Konsep Ekowisata Berkelanjutan Pengelolaan Pulau Pulau Kecil untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utar

saat mengunjungi daerah tujuan wisata, musim dan regulasi yang ditetapkan berbeda- beda akan mempengaruhi analisis yang dilakukan. Wearing dan Neil 1999 menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan kegiatan wisata, diskusi tentang daya dukung lingkungan mempunyai tiga elemen yang harus diperhatikan, yakni sebagai berikut: • Elemen ekologis, hal yang terkait dengan lingkungan alamiah destinasi wisata • Sosiokultural, hal ini pada intinya terkait dengan dampak wisata terhadap populasi masyarakat setempat dan budayanya. • Fasilitas yang berkaitan dengan kebutuhan wisatawan Daya dukung bersifat tidak tetap atau dinamis, yaitu dapat berkurang oleh perilaku manusia maupun kerusakan alam serta juga dapat ditingkatkan melalui suatu perlakuan pengelolaan lingkungan secara benar dan terencana Clark 1996. Daya dukung memberikan suatu pedoman bagi penyelenggaraan kegiatan pariwisata yang khususnya berkenaan dengan pentingnya pemeliharaan kualitas pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dengan demikian merencanakan kawasan wisata dengan mengindahkan daya dukung menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan. Wearing dan Neil 1999 menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan pembangunan sektor wisata, isu daya dukung lingkungan harus dimasukkan dalam isu-isu tataguna lahan. Salah satunya dengan penerapan sistem zonasi yang merupakan strategi yang dapat diterapkan untuk memenuhi daya dukung.

2.4 Konsep Ekowisata Berkelanjutan

Ekowisata berkelanjutan banyak diilhami oleh konsep pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana pembangunan berkelanjutan, definisi wisata berkelanjutan juga sangat sulit pada tahap operasional. Namun, serangkaian parameter sering digunakan untuk merujuk kepada wisata berkelanjutan, antara lain wisata yang mempunyai dampak minimal terhadap lingkungan memberikan dampak yang menguntungkan bagi komunitas atau masyarakat lokal, serta memberikan pendidikan konservasi bagi pengunjung McMinn 1997. Yudaswara 2004 menganalisa kebijakan pengembangan wisata bahari dalam pengelolaan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan studi kasus Pulau Menjangan Kabupaten Buleleng- Bali, ternyata kawasan pariwisata berkelanjutan terpilih menjadi skenario yang optimal bagi pengelolaan kawasan Pulau Menjangan. Di gugus pulau Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Kepulauan Pulau Seribu masyarakat memiliki kegiatan ekonomi yang sangat terkait dengan sumberdaya alam yakni perikanan dan pariwisata, masyarakat yang terlibat kegiatan pariwisata memiliki pendapatan yang lebih baik Ruyani 2003. Tosun 2001 menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan suatu konsep untuk menjembatani pembangunan kawasan tanpa harus mengorbankan keanekaragaman hayati. Konsep pembangunan berkelanjutan banyak didasari oleh adanya fakta bahwa penggunaan keanekaragaman hayati pada faktanya cenderung mengarah kepada perilaku eksploitasi Dymond 1997. Konsep ini menyarankan adanya penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan antar generasi. Secara teoritis konsep wisata berkelanjutan dinyatakan oleh Casagrandi dan Rinaldi 2002 bahwa keberlanjutan wisata pulau-pulau kecil mengikuti ”model minimalis” tergantung dari tiga aspek tiga komponen utama yaitu : kondisi lingkungan E= Environmental ; Investasi C=Capital; dan Wisata T= Tourism. Ketiga komponen ini saling terkait Gambar 4. Selanjutnya dijelaskan, wisatawan akan berkunjung apabila lingkungannya baik, tetapi dengan bertambahnya wisatawan melebih daya dukung akan memperburuk lingkungan, dan akan berakibat pada kapital, sebaliknya wisatawan yang banyak akan menambah kapital, dan kapital ini bisa dikembalikan untuk perbaikan lingkungan Gambar 4 Model Minimal Konsep Wisata Berkelanjutan Casagrandi dan Rinaldi 2002 Turism Sub Sistem T = Tourist Vector C = Capital Vector E = Environment Vector Abstract Model of Tourism Minimal Model Tourism Ada hal menarik berhubungan dengan wisata berkelanjutan yaitu destinasi berkelanjutan. Sampai saat ini, tidak ada sebuah definisi yang baku tentang apa yang disebut sebagai destinasi wisata berkelanjutan, karena destinasi wisata bersifat unik Lee 2001; Ryhannen 2001. Demikian juga kriteria untuk merujuk kepada destinasi berkelanjutan sangat beragam, tergantung kepada skema-skema atau cara yang dipakai untuk mendefinisikan destinasi berkelanjutan. Namun, Mc Minn 1997 mengusulkan bahwa daya dukung lingkungan merupakan salah satu alat yang dapat dipakai untuk mengukur, sejauh mana sebuah destinasi bisa berkelanjutan. Fennel dan Eagles 1990 menyarankan adanya enam prinsip penting yang harus dipenuhi oleh pengunjung dalam penyelenggaraan ekowisata berkaitan dengan keberlangsungan destinasi, yakni sebagai berikut : 1 Semaksimal mungkin berusaha meniadakan dampak negatif dari kehadiran mereka terhadap lingkungan destinasi wisata dan penduduk lokal. 2 Melakukan perjalanan wisata ini dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap alam dan keunikan lokal. 3 Ikut membantu memaksimal partisipasi awal dan jangka panjang dari masyarakat lokal, dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut penyelenggaraan ekowisata. 4 Selayaknya, pengunjung memberikan kontribusi terhadap usaha-usaha konservasi daerah yang dilindungi. 5 Memberikan keuntungan ekonomi dibandingkan sekadar mengalihkan masyarakat setempat dari pekerjaan tradisional mereka. 6 Membuka peluang bagi mahasiswa masyarakat lokal dan pekerja wisata, untuk memanfaatkan keindahan sumberdaya alam. Konsep-konsep di atas, sangat jelas tergambarkan bahwa untuk mencapai destinasi wisata yang berkelanjutan, dibutuhkan integritas ekologis sebagai usaha mencapai visi pembangunan berkelanjutan. Model di atas membutuhkan komitmen dari banyak pihak dalam mewujudkan destinasi yang berkelanjutan dalam upaya meningkatkan dan mempertahankan sektor wisata, sebagai bagian dari strategi penerimaan devisa. Yang perlu diperhatikan adalah sebagai sebuah proses, hal tersebut membutuhkan waktu yang relatif panjang. Ekosistem yang mengalami kerusakan membutuhkan waktu untuk memperbaiki dirinya, termasuk kemampuan-kemampuan faktor biotik penyusunnya, yakni tumbuhan dan hewan.

2.5 Pemodelan