Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
150
yang melakukan kegiatan penangkapan sumberdaya Madidihang di perairan ZEEI Samudera Hindia, khususnya di Selatan Jawa Timur diperoleh nilai
indeks keberlanjutan untuk dimensi ekonomi sebesar 72.60 seperti tersaji pada Gambar 40.
Gambar 40 Indeks keberlanjutan dimensi ekonomi kegiatan penangkapan Berdasarkan nilai indeks keberlanjutan yang tersaji pada Gambar 40,
berarti kegiatan perikanan tangkap tuna tersebut berada dalam kategori cukup berkelanjutan. Hal ini berarti kegiatan tersebut memberikan kinerja ekonomi
yang tinggi bagi para pelaku perikanan Madidihang di Sendang Biru sehingga memberi manfaat yang besar terhadap perekonomian masyarakat Sendang Biru
Kabupaten Malang. perikanan tuna di wilayah ZEEI selatan Jawa Timur. Tingginya indeks keberlanjutan dimensi ekonomi tersebut, menunjukkan
bahwa kegiatan perikanan tangkap Madidihang memberikan peluang untuk dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi baru dan penghela perekonomian
regional, khususnya di Kabupaten Malang. Besarnya nilai ekonomi tersebut diperoleh dari hasil penjualan Madidihang di PPP Pondokdadap yang memiliki
harga relatif tinggi yaitu USD 1 664.74 per ton. Tingginya harga tersebut, karena Madidihang merupakan komoditas ikan yang memiliki nilai ekonomis
tinggi untuk tujuan ekspor. Produksi Madidihang hasil tangkapan nelayan sekoci sebagian besar 98 dipasarkan secara langsung ke perusahaan
pengolahan ikan yang ada di Pasuruan, Sidoarjo, Surabaya dan Bali untuk
151
diproses menjadi bahan atau komoditas ekspor, sisanya 2 untuk lokal. Harga Madidihang segar di TPI Pondokdadap tersebut, apabila dibandingkan
dengan patokan harga dalam penentuan skala keberlanjutan dari Pitcher dan Preikshot 2001, maka harga Madidihang tersebut memiliki nilai skor baik
yaitu dengan nilai 3 karena berada dalam rentang harga antara USD 1500- 3000.
Berdasarkan tingginya harga tersebut, maka keberadaan nelayan tangkap sekoci di Sendang Biru, pada saat ini menjadi penghela ekonomi di wilayah
Malang bagian Selatan. Pada tahun 2010, tenaga kerja langsung yang terserap pada kegiatan perikanan tangkap sekoci sekitar 2 135 orang. Tingginya kinerja
nelayan Madidihang tersebut memberikan nilai manfaat langsung kepada pemilik kapal, karena dengan nilai investasi sebesar Rp 89 513 000 dalam
waktu 27 bulan sudah kembali. Berdasarkan atas kinerja performa keuangan, keuntungan pemilik kapal ditunjukkan dengan tingginya nilai BC rationya
yang mencapai 2.25 dan nilai IRR sebesar 57.36 Sama halnya dengan pemilik kapal, kinerja ekonomi dari kegiatan perikanan tuna tersebut
memberikan dampak langsung kepada nelayan. Nelayan sekoci memiliki pendapatan rataan yang tinggi yaitu Rp 1 701 943.28 per bulan. Apabila
dibandingkan dengan upah minimum regional Kabupaten Malang, maka pendapatan nelayan sekoci tersebut berkategori baik, karena berada di atas
UMR Kabupaten Malang yang berlaku pada tahun 2010, yaitu Rp 1 077 600. Tingginya keuntungan yang diperoleh oleh kegiatan perikanan
Madidihang yang dilakukan oleh nelayan sekoci tersebut, selain dirasakan oleh masyarakat juga memberikan kontribusi yang langsung terhadap pendapatan
daerah. Restribusi terhadap hasil tangkapan ikan tuna di PPP Pondokdadap diberlakukan sebesar 3 dari total pendapatan. Restribusi ini ditanggung oleh
nelayan dan pengusaha sebagai pembeli ikan dari nelayan yang bersangkutan. Dengan demikian, restribusi yang dibayarkan oleh nelayan dan pembeli ikan
masing –masing adalah sebesar 1.5. Selain pihak pengelola PPP
Pondokdadap, pungutan restribusi diterapkan oleh pemerintah Desa Tambakrejo Sumbermanjing Wetan, yaitu 0.5 dari total tangkapan. Dengan
demikian, kontribusi langsung yang diperoleh pemerintah adalah sebesar 3.5.
152
Berdasarkan performa kinerja ekonomi tersebut, maka pada saat ini kegiatan usaha perikanan Madidihang dijadikan komoditas unggulan
Kabupaten Malang Nurani 2010. Tetapi walaupun kegiatan perikanan tangkap tuna ini memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat Sendang
Biru, kontribusinya terhadap PDRB masih relatif rendah jika dibandingkan dengan sektor lain di Kabupaten Malang. Hal ini terjadi karena pengembangan
sektor perikanan tangkap di Kabupaten Malang masih relatif baru. Sektor perikanan tangkap baru di jadikan sektor unggulan oleh pemerintah Kabupaten
Malang pada tahun 2000-an. Namun karena wilayah PPP Pondokdadap berada di area hutan lindung PT. Perhutani, maka pembangunannya sampai
saat ini masih lambat. Upaya untuk mendapatkan perluasan tanah dalam kerangka pengembangan terus dilakukan, namun sampai saat ini belum
memperoleh kepastian. Sementara kegiatan perikanan tangkap tuna di Sendang Biru, terus berkembang dengan pesat. Kondisi ini mengakibatkan
daya dukung wilayah Sendang Biru sudah melampaui batas. Perluasan PPP Pondokdadap sulit dilakukan, sehingga kondisinya masih buruk dan
berdampak terhadap kualitas ikan yang dihasilkan. Tingginya kinerja ekonomi dari kegiatan perikanan Madidihang ini
dipengaruhi oleh atribut yang mempunyai nilai sensitifitas tinggi. Dari 11 atribut yang dijadikan indikator dari analisis Leverage, diperoleh hasil bahwa
besarnya indeks keberlanjutan kegiatan perikanan Madidihang yang dilakukan oleh nelayan sekoci PPP Pondokdadap Sendang Biru yang paling sensitif
adalah peubah transfer keuntungan, seperti yang tersaji pada Gambar 41. Atribut transfer keuntungan kepemilikan usaha muncul sebagai peubah
yang memiliki nilai sensitifitas yang tinggi tidak lepas dari keberadaan kepemilikan usaha dari kapal sekoci yang dipergunakan oleh nelayan Sendang
Biru. Hal ini terjadi, karena pada mulanya sebagian besar kapal sekoci yang ada di Sendang Biru berasal dari kapal andon dari Kabupaten Sinjai Sulawesi
Selatan. Pada tahun 2008 kapal yang tercatat di Kelompok Nelayan Rukun Jaya, tercatat bahwa kapal sekoci yang dimiliki oleh nelayan lokal sejumlah
220 unit dan andon 131 unit. Namun demikian, dari sejumlah kapal sekoci yang tercatat sebagai kapal lokal hampir 50 dimiliki pengusaha dari luar
153
Kabupaten Malang. Dengan demikian maka jumlah kapal sekoci milik pengusaha dari luar kabupaten malang adalah sejumlah 241 unit atau sekitar
68.77. Nelayan dan nahkoda dari kapal sekoci tersebut, baik yang dimiliki oleh nelayan lokal maupun nelayan andon sebagian besar 95 berasal dari
suku Bugis asal Provinsi Sulawesi Selatan, terutama dari Kabupaten Sinjai. Keterlibatan usaha yang diperankan oleh masyarakat Kabupaten Malang,
sebagian besar adalah sebagai pengusaha pemodal atau pengambek, dan penyuplai kebutuhan sembako dan es.
Gambar 41 Peran masing-masing atribut dimensi ekonomi yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square RMS.
Berdasarkan proporsi tersebut maka pendapatan hasil tangkapan sekoci sebagian besar dibawa ke luar wilayah Kabupaten Malang sebesar 88.99,
sisanya tetap berada di Kabupaten Malang. Adanya transfer keuntungan ke luar dari Kabupaten Malang, tidak lepas dari keterbukaan masyarakat Sendang
Biru. Masyarakat Sendang Biru terbuka untuk pengusaha baru, yang berasal dari luar Kabupaten Malang, baik sebagai pengusaha tetap maupun sebagai
andon. Namun demikian, untuk pengusaha baru yang akan beroperasi di wilayah ZEEI Selatan Jawa Timur dan menggunakan rumpon sebagai alat
bantunya, disyaratkan untuk menjadi anggota dari Kelompok Nelayan Rukun Jaya. Persyaratan lain, adalah ketentuan untuk bermitra dengan penduduk lokal
sebagai pengambek dan tidak boleh mengganggu ketentuan yang berlaku
154
umum. Dengan demikian, maka sifat keterbukaan tersebut terbatas limited entry
. Artinya walaupun terbuka tetap dibatasi dengan aturan-aturan yang bersifat lokal.
Tingginya minat investasi di Sendang Biru, menandakan bahwa secara ekonomis kegiatan usaha di bidang perikanan tangkap dengan menggunakan
sekoci masih menguntungkan. Adanya keterbukaan tersebut, dalam konteks pengelolaan sumberdaya Madidihang menjadi atribut yang memberikan
dampak negatif, karena sumberdaya ikan tuna akan diekstrak secara tak terkendali. Agar dalam pengelolaan Madidihang bisa berkelanjutan, maka
keterbukaan kepemilikan usaha tersebut, tetap dipertahankan, namun diatur dengan ketentuan-ketentuan. Menurut Charles 2001 secara umum terdapat
dua kunci untuk menjaga keberlanjutan dalam sistem perikanan, yaitu ada aturan yang rasional untuk ditegakkan dan adanya keseimbangan antara tingkat
pengaturan sumberdaya yang dibutuhkan oleh nelayan dengan tingkat kinerja yang diperlukan untuk dijalankan secara efektif.
Sehubungan dengan kondisi tersebut, maka kepemilikan usaha tersebut, harus mendapatkan perhatian yang seksama, karena apabila dibiarkan akan
menyebabkan tingkat konflik di antara para nelayan dan secara aggregate perkembangan perikanan tersebut, tidak memberikan dampak yang nyata
terhadap pertumbuhan ekonomi regional, khususnya di Kabupaten Malang bagian selatan. Namun demikian, secara umum dari dimensi ekonomi,
menunjukkan bahwa kegiatan perikanan tuna yang dilakukan oleh nelayan Sendang Biru dari hasil tahun 2003 hingga tahun 2008 menunjukkan status
yang cukup berkelanjutan. Besaran subsidi ternyata tidak menjadi kendala dalam perikanan tangkap dengan kapal sekoci ini. Pendapatan nelayan masih
relatif besar, sehingga nelayan sekoci jauh lebih sejahtera dibandingkan dengan nelayan armada lain yang ada di Sendang Biru.
Besarnya nilai ekonomi dari hasil tangkapan ikan tuna tersebut, dikhawatirkan akan berdampak terhadap peningkatan investasi yang tidak
terkendali, sehingga dari segi pengelolaan akan berdampak negatif terhadap keberadaan sumberdaya ikan tuna yang ada di fishing ground. Metode
155
pengendalian input dengan melakukan pengendalian jumlah kapal, jumlah peralatan tangkap dan pengaturan rumpon perlu segera diberlakukan.