Analisis Ukuran Partikel HASIL DAN PEMBAHASAN

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Selanjutnya, dilakukan penetapan kurva kalibrasi yang bertujuan untuk mendapatkan persamaan regresi yang akan digunakan untuk menghitung kadar senyawa fenolat yang tidak terjerap dalam niosom. Penentuan kadar senyawa fenolat yang tidak terjerap dalam niosom menggunakan larutan standar asam galat dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50, 60, 70, dan 80 µg mL dengan blanko PBS phosphate buffer saline. Masing-masing seri konsentrasi larutan di vortex terlebih dahulu sebelum diinkubasi agar larutan bercampur homogen. Hasil dari pengukuran absorbansi sejumlah larutan standar asam galat pada panjang gelombang 756 nm diperoleh persamaan regresi y = 0,011x + 0,005 dengan r = 0,9999. Nilai ini menunjukkan bahwa absorbansi dengan konsentrasi memberikan hubungan yang linier, sehingga dapat digunakan untuk perhitungan kadar obat yang tidak terjerap dalam niosom. Adapun kurva kalibrasi asam galat dalam PBS dapat dilihat pada Gambar 4.5. Metode yang digunakan untuk memisahkan antara obat bebas dan obat yang terjerap niosom adalah dengan menggunakan teknik ultrasentrifugasi. Prinsipnya adalah pemisahan obat yang tidak terjerap dari suspensi niosom. Vesikel niosom yang telah terbentuk disentrifugasi selama 50 menit pada 50.000 rpm dan suhu 4°C. Supernatan hasil sentrifugasi merupakan kadar senyawa fenolat yang tidak terjerap dan dapat diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer. Jika jumlah obat yang terdeteksi pada supernatan sama dengan jumlah obat yang ditambahkan ke dalam formula maka dapat diasumsikan bahwa tidak ada obat yang terjerap, tetapi jika berbeda diperkirakan telah terbentuk niosom yang dapat membawa obat Blazek-Rhodes, 2001. Kadar senyawa fenolat yang tidak terjerap dalam niosom ditentukan dengan memasukkan absorbansi supernatan pada kurva kalibrasi. Pengukuran dilakukan secara duplo dan dihitung rata-rata kadar yang dihasilkan dari dua kali pengukuran masing-masing formula niosom. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh bahwa jumlah senyawa fenolat yang terdeteksi pada supernatan berbeda dengan jumlah senyawa fenolat yang ditambahkan ke dalam formula, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses hidrasi dapat menghasilkan niosom yang dapat menjerap senyawa aktif. Perhitungan kadar total senyawa fenolat yang tidak terjerap pada masing-masing formula niosom dapat dilihat pada Lampiran 14. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penentuan persen efisiensi penjerapan niosom yang mengandung ekstrak etanol 96 kulit batang nangka dihitung dengan membandingkan total senyawa fenolat yang terjerap dalam niosom dengan total senyawa fenolat yang terdapat dalam formula. Masing-masing formula niosom mengandung 100 mg ekstrak etanol 96 kulit batang nangka, sehingga total senyawa fenolat yang ditambahkan ke dalam masing-masing formula adalah 6,13 x 100 mg = 6,13 mg. Perhitungan persen efisiensi penjerapan masing-masing formula niosom dapat dilihat pada Lampiran 15. Tabel 4.5 Data Persen Efisiensi Penjerapan Formula Jumlah senyawa fenolat yang terjerap mg Persen efisiensi penjerapan F1 3,41 55,63 F2 4,07 66,46 F3 4,18 68,17 Berdasarkan data persen efisiensi penjerapan Tabel 4.5 formula niosom yang dipreparasi dengan metode hidrasi lapis tipis menggunakan perbedaan rasio konsentrasi kolesterol:surfaktan 1:1, 1:2, dan 1:3 memiliki efisiensi penjerapan berturut-turut sebesar 55,63, 66,46, dan 68,17. Data tersebut menunjukkan bahwa dengan peningkatan konsentrasi surfaktan span 60 yang ditambahkan kedalam formula niosom yang mengandung ekstrak etanol 96 kulit batang nangka akan meningkatkan persen efisiensi penjerapannya. Hasil penentuan pengaruh variasi konsentrasi surfaktan terhadap persen efisiensi penjerapan dalam formula niosom yang diperoleh sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Randa, Adel, Shahira, dan Ahmed tahun 2014, peningkatan konsentrasi surfaktan yang digunakan dalam formulasi niosom dapat meningkatkan persen efisiensi penjerapan. Hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan akan membuat membran niosom menjadi kurang permeabel yang selanjutnya dapat meningkatkan proses enkapsulasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.5 Diagram Perbandingan EP F1, F2, dan F3 Total senyawa fenolat yang ditambahkan ke dalam masing-masing formula niosom adalah 6,13 mg. Dari data persen efisiensi penjerapan yang telah diperoleh pada masing-masing formula dapat dihitung jumlah senyawa fenolat yang terjerap ke dalam vesikel niosom. F1 yang mengandung surfaktan span 60 dengan konsentrasi 200 mg mampu menjerap senyawa fenolat dari ekstrak etanol 96 yang ditambahkan sebesar 3,41 mg. F2 yang mengandung surfaktan span 60 dengan konsentrasi 400 mg mampu menjerap senyawa fenolat sebesar 4,07 mg. Sedangkan F3 yang mengandung surfaktan span 60 dengan konsentrasi 600 mg mampu menjerap senyawa fenolat sebesar 4,18 mg. Peningkatan jumlah senyawa fenolat yang terjerap antara F1 dan F2 yaitu sebesar 0,664 mg. Sedangkan peningkatan jumlah surfaktan span 60 pada F2 ke F3 menunjukkan jumlah penjerapan senyawa fenolat yang lebih kecil yaitu 0,105 mg. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan konsentrasi surfaktan span 60 ke dalam formula dapat meningkatkan jumlah senyawa fenolat yang terjerap, namun setelah titik tertentu peningkatan konsentrasi surfaktan span 60 tidak mampu meningkatkan efisiensi penjerapan secara signifikan. 10 20 30 40 50 60 70 80 F1 F2 F3 E P Formula Niosom F1 F2 F3

Dokumen yang terkait

Pengaruh Obat Kumur Yang Mengandung Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya 5% Terhadap Akumulasi Plak Mahasiswa Angkatan 2009 FKG USU

5 55 68

Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Kulit Batang Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) terhadap Karakteristik Niosom

8 62 113

Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap Aspergillus niger, Candida albicans, dan Trichophyton rubrum

2 38 78

SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN KLUWIH (Artocarpus camansi) Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus Altilis), Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Dan Kluwih (Artocarpus Cam

0 8 15

SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus), DAN KLUWIH (Artocarpus camansi) Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus altilis), Nangka (Artocarpus heterophyllus), dan Kluwih (Artocarpus c

0 3 16

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus) TERHADAP PENURUNAN KADAR Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Yang Diinduksi Aloksa.

0 3 12

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus) TERHADAP PENURUNAN KADAR Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Yang Diinduksi Aloksa.

0 3 15

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI PARAFFIN SOLID DAN VASELIN ALBUM TERHADAP SIFAT FISIK SEDIAAN SALEP ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus).

0 0 15

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BATANG NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI CEREBRUM MENCIT YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii

0 0 77

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BATANG NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lmk.) TERHADAP LAMA HIDUP MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii

0 1 80