggota kelompok dan juga antar siswa dengan sumber belajar. Jadi dalam belajar kelompok dapat meningkatkan ketergantungan positif antar semua individu dan kelompok.

b. Saling membantu dan menghargai dalam kerjasama kelompok dapat

meningkatkan motivasi berprestasi anggota untuk memajukan kelompok dan diri sendiri sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar.

c. Untuk meningkatkan motivasi berprestasi sebaiknya mempunyai motivasi untuk berhasil dan berprestasi, berusaha melakukan tugas secara tutas tanpa menunda, berani mengambil resiko, dan bercita-cita untuk masa depan.

d. Untuk meningkatkan kreativitas sebaiknya mempunyai keingintahuan yang

besar dan berani melakukan kegiatan belajar seperti bereksperimen tanpa takut untuk gagal.