Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
sebagainya. Kebijakan mengenai hal-hal apa saja yang perlu diedit dan dilindungi di dalam berkas tersebut disesuaikan dengan kebijakan yang telah
ditetapkan perpustakaan. Proses OCR Optical Character Recognition dikategorikan pula ke dalam proses editing. OCR adalah sebuah proses yang
mengubah gambar menjadi teks. Sebagai contoh, jika kita memindai sebuah halaman abstrak tesis, maka akan dihasilkan sebuah berkas PDF dalam
bentuk gambar. Artinya, berkas tersebut tidak dapat diolah dengan program pengolah kata. Untuk mengubahnya menjadi teks, dibutuhkan proses OCR.
Proses OCR hanya dilakukan untuk halaman abstrak saja karena 2 dua alasan: Pertama, halaman abstrak perlu dikonversi menjadi teks, karena
setiap kata di dalam abstrak akan diindeks menjadi kata kunci oleh software temu-kembali. Proses pengindeksan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap
dokumen dalam bentuk teks. Alasan kedua, proses OCR tidak dilakukan terhadap seluruh halaman karya akhir karena proses ini memakan waktu dan
tenaga yang cukup banyak, sehingga proses digitalisasi ini tidak efisien. Memang benar bahwa ukuran berkas yang dihasilkan dari proses OCR ini
akan lebih kecil dari ukuran berkas dalam bentuk gambar, namun, dengan teknologi hardisk yang semakin maju – ukuran hardisk saat ini semakin besar
dan harganya semakin murah – maka alasan melakukan proses OCR untuk memperkecil ukuran berkas menjadi tidak relevan lagi disini.
3. Uploading, adalah proses pengisian input metadata dan meng-upload
berkas dokumen tersebut ke digital library. Berkas yang di-upload adalah berkas PDF yang berisi fulltext karya akhir dari mulai halaman judul hingga
lampiran, yang telah melalui proses editing. Dengan demikian file tersebut telah dilengkapi dengan password, daftar isi, watermark, hyperlink, catatan
kaki, dan lain-lain. Sedangkan metadata yang diisi meliputi nama pengarang, judul, abstrak, subjek, tahun terbit, dan lain-lain. Pendit, 2007 : 244
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa proses digitalisasi terdiri atas 3 tahap yaitu scanning yaitu perubahan format dari bentuk tercetak ke bentuk berkas digital,
editing yaitu proses mengolah berkas digital di dalam komputer dengan cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink, dan uploading yaitu proses
pengisian input metadata dan meng-upload berkas dokumen tersebut ke digital library.
2.9.5.2 Proses Penyimpanan
Pada tahap ini dilakukan proses penyimpanan, termasuk di dalamnya adalah pemasukan data data entry, editing, pembuatan indeks dan klasifikasi berdasarkan
subjek dari dokumen. Klasifikasi dapat menggunakan UDC Universal Dewey Classification atau DDC Dewey Decimal Classification yang banyak digunakan
perpustakaan-perpustakaan di Indonesia.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Connoly dan Begg dalam Wahono 2006 : 4 menyatakan bahwa “ada dua pendekatan dalam proses penyimpanan, yaitu pendekatan basis file file base approach
dan pendekatan basis data database approach”. Kedua pendekatan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel-1 : Perbedaan Antara File Base Approach dan Database Approach
FileBase Approach Database Approach
Data duplication Data sharing and no duplication
Data dependence Data independence
Incompatible file format Compatible file format
Simple Complex
Sumber: Supriyanto dan Ahmad 2008 : 45
Masing-masing pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan yang dapat dipilih berdasarkan kebutuhan.
2.9.5.3 Proses Pengaksesan dan Temu Kembali Dokumen
Pencarian adalah inti seberapa maju layanan dari sebuah koleksi dalam perpustakaan. Semakin mudah dan cepat anggota atau pengunjung menemukan apa yang
diinginkan maka mereka akan puas, bersemangat dan kembali lagi. Inti dari proses ini adalah bagaimana kita dapat melakukan pencarian kembali terhadap dokumen yang telah
disimpan. Salton dalam Janusaptari 2006 : 2 menyatakan bahwa secara sederhana temu
kembali informasi merupakan: Suatu sistem yang menyimpan informasi dan menemukan kembali informasi
tersebut. Secara konsep bahwa ada beberapa dokumen atau kumpulan record yang berisi informasi yang diorganisasikan ke dalam sebuah media penyimpanan
untuk tujuan mempermudah ditemukan kembali. Dokumen yang tersimpan tersebut dapat berupa kumpulan record informasi bibliografi maupun data
lainnya.
Selain pendapat di atas, Rachmansyah 2008 : 1 mengemukakan bahwa temu kembali informasi information retrieval adalah:
Ilmu pencarian informasi pada dokumen, pencarian untuk dokumen itu sendiri, pencarian untuk metadata yang menjelaskan dokumen, atau mencari di dalam
database, baik relasi database yang stand-alone atau hipertext database yang terdapat pada network seperti internet atau World Wide Web atau intranet, untuk
teks, suara, gambar, atau data.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Dari kedua pendapat di atas dapat diketahui bahwa temu kembali adalah proses pencarian dokumen dengan menggunakan istilah-istilah pencarian untuk mendefiniskan
dokumen sesuai dengan subjek yang diinginkan. Pada dasarnya penyimpanan informasi dan penemuan kembali informasi adalah
hal yang sederhana. Misalkan terdapat tempat penyimpanan dokumen-dokumen dan seseorang user merumuskan suatu pertanyaan request atau query yang jawabannya
adalah himpunan dokumen yang mengandung informasi yang diperlukan yang diekspresikan melalui pertanyaan user. User bisa saja memperoleh dokumen-dokumen
yang diperlukannya dengan membaca semua dokumen dalam tempat penyimpanan, menyimpan dokumen-dokumen yang relevan dan membuang dokumen lainnya. Hal ini
merupakan perfect retrieval, tetapi solusi ini tidak praktis. Karena user tidak memiliki waktu atau tidak ingin menghabiskan waktunya untuk membaca seluruh koleksi
dokumen, terlepas dari kenyataan bahwa secara fisik user tidak mungkin dapat melakukannya. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem temu kembali informasi
information retrieval system untuk membantu user menemukan dokumen yang diperlukannya.
Dalam sistem temu kembali informasi ada dua pendekatan penelusuran yang lazim digunakan yaitu “bahasa alamiah natural language, dan kosa kata terkontrol yang
sering juga disebut controlled vocabulary”. Hasugian, 2003 : 7. Kedua pendekatan ini sejak semula telah digunakan secara luas dalam sistem temu kembali informasi. Banyak
database yang telah dibangun untuk digunakan sebagai sarana penelusuran eksperimen dalam rangka pembuktian efektifitas dan efisiensi dari kedua pendekatan tersebut.
Sistem Temu Kembali lnformasi didesain untuk menemukan dokumen atau informasi yang diperlukan oleh masyarakat pengguna. Salton dalam Janusaptari 2006 :
4 mengemukakan fungsi utama sistem temu kembali informasi sebagai berikut: 1.
Mengidentifikasi sumber informasi yang relevan dengan minat masyarakat pengguna yang ditargetkan.
2. Menganalisis isi sumber informasi dokumen
3. Merepresentasikan isi sumber informasi dengan cara tertentu yang
memungkinkan untuk dipertemukan dengan pertanyaan pengguna. 4.
Merepresentasikan pertanyaan query pengguna dengan cara tertentu yang memungkinkan untuk dipertemukan sumber informasi yang terdapat dalam
basis data.
5. Mempertemukan pernyataan pencarian dengan data yang tersimpan dalam
basis data. 6.
Menemu-kembalikan informasi yang relevan.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
7. Menyempurnakan unjuk kerja sistem berdasarkan umpan balik yang
diberikan oleh pengguna.
BAB III
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian apa
adanya. Menurut Suratmo 2002 : 16 “metode deskripsi adalah penelitian didasarkan pada data deskripsi dari suatu status, keadaan, sikap, hubungan atau suatu sistem
pemikiran suatu masalah yang menjadi objek penelitian.” Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode wawancara. Metode ini memungkinkan peneliti mendapatkan informasi dengan cara memberikan pertanyaan terstruktur secara tertulis kepada responden, kemudian hasil
wawancara akan dianalisa dengan metode deskriptif.
3.1 Lokasi Penelitian