Analisis Kinerja Industri Pengolahan Susu

simpatik konsumen sehingga mendorong konsumen untuk menggunakan produk susu tersebut. Promosi produk susu juga dapat dijalankan melalui bentuk kegiatan perlombaan seperti lomba foto bayi, bayi sehat dan lain-lain.

5.3 Analisis Kinerja Industri Pengolahan Susu

Salah satu indikator yang dipergunakan untuk menganalisi kinerja industri pengolahan susu di Indonesia adalah melalui perolehan keuntungan dalam industri. Namun data mengenai keuntungan perusahaan tidak dapat dipublikasikan. Untuk menggantikan data keuntungan perusahaan maka digunakan Price Cost Margin PCM sebagai proksi keuntungan dari perusahaan susu, Efisiensi internal X-eff menunjukkan tingkat efisiensi suatu industri dalam meminimalisasi biaya produksi dan Growth yang menggambarkan pertumbuhan industri industri dari tahun ke tahun. Berikut adalah grafik fluktuasi nilai PCM, Xeff dan Growth. -40 -20 20 40 60 80 100 120 1 9 8 4 1 9 8 5 1 9 8 6 1 9 8 7 1 9 8 8 1 9 8 9 1 9 9 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 PCM Growth XeffX Sumber : BPS, 1984-2008 diolah Gambar 5. Fluktuasi PCM, Growth, dan X-eff Fluktuasi nilai PCM dan X-eff memiliki tren yang cenderung meningkat. Fluktuasi PCM tergolong stabil dengan peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu tajam. Peningkatan mulai terlihat dari tahun 1992 sampai tahun 2000 dan cenderung stabil pada tahun berikutnya hingga tahun 2004. Nilai X-eff pada tahun 1984 sampai tahun 1988 cenderung meningkat tetapi pada tahun berikutnya mengalami penurunan sampai dengan tahun 1992. Nilai X-eff relatif meningkat stabil dari tahun 1993 sampai 2004. Sementara itu, fluktuasi nilai Growth sangat tajam sehingga variabel Growth tidak memiliki tren tertentu dimana peningkatan dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke tahun. Berdasarkan data pada Lampiran 2, Lampiran 4 dan Lampiran 6 nilai rata- rata PCM, Xeff dan Growth dari tahun 1984 sampai 2008 adalah 25,10 persen, 37,62 persen dan 20,32 persen. Nilai terendah PCM terjadi pada tahun 1989 yaitu sebesar 11,64 persen, nilai terendah Xeff sebesar 13,88 persen pada tahun 1987 dan nilai terendah Growth bernilai -16,25 persen pada tahun 2005. Nilai PCM dan Xeff tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 60,36 persen dan 101,39 persen. Kondisi ini membuktikan bahwa pertumbuhan pendapatan PCM memiliki hubungan positif dengan efisiensi internal Xeff, dimana tingginya pertumbuhan pendapatan dapat mencerminkan tingginya efisiensi perusahaan. Tingginya nilai pertumbuhan pendapatan PCM dan Xeff dapat disebabkan adanya inovasi produk yang lebih baik. Efisiensi dan inovasi merupakan kombinasi yang solid bagi perusahaan untuk mendapatkan tingkat keuntungan yang tinggi. Sementara nilai Growth tertinggi bernilai106,43 persen pada tahun 1999. Nilai Growth tertinggi pada tahun 1999 diduga karena pada tahun 1998 terjadi kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan IMF mengenai penghapusan kebijakan-kebijakan persusuan yang ada. Penghapusan kebijakan persusuan tersebut mengakibatkan perusahaan susu baru mudah memasuki pasar sehingga terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang bermain di industri pengolahan susu yang selanjutnya berdampak pada peningkatan jumlah output yang kemudian berpengaruh terhadap nilai Growth. Berdasarkan penelitian maka dapat diketahui bahwa dalam periode tahun 1984 sampai tahun 2008 kinerja industri pengolahan susu memiliki kinerja yang kurang baik karena memiliki nilai persentase rata-rata yang masih dibawah 50 persen. Rendahnya ketiga nilai tersebut diduga karena adanya peningkatan biaya input yang digunakan untuk proses industri sementara kemampuan industri untuk meminimumkan biaya yang digunakan untuk produksi masih rendah. Sehingga pertumbuhan industri berjalan lambat.

5.4 Hasil Analisis Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja