Pelabuhan Perikanan Aspek Kelembagaan Perikanan Madidihang .1 Ketersediaan Aturan

138 Kondisi sarana dan prasarana PPP Pondokdadap, sama halnya dengan kondisi pelabuhan perikanan lainnya di Indonesia. Pembangunan sarana dan prasarana tidak disesuaikan dengan produksi ikan yang dominan didaratkan yaitu ikan tuna yang membutuhkan penanganan cepat dan higienis. Kerusakan ikan tuna selain dimulai di kapal, terjadi pada saat bongkar muat, pengangkutan tuna dari dalam box ditarik begitu saja, dilakukan secara manual. Kemudian di angkut dengan pikulan, dan untuk tuna kecil diangkut dengan keranjang bambu yang mudah menggores ikan. Pada saat pelelangan ikan tuna diletakan dilantai yang kotor, permukaannya kasar dan pada saat penimbangan sering kali ikan di seret. Akibatnya ikan menjadi rusak dan terkontaminasi bakteri. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka sering kali Madidihang dari Sendang Biru tidak bisa masuk pasar Benoa Bali. Pedagang Sendang Biru pada umumnya menyiasatinya dengan pengiriman malam hari, sehingga masuk Bali pada waktu subuh agar plat nomor truk pengangkut dari Malang tidak diketahui oleh petugas di Bali. Namun demikian, dengan diterapkannya cath certificate, Madidihang dari Sendang Biru kesulitan untuk masuk ke Benoa Bali. Apabila kondisi pelabuhan PPP Pondokdadap tidak segera di benahi baik sarana dan prasarana maupun manajemennya, niscaya kegiatan perikanan tuna rakyat Sendang Biru akan terganggu keberlanjutannya, sebagai penghasil ikan tuna tujuan ekspor.

4.6.4 KUD Mina Jaya dan Lembaga Keuangan Mikro

KUD Mina Jaya didirikan dengan Badan Hukum No. 5447BHII.1983, tanggal 25 April 1983 yang berkedudukan di Sendang Biru Desa Tambakrejo, dengan jumlah anggota 1 588 orang dari 11 desa dan satu pedukuhan di Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Jumlah anggota KUD ini terdiri dari 382 anggota masyarakat yang memiliki usaha atau pekerjaan nelayan, 774 petani, 201 pengusaha, 174 pengurus PKK, 8 pegawai dan 15 pengrajin. KUD Mina Jaya dikelola oleh tiga orang pengurus yang bertindak sebagai ketua, sekretaris dan bendahara, dengan petugas kantor 3 orang, petugas TPI 12 orang, petugas PAM 3 orang, serta ditambah 1 orang manajer yang berstatus tenaga kontrak. KUD Mina Jaya merupakan penyelenggara pelelangan ikan, penyedia perbekalan melaut, dan pengelola SPDN di PPP Pondokdadap. Selain KUD terdapat pula Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina 139 LEPPM3 yang merupakan lembaga penyedia dana bergulir bagi nelayan melalui kelompok nelayan. Kedua lembaga ini belum berfungsi dengan baik khususnya dalam penyediaan permodalan bagi anggotanya sehingga usaha penangkapan sebagian besar dibiayai oleh pengambek. Pengambek untuk nelayan sekoci di PPP Pondokdadap berperan menyediakan biaya operasional sekoci dan mengelola hasil tangkapan, dimana seorang pengambek bisa mengelola 5 hingga 60 perahu tergantung pada kekuatan permodalan yang dimilikinya.

4.6.5 Kelompok Nelayan dan Pelibatan Nelayan

Kelompok nelayan di Desa Tambakrejo adalah Kelompok Nelayan Rukun Jaya yang anggotanya terbagi atas sub kelompok sekoci, payang dan jukung. Khusus untuk sub kelompok sekoci terdaftar 340 buah perahu yang dibedakan atas perahu yang dioperasikan oleh nelayan domisili setempat 220 buah dan perahu yang dioperasikan oleh nelayan andon 130 buah, dengan jumlah anggota yang aktif pada tahun 2010 sebanyak 303 buah sekoci. Pelibatan nelayan dalam penyusunan kebijakan hampir tidak pernah dilakukan. Dari 65 responden hanya 1.6 yang pernah mengikuti pertemuan di tingkat kabupaten dalam rangka penyusunan kebijakan perikanan tangkap di Kabupaten Malang.

4.6.6 Illegal fishing dan Penegakan Aturan

Samudera Hindia Selatan Jawa Timur merupakan wilayah penangkapan ikan pelagis besar yang potensil sehingga menjadi sasaran praktek illegal, unreported, and unregulated IUU fishing oleh nelayan asing. Keterbatasan personil pengawas dan minimnya sarana prasarana pengawasan merupakan kendala utama bagi penegakan aturan dan hukum dalam pengelolaan sumberdaya hayati di wilayah perairan Indonesia khususnya di ZEEI. Informasi dari nelayan sekoci mengungkapkan bahwa kapal ikan asing yang beroperasi di wilayah penangkapan mereka sangat sering dijumpai dengan frekuensi kejadian tinggi yaitu ditemui hampir setiap bulan. Selain pencurian ikan di laut, yang termasuk kategori illegal fishing menurut Charles 2001 adalah perbuatan atau tindakan nelayan yang menjual ikan hasil tangkapannya