88
Dampak perbedaan latar belakang pendidikan menyebabkan rendahnya pengetahuan petugas surveilans epidemiologi KIA, sehingga berdampak secara
langsung atau tidak langsung terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi KIA. Dampak dalam jangka pendek adalah tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas pada
bidangnya dengan tepat waktu dan dampak jangka panjang adalah hasil kerja mereka tidak ada perubahan. Hanya mengandalkan kegiatan-kegiatan yang rutinitas
dilakukan tanpa ada trobosan baru dan memperoleh informasi terkini, misalnya mencatat hasil kerja dengan form yang sama, menyusun laporan kegiatan yang tidak
seperti layaknya laporan pelaksanaan kegiatan yang direkomendasikan oleh Depkes.
5.3 Pengaruh Masa Kerja terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi
dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.
Masa kerja adalah lama kerja petugas surveilans epidemiologi KIA di puskesmas. Proporsi petugas yang memiliki masa kerja
≥ 5 tahu lebih banyak yaitu 58.8 sedangkan yang memiliki masa kerja 5 tahun hanya 41,2. Dari hasil uji
hubungan masa kerja terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA, didapat nilai p = 0,353 p 0,05. maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja terhadap kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas.
Latar belakang pendidikan dan masa kerja seseorang akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhannya sesuai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan yang berbeda
beda akhirnya mempengaruhi motivasi kerja seseorang Maslow 1984.
Universitas Sumatera Utara
89
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ilyas 1998, yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kinerja Dokter PTT,
perbedaan ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan status sosial, nilai budaya dan motivasi. Namun hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Sriana, dkk
2002 bahwa lama kerja seorang tenaga petugas puskesmas mempengaruhi kinerjanya, hal ini terkait dengan pengalaman petugas tersebut dalam melaksanakan
pekerjaan. Lebih lanjut disebutkan Sriana bahwa di Propinsi Jawa Timur sebagian besar petugas puskesmas bekerja sekitar 6-10 tahun demikian juga di Propinsi
Sumatera Barat umumnya petugas pengelola obat mempunyai lama kerja 11-15 tahun Menurut Gipson 1987, bahwa lama bekerja memberikan pengaruh kepada
prestasi kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Hariaman 1998 bahwa ada hubungan bermakna antara lama bekerja dengan kinerja kepala puskesmas dalam
upaya penutunan angka kematian ibu.
5.4 Pengaruh Pengetahuan terhadap Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi
dalam pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen.
Pengetahuan pelaksanaan pelaporan KIA adalah pengetahuan pelaksana pelaporan tentang hal yang berkaitan dengan surveilans epidemiologi dalam
pelaporan KIA Puskesmas di Kabupaten Bireuen. Proporsi petugas pelaksana pelaporan KIA di Kabupaten Bireuen dengan
pengetahuan tidak baik yaitu 44,1 dan petugas dengan pengetahuan baik 55,9. Hasil uji statistik pengaruh pengetahuan terhadap kinerja petugas surveilans
Universitas Sumatera Utara
90
epidemiologi dalam pelaporan KIA, didapat nilai p = 0,024 p 0,05. maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan petugas berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja petugas surveilans epidemiologi dalam pelaporan KIA Puskesmas. Hal ini sesuai dengan hasil jawaban petugas terhadap pertanyaan pengetahuan yaitu 44,1
petugas tidak bisa menjawab pengertian dari surveilans epidemiologi, 44,1 tidak mengetahui jenismacam surveilans epidemiologi dan 47,1 petugas tidak
mengetahui pengertian kematian ibu dalam kegiatan KIA. Hal ini sejalan dengan penelitian Rumisis 2002, yang menyatakan
pengetahuan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kinerja bidan di Kabupaten Indragiri Hilir. Supemi 2001 menyatakan pengetahuankemampuan
berhubungan positif cukup tinggi dengan kinerja petugas TB paru di Kabupaten Bireuen p = 0,034.
Kinerja organisasi salah satunya ditentukan oleh kinerja sekelompok orang sebagai pelaku organisasi yang akan mempunyai rasa tanggung jawab dan dapat
mempertanggung jawabkan segala sikap, perilaku dan semua tingkah lakunya yang dipengaruhi oleh pengetahuan, kemampuan, kecakapan dan harapan-harapan
Widodo, 2005. Faktor utama dalam mengukur kinerja adalah analisis terhadap perilaku
yang diperlukan untuk mencapai hasil yang telah disepakati. Penilaian kinerja didasarkan pada atribut dan perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan dengan baik sesuai kriteria yang ditentukan untuk masing-masing pekerjaan. Istilah atribut dalam manajemen kinerja mengacu kepada apa yang perlu
Universitas Sumatera Utara
91
diketahui dan dapat dilakukan oleh seseorang untuk dapat melakukan pekerjaannya secara efektif. Dalam hal ini atribut terdiri dari pengetahuan, keahlian dan
kepiawaian. Atribut adalah masukan bagi kinerja suatu pekerjaan Dharma, 2005. Beberapa karakteristik yang kerap digunakan untuk menilai kinerja
karyawan pelaksana adalah: kemampuan untuk belajar, pengetahuan tentang pekerjaan, inisiatif, kerjasama, dapat diandalkan, dan sebagainya Ruky, 2001.
Pengetahuan pelaksana pelaporan KIA yang kurang maupun sedang perlu ditingkatkan untuk dapat mengoptimalkan kinerja surveilans epidemiologi KIA. Hal
ini sesuai dengan misi sistem surveilans epidemiologi kesehatan untuk memperkuat sistem surveilans disetiap unit pelaksana program kesehatan dengan memperkuat
sumber daya manusia di bidang epidemiologi untuk manajer dan fungsional. Peningkatan pengetahuan pelaksana pelaporan dapat dilakukan melalui
pendidikan, pelatihan, dan melalui pengalaman. Hal ini dapat dilakukan oleh pihak Puskesmas atau Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen bermitra dengan pihak lain
Perguruan Tinggi, Persatuan Bidan Indonesia IBI dan yang lainnya, tujuannya selain menambah pengatahuan pelaksana pelaporan, juga mambangun komitmen
yang kuat bagi para pimpinan Puskesmas agar dapat mendukung semua ketentuan yang berlaku dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan ibu dan anak di
Kabupaten Bireuen.
Universitas Sumatera Utara
92
5.5 Pengaruh Keterampilan terhadap Kinerja Petugas Surveilans