Pengertian dan Pengembangan Ekowisata Bahari

tumbuh besar bagi biota yang lain, sedangkan mangrove peredam gelombang, pelindung pantai, dan penghasil sejumlah besar detritus terutama berasal dari daun dahan pohon mangrove yang rontok, juga sebagai daerah asuhan, mencari makan, baik yang hidup di pantai maupun di lepas pantai. Keadaan ini menunjukkan bahwa pengelolaan pembangunan pada kawasan tersebut apabila tidak terencana dengan baik dapat mengakibatkan dampak eksternal yang cukup nyata. Dengan demikian setiap konservasi atau eksploitasi yang dilakukan akan berdampak terhadap fungsi ekosistem lingkungan pulau-pulau kecil, dengan perkataan lain sesungguhnya pembangunan selalu membawa resiko lingkungan maupun sosial bagi pulau-pulau kecil. Oleh karena itu kajian mendasar yang intensif menduduki posisi penting dalam pengelolaan dan pengembangan sumberdaya pulau-pulau kecil Kusumastanto 2000.

2.2 Pengertian dan Pengembangan Ekowisata Bahari

Istilah ecotourism diterjemahkan menjadi ekowisata, yaitu jenis pariwisata yang berwawasan lingkungan. Maksudnya melalui aktivitas yang berkaitan dengan alam dan lingkungan sehingga membuat orang tergugah untuk mencintai alam Ziffer 1989; Young 1992; Valentine 1993; Scace 1993. Semua ini sering disebut dengan istilah “kembali ke alam”. Pengertian ekowisata dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Namun pada hakekatnya pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat Ceballos- Lascurain 1991; Carter dan Lowman 1994; Honey 1999; Bjork 2000; Wunder 2000 Ekowisata merupakan suatu model pengembangan wisata yang menghargai kaidah-kaidah alam dengan melaksanakan program pembangunan dan pelestarian secara terpadu antara upaya konservasi sumberdaya alam dengan pengembangan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan Choy 1997; Fandeli 2000; Buchsbaum 2004. Dukungan konservasi sumberdaya alam dilakukan dengan melaksanakan program pembangunan yang memperhatikan kualitas daya dukung kawasan dan bersifat ramah lingkungan. Ekowisata juga meminimalkan dampak negatif terhadap mutu dan kualitas keanekaragaman hayati yang disebabkan kegiatan wisata yang bersifat massal. Ekowisata sesungguhnya adalah suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh berdasarkan keprihatinan lingkungan, ekonomi dan sosial. Akar dari ekowisata terletak pada pariwisata alam dan ruang terbuka. Jadi dengan kata lain ekowisata menggabungkan suatu komitmen yang kuat terhadap alam dan suatu rasa tanggung jawab sosial. Dalam hubungannya dengan ekowisata di pulau-pulau kecil, seperti telah dijelaskan di atas wilayah pulau-pulau kecil dikelilingi oleh wilayah laut yang lebih luas dari daratannya, pengembangan ekowisata lebih mengarah kepada wisata bahari. Dengan demikian wisata bahari merupakan wisata yang lebih banyak dikembangkan di wilayah pulau-pulau kecil. Konsep dan definisi tentang wisata bahari dikemukan para ahli seperti Hall 2001 membagi wisata atas dua bagian yaitu : wisata pesisir dan wisata bahari, wisata pesisir berhubungan dengan kegiatan leisure dan aktivitas rekreasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan perairan lepas pantai, meliputi rekreasi menonton ikan paus dari pinggiran pantai, berperahu, memancing, snorkling dan menyelam, sedangkan wisata bahari berhubungan dengan wisata pantai tetapi lebih mengarah pada perairan laut dalam seperti: memancing di laut dalam dan berlayar dengan kapal pesiar. Orams 1999 menyatakan bahwa wisata bahari merupakan suatu kegiatan rekreasi, dari satu tempat ke tempat lain dimana laut sebagai media tempat mereka, sedangkan Hidayat 2000 menyatakan bahwa wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang menyangkut dengan laut seperti santai di pantai menikmati alam sekitar, berenang, berperahu, berselancar, ski air, menyelam dan berwisata ke alam laut menikmati terumbu karang dan biota laut, obyek purbakala, kapal karam dan pesawat tenggelam, serta berburu ikan-ikan. Secara umum perkembangan pariwisata dari tahun ke tahun makin menjanjikan, badan dunia turis WTO memperkirakan selama tahun 1996 ada 592 juta wisatawan internasional yang berkunjung dengan pendapatan sekitar US 423 milyar, ke depan sampai pada tahun 2020 diperkirakan pertumbuhan wisatawan meningkat rata-rata 4,3 per tahun dengan pendapatan US 5juta per hari Orams 1999. Di Indonesia selama dua dekade pertengahan dekade 1980-an sampai tahun 1990-an, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi obyek wisata bahari pada akhir pelita VII diperkirakan sebesar 1,64 juta jiwa dengan pendapatan devisa sebesar US 2,16 milyar. Keadaan tersebut akan memberikan pendapatan devisa bagi negara yang cukup besar terutama kontribusinya pada perkembangan wisata bahari di tanah air. Dalam kasus-kasus tertentu dengan semakin meningkatnya pendapatan, karena meningkatnya jumlah wisatawan, tidak lagi memperhatikan aspek lingkungan ekologi maka akan merusak sumberdaya hayati. Beberapa kasus yang dilaporkan beberapa peneliti berhubungan dengan dampak dari wisatawan yang berkunjung ke suatu tempat wisata seperti: Hall 2001 melaporkan sejumlah dampak wisata terhadap lingkungan dan ekologi yang terjadi di pulau-pulau Pasifik Tabel 1 Tabel 1 Dampak Pariwisata Terhadap Lingkungan dan Ekologi Pada Pulau-Pulau Pasifik • Kerusakan habitat dan kerusakan ekosistem akibat : - pembangunan lapangan golf - pengelolaan kawasan wisata yang buruk sehingga flora dan fauna hilang - peledakan bom merusakan sumberdaya pesisir laut - pembangunan jalan, runway, pelabuhan, areal parkir dan - penggunaan kapur di hotel-hotel • Terganggunya air tanah - pemakaian air tanah yang berlebihan oleh resort wisata - runoff akibat pengerukan pasir di daerah pesisir • Diperkenalkannya spesies eksotik untuk wisata sehingga meningkatkan perburuan flora dan fauna pada suatu ekosistem sehingga dapat merusak: - ekosistem mangrove - ekosistem terumbu karang dan - ekosistem pasir Sumber : Hall 2001 Kasus yang lain dilaporkan oleh Orams 1999 seperti di Teluk Hanauma Hawai, taman lautnya dipromosikan sebagai daerah tujuan wisata, sehingga berbagai aktivitas di arahkan ke teluk mulai dari bis-bis wisatawan, kegiatan snorkling sampai ikan-ikan di teluk ini menjadi makanan populer, tuntutan perbaikan fasilitas untuk melayani wisatawan seperti jalan diperbaiki, parkiran diperbesar , fasilitas wc dan piknik ditambah. Dari hasil studi ditetapkan 1.000 pengunjunghari tapi karena popularitas Hanauma terus meningkat pengunjung melebihi 10.000 setiap harinya pada tahun 1981 dan diperkirakan lebih dari 2 juta wisatawan mengunjungi teluk ini setiap tahun sehingga mengakibatkan biomas organisme karang, sponge dan fauna laut menurun. Zakai et al. 2001 menggambarkan dampak dari pariwisata selam di terumbu karang Eilat bagian Utara Laut Merah dengan frekuensi menyelam lebih besar dari 250.000 per tahun dengan panjang garis pantai hanya12 Km, menyebabkan terumbu karang banyak yang rusak. Hal yang sama terjadi di taman laut Gilitungan Philipina, rekreasi menyelam dengan frekuensi menyelam sebanyak 25.925 pada tahun 2003 memberikan kekhawatiran akan rusaknya terumbu karang Frederick et al. 2005 Studi kasus yang lain di pulau-pulau Karibia, pariwisata bahari mempengaruhi sosial budaya masyarakat seperti pemindahan penduduk lokal dari tempat tinggal mereka di pinggiran pantai, sebelum pengembangan pariwisata di St Thomas, lebih dari 50 pantai merupakan tempat mereka, namun pada tahun 1970 hanya tinggal dua untuk mereka selebihnya untuk wisatawan Orams 1999. Kasus-kasus tersebut di atas merupakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan wisata, tetapi ada juga dampak positif yang dapat dirasakan masyarakat, seperti keadaan ini telah dilakukan di pulau Nusa Lembongan yang merupakan pulau kecil di sebelah selatan pulau Bali. Kegiatan ekowisata yang dilakukan ternyata menambah pendapatan masyarakat dan masyarakat dilibatkan dalam kegiatan tersebut menjaga keletarian sumberdaya hayati Yuanike 2003. Pengembangan pariwisata bahari di Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Pulau Seribu Utara memberikan kontribusi pendapatan keluarga yang ikut serta dalam kegiatan pariwisata bahari rata-rata sebesar 99,56 Rp 902.000.- per bulan dari total pendapatan Rp 906.000.- Aziz 2003. Fenomena tersebut di atas memberikan gambaran dampak pariwisata bahari bisa positif dan negatif tergantung pada penggunaan sumberdaya alam Orams 1999. Oleh karena itu di dalam ekowisata dilakukan dengan kesederhanaan, memelihara keaslian alam dan lingkungan, memelihara keaslian seni dan budaya, adat istiadat, kebiasaan hidup, menciptakan ketenangan, kesunyian memelihara flora dan fauna, serta terpeliharanya lingkungan hidup sehingga tercipta keseimbangan antara kehidupan manusia dengan alam sekitarnya, wisatawan yang datang tidak semata-mata untuk menikmati alam sekitar tetapi juga mempelajarinya sebagai peningkatan pengetahuan atau pengalaman, dengan demikian maka selaraslah arti ekowisata sebagai wisata yang bertanggung jawab.

2.3 Daya Dukung Ekowisata