139
LEPPM3 yang merupakan lembaga penyedia dana bergulir bagi nelayan melalui kelompok nelayan. Kedua lembaga ini belum berfungsi dengan baik
khususnya dalam penyediaan permodalan bagi anggotanya sehingga usaha penangkapan sebagian besar dibiayai oleh pengambek. Pengambek untuk
nelayan sekoci di PPP Pondokdadap berperan menyediakan biaya operasional sekoci dan mengelola hasil tangkapan, dimana seorang pengambek bisa
mengelola 5 hingga 60 perahu tergantung pada kekuatan permodalan yang dimilikinya.
4.6.5 Kelompok Nelayan dan Pelibatan Nelayan
Kelompok nelayan di Desa Tambakrejo adalah Kelompok Nelayan Rukun Jaya yang anggotanya terbagi atas sub kelompok sekoci, payang dan
jukung. Khusus untuk sub kelompok sekoci terdaftar 340 buah perahu yang dibedakan atas perahu yang dioperasikan oleh nelayan domisili setempat 220
buah dan perahu yang dioperasikan oleh nelayan andon 130 buah, dengan jumlah anggota yang aktif pada tahun 2010 sebanyak 303 buah sekoci.
Pelibatan nelayan dalam penyusunan kebijakan hampir tidak pernah dilakukan. Dari 65 responden hanya 1.6 yang pernah mengikuti pertemuan di tingkat
kabupaten dalam rangka penyusunan kebijakan perikanan tangkap di Kabupaten Malang.
4.6.6 Illegal fishing dan Penegakan Aturan
Samudera Hindia Selatan Jawa Timur merupakan wilayah penangkapan ikan pelagis besar yang potensil sehingga menjadi sasaran praktek illegal,
unreported, and unregulated IUU fishing oleh nelayan asing. Keterbatasan
personil pengawas dan minimnya sarana prasarana pengawasan merupakan kendala utama bagi penegakan aturan dan hukum dalam pengelolaan
sumberdaya hayati di wilayah perairan Indonesia khususnya di ZEEI. Informasi dari nelayan sekoci mengungkapkan bahwa kapal ikan asing yang
beroperasi di wilayah penangkapan mereka sangat sering dijumpai dengan frekuensi kejadian tinggi yaitu ditemui hampir setiap bulan.
Selain pencurian ikan di laut, yang termasuk kategori illegal fishing menurut Charles 2001
adalah perbuatan atau tindakan nelayan yang menjual ikan hasil tangkapannya
140
di tengah laut transshipment atau melakukan peanangkapan ikan dengan menggunakan bahan-bahan yang merusak lingkungan. Berdasrkan
pertimbangan tersebut, nelayan Sendang Biru tidak terindikasi melakukan transshipment
di tengah laut atau menjual ikan haasil tangkapnnya ke daerah lain.
4.6.7 Kepemilikan Usaha dan Pembatasan Masuk
Dari hasil pendapatan total dari setiap kapal, sekitar 85.78 ditransfer keluar dari Sendang Biru, yaitu untuk ABK sebanyak 4 orang, nahkoda dan
pemilik kapal yang semuanya berasal dari Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Dengan demikian proporsi dari pendapatan yang tertinggal di Sendang Biru
sebesar 14.217 Tabel 26.
Tabel 26 Persentase jumlah pendapatan yang tertransfer dan yang tertinggal
Bagian Keuntungan Pemilik Kapal
Nahkoda ABK
Tertransfer 45.99
23.56 16.21
Tertinggal 5.11
2.62 6.49
Sumber: Hasil analisis dari data primer.
4.7 Analisis Keberlanjutan Kegiatan Penangkapan Madidihang
Kegiatan penangkapan ikan tuna yang dilakukan oleh nelayan sekoci PPP Pondokdadap Sendang Biru Kabupaten Malang dari tahun ke tahun mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Perkembangannya dari tahun 2001 sampai tahun 2010 mencapai 252, dengan rataan pertambahan sekitar 25.1 per
tahun. Fishing ground dari nelayan tersebut berada di ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur dengan titik koordinat 9-12° LS dan 110-114° BT padahal
kondisi oseanografis dari perairan selatan Jawa memiliki kecepatan angin yang besar, terutama pada musim barat. Dengan demikian pada umumnya yang
beroperasi di wilayah tersebut adalah armada besar dan modern. Sebaliknya nelayan Sendang Biru, menggunakan armada kapal sekoci dengan spesifikasi
panjang 16 m, lebar 3.5 m dan tinggi 1.2 m dengan bobot 10 GT. Alat tangkap yang di gunakan adalah pancing ulur hand line dengan alat bantu rumpon laut
dalam. Berdasarkan dari teknologi yang digunakan sesungguhnya armada sekoci rentan apabila beroperasi di perairan ZEEI selatan Jawa tersebut.