Pembahasan Karakteristik sumberdaya, peluang dan pola pemanfaatan ikan demersal laut-dalam

Gambar 49 Distribusi kedalaman m ikan demersal laut-dalam di lokasi barat Banda Aceh S5. Jenis ikan dari kiri ke kanan ke arah perairan yang lebih dalam adalah: Chlorophthalmus sp.1 CHL, Ostracoberyx dorygenys OD, Beryx splendens BS, Benthodesmus tenuis BT, Muraenosox sp. MU, Hoplosthethus crassispinus HC, Diretmoides pauciradiatus DP, Hoplostethus rubellopterus HR, Caelorinchus divergens CD, Nettastoma solitarium NS

3.4 Pembahasan

Rata-rata densitas ikan demersal laut dalam di barat laut Simeulue adalah 0,13 – 2,6 tonkm 2 sedangkan di barat Banda Aceh rata-rata densitasnya adalah 0,3 – 18,8 tonkm 2 . Densitas ini tidak jauh berbeda dengan densitas ikan demersal laut-dalam dari wilayah timur Atlantik pada kedalaman 800-1.200 m sebesar 0,2 – 13,7 tonkm 2 Merrett et al. 1991, diacu dalam Williams et al. 2001 dan tenggara Pasifik pada kedalaman 200 - 1.500 m 1,5 – 12 tonkm 2 Pearcy et al. 1982, diacu dalam Williams et al. 2001. Apabila dibandingkan dengan densitas ikan demersal di laut Jawa sebesar 2,15 – 3,24 tonkm 2 Pauly et al. 1996 densitas ikan demersal di laut dalam di perairan lokasi S4 dan S5 masih lebih besar. Di wilayah Asia tenggara dari hasil survey KR. Fridjoft Nansen dilaporkan bahwa rata-rata densitas ikan demersal pada kisaran kedala man 10 – 200 m antara lain di timur Malaysia = 6,5 tonkm 2 , barat Malaysia = 10,3 tonkm 2 , barat Thailand = 8,1 tonkm 2 dan Burma 9,2 tonkm 2 . Densitas yang agak tinggi terdapat di daerah Srilanka yaitu sebesar 45,4 tonkm 2 Dasar perairan dan Pakistan 44,8 tonkm 2 . Hasil penelitian pada KANLUT KABARJA II tahun 1993 dengan menggunakan KAL Baruna Jaya I menginformasikan densitas ikan demersal sampai kedalaman 600 m di perairan ZEE selatan Irian Jaya adalah sebesar 0,0038 tonkm 2 BPPL 1993. Kecilnya estimasi densitas ini diduga karena sampling yang dilakukan dengan alat tangkap beam trawl dengan lebar mulut 4 m berpotensi menyebabkan estimasi densitas dibawah yang sebenarnya. Luas wilayah yang dapat di trawl trawlable ground seringkali dikaitkan dengan topografi dasar perairan. Trawlable ground dipahami sebagai wilayah dengan dasar perairan yang rata dimana dapat dioperasikan alat tangkap trawl dasar dengan aman Wudianto Satria 2007. Sebagian besar lokasi S4 dan S5 menunjukkan kontur dasar berbukit-bukit dan tidak rata. Luas area di lokasi barat laut Simeulue S4 adalah sekitar 1.967 km 2 dan luas daerah yang dapat dijangkau oleh trawl adalah sekitar 1.863 km 2 sedangkan luas area di lokasi barat Banda Aceh S5 adalah sekitar 3.657 km 2 dan luas daerah yang dapat dijangkau oleh trawl adalah sekitar 1.517 km 2 . Operasi penangkapan ikan demersal laut-dalam oleh FV Koshin Maru No 01 tetap dapat dilakukan pada berbagai jenis lokasi meskipun gerombolan ikan berada pada puncak-puncak bukit dengan kontur dasar laut yang tidak rata. Operasi ini dapat dilakukan oleh fishing master yang berpengalaman dengan bantuan instrumentasi alat bantu penangkapan, meskipun demikian operasi ini tetap memiliki tingkat resiko tinggi mulai dari terbelitnya jaring, hilangnya alat tangkap sampai kepada tenggelamnya kapal penangkap itu sendiri. Maksimum kedalaman yang dapat dijangkau oleh alat tangkap trawl laut dalam ini adalah sekitar 1.300 m. Hasil dari penelitian pada bab ini menunjukkan bahwa struktur fisik dasar perairan berupa jenis substrat dan topografinya berpengaruh terhadap jenis dan komposisi sumberdaya ikan demersal laut-dalam. Keanekaragaman jenis ikan dilokasi S4 secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan S5 Tabel 4 dengan tingkat kesamaan jenis dan jumlah individu pada kedua lokasi hanya 23,7 . Pola penyebaran ikan demersal laut-dalam pada kedua lokasi menunjukkan pola penyebaran yang sama yaitu berkelompok. Berdasarkan letak perairan S4 yang dekat dengan pulau Simeulue, telah teridentifikasi beberapa lokasi memiliki habitat yang spesifik dihuni oleh anthipatarian, gorgonian, sponges dan coral. Habitat ini merupakan tempat yang banyak digunakan oleh jenis ikan dasar sebagai tempat untuk berlindung, mencari makan dan bertelur Mortensen 2000, diacu dalam Husebo 2002. Berbeda dengan lokasi S5 yang berada di tengah dan relatif jauh dari daratan, sedimen di lokasi S5 didominasi oleh lumpur dan tanah liat. Diduga pada lokasi S5 merupakan gunung bawah laut yang telah terbentuk sejak lama. Pada lokasi perairan yang secara struktur fisiknya terlihat lebih konstan diketahui akan cenderung memiliki jumlah jenis yang lebih sedikit dibandingkan dengan lokasi yang lebih dinamis Massuti et al. 2004. Kondisi habitat yang berbeda ini diduga memiliki pengaruh pada tingkat keanekaragaman ikan di lokasi S4 dan S5 Gambar 24. Kedalaman juga berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman dan densitas ikan demersal laut-dalam. Di lokasi barat laut Simeulue S4 semakin dalam perairan nilai keanekaragamannya cenderung semakin besar. Hal ini berlawanan dengan hasil pengamatan Demopolous et al. 2003 yang menyatakan bahwa kecenderungan keanekaragaman akan semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Pada beberapa lokasi menurunnya nilai keanekaragaman secara global terjadi pada kedalaman di atas 2.000 m Demopolous et al. 2003. Diduga di lokasi S4 masih mungkin terjadi penambahan jumlah jenis ikan pada kedalaman di atas 1.000 m karena kedalaman maksimum pada penelitian ini hanya sampai 1.000 m. Sesuai dengan penjelasan Demoplous et al. 2003 di lokasi barat Banda Aceh S5 nilai keanekaragaman semakin rendah pada perairan yang lebih dalam. Pada kedua lokasi menunjukkan terdapat suatu hubungan yang negatif antara keanekaragaman dan densitas CPUA kgkm 2 yaitu semakin tinggi nilai keanekaragaman maka semakin rendah densitas CPUA kgkm 2 . Korelasi negatif antara keanekaragaman dan densitas juga dilaporkan oleh Fujita et al. 1993 pada komunitas ikan demersal laut dalam di perairan Pasifik sebelah timur laut Jepang. Diduga rendahnya densitas pada wilayah dengan keanekaragaman tinggi juga dapat disebabkan karena predasi, kompetisi yang lebih tinggi dan ketat . Pada lokasi S4 dengan kisaran kedalaman 400-500 m dan lokasi S5 pada kisaran kedalaman 600-800 m telah terjadi dominasi. Peristiwa dominasi sering dikaitkan dengan rendahnya nilai keanekaragaman dimana apabila terjadi dominansi maka nilai keanekaragaman cenderung rendah Krebs 1985. Selama tidak terjadi intervensi maka jenis dominan dalam suatu komunitas biasanya di asumsikan konstan. Suatu komunitas dikatakan stabil apabila komposisi jenis dalam komunitas tersebut tidak mengalami perubahan. Aktifitas penangkapan dapat merubah struktur komunitas sebagai contohnya di laut Jawa saat ini dari hasil penelitian pada tahun 2004 dilaporkan komposisi hasil tangkapan ikan demersal sebesar 39 adalah jenis Leiognathidae PRPT 2004. Dikhawatirkan apabila aktifitas penangkapan pada sumberdaya ikan demersal laut-dalam di perairan barat Aceh dilakukan terus menerus dalam intensitas yang tinggi akhirnya dapat juga merubah struktur komunitas asli seperti yang terjadi di laut Jawa. Walaupun keanekaragaman tinggi dapat terjadi pada kedalaman yang lebih dalam namun ada beberapa jenis ikan yang sudah tidak dijumpai lagi pada kedalaman yang lebih dalam. Hal ini mengindikasikan adanya keterbatasan fisiologis beberapa jenis ikan terhadap kondisi lingkungan pada kedalaman yang lebih dalam atau ketersediaan makanan yang semakin berkurang pada wilayah yang lebih dalam Thistle 2003. Secara alamiah jenis ikan yang mampu bertahan pada kedalaman yang lebih dalam dapat mendominasi komunitas karena berkurangnya pesaing, sehingga peristiwa dominansi kerap terjadi Levinton 2001. Hal ini ditunjukan dengan dominasi Ostracoberyx dorygenys terutama pada kedalaman sekitar 500-600 m Rata-rata CPUA di lokasi S4 semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman. Hal demikian terjadi sesuai dengan piramida makanan, dimana top tropik level ikan karnivora biomasnya semakin kecil pada kedalaman yang lebih dalam Levinton 2001; Labropoulou Costas 2004. Pada kisaran kedalaman 400-500 m nilai CPUA relatif tinggi dengan nilai keanekaragaman yang relatif rendah dibandingkan dengan perairan yang lebih dalam. Pada kedalaman 800 m CPUA yang diperoleh rendah dengan keanekaragaman yang tinggi. Sehingga di lokasi S4 pada indeks keanekaragaman yang lebih tinggi cenderung memiliki densitas ikan yang lebih rendah. Indeks keanekaragaman yang lebih tinggi terdapat pada kedalaman yang lebih dalam maksimum 1.000 m sedangkan densitas ikan kgkm 2 dijumpai lebih tinggi di daerah yang lebih dangkal. Pada kedua lokasi wilayah yang memiliki keanekaragaman rendah diiringi dengan terjadinya dominasi satu atau beberapa jenis ikan dengan densitas yang cukup tinggi. Densitas ikan pada lokasi yang berdekatan dengan wilayah lereng atau slope di lokasi S4 dan S5 terlihat lebih tinggi hal ini diduga berkaitan dengan adanya arus yang mengalir dari dasar laut atau sebaliknya membawa sumber makanan bagi ikan . Distribusi, komposisi jenis dan ukuran ikan sangat dipengaruhi oleh lokasi geografis dan kedalaman perairan William et al. 2001; Massuti et al. 2004. Penelitian pada bab ini juga mengkorfimasi bahwa kedalaman memiliki pengaruh bagi distribusi dan ukuran ikan. Perubahan jumlah dan jenis fauna biasanya terjadi pada wilayah transisi antara continental shelf dan continental slope Sanders Hessler 1969, Haedrich et al. 1975, Rex 1977, Carney Carey 1982, diacu dalam Thistle 2003 distribusi jenis dan jumlah individu diketahui berbeda pada kisaran kedalaman 400 -500 m dan 700 – 800 m di lokasi S4 Tabel 15 dan pada kisaran kedalaman 400 -500 m dan 500 – 600 m di lokasi S5 Tabel 18 diduga pada kisaran kedalaman tersebut merupakan wilayah transisi shelf dan slope. Ukuran pada jenis ikan Diretmoides pauciradiatus Gambar 38 Beryx splendens Gambar 40 Hoplostethus rubellopterus Gambar 42 Ostracoberyx dorygenys Gambar 44 memperlihatkan ukuran ikan yang lebih besar cenderung berada pada kedalaman yang lebih dalam, sedangkan ikan yang berukuran lebih kecil sebaliknya cenderung berada di kedalaman yang lebih dangkal. Kecenderungan ikan berukuran besar berada pada kedalaman yang lebih dalam mengindikasikan bahwa ikan yang telah mencapai ukuran panjang matang gonad pertama lm juga berada pada kedalaman yang lebih dalam. Beberapa jenis ikan demersal laut-dalam memiliki preferensi wilayah distribusi. Beryx splendens pada lokasi S4 dan S5 terdistribusi pada kisaran kedalaman 400 – 850 m dengan densitas yang tinggi pada kisaran kedalaman 500-600 m Gambar 48 dan Gambar 49. Jenis ikan ini lebih banyak dijumpai di lokasi S4 bila dibandingkan lokasi S5. Menurut Clark et al. 2006 Beryx splendens terdistribusi terutama pada kedalaman 300 – 600 m dan terutama berada pada wilayah gunung laut, dan puncak-puncak bukit. Hoplostethus rubellopterus merupakan jenis ikan yang memiliki wilayah distribusi dengan kisaran kedalaman yang cukup lebar yaitu antara 350 – 900 m di lokasi S5 dengan densitas tinggi pada kisaran kedalaman 500 – 800 m. Jenis Hoplosthethus atlanticus dilaporkan terdistribusi terutama pada kisaran kedalaman 600 – 1.200 m Clark et al. 2006. Ostracoberyx dorygenys memiliki sebaran distribusi yang juga lebar yaitu pada kisaran kedalaman 400 – 600 m di lokasi S4 dan 300 – 700 m di lokasi S5. Beberapa jenis ikan terdisribusi pada kisaran kedalaman yang lebih sempit yaitu Chloropthalmus sp. yaitu pada kisaran 300 – 550 m Gambar 48 dan Glyptophidium sp. yaitu pada kisaran 600 – 800 m Gambar 47. Pada lokasi S5 kisaran kedalaman 350 – 600 m dengan suhu = 12,5 – 8,5 C dan salinitas = 35,3 – 35 PSU dan di lokasi S4 pada kisaran kedalaman 500 m – 700 m, suhu = 6,5 – 8,5 0 C, salinitas = 35,2 – 34,8 PSU merupakan wilayah yang secara umum sebagian besar jenis ikan demersal laut-dalam dapat dijumpai sehingga pada kisaran kedalaman tersebut diduga merupakan wilayah dengan tingkat produktifitas, keanekaragaman serta kompetisi dan predasi yang tinggi. Perubahan struktur komunitas yang disebabkan perubahan kedalaman topografi dasar perairan telah banyak dilaporkan seperti perubahan diversitas dan densitas di perairan Northern Aegean dan Thracian terjadi pada kedalaman 100-200 m dan 200-500 m Labropoulou Costa 2004. Perubahan struktur komunitas karena pengaruh perubahan kedalaman juga terjadi di perairan continental slope Australia bagian barat Williams et al. 2001. Beberapa jenis ikan memiliki jumlah, densitas dan dominasi yang besar direpresentasikan oleh nilai INP yang tinggi sehingga dikategorikan memiliki peran yang penting dalam komunitas dan berpeluang untuk dimanfaatkan secara komersial. Jenis ikan dengan nilai INP rendah, sebaliknya lebih banyak yang dibuang kembali ke laut. Beberapa ikan dengan nilai INP rendah sangat mungkin merupakan jenis yang sangat jarang atau langka sehingga sangat rentan terhadap tekanan penangkapan contohnya satu ekor ikan dari lokasi S5 pada kedalaman 500 m sebelumnya diidentifikasi sebagai pyramodon? namun setelah diteliti dan diidentifikasi ulang maka jenis ikan tersebut merupakan jenis, genus bahkan subfamili yang baru ditemukan yaitu Tetragodacnus spilotus gen. et sp.nov Anderson Satria 2007

3.5 Kesimpulan