Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi
Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada lembaga pendidikan atau badan bawahannya, maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan
tinggi, dengan tujuan utama membantu perguruan tinggi mencapai tujuannya. Yang termasuk perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan jurusan, fakultas,
universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi.
Untuk memperjelas pengertian perpustakaan perguruan tinggi, penulis mengutip
beberapa pendapat tentang pengertian perpustakaan perguruan tinggi.
Dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman 2004 : 3, dinyatakan bahwa “Perpustakaan perguruan tinggi merupakan unsur penunjang
perguruan tinggi, yang bersama-sama dengan unsur penunjang lainnya, berperan serta dalam melaksanakan tercapainya visi dan misi perguruan tingginya.”
Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki 1993 : 51, “Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun
lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, dengan tujuan utama membantu tercapainya tujuannya.”
Selain kedua pendapat di atas, Sutarno 2006 : 35 menyatakan bahwa “perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang mencakup universitas, sekolah
tinggi, institut, akademi, dan lain sebagainya yang tugas dan fungsi utamanya adalah menunjang proses pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat Tri
Dharma Perguruan Tinggi”.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang dikelola oleh perguruan tinggi dengan tujuan membantu
tercapainya visi, misi dan tujuan perguruan tingginya.
2.2 Tujuan, Fungsi dan Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi
2.2.1 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi
Pendirian perpustakaan perguruan tinggi sudah tentu dengan maksud atau tujuan tertentu yang sesuai dengan tujuan perguruan tinggi dimana perpustakaan tersebut
bernaung. Menurut Sulistyo-Basuki 1993 : 52, bahwa tujuan perpustakaan perguruan tinggi secara umum adalah:
1. Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi, lazimnya staf
pengajar dan mahasiswa. Sering pula mencakup tenaga administrasi perguruan tinggi.
2. Menyediakan bahan pustaka rujukan referens pada semua tingkat akademis,
artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga ke mahasiswa program pasca sarjana dan pengajar.
3. Menyediakan ruangan belajar untuk pemakai perpustakaan.
4. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis pemakai.
5. Menyediakan jasa informasi aktif yang tidak saja terbatas pada lingkungan
perguruan tinggi tetapi juga lembaga industri lokal.
Selain pendapat di atas, Sjahrial-Pamuntjak 2000 : 4 mengemukakan bahwa: Perpustakaan perguruan tinggi bertujuan membantu perguruan tinggi dalam
program pengajaran. Sebagai unsur penunjang tri dharma perguruan tinggi tersebut, perpustakaan merumuskan tujuannya sebagai berikut:
1. Mengadakan buku, jurnal dan pustaka lainnya yang diperlukan untuk dipakai
oleh dosen, mahasiswa, dan staf lainnya bagi kelancaran program pengajaran di perguruan tinggi.
2. Mengadakan buku, jurnal dan merawat pustaka lainnya yang diperlukan
untuk penelitian sejauh mana dana tersedia. 3.
Mengusahakan, menyimpan dan merawat pustaka yang bernilai sejarah yang dihasilkan oleh sivitas akademika.
4. Menyediakan sarana bibliografi yang ada untuk menunjang pemakaian
pustaka. 5.
Menyediakan tenaga yang cukup serta penuh dedikasi untuk melayani kebutuhan pengguna perpustakaan, dan bila perlu mampu memberikan
pelatihan penggunaan pustaka.
6. Bekerja sama dengan perpustakaan lain untuk mengembangkan program
perpustakaan.
Dari kedua uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk memenuhi semua kebutuhan sivitas akademika akan
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
informasi yang dibutuhkan dalam mendukung pencapaian prestasi pada lingkungan akademik maupun pada pengabdian masyarakat selanjutnya.
2.2.2 Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi
Sebagai unsur penunjang perguruan tinggi dalam melaksanakan Tridharma perguruan tinggi yang diembannya, sudah tentu perpustakaan harus dapat melaksanakan
fungsinya dengan baik agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Menurut Sulistyo-Basuki 1993 : 3 fungsi perpustakaan adalah:
a. Sebagai sarana simpan karya manusia
b. Sebagai sumber informasi fungsi informasi
c. Sebagai sarana rekreasi fungsi rekreasi
d. Sebagai sarana pendidikan fungsi pendidikan
e. Sebagai sarana pengembangan kebudayaan fungsi kultural
Selain pendapat di atas, dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman 2004 : 3, dinyatakan bahwa fungsi perpustakaan perguruan tinggi dapat
ditinjau dari berbagai segi, yaitu: 1.
Fungsi edukasi Perpustakaan merupakan sumber belajar para sivitas akademika, oleh karena
itu koleksi yang disediakan adalah koleksi yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, pengorganisasian bahan pembelajaran setiap program
studi, koleksi tentang strategi belajar mengajar dan materi pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran.
2. Fungsi informasi
Perpustakaan merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh pencari dan pengguna informasi.
3. Fungsi riset
Perpustakaan mempersiapkan bahan-bahan primer dan sekunder yang paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Koleksi pendukung penelitian di perpustakaan perguruan tinggi mutlak dimiliki, karena tugas perguruan tinggi
adalah menghasilkan karya-karya penelitian yang dapat diaplikasikan untuk kepentingan pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang.
4. Fungsi rekreasi
Perpustakaan harus menyediakan koleksi rekreatif yang bermakna untuk membangun dan mengembangkan kreativitas, minat dan daya inovasi
pengguna perpustakaan.
5. Fungsi publikasi
Perpustakaan selayaknya juga membantu melakukan publikasi karya yang dihasilkan oleh warga perguruan tinggi yakni sivitas akademika dan staf non
akademik.
6. Fungsi deposit
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Perpustakaan menjadi pusat deposit untuk seluruh karya dan pengetahuan yang dihasilkan oleh warga perguruan tingginya.
7. Fungsi interpretasi
Perpustakaan sudah seharusnya melakukan kajian dan memberikan nilai tambah terhadap sumber-sumber informasi yang dimilikinya untuk
membantu pengguna dalam melakukan dharmanya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa fungsi perpustakaan perguruan tinggi adalah sebagai sumber informasi untuk mendukung kegiatan pembelajaran,
pengorganisasian bahan pembelajaran setiap program studi, koleksi tentang strategi belajar mengajar, materi pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran dan riset
penelitian, serta sarana untuk menyimpan dan publikasi seluruh karya dan pengetahuan yang dihasilkan oleh warga perguruan tinggi.
2.2.3 Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi
Untuk mencapai tujuan dan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, perpustakaan perguruan tinggi mempunyai tugas yang harus dilaksanakan. Rompas
dalam Huda 2007 : 8 menyatakan bahwa tugas pokok perpustakaan dapat dibagi atas 4 kelompok berikut:
a. Mengumpulkan, mengadakan buku dan berbagai penerbitan tertulis dan
terekam. b.
Mengolah berupa diklasifikasi, dikatalog, dan sebagainya bahan pustaka tersebut agar siap dipakai oleh orang yang akan memakainya.
c. Menyimpan, memelihara, dan merawat koleksi bahan pustaka.
d. Memberi pelayanan dan informasi yang disediakan.
Sedangkan dalam Buku Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi 1999 : 5 tugas perpustakaan perguruan Tinggi adalah:
Menyusun kebijakan dan melakukan tugas rutin untuk mengadakan, mengolah, merawat pustaka serta mendayagunakan baik bagi sivitas akademika maupun
masyarakat di luar kampus. Adapun tugas perpustakaan perguruan tinggi adalah:
1.
Mengikuti perkembangan serta perkuliahan dan menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pengajaran.
2. Menyediakan pustaka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas
dalam rangka studinya. 3.
Mengikuti perkembangan mengenai program-program penelitian yang diselenggarakan di lingkungan perguruan tinggi induknya dan berusaha
menyediakan literatur ilmiah dan bahan lain yang diperlukan bagi peneliti.
4. Kemutakhiran koleksi dengan mengikuti terbitan-terbitan yang baru baik
berupa tercetak maupun tidak tercetak.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
5. Menyediakan fasilitas yang memungkinkan pengguna mengakses
perpustakaan lain maupun pangkalan-pangkalan data melalui jaringan lokal intranet maupun global internet dalam rangka pemenuhan kebutuhan
informasi yang diperlukan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa tugas perpustakaan perguruan tinggi adalah mengumpulkan, mengolah, memelihara dan merawat pustaka serta
menyebarluaskan dan mendayagunakan pustaka dengan memberikan fasilitas dalam mengakses pustaka yang tersedia dalam rangka pemenuhan kebutuhan informasi
pengguna.
2.3 Manajemen Pengetahuan
2.3.1 Pengertian Manajemen Pengetahuan
Definisi manajemen pengetahuan masih beragam antar berbagai ahli.
Dalam makalahnya “The ABC’s of Knowledge Management” Santosus dan Jon 2005 : 1
menyatakan“Unfortunately, there’s no universal definition of KM, just as there’s no agreement as to what constitutes knowledge in the first place. For this reason, it’s best to
think of KM in the broadest context” Pendapat di atas menerangkan bahwa tidak ada definisi manajemen pengetahuan
yang universal, sama halnya dengan tidak adanya kesepakatan seperti apa yang membuat pengetahuan menjadi hal utama. Karena itu manajemen pengetahuan sebaiknya
dipikirkan pada konteks yang lebih luas. Secara sederhana, mereka mendefinisikan
manajemen pengetahuan sebagai keseluruhan proses membangkitkan nilai organisasi dari modal intelektual organisasi dan aset berbasis pengetahuan.
Manajemen pengetahuan berakar pada banyak sekali disiplin ilmu, dengan demikian banyak sekali definisi mengenai manajemen pengetahuan. Definisi itu juga makin
bervariasi dilihat dari cara organisasi menggunakan dan memanfaatkan pengetahuan. Cara
pandang terhadap pengetahuan juga menentukan definisi manajemen pengetahuan tersebut.
Beberapa dari definisi tersebut diantaranya seperti yang dikemukakan oleh
Widayana 2005 : 5 bahwa: Manajemen pengetahuan merupakan suatu sistem yang dibuat untuk
menciptakan, mendokumentasikan, menggolongkan dan menyebarkan pengetahuan dalam organisasi. Sehingga pengetahuan mudah digunakan kapan
pun diperlukan, oleh siapa saja sesuai dengan tingkat otoritas dan kompetensinya.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Definisi lain tentang manajemen pengetahuan dikemukakan pula oleh Turban dalam Aripradono 2008 : 5 bahwa “
manajemen pengetahuan adalah sebuah proses yang membantu organisasi melakukan identifikasi, seleksi, organisasi, penyebaran dan transfer
informasi penting dan keahlian yang merupakan bagian dari memori organisasi.” Selain kedua pendapat di atas, Horwitch dan Armacost dalam Sangkala 2007:6
mendefinisikan: Manajemen pengetahuan sebagai pelaksanaan penciptaan, penangkapan,
pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak dengan tepat,
serta memberikan hasil dalam rangka mendukung strategi bisnis.
Untuk melengkapi pengertian-pengertian di atas, Indrajit dalam Mahardhika 2007 : 1 mengemukakan bahwa:
Manajemen pengetahuan merupakan suatu konsep yang berpijak pada kesadaran akan pentingnya mengelola aset pengetahuan, baik yang bersifat tacit berada di
masing-masing individu maupun eksplisit tersebar di berbagai dokumen yang dimiliki perusahaan. Inti pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana
pengetahuan yang dimiliki atau terdapat pada perusahaan dikumpulkan, disimpan, diorganisasikan, disintesakan, disebarkan, dimanfaatkan, dan
didayagunakan seoptimal mungkin bagi individu untuk meningkatkan kinerja bisnis.
Keempat uraian di atas memiliki kesamaan yaitu mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai suatu sistem yang dibuat untuk membantu organisasi dalam
melakukan penciptaan, pendokumentasian, pengumpulan, penyimpanan, penggolongan, pemanfaatan dan penyebaran serta pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat
sehingga mudah digunakan kapan pun diperlukan oleh siapa saja sesuai dengan tingkat otoritas dan kompetensinya.
2.3.2 Manfaat Manajemen Pengetahuan
Pada prinsipnya manfaat dari konsep manajemen pengetahuan adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Webster Online Dictionary 2008 : 2 manfaat
manajemen pengetahuan adalah: 1.
They facilitate the collection, recording, organization, filtering, analysis, retrieval, and dissemination of explicit knowledge. This explicit knowledge
consists of all documents, accounting records, and data stored in computer memories. This information must be widely and easily available for an
organization to run smoothly. A KMS is valuable to a business to the extent that it is able to do this.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
2. They facilitate the collection, recording, organization, filtering, analysis,
retrieval, and dissemination of implicit or tacit knowledge. This knowledge consists of informal and unrecorded procedures, practices, and skills. This
“how-to” knowledge is essential because it defines the competencies of employees. A KMS is of value to a business to the extent that it can codify
these “best practices”, store them, and disseminate them through-out the organization as needed. It makes the company less susceptible to disruptive
employee turnover. It makes tacit knowledge explicit.
3. They can also perform an explicitly strategic function. Many feel that in a
fast changing business environment, there is only one strategic advantage that is truly sustainable. That is to build an organization that is so alert and so
agile that it can cope with any change, no matter how discontinuous. This agility is only possible with an adaptive system like a KMS which creates
learning loops that automatically adjust the organizations knowledge base every time it is used.
4. These three benefits mentioned above can be extended to the whole supply
chain with the use of extranet based knowledge portals.
Pendapat di atas dapat diartikan bahwa manfaat manajemen pengetahuan adalah: 1.
Memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian, penyaringan, analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan eksplisit. Pengetahuan
eksplisit yang dimaksud terdiri dari seluruh dokumen dan data yang disimpan disimpan di komputer. Informasi ini harus secara menyeluruh dan dengan
mudah tersedia untuk kelangsungan organisasi. 2.
Memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian, penyaringan, analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan implisit. Pengetahuan
implisit yang dimaksud terdiri dari prosedur informal dan tidak terekam, latihan dan keahlian. Pengetahuan ini penting karena dapat menunjukkan
kompetensi pegawai. 3.
Dapat menunjukkan fungsi strategis dengan sangat jelas. Banyak yang merasakan bahwa dalam perubahan lingkungan bisnis yang begitu cepat,
hanya ada satu manfaat strategis yang benar-benar dapat bertahan yaitu untuk membangun suatu organisasi agar selalu waspada, gesit dan dapat mengatasi
segala perubahan. Ketangkasan ini hanya mungkin dilakukan dengan mengadaptasi suatu sistem seperti manajemen pengetahuan yang
menciptakan lingkaran pembelajaran yang secara otomatis menyesuaikan dasar pengetahuan organisasi setiap kali digunakan.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
4. Ketiga manfaat yang disebutkan di atas dapat diperluas dengan menggunakan
extranet berbasis portal pengetahuan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa manfaat manajemen pengetahuan
adalah untuk memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian, penyaringan, analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan eksplisit dan pengetahuan implisit,
serta dapat menunjukkan fungsi strategis dengan sangat jelas. Dan manfaat ini dapat diperluas dengan menggunakan extranet berbasis portal pengetahuan.
Menurut Frappaolo dan Toms dalam Dewiyana 2008 : 10, fungsi aplikasi manajemen pengetahuan dalam suatu organisasi ada lima, yaitu:
1. Intermediation: yaitu peran perantara transfer pengetahuan antara penyedia
dan pencari pengetahuan. Peran tersebut untuk mencocokkan to match kebutuhan pencari pengetahuan dengan sumber pengetahuan secara optimal.
Dengan demikian, intermediation menjamin transfer pengetahuan berjalan lebih efisien.
2. Externalization: yaitu transfer pengetahuan dari pikiran pemiliknya ke tempat
penyimpanan repository eksternal, dengan cara seefisien mungkin. Externalization dengan demikian adalah menyediakan sharing pengetahuan.
3. Internalization: adalah
“
pengambilan” extraction pengetahuan dari tempat penyimpanan eksternal, dan penyaringan pengetahuan tersebut untuk
disediakan bagi pencari yang relevan. Pengetahuan harus disajikan bagi pengguna dalam bentuk yang lebih cocok dengan pemahamannya. Maka,
fungsi ini mencakup interpretasi format ulang penyajian pengetahuan.
4. Cognition adalah fungsi suatu sistem untuk membuat keputusan yang
didasarkan atas ketersediaan pengetahuan. Cognition merupakan penerapan pengetahuan yang telah berubah melalui tiga fungsi terdahulu.
5. Measurement, yaitu kegiatan knowledge management untuk mengukur,
memetakan dan mengkuantifikasi pengetahuan korporat dan performance dari solusi knowledge management. Fungsi ini mendukung empat fungsi
lainnya, untuk mengelola pengetahuan itu sendiri.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi aplikasi manajemen pengetahuan adalah sebagai perantara transfer pengetahuan antara penyedia dan pencari
pengetahuan dari pikiran pemiliknya ke tempat penyimpanan repository eksternal.
2.3.3 Ruang Lingkup Manajemen Pengetahuan
Konsep manajemen pengetahuan memiliki ruang lingkup yang luas meliputi teknologi informasi, dukungan dari pihak manajemen, budaya, strategi dan tujuan,
struktur organisasi, motivasi dan manajemen sumber daya manusia. Finerty dalam Handayani 2008 : 38 menyatakan bahwa:
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Terdapat beberapa faktor atau kata kunci dalm rangka mengimplementasikan konsep manajemen pengetahuan dalam perpustakaan, yakni:
1. Creation
Sebagai media untuk melakukan transfer pengetahuan, perpustakaan tidak menciptakan pengetahuan. Namun perpustakaan memiliki andil dalam proses
pemicu berkembangnya pengetahuan. Dengan adanya perpustakaan, pengetahuan dari pengguna perpustakaan akan bertambah.
Hal ini akan mendukung proses pengembangan pengetahuan. Sehingga bila dihubungkan dengan konsep creation, perpustakaan harus mampu
menjadi pemicu trigger bagi perkembangan pengetahuan para penggunanya.
2. Utilization
Konsep utilization berhubungan dengan utilisasi dari sistem itu sendiri. Dalam hal ini, utilisasi sistem perpustakaan adalah bagaimana tingkat utilitas
atau pemakaian dari perpustakaan. Seberapa tinggi tingkat utilitasnya, tergantung pada seberapa sering pengguna user memanfaatkan fasilitas
perpustakaan. Karenanya, perpustakaan harus dirancang sedemikian rupa untuk dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Misalnya, dengan koleksi
buku-buku yang lengkap.
3. Storing
Konsep storing adalah salah satu proses transfer pengetahuan. Dalam hal ini perpustakaan harus mampu menyediakan pelayanan yang memuaskan
bagi pengunjung, seperti prosedur yang tidak rumit untuk pembuatan kartu anggota dan peminjaman, pelayanan yang cepat, keramahan dari petugas
perpustakaan serta didukung oleh fasilitas yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pengunjung.
4. Acquisition
Acquisition berarti kemahiran. Dalam hal ini, transfer pengetahuan yang diberikan oleh perpustakaan harus mampu memberikan nilai tambah bagi
pengunjungnya. Kemahiran dalam hal ini adalah tingkat pemahaman tentang suatu bidang ilmu yang makin bertambah, bertambahnya ketrampilan
terutama dalam hal membaca dan menulis.
5. Distributionsharing
Berdasarkan konsep ini, perpustakaan harus mampu berfungsi sebagai transfer pengetahuan. Artinya, bagaimana mentransfer pengetahuan yang ada
dalam buku-buku ke dalam pemikiran penggunanya. Perpustakaan harus mampu memberikan kondisi dimana proses transfer pengetahuan dapat
berjalan dengan sempurna.
6. Structure
Konsep struktur mengarah tentang bagaimana struktur transfer pengetahuan. Perpustakaan harus mampu mendesain struktur yang benar-
benar mendukung tujuan utama, yaitu transfer pengetahuan. Karenanya, perpustakaan harus dirancang sedemikian rupa agar business prosess tidak
terlalu panjang dan tidak menghabiskan banyak waktu.
7. Technology
Teknologi adalah suatu alat tool yang digunakan dalam mengembangkan sistem perpustakaan. Perkembangan teknologi informasi
akan memberikan kemudahan kepada pengguna perpustakaan dan sistem
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
pelayanannya. Perpustakaan harus menggunakan keunggulan teknologi informasi jika tidak ingin tertinggal. Beberapa bagian penting dari teknologi
informasi yang diperlukan meliputi perangkat keras hardware, perangkat lunak software dan jaringan network. Perangkat keras yang diperlukan
dalam sistem perpustakaan antara lain, CPU, storage, media penghubung, kabel dan lain-lain. Perangkat lunak yang diperlukan adalah program untuk
sistem perpustakaan. Namun tanpa membangun jaringan dengan dunia luar, perpustakaan ibarat
” katak dalam tempurung
” .
8. Measurement
Diperlukan pengukuran untuk mengetahui apakah implementasi KM telah berlangsung dengan baik. Konsep ini mengarah kepada pengukuran
secara kuantitatif. Dengan parameter yang jelas. 9.
Organizational Design Konsep ini mengarah kepada struktur organisasi perpustakaan. Struktur
oraganisasi perpustakaan harus berorientasi pada kebutuhan. Artinya jangan sampai struktur dibuat terlalu birokratis dan terlalu banyak jabatan yang
kurang perlu. Dalam hal ini perlu dilakukan analisis jabatan job analysis. Hal ini akan menghilangkan jabatan-jabatan yang kurang perlu. Dengan
demikian, efektifitas dan efisiensi sistem organisasi dapat tercapai.
10. Culture
Perpustakaan harus memiliki kontribusi dalam menumbuhkembangkan budaya. Sesuai dengan kapasitasnya, perpustakaan harus mampu
menumbuhkan nilai budaya membaca yang masih kurang di Indonesia.
Kemudian kesepuluh faktor di atas dibagi atas dua lapisan yaitu: Manajemen pengetahuan memiliki ruang lingkup dua lapisan. Lapisan pertama
adalah proses process meliputi utilization, storing, acquisition, distributionsharing dan creation. Lapisan kedua meliputi structure, technology,
measurement, organizational design, dan culture. Kedua lapisan tersebut terintegrasi membentuk ruang lingkup knowledge management. Finerty dalam
Muttaqien, 2006 : 9
Selain pendapat di atas, Bennet dalam Fajar 2009 : 9, menyatakan bahwa terdapat 5 kategori ruang lingkup manajemen pengetahuan diantaranya adalah:
1. Teknologi: berkaitan erat dengan beberapa hal yaitu memberdayakan,
memfasilitasi dan menyebarluaskan inovasi keseluruh organisasi. 2.
Isi Content: berkaitan dengan nilai, relevansi dan keadaan informasi yang terkini
3. Proses: berkaitan dengan pengelompokan, pengumpulan, penyelarasan
synchronize, menganalisa dan penyebaran informasi. 4.
Budaya culture: berkaitan dengan komitmen, memberikan informasi ke orang lain sharing, saling bertukar exchange dan membangun hubungan
relationship.
5. Pembelajaran Learning: berkaitan dengan membangun kontekstual,
membuat dan mengembangkan proses transfer ilmu.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Dari kedua pendapat di atas terdapat beberapa kesamaan yaitu ruang lingkup manajemen pengetahuan terdiri atas proses, teknologi dan budaya. Perbedaannya adalah
terdapat beberapa penambahan kategori yang meliputi struktur, ukuran, desain organisasi, isi content, dan pembelajaran learning.
2.3.4 Strategi Penerapan Manajemen Pengetahuan
Ada tiga aspek yang berkaitan dengan penerapan manajemen pengetahuan di organisasi. Dewiyana 2008 : 12 menyatakan bahwa ketiga aspek tersebut adalah:
1. People aspects, yaitu terdiri dari pendidikan, pengembangan, rekrutmen,
motivasi, retensi, organisasi, uraian pekerjaan, perubahan budaya perusahaan, dan mendorong adanya pengembangan pemikiran, kerjasama dan partisipasi
seluruh pegawai share knowledge to creating value through social interaction.
2. Process aspects, yaitu terdiri dari proses inovasi, continues improvement, dan
perubahan radikal seperti reengineering. 3.
Technology aspects, yaitu terdiri dari informasi dan decision support system, knowledge-based system, dan data mining system.
Pendapat di atas menguraikan bahwa ada tiga aspek yang berkaitan dengan penerapan manajemen pengetahuan, yaitu orang, proses, dan teknologi. Ketiga aspek
tersebut saling berhubungan, saling mempengaruhi dan saling melengkapi. Menurut Sangkala 2007 : 201 terdapat sepuluh langkah strategi untuk
menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasi, antara lain: 1.
Analisis infrastruktur yang ada 2.
Mengaitkan manajemen pengetahuan dengan strategi bisnis 3.
Mendesain infrastruktur manajemen pengetahuan 4.
Mengaudit aset dan sistem pengetahuan yang ada 5.
Mendesain tim manajemen pengetahuan 6.
Menciptakan blueprint manajemen pengetahuan 7.
Pengembangan sistem manajemen pengetahuan 8.
Prototipe dan uji coba 9.
Pengelola perubahan, kultur dan struktur penghargaan 10.
Evaluasi kinerja, mengukur roi, dan perbaikan sistem manajemen pengetahuan.
Sedangkan menurut Brooking dalam Dewiyana 2008 : 15, ada empat langkah strategis aplikasi manajemen pengetahuan di perpustakaan, yaitu:
1. Identify knowledge, yaitu mengidentifikasi pengetahuan, termasuk level dan
fungsinya yang sebenarnya. 2.
Audit knowledge yaitu mengidentifikasi pengetahuan optimal yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang optimal.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
3. Document knowledge, yaitu mendokumentasikan asset pengetahuan
menggunakan sistem dan alat-alat berbasis pengetahuan. 4.
Disseminate knowledge, yaitu menyebarkan pengetahuan Kedua pendapat di atas dapat mengindikasikan bahwa strategi penerapan
manajemen pengetahuan terdiri dari mengidentifikasi, mengaudit dan mendokumentasikan asset pengetahuan yang ada, kemudian membangun infrastruktur
komunikasi menggunakan metode dan alat-alat modern untuk penyebaran dan pengaksesan ke sumber informasi dan pengetahuan baik dari dalam maupun dari luar
organisasi.
2.3.5 Aktivitas Manajemen Pengetahuan
Manajemen pengetahuan bagi perpustakaan sebenarnya bukan hal yang baru. karena aktivitas manajemen pengetahuan merupakan aktivitas keseharian di
perpustakaan dan semua aktivitas manajemen pengetahuan identik dengan kegiatan rutin di perpustakaan yang meliputi pengadaan, penyaringan, pengorganisasian, penyimpanan,
penyebaran dan akses, serta pemanfaatan pengetahuan. Menurut definisi konsultan internasional terkemuka Accenture yang dikutip oleh
Kaham 2008 : 1, manajemen pengetahuan adalah “suatu proses pengelolaan sistematis yang berkaitan dengan aktivitas penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, dan
pendistribusian informasi, pengetahuan, dan pengalaman untuk menunjang pencapaian tujuan organisasi.”
Sedangkan Sangkala 2007 : 95 menyatakan bahwa “aktivitas utama manajemen pengetahuan terdiri dari penciptaan pengetahuan, akuisisi pengetahuan, transfer dan
pengubahan pengetahuan, serta penyimpanan dan penggunaan kembali pengetahuan.” Selain itu Davenport et.al dalam Setiarso 2007 : 4 menjelaskan sasaran umum
dari sistem knowledge management dalam praktek adalah sebagai berikut: 1.
Menciptakan knowledge : knowledge diciptakan begitu manusia menentukan cara baru untuk melakukan sesuatu atau menciptakan know-how. Kadang-
kadang knowledge eksternal dibawa ke dalam organisasiinstitusi;
2. Menangkap knowledge : knowledge baru diidentifikasikan sebagai bernilai
dan direpresentasikan dalam suatu cara yang masuk akal; 3.
Menjaring knowledge : knowledge baru harus ditempatkan dalam konteks agar dapat ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan kedalaman manusia kualitas
tacit yang harus ditangkap bersamaan dengan fakta explicit;
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
4. Menyimpan knowledge : knowledge yang bermanfaat harus disimpan dalam
format yang baik dalam penyimpanan knowledge, sehingga orang lain dalam organisasi dapat mengaksesnya;
5. Mengolah knowledge : seperti perpustakaan, knowledge harus dibuat up-to-
date. Hal tersebut harus di review untuk menjelaskan apakah relevan atau akurat.
6. Menyebarluaskan knowledge : knowledge harus tersedia dalam format yang
bermanfaat untuk semua orang dalam organisasi yang memerlukan, dimanapun dan tersedia setiap saat.
Dari ketiga pendapat di atas dapat diketahui bahwa aktivitas manajemen pengetahuan terdiri dari penciptaan pengetahuan, pengadaan dan perekaman
pengetahuan, penyaringan pengetahuan, pengorganisasian pengetahuan, penyimpanan pengetahuan, penyebaran dan akses pengetahuan, dan pemanfaatan pengetahuan.
Dalam melaksanakan aktivitas manajemen pengetahuan di atas tentunya diperlukan pegawai yang mampu melaksanakan seluruh aktivitas tersebut. Kompetensi
yang dianggap esensial untuk memasuki ruang lingkup manajemen pengetahuan sebagaimana yang dikemukakan oleh praktisi terkemuka dari Amerika dan Eropa pada
Chief Knowledge Officers Summit tahun 2000 dalam Kamil 2005:20 adalah: •
Kemampuan untuk belajar. •
Memiliki prakarsa diri. •
Mampu bekerja sama dalam sebuah kelompok. •
Intellectual linking: mampu bekerja dengan melihat fungsi dan kebutuhan organisasi secara keseluruhan.
• Memiliki rasa rendah hati dalam artian memahami bahwa orang lain
mungkin mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui dan kita mampu belajar dari kesalahan kemampuan untuk berpikir dan bertindak dengan fokus akan
hasil akhir.
• Kemampuan untuk menangani masalah kompleks.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan manajemen pengetahuan dibutuhkan suatu kompetensi yang terdiri dari adanya kemampuan untuk
belajar, mampu bekerja sama, memiliki prakarsa diri dan intellectual linking, serta mampu untuk menangani masalah yang kompleks.
2.3.6 Model Manajemen Pengetahuan
Manajemen pengetahuan bukan perkara yang sederhana, karena luas dan kompleksnya bidang manajemen pengetahuan ini para ahli mencoba membangun model
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
untuk manajemen pengetahuan. Manajemen Pengetahuan dilaksanakan dalam sistem pengelolaan pengetahuan, atau Knowledge Management System KMS. Sebagian besar
organisasi yang menerapkan KMS, menggunakan pendekatan tiga-cabang untuk mengelola pengetahuannya, yaitu – Manusia People, Proses Process, dan Teknologi Technology.
Penekanan terhadap tiap-tiap elemen bisa berbeda di setiap bagian organisasi.
Salah satu model manajemen pengetahuan dikemukakan oleh Oluic-Vukovic dalam Elita 2005 : 11 yaitu:
yang menguraikan 5 langkah dalam rantai pemrosesan pengetahuan yaitu pengumpulan, penyusunan, penyaringan, penyampaian dan penyebaran. Model
ini melingkup i lebih lengkap lagi cakupan aktifitas yang dilibatkan dalam aliran
pengetahuan organisasi. Hampir menyerupai proses siklus hidup informasi yang
menyarankan sekali lagi aspek yang saling berhubungan dari Information
Management dan Knowledge Management.
Selain model di atas, Liebowitz dalam Sulistyo-Basuki 2007 : 2 menyatakan bahwa:
Membuat model KM pengolahan informasi yang memusatkan pada proses yang berkaitan dengan perolehan, kodifikasi, distribusi dan pendayagunaan
pengetahuan terutama pengetahuan eksplisit serta proses yang diasosiasikan dengan menerjemahkan pengetahuan implisit menjadi pengetahuan eksplisit.”
Menurut von Kroogh and Roos, Nonaka and Takeuchi, Choo, Wigg, Boisot, dan
Complex Adaptive System
yang dikutip oleh Keramati dan Sarami 2008:4 terdapat 6 model manajemen pengetahuan, yaitu:
1. The von Krogh and Roos Model of Organizational Epistemology
The von Krogh and Roos KM model takes an organizational epistemology approach and emphasizes that knowledge resides both in the minds of
individuals and in the relations they form with other individuals.
2. The Nonaka and Takeuchi knowledge spiral Model
The Nonaka and Takeuchi KM model focuses on knowledge spirals that explain the transformation of tacit knowledge into explicit knowledge and
then back agains as the basis for individual, group, and organizational innovation and learning.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
3. The Choo sense-making KM Model
Choo has described a model of knowledge management that stresses sense making, knowledge creation and decision making concepts, bounded
rationality. The Choo KM model focuses on how information elements are selected and subsequently fed into organizational actions.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Build Knowledge
Hold Knowledge
Pool Knowledge
Use Knowledge
Learn from personal experience Formal education training
Intelligence sources Media, books
In people In tangible forms
KM system intranet, dbase Group of people
In work context Embedded in work processes
In the sense-making stage; one attempts to make sense of the information streaming in from the external environment.
Knowledge creating may be viewed as the transformation of personal knowledge between individuals through dialogue, discourse, sharing, and
storytelling. Decision making is situated in rational decision-making models that are used
to identify and evaluate alternatives by processing the information and knowledge collected to date.
4. The Wiig Model for Building and using knowledge
The Wiig KM model is based on the principle that in order for knowledge to be useful and valuable, it must be organized through a form of semantic
network that is connected, congruent, and complete, and that has perspective and purpose.
5. The Boisot I-Space KM Model
The Boisot KM model is based on the key concept of an information good that differs from a physical asset. Boisot distinguishes information from data
by emphasizing that information is what an observer will extract from data as a function of his or her expectations or prior knowledge.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Phase Name
Description
1 Scanning
Identifying threats and opportunities in generally available but often fuzzy data—i.e., weak signals. Scanning patterns
such data into unique or idiosyncratic insights that then become the possession of individuals or small groups.
Scanning may be very rapid when the data is well codified and abstract and very slow and random when the data is
uncodified and context-specific
2 Codification The process of giving structure and coherence to such
insights—i.e., codifying them. In this phase they are given a definite shape and much of the uncertainty initially
associated with them is eliminated. Problem ∫
solving initiated in the uncodifiedregionof the I
∫ Space is often
both risky and conflict ∫
laden. 3
Abstraction Generalizing the application of newly codified insights to
a wider range of situations. This involves reducing them to their most essential features–i.e., conceptualizing them.
Problem solving and abstraction often work in tandem
4 Diffusion
Sharing the newly created insights with a target population. Thediffusion of well codified and abstract data
to a large population will be technically less problematic than that of data which is uncodifiedand context–specific.
Only a sharing of context by sender and receiver can speed up the diffusion of uncodifieddata; the probability
of a shared context is inversely achieving proportional to population size.
5 Absorption
Applying the new codified insights to different situations in a “learning by doing”or a “learning by using”fashion.
Over time, such codified insights come to acquire a penumbra of uncodifiedknowledge which helps to guide
their application in particular circumstances.
6 Impacting
The embedding of abstract knowledge in concrete practices. The embedding can take place in artifacts,
technical or organizational rules, or in behavioral practices. Absorption and impact often work in tandem.
6. Complex Adaptive System Models of KM
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Organizational intelligence
Shared purpose
Multi- dimensionality
Knowledge centricity
Optimum complexity
Selectivity Permeable boundaries
Creativity Complexity
Change flow
The ICAS
intelligent complex adaptive systems
is a conceptual model developed to bring out the most important capabilities necessary to live and
contribute in an unpredictable, dynamic, and complex society.
Keenam model di atas dapat diartikan sebagai berikut:
1. The von Krogh and Roos Model of Organizational Epistemology
Model manajemen pengetahuan The von Krogh and Roos menggunakan pendekatan epistemology organisasi dan menekankan bahwa pengetahuan
berada dalam pikiran individu dan dalam hubungan yang mereka bentuk dengan individu lainnya.
2. The Nonaka and Takeuchi knowledge spiral Model
The Nonaka and Takeuchi menekankan pada spiral pengetahuan yang menjelaskan transformasi dari pengetahuan tacit ke pengetahuan eksplisit dan
kemudian kembali lagi sebagai dasar inovasi dan pengetahuan bagi individu, group, dan organisasi.
3. The Choo sense-making KM Model
Model manajemen pengetahuan ini menekankan pada sense-making masuk akal, penciptaan pengetahuan dan konsep pengambilan keputusan, yang
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
masuk akal. Model KM Choo fokus pada bagaimana unsur-unsur informasi dipilih dan sesudah itu dimasukkan dalam tindakan organisasi.
Pada tahap sense-making dibuat satu usaha untuk dapat dimengerti menyangkut arus informasi dari dalam lingkungan eksternal.
Penciptaan pengetahuan dapat dipandang sebagai perubahan bentuk dari pengetahuan pribadi antar individu melalui dialog, ceramah, sharing, dan
berceritera. Pengambilan keputusan diposisikan dalam model pengambilan keputusan
yang masuk akal yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi dengan mengolah pengetahuan dan informasi yang dikumpulkan sampai saat
ini. 4.
The Wiig Model for Building and using knowledge Model ini didasarkan pada prinsip bahwa agar pengetahuan menjadi berguna
dan bernilai, pengetahuan itu harus diorganisir melalui suatu bentuk dari jaringan semantik yang berhubungan, sama dan sebangun, dan lengkap, serta
memiliki prospek dan tujuan. 5.
The Boisot I-Space KM Model Model ini didasarkan pada konsep bahwa informasi berbeda dari aset fisik.
Boisot membedakan informasi dari data dengan menekankan bahwa informasi adalah hasil ekstrak dari data yang merupakan pra-pengetahuan.
6. Complex Adaptive System Models of KM
ICAS intelligent complex adaptive system adalah suatu model konseptual yang dikembangkan untuk menunjukkan kemampuan terpenting untuk hidup
dan menyumbang dalam suatu masyarakat yang tidak dapat diramalkan, dinamis, dan kompleks.
Karakter dibutuhkan untuk sukses dan bertahan: 1.
Organizational intelligence 2.
Shared purpose 3.
Selectivity 4.
Optimum complexity 5.
Permeable boundaries 6.
Knowledge centricity
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
7. Flow
8. Multidimensionality
Ketika diterapkan pada organisasi, Wigg memperluas pandangan kecerdasaninteligen ini dan mempertimbangkan kemampuan seseorang
untuk berpikir, memberi alasan, memahami, dan bertindak. Ia menganggap kecerdasaninteligen yang dipergunakan dalam organisasi yang meliputi
kemampuan untuk menginovasi, memperoleh pengetahuan, dan menerapkan pengetahuan itu pada situasi yang relevan. Dari suatu sudut pandang
organisasi, pekerja dan organisasi mereka dapat memperlihatkan perilaku cerdas
Proses pengelolaan pengetahuan Knowledge Management System Process dalam organisasi terdiri dari 7 proses Asro, 2008 : 4, yaitu:
1. Penetapan Sasaran Pengetahuan.
Tujuan proses ini adalah menentukan jenis dan tingkat pengetahuan yang diperlukan oleh suatu organisasi. Jenis dan tingkat pengetahuan yang
diperlukan tersebut dapat diketahui dengan melihat: 1 Sasaran dan strategi organisasi; 2 Kelemahan organisasi; 3 Key sucess factor organisasi; 4
Value chain organisasi. Penjelasannya adalah sbb: Pada dasarnya setiap organisasi baik itu berupa perusahaan, unit kerja dalam perusahaan maupun
organisasi sosial memiliki sasaran yang hendak dicapai. Untuk mencapai sasaran tersebut, organisasi menyusun suatu strategi. Agar strategi bisa
berjalan, organisasi membutuhkan berbagai sumber daya termasuk sumber daya pengetahuan. Jadi, pengetahuan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi
dapat diperoleh dengan melihat sasaran dan strategi organisasi tersebut. Selain itu, pengetahuan yang diperlukan oleh organisasi juga dapat diketahui
dengan melihat apa yang menjadi kelemahan organisasi tersebut dibandingkan dengan pesaingnya, hal ini disebabkan pengetahuan yang
seharusnya diperlukan tetapi tidak dimiliki organisasi akan menjadi kelemahan organisasi tersebut. Selain itu, identifikasi pengetahuan yang
diperlukan oleh organisasi dapat juga dilakukan dengan melihat faktor kunci sukses key success factor – KSF dari organisasi tersebut. KSF merupakan
faktor-faktor yang harus dimiliki suatu organisasi agar bisa menjadi pemain yang diperhitungkan. Jadi dengan mengetahui KSF, dapat diidentifikasi
ragam pengetahuan yang diperlukan. Pendekatan lainnya untuk mengetahui pengetahuan yang diperlukan organisasi adalah dengan memanfaatkan
diagram rantai nilai value chain yang dikembangkan oleh Michael Porter. Dalam rantai nilai, terdapat 5 kegiatan utama primary activities dan 4
kegiatan pendukung support activities. Masing-masing kegiatan memiliki indikator kinerja. Kinerja tersebut bisa dicapai jika organisasi tersebut
memiliki pengetahuan yang yang diperlukan, sebaliknya jika kinerja tidak
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
tercapai, maka kemungkinan organisasi belum memiliki pengetahuan yang diperlukan.
2. Evaluasi Pengetahuan.
Proses ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi pengetahuan yang sudah dimiliki organisasi dan sekaligus mengukur tingkat pengetahuan
yang dimiliki tersebut. Hasil evaluasi pengetahuan kemudian dibandingkan dengan pengetahuan yang seharusnya dimiliki organisasi yang diperoleh dari
proses sebelumnya penetapan sasaran pengetahuan, sehingga dapat diketahui apakah organisasi tersebut sudah memiliki pengetahuan yang
memadai atau tidak. Evaluasi pengetahuan yang dimiliki organisasi dapat dilakukan dengan melihat: 1 Kekuatan dan kelemahan organisasi; dan 2
Value chain organisasi. Kekuatan organisasi menunjukan bahwa ragam pengetahuan yang dimiliki lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya,
sebaliknya kelemahan akan menunjukan bahwa pengetahuannya masih dibawah pesaingnya. Pada diagram rantai nilai value chain, setiap kegiatan
baik kegiatan primer maupun kegiatan pendukung memiliki indikator yang merupakan ukuran keberhasilan yang ditetapkan. Jika kinerja tercapai berarti
pengetahuan yang dimiliki organisasi sudah memadai, sebaliknya jika tidak tercapai, maka berarti pengetahuan organisasi masih belum memadai
dibandingkan dengan yang dibutuhkan.
3. Akusisi Pengetahuan.
Melalui penetapan sasaran pengetahuan dan evaluasi pengetahuan, dapat diketahui jenis dan tingkat pengetahuan yang sudah dimiliki organisasi dan
pengetahuan yang belum dimiliki namun sangat diperlukan untuk mencapai sasaran organisasi kesenjangan pengetahuan. Akusisi pengetahuan
merupakan kegiatan untuk memperkecilmenghilangkan kesenjangan ini. Proses akusisi pengetahuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara
lain pelatihan, riset, kerja sama dengan organisasi lain, perekrutan tenaga profesional, konsultasi, seminarworkshop, dsbnya.
4. Pengembangan Pengetahuan.
Perlu diketahui, bahwa tidak semua pengetahuan yang diperlukan organisasi tersedia di lingkungan eksternal. Hal ini umumnya terjadi pada
perusahaan yang menjadi pemimpin pasar, atau pada perusahaan yang beroperasi pada lingkungan yang sangat turbulen. Jika hal ini terjadi, maka
organisasi harus mengembangkan sendiri pengetahuan yang diperlukannya tersebut.
5. Distribusi Pengetahuan.
Seorang karyawan yang baru pulang dari mengikuti pelatihan atau workshop misalnya, seringkali hanya menyimpan saja pengetahuan yang
baru dimilikinya tersebut untuk dirinya sendiri dan tidak membaginya dengan karyawan lainnya, sehingga di organisasi tersebut hanya dia sendiri yang
mngetahui pengetahuan baru tersebut. Dibanyak organisasi, kejadian ini sering kali ditemukan, jadi tidak heran jika banyak organisasi yang memiliki
anggaran pelatihan yang besar tetapi tidak mampu menunjukan kinerja yang baik. Dalam proses distribusi pengetahuan, diharapkan setiap karyawan
dapat berbagi pengetahuan baru yang dimilikinya. Dengan distribusi pengetahuan diharapkan agar pengetahuan yang dimiliki oleh seorang
karyawan dapat disebarkan ke sebanyak mungkin karyawan lainnya di
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
organisasi. Distribusi pengetahuan tidak hanya terjadi antara individu karyawan, tetapi bisa juga antara unit kerja. Banyak organisasi yang
memiliki keunggulan pada salah satu unit kerjanya. Unit kerja yang unggul tersebut dapat menularkan keunggulannya melalui penyebaran pengetahuan
dan pengalamannya ke unit kerja lainnya.
6. Pemanfaatan Pengetahuan.
Pengetahuan yang baru diperoleh baik melalui proses akusisi eksternal maupun melalui proses pengembangan dan distribusi internal baru akan
bermakna jika pengetahuan baru tersebut dimanfaatkan atau diaktualisasikan dalam kegiatan sehari-hari di organisasi. Proses pemanfaatan pengetahuan
ini dilakukan melalui asimilasikombinasi pengetahuan baru dengan pengetahuanpengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya dalam bentuk cara
pandang baru, cara kerja baru atau kebijakan baru.
7. Pemeliharaan Pengetahuan.
Pengetahuan yang sudah dimiliki organisasi baik melalui akusisi maupun pengembangan harus dipelihara sehingga tidak hilang dan terlupakan.
Pengetahuan bisa hilang karena adanya perubahan personil yang memiliki pengetahuan, misalnya karena promosi, mutasi, pensiun, mengundurkan diri
atau karena meninggal dunia. Pengetahuan yang ada juga bisa terlupakan jika tidak ada lagi kegiatan organisasi yang membutuhkan pengetahuan
tersebut. Proses penyimpanan pengetahuan merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memastikan bahwa pengetahuan organisasi selalu terpelihara
dan tersimpan dalam bentuk yang mudah diakses, misalnya dalam bentuk electronic file, tata kerja, working file, dsbnya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa proses pengelolaan pengetahuan dalam organisasi terdiri dari 7 proses yaitu penetapan sasaran pengetahuan, evaluasi
pengetahuan, akusisi pengetahuan, pengembangan pengetahuan, distribusi pengetahuan, pemanfaatan pengetahuan, dan pemeliharaan pengetahuan.
2.4 Koleksi Perpustakaan
Koleksi merupakan salah satu unsur pokok yang dimiliki oleh perpustakaan dalam mendukung berjalannya kegiatan pelayanan dan pemanfaatan koleksi karena
koleksi dapat dijadikan daya tarik suatu perpustakaan agar selalu dimanfaatkan secara maksimal. Koleksi yang dimiliki pun harus sesuai dengan kebutuhan pengguna dalam
melaksanakan program kegiatan perguruan tinggi tempat perpustakaan tersebut bernaung.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003 : 580 dikemukakan bahwa “koleksi adalah kumpulan yang berhubungan dengan studi penelitian”. Sedangkan
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
menurut Siregar 2002 : 2 “koleksi adalah semua bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah dan disimpan disajikan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan pengguna
akan informasi”. Selain kedua pendapat di atas, Sutarno 2006 : 70 mengemukakan bahwa
“koleksi perpustakaan mencakup bahan pustaka tercetak seperti buku, majalah, surat kabar, bahan pustaka terekam dan elektronik seperti kaset, video, piringan disk, film
strip dan koleksi bentuk tertentu, seperti lukisan, alat peraga, globe, foto, dan sebagainya”.
Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat diketahui bahwa koleksi perpustakaan adalah kumpulan bahan pustaka baik berbentuk tercetak, terekam dan elektronik yang
diolah, disimpan dan disajikan untuk memenuhi kebutuhan seluruh sivitas akademika akan informasi.
Koleksi yang disediakan oleh suatu perpustakaan terdiri atas beberapa jenis dan jenis-jenis koleksi yang disediakan tersebut haruslah sesuai dengan kebutuhan
penggunanya. Menurut Sumardji 1988 : 13 koleksi perpustakaan terdiri atas: 1.
Berdasarkan cara menghasilkannya, koleksi perpustakaan terdiri dari: •
Koleksi berupa naskah yang ditulis dengan tulisan tangan asli, misalnya manuskrip;
• Koleksi berupa karya cetakan, misalnya buku-buku, majalah-majalah, surat
kabar; •
Koleksi berupa karya alihan dari karya tulisan tangan asli maupun karya cetakan ke karya grafis dengan alat elektronik ataupun fotografi, misalnya
film, slide, piringan hitam, tape, dan lain-lain;
2. Berdasarkan bentuknya, koleksi perpustakaan terdiri dari:
• Buku, seperti buku teks, fiksi maupun non-fiksi, dan buku referensi seperti
kamus, ensiklopedia, almanak, buku pegangan, bibliografi, indek, abstrak, peta, dan sebagainya;
• Penerbitan pemerintah, seperti Lembaran Negara, Tambahan Lembaran
Negara, Berita Negara, Tambahan Berita Negara, Himpunan Peraturan- peraturan Pemerintah, dan sebagainya;
• Laporan penelitian, paper, skripsi, thesis, disertasi;
• Majalah, baik yang umum maupun yang khusus;
• Surat kabar;
• Karya alihan tulisan-tulisan ataupun cetakan-cetakan yang telah dibuat
menjadi film, slide, piringan hitam, tape, dan sebagainya; •
Manuskrip; dan lain sebagainya Sedangkan dalam buku Pedoman Umum Perpustakaan Perguruan Tinggi 1979 :
38 yang termasuk komponen koleksi perpustakaan perguruan tinggi adalah:
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
a. Buku teks, baik untuk mahasiswa maupun untuk dosen, baik yang diwajibkan
maupun yang dianjurkan untuk mata kuliah tertentu. b.
Buku referens, termasuk buku referensi umum, referensi bidang studi khusus, alat-alat bibliografi seperti indeks, abstrak, laporan tahunan, kamus,
ensiklopedia, katalog, buku pegangan, dan lain-lain
c. Pengembangan ilmu, yang melengkapi dan memperkaya pengetahuan
pemakai selain dari bidang studi dasar d.
Terbitan berkala seperti majalah, surat kabar, dan lain-lain e.
Terbitan perguruan tinggi yaitu terbitan yang diterbitkan oleh perguruan tinggi, baik perguruan tinggi dimana perpustakaan tersebut bernaung maupun
penerbit perguruan tinggi lainnya
f. Terbitan pemerintah yaitu terbitan resmi baik yang bersifat umum maupun
yang menyangkut kebutuhan perguruan tinggi yang bersangkutan g.
Koleksi khusus, yang berhubungan dengan minat khusus perpustakaan, seperti koleksi tentang kebudayaan daerah tertentu, subjek tertentu dan lain
sebagainya
h. Koleksi bukan buku, yaitu merupakan koleksi audio visual seperti film, tape,
kaset, video tape, piringan hitam, dan sejenisnya.
Dari kedua pendapat yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa koleksi perpustakaan terdiri dari:
1. Buku, seperti buku teks, fiksi maupun non-fiksi, dan buku referensi seperti
kamus, ensiklopedia, almanak, buku pegangan, bibliografi, indek, abstrak, peta, dan sebagainya.
2. Terbitan pemerintah, seperti Lembaran Negara, Tambahan Lembaran
Negara, Berita Negara, Tambahan Berita Negara, Himpunan Peraturan- peraturan Pemerintah, dan sebagainya
3. Terbitan berkala, seperti majalah, surat kabar, dan lain-lain.
4. Terbitan perguruan tinggi, seperti skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian,
dan sebagainya. 5.
Koleksi bukan buku, seperti film, slide, piringan hitam, tape, video kaset, dan sejenisnya.
2.5 Repository dan Grey Literature