Latar Belakang Pengelolaan Pulau Pulau Kecil untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utar

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai suatu negara kepulauan terbesar didunia, Indonesia memiliki jumlah pulau-pulau kecil lebih dari 17.000 buah pulau, keberadaan pulau-pulau kecil tersebut sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan, bukan saja karena jumlahnya yang banyak melainkan juga karena memiliki kawasan pesisir dan laut yang mengandung sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya Clark 1996; Dahuri 2003; Bengen dan Retraubun 2006. Kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alam serta jasa-jasa lingkungan tersebut merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru yang dapat menunjang pembangunan ekonomi dan sosial secara berkelanjutan di pulau-pulau kecil apabila pengelolaannya dilakukan secara bijaksana dengan memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan. Salah satu kawasan pulau-pulau kecil di Indonesia adalah kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat KP2K MS2B yang merupakan salah satu kawasan pulau-pulau kecil yang baru dimekarkan dari Kabupaten Halmahera Utara berdasarkan Undang Undang RI No 53 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Pulau Morotai, maka secara administratif berubah nama menjadi Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Kawasan pulau-pulau kecil ini terdiri dari 23 pulau kecil, diantaranya ada sembilan pulau dihuni secara permanen oleh penduduk, sedangkan yang lainnya tidak berpenduduk. Kawasan pulau-pulau kecil ini memiliki kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alam berupa panorama pantai pasir putih, keindahan bawah laut terumbu karang dan ikan hias, padang lamun, dan perikanan. Salah satunya adalah panorama pantai pasir putih sepanjang 6 km yang menghubungkan Pulau Dodola Kecil dan Pulau Dodola Besar, sedangkan penelitian dari P2O-LIPI 2006 di perairan Morotai memperlihatkan bahwa jenis lamun 7 jenis, ikan karang 69 jenis makro algae 40 spesies, fauna ekhinodermata 22 jenis. Krustasea kepiting 8 jenis, udang karang 2 jenis, juga terdapat beberapa jenis hewan yang merupakan spesies dilindungi seperti kima raksasa Tridacna, Lola Trochus dan ketam kenari Birgus latro. Secara umum kawasan pulau-pulau kecil ini dikelilingi ekosistem terumbu karang pantai fringing reef dan terumbu karang penghalang barrief reef yang cukup luas. Selain itu juga, memiliki tipologi terumbu karang curam yang sangat cocok untuk wisata pantai penyelaman dan dive-spot. Kawasan pulau-pulau kecil ini juga menyimpan nilai historis, seperti pulau kecil Zumzum yang memiliki pantai pasir putih pernah dijadikan sebagai markas pusat komando pasukan Amerika yang dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur melawan Jepang dalam perang dunia II, pulau ini menyimpan peralatan perang antara lain: Pistol, rangka pesawat, mobil perang. Dibagian Selatan dari ibukota Kecamatan Morotai Selatan terdapat peningggalan bekas perang dunia II Bandara Pitu di Daruba yang dibangun sebagai pangkalan militer Amerika pada saat itu, hingga saat ini sebagian masih dijadikan sebagai pangkalan TNI Angkatan Udara dengan tujuh landasan pacu masing-masing panjangnya 3 km, selain itu masih banyak pulau-pulau kecil lainnya yang memiliki obyek historis. Kekayaan, keanekaragaman sumberdaya alam dan nilai historis dari KP2K MS2B yang unik tersebut dapat menimbulkan daya tarik untuk pariwisata. Peruntukan kegiatan pariwisata secara riil di lapangan merupakan kegiatan yang menjadi prioritas pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, dengan berpedoman pada sumberdaya berupa keindahan alam, pasir putih, panorama dasar laut yang indah, serta sosial budaya masyarakat dapat dijadikan sebagai obyek yang menarik untuk dikelola. Salah satu tipologi kegiatan pariwisata yang menjadi alternatif kegiatan wisata saat ini adalah kegiatan ekowisata wisata alam yang mengandalkan keaslian alam yang dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologis dan sosial-budaya Bookbinder et al. 2000; Bjork 2000. Secara ekonomis, kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelolaan kawasan ekowisata dapat menerima langsung penghasilan dan pendapatan, serta mampu menghasilkan produk barang dan jasa secara berkesinambungan dan menguntungkan. Secara ekologis, sumberdaya alamnya dapat dipelihara dan tidak dieksploitasi berlebihan sehingga tidak mengalami degradasi. Secara sosial-budaya meningkatkan kesejahteraan, keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat sehingga menghasilkan kesetaraan dan keadilan yang dapat mengurangi konflik serta mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat Fandeli 2000. Oleh karena itu dalam penyusunan arahan pengembangan KP2K MS2B perlu dikembangkan suatu rencana pengelolaan dengan pendekatan ekowisata yang bisa mengakomodasi kepentingan berbagai pihak, yang bermuara pada kesejahteraan rakyat, keberlanjutan sumberdaya serta ekosistem pulau-pulau kecil. Harapan ini akan lebih realistis dan dapat dipertanggung jawabkan jika arahan pengembangan dan pengelolaan kawasan untuk ekowisata tersebut dikaji secara ilmiah, dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan dan realitas dinamika masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah