Kontribusi Sektor Perikanan Terhadap PDRB

124 riil suatu daerah pada waktu tertentu. Dari PDRB akan didapat derivatif besaran ekonomi lainnya. Besaran derivatif tersebut akan menunjang dan melengkapi besaran PDRB dalam analisis sehingga analisis yang dilakukan akan semakin akurat dan dalam. PDRB adalah output dari aktifitas ekonomi suatu daerah pada kurun waktu tertentu dikurangi biaya antaranya. Agar tercermin perkembangan kuantitas produksi yang sesungguhnya, maka penghitungan PDRB menggunakan patokan harga tertentu biasa disebut harga tahun dasar atau harga konstan. Harga tahun dasar yang digunakan harus mencerminkan kondisi perekonomian suatu daerah khususnya dan nasional umumnya dalam keadaan normal. Normal yang dimaksud adalah antara lain tidak terjadi gejolak harga dan kelangkaan bahan baku, stabilitas poliltik terkendali, tidak boleh terlalu jauh dengan tahun berlaku, dan sebagainya. Tapi bukan berarti PDRB tidak bisa dihitungdinilai dengan harga tahun yang bersangkutan biasa disebut harga tahun berjalan atau harga berlaku, hanya saja nilai yang dihasilkan tidak dapat menggambarkan perkembangan produksi yang sesungguhnya. Dalam hal ini tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2000 dengan alasan bahwa tahun tersebut memenuhi asumsi sebagai tahun dasar. PDRB Kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 PDRB Kabupaten Malang Atas Dasar harga Berlaku Milyar Rp Sektor 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian 3 921.10 4 277.68 4 812.56 3 648.21 5 661.25 6 352.33 7 066.45 Tanaman bahan makan 2 541.13 2 710.88 3 073.86 2 261.40 3 538.48 3 972.47 4 396.30 tanaman perkebunan 811.23 909.23 1 017.72 834.63 1 231.66 1 365.54 1 509.57 peternakan 505.17 561.40 610.69 474.34 759.32 864.69 991.14 kehutanan 35.61 49.42 53.79 38.14 65.93 74.94 83.06 perikanan 27.95 46.76 56.50 39.71 65.86 74.69 86.38 Sumber: Malang dalam angka 2003-2010. Dari Tabel 24 dapat di lihat bahwa sektor perikanan mesih menjadi bagian dari sektor pertanian, dibandingka dengan sektor pertanian lainnya PDRB sektor perikanan memberikan kontribusi yang paling kecil. Pada tahun 2009 kontribusi sub sektor perikanan hampir sama dengan sub sektor kehutanan, yaitu 1.2, sementara subsektor tanaman pangan 62.2, tanaman perkebunan, 21.4, dan peternakan 14. 125 Sektor perikanan tuna di Kabupaten Malang belum diperhitungkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional yang biasanya dimasukan dalam perhitungan PDRB, karena perhitungan PDRB merupakan suatu pendekatan indikator ekonomi makro yang menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Indikator ini biasanya digunakan untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Semakin besar nilai PDRB-nya, maka sektor ini memiliki indikator kinerja yang terus tumbuh dan berkembang. Kecilnya kontribusi sub sektor perikanan dibanding sub sektor lainnya membuktikan bahwa sektor perikanan, khususnya perikanan tuna, belum dikembangkan dan belum dianggap penting oleh pemerintah. Padahal Sendang Biru merupakan salah satu pesisir yang memiliki pelabuhan terbaik di Selatan Jawa, khususnya di Jawa Timur karena selain aman juga berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang kaya akan ikan pelagis besar, terutama Madidihang. Pemerintah Kabupaten Malang seharusnya tidak hanya mengembangkan sektor pertanian, akan tetapi juga mengembangkan sektor perikanan tangkap, khususnya tuna. Apabila dikembangkan niscaya akan memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan daerah Kabupaten Malang.

4.5 Aspek Sosial Perikanan Tangkap Nelayan Sekoci PPP Pondokdadap Sendang Biru

4.5.1 Tipologi Nelayan Sendang Biru

Tipologi nelayan di Indonesia sampai saat ini belum diatur dengan jelas, nelayan baru didefinisikan sebatas mata pencaharian, yaitu orang yang melakukan penangkapan ikan UU No. 31 tahun 2004 pasal 1 ayat 10 sedangkan penggolongan berdasarkan skala usaha hanya diatur mengenai tujuan menangkap seperti yang tercantum dalam pasal 1 ayat 11 UU No 31 tahun 2004, yang dimaksud nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan terminologi mengenai nelayan skala menengah dan besar belum dibakukan dengan pasti. Aturan yang ada, baru sebatas aturan alur 126 perikanan berdasarkan bobot tonase dan alat tangkap seperti dalam Kepmentan No. 392 tahun 1999 tentang jalur penangkapan ikan. Berdasarkan Kepmentan nomor 3921999 tersebut, kapal sekoci Nelayan Sendang Biru dengan panjang rataan 16 m dengan bobot 10 GT mestinya berada di jalur penangkapan II sebatas 12 mil padahal area fishing ground dari kapal sekoci tersebut sampai di wilayah jalur III ZEEI sampai 200 mil. Menurut aturan IOTC 2009 kapal sekoci Sendang Biru tersebut, karena beroperasi di wilayah ZEEI dengan ikan target tuna besar, maka digolongkan ke dalam usaha perikanan tuna skala menengah, yaitu ukuran kapal yang ada dikisaran 12-24 m. Berdasarkan alat tangkap yang digunakan , pengalaman dan tingkat pendidikan yang dimiliki, sesungguhnya bisa dikategorikan kedalam nelayan tradisional. Namun karena wilayah operasinya sampai ZEEI, nelayan sekoci PPP Pondokdadap Sendang Biru sering dianggap modern dan berketerampilan tinggi.

4.5.2 Pendidikan, Umur dan Pengalaman Nelayan Sekoci

Pendidikan merupakan salah satu penentu dari kualitas sumberdaya dalam kegiatan penangkapan. Pendidikan formal maupun nonformal merupakan modal dasar bagi nelayan armada sekoci, untuk dapat mengakses informasi melalui berbagai media sehingga memudahkan mereka menyerap suatu perubahan atau inovasi yang berhubungan dengan perilaku SDI ikan di Perairan ZEEI serta keterampilan dalam mengoperasikan armada di tengah hempasan gelombang Samudera Hindia. Kemampuan dan keterampilan untuk berfikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, sangat ditentukan oleh faktor pendidikan yang dimiliki. Pendidikan merupakan proses pengetahuan, keterampilan maupun sikap yang dapat dilakukan secara terencana sehingga diperoleh perubahan dalam meningkatkan taraf hidup. Kualitas sumberdaya manusia sebagai ABK dan nahkoda armada kapal sekoci dari 135 responden nelayan sekoci yang beroperasi di perairan ZEEI Samudera Hindia, tersaji pada Gambar 34.