Dari Gambar 19 diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar air kerupuk selama penyimpanan baik pada kerupuk kontrol maupun pada kerupuk
dengan penambahan daging ikan sapu-sapu. Peningkatan kadar air dapat disebabkan oleh adanya interaksi kerupuk dengan lingkungan disekitarnya. Dari
gambar tersebut terlihat bahwa kerupuk ikan mengalami kenaikan kadar air dengan stabil, sedangkan kerupuk kontrol mengalami fluktuasi kadar air yang
lebih tinggi. Ini dapat terlihat pada penyimpanan minggu ke-0 hingga minggu ke- 1 selain itu juga pada penyimpanan minggu ke-2 menuju penyimpanan minggu
ke-3 pada kerupuk kontrol. Adanya peningkatan kadar air yang lebih terhadap kerupuk kontrol dapat
disebabkan karena kandungan pati yang terdapat pada kerupuk kontrol lebih besar daripada kandungan pati yang terdapat pada kerupuk dengan penambahan daging
ikan sapu-sapu sehingga menyebabkan kerupuk kontrol lebih bersifat higroskopis, karena bahan yang kandungan patinya lebih tinggi akan rentan terhadap
lingkungan sekitarnya sehingga dapat dengan mudah menyerap air dari sekelilingnya Winarno 1992. Sehingga ketika kemasan kerupuk dibuka, maka
dengan segera kerupuk yang mempunyai sifat higroskopis menyerap air dari lingkungannya.
Hasil analisis ragam terhadap kadar air menunjukkan bahwa penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air kerupuk. Ini berarti
bahwa kadar air kerupuk dapat dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan. Semakin lama penyimpanan maka kadar air kerupuk akan semakin meningkat. Meskipun
kadar air kerupuk mengalami peningkatan selama penyimpanan, namun kadar air maksimal pada penyimpanan minggu ke-4 masih berada dibawah batas maksimal
kadar air yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia SNI 01-2713 tahun 1999 dengan batas kadar air maksimal kerupuk sebesar 12 .
4.2.3.2 Kadar abu
Abu adalah sisa yang tertinggal bila suatu bahan makanan dibakar dengan sempurna didalam suatu tungku pengabuan. Kadar abu menggambarkan
banyaknya mineral yang tidak dapat terbakar dari zat yang dapat menguap Sediaoetama 1996. Hasil analisis kadar abu menunjukkan bahwa kerupuk
kontrol memiliki kadar abu selama penyimpanan pada minggu ke-0, ke-2 dan ke-4 berturut-turut adalah sebesar 1,27 , 1,26 dan 1,24 sedangkan kerupuk ikan
sapu-sapu memiliki kadar abu selama penyimpanan minggu ke-0, ke-2 dan ke-4 berturut-turut adalah sebesar 1,32 , 1,35 dan 1,39 .
Dari data tersebut diketahui bahwa penambahan daging ikan sapu-sapu 32,36 pada pembuatan kerupuk dapat meningkatkan kadar abu kerupuk yang
dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan karena kadar abu yang terdapat pada daging ikan sapu-sapu sebesar 1,07 lebih besar dibandingkan dengan kadar abu tepung
tapioka 0,3 Anonim 1995 diacu dalam Susilo 2001. Kandungan abu yang lebih besar pada daging ikan sapu-sapu daripada kandungan abu yang dimiliki
tepung tapioka tersebut menyebabkan kadar abu kerupuk ikan lebih besar. Hasil analisis kadar abu kerupuk selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 20.
1 .3 5 1 .3 9
1 .2 4 1 .2 6
1 .2 7 1 .3 2
1 .1 5 1 .2 0
1 .2 5 1 .3 0
1 .3 5 1 .4 0
1 .4 5
M0 M2
M4
Pe n yim p an an m in g g u N
ila i r
a ta
-r a
ta k ad
a r a
b u
32,36
Gambar 20. Histogram nilai rata-rata kadar abu kerupuk selama penyimpanan Histogram menunjukkan bahwa kadar abu kerupuk ikan sapu-sapu
mengalami kenaikan selama penyimpanan, sedangkan kadar abu kerupuk kontrol mengalami penurunan selama penyimpanan. Peningkatan dan penurunan kadar
abu kerupuk selama penyimpanan ini sangat kecil sekali. Adanya peningkatan dan penurunan kadar abu dapat disebabkan oleh pengadukan yang kurang kalis
pada saat pengadonan sehingga adonan yang dihasilkan tidak homogen. Kadar abu kerupuk yang dihasilkan tidak memenuhi syarat maksimal kadar abu yang
telah ditetapkan oleh SNI 01-2713 tahun 1999 yang menetapkan kadar abu maksimal untuk kerupuk ikan sebesar 1 .
4.2.3.3 Kadar lemak