Suhu Perairan Kondisi Hydro-ocenografi Perairan Samudera Hindia Selatan Jawa 1 Produktivitas Primer

30 nutrien oleh fitoplankton. Dalam kondisi konsentrasi fosfat sedang di dalam kolom perairan, laju fotosintesis maksimum akan meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Grazing dan daya tenggelamnya fitoplankton dalam perairan juga berperan dalam menentukan tinggi rendahnya produktivitas primer perairan. Grazing fitoplankton oleh zooplankton atau nekton akan menurunkan kelimpahan fitoplankton dalam perairan. Tingginya grazing ditentukan oleh kelimpahan zooplankton. Zooplankton memiliki kelimpahan yang tinggi setelah puncak peledakan populasi fitoplankton. Menurut Levinton 1982, terjadinya kelimpahan zooplankton, kemungkinan karena waktu lag dalam produksi zooplankton dan grazing standing crop fitoplankton secara gradual. Tenggelamnya fitoplankton akan mengakibatkan terjadinya perubahan dalam distribusi fitoplankton secara vertikal. Laju tenggelam fitoplankton akan berkurang dengan meningkatnya densitas perairan. Kuatnya stratifikasi perairan terutama pada lapisan termoklin mengakibatkan fitoplankton yang tenggelam tidak dapat melewati lapisan termoklin Tomascik et al. 1997. Hal inilah yang mengakibatkan tingginya produktivitas primer pada lapisan atas termoklin. Fitoplankton yang tenggelam hingga di bagian bawah lapisan eufotik akan sulit terangkat ke lapisan permukaan kecuali bila terjadi pergerakan vertikal massa air. Menurut Stewart 2002, penyebaran suhu pada permukaan laut membentuk suatu zona berdasarkan letak lintang. Semakin mendekati garis khatulistiwa lintang rendah suhu akan meningkat dan sebaliknya, suhu akan semakin menurun saat mendekati kutub lintang tinggi. Penyebaran suhu di lapisan permukaan surface layer ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu jumlah bahang yang diterima dan pengaruh meteorologi seperti angin, penguapan, hujan dan lain-lain. Secara vertikal suhu di lautan dibagi menjadi tiga zona Bearman 2004, yaitu: 1 lapisan permukaanhomogeneous layer yang merefleksikan suhu rata- rata tiap lintang, 2 lapisan termoklin thermocline layer, 3 lapisan dalam deep layer yang merefleksikan ciri khas asal massa air tiap lintang. Lapisan permukaan sering disebut sebagai lapisan homogen karena pada lapisan ini terjadi pengadukan massa air oleh angin, arus, dan pasang surut sehingga dapat mencapai 31 suhu yang seragam atau homogen. Pada daerah tropis pengadukan ini dapat mencapai kedalaman 50 m sampai 100 m dengan suhu berkisar 26 - 30 °C dan gradien tidak lebih dari 0.03 °Cm. Lapisan ini sangat dipengaruhi oleh musim dan letak geografis. Lapisan homogen di Laut Cina Selatan mencapai kedalaman 30 m sampai 40 m saat musim timur dan dapat bertambah saat musim barat, yaitu mencapai 70 m sampai 90 m sehingga mempengaruhi sirkulasi vertikal dari perairan Wyrtki 1961; Gross 1990. Menurut Gross 1990, lapisan termoklin yang terbentuk di perairan tropis dapat mencapai ketebalan antara 100 m sampai 205 m dengan gradien suhu mencapai 0.1 ºCm. Namun menurut Illahude 1978, lapisan termoklin secara lebih rinci dapat dibagi menjadi dua lapisan, yaitu lapisan termoklin atas main thermocline dan termoklin bawah secondary thermocline. Pada termoklin atas suhu menurun lebih cepat dibandingkan dengan termoklin bawah. Rata-rata penurunan suhu di termoklin atas dapat mencapai 19 °C200 m= 9.5 °C100 m dan rata-rata penurunan suhu di termoklin bawah dapat mencapai 1.3 °C100 m Gross 1990; Illahude 1978. Lapisan dalam deep layer dapat mencapai kedalaman 2500 m dengan penurunan suhu yang sangat lambat. Gradien suhu mencapai 0.05 °C100 m. Pada daerah tropis kisaran suhu di lapisan dalam adalah 2 °C sampai 4 °C Illahude 1978.

2.3.3 Sistem Angin Muson

Keadaan atmosfir dan perubahan tekanan yang terjadi di atas suatu perairan dan daratan sekitarnya sangat berpengaruh terhadap pola angin yang bertiup di atas suatu perairan. Interaksi yang erat antara udara dan laut tersebut mengakibatkan sirkulasi oseanis Samudera Hindia sangat berhubungan erat dengan sirkulasi angin muson yang bertiup di atas perairan tersebut. Webster 1987 in Clark et al. 1999 mengatakan bahwa mekanisme sirkulasi muson didasarkan oleh adanya gradien tekanan yang memotong khatulistiwa akibat perbedaan bahang dari daratan dan lautan sebagai dampak dari perputaran bumi, 32 dan perubahan kelembaban antara laut, atmosfir dan daratan. Perairan timur laut Samudera Hindia yang terletak di antara benua Asia dan Australia merupakan wilayah yang ideal untuk terjadinya angin muson. Berubahnya posisi matahari mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan di kedua benua tersebut, dan pergerakan Equatorial Pressure Trough EPT dan berubahnya arah angin. Menurut Wyrtki 1961, EPT akan bergerak melewati khatulistiwa sebanyak dua kali dalam setahun. Angin muson yang bertiup di atas perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa dicirikan oleh pembalikan arah angin permukaan secara musiman. Menurut Tchernia 1980, angin muson barat laut terjadi selama bulan Desember – Februari musim barat dan angin muson tenggara selama bulan Juni – Agustus musim timur. Pada musim barat, di belahan bumi utara daratan Asia terjadi musim dingin dan di belahan bumi selatan daratan Australia terjadi musim panas. Pada saat ini, pusat tekanan tinggi berada di daratan Asia dan pusat tekanan rendah di daratan Australia. Keadaan ini menyebabkan angin bertiup dari daratan Asia menuju daratan Australia, dan sebaliknya terjadi pada saat musim timur. Pada bulan April – Mei dan Oktober – November, arah angin tidak menentu dan periode ini dikenal sebagai musim pancaroba awal tahun dan akhir tahun. Menurut Clark et al. 1999, di Samudera Hindia selama musim timur, angin bertiup dari belahan bumi selatan, akibatnya terjadi akumulasi kelembaban dan presipitasi yang tinggi di daratan Asia, sedangkan pada musim barat, angin kering bertiup dari daratan Asia Barat yang dingin ke Lautan Selatan yang panas. Perubahan angin muson di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa memiliki karakteristik yang sama dengan perairan Indonesia lainnya. Perubahan arah dan kekuatan angin yang bertiup di atas perairan mengakibatkan terjadinya perubahan dinamika di dalam perairan tersebut. Menurut Clark et al. 1999, kuatnya angin muson mengakibatkan meningkatnya transport Ekman, percampuran vertikal, dan tingginya bahang yang hilang akibat evaporasi sepanjang musim panas, sehingga mengakibatkan terjadinya pendinginan suhu permukaan perairan, dan sebaliknya bila angin menjadi lemah dimana percampuran vertikal massa air akan lemah dan bahang