35
akan  menguntungkan  kegiatan  belajar  mengajar  bila  penggunaannya  tidak tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi psikologis anak didik.
D. Peran dan Tugas Guru PAI
a. Pengertian Guru PAI
Dalam  dunia  pendidikan  guru  adalah  sosok  manusia  yang  mempunyai tanggung  jawab  berat  dan  besar,  yaitu  membawa  siswanya  pada  suatu  taraf
kematangan  tertentu.  Guru  merupakan  salah  satu  faktor  pendidikan  yang sangat  berperan,  karena  guru  itulah  yang  akan  bertanggung  jawab  dalam
upaya  membina  dan  membimbing  perilaku  anak  didik  guna  pembentukan pribadinya,  terlebih-lebih  guru  agama,  karena  mempuyai  tanggung  jawab
terhadap pembinaan sikap siswa yang sesuai dengan ajaran agama Islam yang bertanggung jawab kepada Allah.
Menurut  Undang-undang  Sisdiknas, “Pendidik  guru  merupakan  tenaga
professional yang
bertugas merencanakan,
melaksanakan proses
pembelajaran,  memahami  hasil  pembelajaran,  melakukan  bimbingan  dan pelatihan,  serta  melakukan  penelitian  dan  pengabdian  kepada  masyarakat,
terutama bagi pendidik perguruan tinggi ”.
55
Sedangkan  guru  atau  pendidik  menurut  Dra.  Hj.  Nur  Uhbiyati  adalah “Orang  dewasa  yang  bertanggung  jawab  memberi  bimbingan  atau  bantuan
kepada  anak  didik  dalam  perkembangan  jasamani  dan  rohaninya  agar mencapai  kedewasaannya,  mampu  melaksanakan  tugasnya  sebagai  makhluk
Allah,  khalifah  di  permukaan  bumi,  sebagai  makhluk  sosial  dan  sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri
”.
56
Selanjutnya  pengertian  pendidikan  agama  Islam  menurut  Aat  Syafaat  TB sebagaimana yang dikutip oleh Sahilun A. Nasir, yaitu:
55
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Pendidikan Nasional, Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004, h. 22.
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998, Cet. Ke- 2, h. 65.
56
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998, Cet. Ke-2, h. 65.
36
Suatu  usaha  yang  sistematis  dan  pragmatis  dalam  mendidik  anak  didik yang  beragama  Islam  dengan  cara  sedemikian  rupa,  sehingga  ajaran-
ajaran  Islam  itu  benar-benar  dapat  menjiwai,  menjadi  bagian  yang integral  dalam  dirinya.  Yakni,  ajaran  Islam  itu  benar-benar  dipahami,
diyakini kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya, menjadi pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran dan sikap mental.
Lebih  lanjut  Aat  Syafaat  TB  menjelaskan  pendidikan  agama  Islam  yaitu “Usaha  yang  berupa  pengajaran,  bimbingan  dan  asuhan  terhadap  anak  agar
kelak selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan agama  Islam,  serta  menjadikannya  sebagai  jalan  kehidupan  baik  pribadi
maupun kehidupan masyarakat ”.
57
Sedangkan Prof. DR. Ramayulis merumuskan bahwa pendidikan agama Islam  sebagai  berikut,  Pendidikan  agama  Islam  yaitu  upaya  sadar  dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,  mengimani,  bertakwa  berakhlak  mulia,  mengamalkan
ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qu
r’an dan Al- Hadits,  melalui  kegiatan  bimbingan,  pengajaran  latihan,  serta
penggunaan pengalaman.
58
Jadi dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa guru pendidikan agama Islam ialah orang yang bertanggung jawab atau
orang yang mempunyai tugas mengajar dan membimbing serta melatih siswa tentang  pendidikan  agama  Islam  dalam  kehidupan  sehari-hari  baik  bagi
pribadi,  masyarakat,  bangsa  dan  Negara.  Adapun  guru  agama  Islam  yang penulis  maksud  dalam  pembahasan  ini  yaitu  seseorang  yang  berprofesi
sebagai  pengajar  sub  bidang  studi   agama  Islam  di  SMP  Islam  Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan.
b. Peran Guru Agama
Seorang guru dalam melaksanakan aktivitas keguruannya memiliki banyak peran  yang harus dilaksanakan. Diantaranya dalam kegiatan belajar mengajar
57
Aat  Syafaat.  Peranan  Pendidikan  Agama  Islam  dalam  Mencegah  Kenakalan  Remaja Juvenile Delinquency, Jakarta: Rajawali Pers, 2008, Ed-I
…h. 15-16.
58
Ramayulis,  Metodologi  Pendidikan  Agama  Islam,  Jakarta:  Kalam  Mulia,  2005,  Cet. Ke-4, h. 21.