Pengujian pada model untuk penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat nilai variabel independen yang lebih besar dari
│0,8│sehingga dapat diartikan bahwa diantara variabel independen dalam model tidak terdapat gejala
multikolinearitas.
5.4.6 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
dengan ketentuan nilai probability ObsR-Squared harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya gejala
autokorelasi pada model. Pada tabel 12. diketahui bahwa nilai probability ObsR- Squared
adalah 0,0976. Nilai taraf nyata yang digunakan adalah 10 persen. Sehingga dapat diambil kesimpulan dengan melihat nilai probability ObsR-
Squared yang tidak lebih besar dari taraf nyata maka model yag dirumuskan tidak
mengandung autokorelasi. Tabel 11. Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
1.830094 Prob. F2,16
0.1924 ObsR-squared
4.654314 Prob. Chi-Square2
0.0976
5.4.7 Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan menggunakan uji White
Heteroskedasticity dengan ketentuan nilai probability ObsR-Squared harus lebih
besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya variabel pengganggu yang memiliki varians sama pada model. Dari hasil uji yang telah dilakukan
diketahui bahwa nilai probability ObsR-Squared model lebih besar dari taraf nyata 10 persen yaitu 0,1835. Artinya model yang dirumuskan pada penelitian ini
tidak mengalami gejala heteroskedastisitas. Tabel 12. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic
1.637758 Prob. F6,18
0.1941 ObsR-squared
8.828394 Prob. Chi-Square6
0.1835 Scaled explained SS
5.950310 Prob. Chi-Square6
0.4288
Serangkaian uji yang dilakukan terhadap model menunjukkan bahwa model ini layak digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja, dimana dalam model tersebut kinerja diawali oleh PCM.
5.4.8 Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja
Hasil regresi model menunjukkan bahwa sebanyak tiga dari enam variabel independen yang diduga berpengaruh nyata terhadap PCM, dengan taraf nyata 10
persen. Ketiga variabel tersebut adalah variabel MES, Growth dan Xeff dengan nilai koefisien masing-masing sebesar -0.163838, -0.030865 dan 0.593103 Tabel
12. Selama periode 1984-2008 ternyata variabel MES dan variabel Growth
berpengaruh negatif terhadap PCM. Hal itu berarti peningkatan MES sebesar 1 persen akan menurunkan PCM sebesar 0.163838 persen, begitu pula dengan
peningkatan Growth sebesar 1 persen menyebabkan penurunan PCM sebesar 0,030865 persen. Pola hubungan antara MES, Growth terhadap PCM dalam
penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal penelitian dimana MES dan Growth
seharusnya bernilai positif terhadap PCM. Ketidaksesuaian hasil dengan hipotesis diduga karena permintaan efektif pasar industri pengolahan susu tersebut
hanya dapat dilayani oleh perusahaan-perusahaan berskala besar dan kekuatan empat perusahaan terbesar tidak bisa disaingi oleh perusahaan-perusahaan
berskala kecil. Sehingga lama-kelamaan perusahaan-perusahaan berskala kecil akan keluar dari pasar sementara perusahaan-perusahaan baru relatif sulit masuk
pasar, jumlah permintaan pada pasar industri relatif terbatas, sehingga pertumbuhan pendapatan turun PCM. Sementara peningkatan output dapat
menurunkan PCM diduga karena faktor biaya produksi dan promosi meningkat untuk menarik perhatian konsumen sehingga menyebabkan PCM menurun.
Koefisien variabel Xeff bernilai positif yang berarti peningkatan nilai Xeff sebesar 1 persen akan meningkatkan PCM sebesar 0.593103 persen. Ini berarti
hubungan PCM dan Xeff sesuai dengan hipotesis awal penelitian. Xeff adalah kemampuan perusahaan dalam suatu industri untuk menekan biaya produksi.
Semakin sedikit biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu tambahan input menunjukkan bahwa semakin efisien suatu perusahaan. Keefisienan akan
meningkatkan nilai proksi keuntungan atau nilai PCM karena nilai tambah perusahaan akan meningkat.
Sedangkan variabel independen lainnya seperti CR
4
, Produktivitas, dan total impor tidak berpengaruh nyata pada PCM dalam model tersebut karena nilai
probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata 10 persen.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada industri pengolahan susu di Indonesia diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Bentuk struktur pasar yang dimiliki oleh industri pengolahan susu di Indonesia adalah struktur pasar oligopoli ketat yang terlihat dari rata-rata nilai CR
4
sebesar 72,68 persen. Struktur pasar ini menandakan bahwa adanya tingkat konsentrasi yang cukup tinggi, jumlah produsen relatif sedikit, barrier to entry
cukup tinggi, jenis produk dapat berupa produk homogen maupun heterogen, serta persaingan selain harga cukup besar. Industri pengolahan susu yang
memiliki struktur pasar oligopolis ketat mempunyai kecenderungan kearah kerjasama atau kolusi dengan tujuan menaikan harga dan memperoleh
keuntungan di atas keuntungan normal. 2. Produk industri pengolahan susu cenderung lebih banyak didorong oleh
berkembangnya susu pertumbuhan. Strategi produk yang dilakukan ialah dengan melakukan segmentasi susu pertumbuhan berdasarkan usia. Untuk
menarik perhatian konsumen industri pengolahan susu melengkapi produknya dengan berbagai zat gizi. Strategi lainnya yang dilakukan ialah
mengembangkan atau memperbarui produk yang telah ada, menciptakan produk baru yang berbeda dari produk yang telah diproduksi sebelumnya,
diferensiasi produk dimana perusahaan tidak hanya memproduksi susu tetapi juga memproduksi produk lain.