Waktu dan Tempat Rancangan Percobaan Steel dan Torrie 1993

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2005 bertempat di Laboratorium Penanganan dan Pengolahan, Laboratorium Industri, Laboratorium Organoleptik, Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biokimia Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Laboratorium Pilot Plan Pusat Antar Universitas PAU Pangan dan Gizi, serta Laboratorium Biokimia Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan sapu-sapu Hyposarcus pardalis yang diperoleh dari sungai Cangkurawok yang terletak di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor dengan harga Rp 1.000,.kg dengan ukuran ± 15 – 20 cm. Bahan lainnya yang digunakan adalah tepung tapioka, gula, garam, bawang putih dan telur. Selain bahan-bahan tersebut digunakan pula bahan-bahan lainnya yaitu minyak goreng dan bahan- bahan untuk menganalisis kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar karbohidrat, volume pengembangan. seperti HCl, kjeltab, aquades, H 2 SO 4 , pelarut heksan, NaOH, H 3 BO 3 , indikator metil merah, NaCl dan lain-lain.

3.1.2 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, timbangan, baskom, pisau, ember, talenan, blender, tempat pengukus atau dandang, wajan dan kompor. Serta alat-alat lain di laboratorium yang digunakan untuk analisis proksimat, uji kemekaran, uji sensori, uji derajat putih, a w dan uji kerenyahan. Seperti jangka sorong, oven, timbangan analitik, desikator, cawan porselin, pemanas kjeldahl, labu kjeldahl, destilator, erlenmeyer, kertas saring , pemanas listrik, alat ekstraksi soxhlet dan lain-lain.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi daging ikan sapu-sapu terpilih. Konsentrasi daging ikan sapu-sapu yang digunakan adalah 0 kontrol; 6,47 10 g; 12,94 20 g; 19,42 30 g, 25,89 40 g dan 32,36 50 g. Kemudian kerupuk yang dihasilkan dilakukan uji sensori skala hedonik sehingga diperoleh konsentrasi daging ikan terpilih. Selain itu, pada penelitian pendahuluan dilakukan pengukuran terhadap rendemen daging ikan dan volume pengembangan kerupuk ikan sapu-sapu.

3.2.2 Penelitian lanjutan

Pada penelitian lanjutan dilakukan penyimpanan selama 4 minggu terhadap kerupuk ikan sapu-sapu terpilih ternasuk kontrol berdasarkan uji sensori pada penelitian pendahuluan. Pada penelitian lanjutan ini dilakukan uji sensori, uji tingkat kekerasan, uji aktivitas air, uji derajat putih, pengukuran volume pengembangan dan analisis proksimat.

3.2.3 Formula bahan

Formula bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk ikan adalah disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Formula bahan dalam pembuatan kerupuk ikan Tepung tapioka Daging ikan Garam Putih telur Gula Bawang putih Air gram gram gram gram gram gram ml 100 3 11 2,5 3 35 90 10 6,47 3 11 2,5 3 35 80 20 12,94 3 11 2,5 3 35 70 30 19,42 3 11 2,5 3 35 60 40 25,89 3 11 2,5 3 35 50 50 32,36 3 11 2,5 3 35

3.2.4 Prosedur pembuatan kerupuk ikan

Pada proses pengolahan kerupuk ikan terdapat dua metode yang biasa digunakan yaitu metode panas dan metode dingin Wiriano 1984. Pada penelitian ini digunakan metode panas. Tahap-tahap pengolahan kerupuk dengan proses panas adalah sebagai berikut: penyiapan bahan, pembuatan adonan, pencetakan pengukusan, pendinginan, pengirisan dan penjemuran pengeringan. a. Penyiapan bahan Ikan sapu-sapu yang digunakan dalam pembuatan kerupuk dicuci dan disiangi sampai bersih selanjutnya dilakukan pengambilan daging dengan cara: pembedahan ikan dilakukan dari perut bagian bawah yaitu dari mulai anus hingga bagian kepala, kemudian jeroan dan kotoran yang terdapat dalam perut ikan dibuang dan dibersihkan. Selanjutnya pengambilan daging ikan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam untuk memisahkan daging tersebut dari tulang dan kulit ikan. Setelah itu daging ikan yang diperoleh dicuci dan kemudian dihaluskan dilumatkan. b. Pembuatan adonan Bumbu-bumbu bawang putih, garam, gula dan monosodium glutamat yang telah dihaluskan dicampur dengan daging ikan yang telah dilumatkan. Demikian pula dengan telur dan seperempat bagian tepung tapioka yang dilarutkan dalam air ditambahkan ke dalam campuran daging ikan dan bumbu yang sudah dihaluskan. Kemudian dipanaskan sampai suhu mencapai 55 – 60 º C selama kurang lebih 5 menit atau sampai terjadi pembentukan gel dari tepung tapioka tersebut gelatinisasi sambil diaduk hingga diperoleh campuran berbentuk bubur. Selanjutnya sisa tepung tapioka ditambahkan kedalam adonan dan dilakukan pengadukan sampai diperoleh adonan yang homogen, sehingga mudah dicetak atau dibentuk menjadi dodolan. Apabila adonan tersebut dipegang dengan tangan atau alat tidak lengket, menunjukkan pengadonan telah cukup. c. Pencetakan Adonan dicetak atau dibentuk dengan menggunakan tangan menjadi bentuk lontongan silinder dengan panjang ± 15 cm dengan diameter ± 1,5 cm. d. Pengukusan Adonan dikukus dalam langseng bejana penangas selama 1,5 – 2 jam pada suhu 80 – 90 °C sampai adonan benar-benar matang yaitu ditandai dengan berubahnya warna adonan yang semula putih susu menjadi bening, dan apabila adonan ditusuk dengan menggunakan lidi sudah tidak melekat. e. Pengirisan Setelah adonan selesai dimasak, yang ditandai dengan warna bening, dodolan diangkat dari penangas kemudian diangin-anginkan selama kurang lebih 24 jam. Setelah dingin dodolan diiris dengan ketebalan 1 – 2 mm dengan menggunakan pisau. f. Pengeringan penjemuran Pengeringan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pengeringan alami. Pengeringan alami yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari, dimana dodolan yang telah diiris diatur diatas tampah kemudian dijemur dibawah sinar matahari. Pengeringan dilakukan selama 2 hari. Untuk lebih jelasnya alur proses pembuatan kerupuk ikan dapat dilihat pada Gambar 3.

3.3 Pengamatan dan Analisis Produk

Kerupuk ikan yang telah dikeringkan kemudian dikemas dengan menggunakan plastik polipropilen setelah itu dilakukan penyimpanan dengan lama penyimpanan yang berbeda-beda yaitu 0 minggu, 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu.

3.3.1 Pengukuran rendemen AOAC 1995

Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah. Rendemen = 100 awal ikan berat akhir daging berat x

3.3.2 Analisis sifat fisik

Analisis sifat fisik dilakukan pada setiap titik pengamatan yaitu pada minggu ke-0, ke-1, ke-2, ke-3 dan minggu ke-4. Analisis sifat fisik yang dilakukan adalah kekerasan, volume pengembangan, dan derajat putih.

3.3.2.1 Uji kekerasan metode penetrometri Ranganna 1986

Uji kerenyahan dilakukan terhadap kerupuk matang dengan menggunakan penetrometer. Kerupuk direntangkan pada dasar alat penetrometer, kemudian ditusukkan jarum kedalam kerupuk selama 5 detik. Nilai kekerasan dapat dilihat pada angka yang ditunjukkan oleh meter. Semakin kecil nilai yang didapatkan, maka tingkat kekerasan semakin besar. Ikan sapu-sapu segar Penyiangan dan pengambilan daging Pelumatan Pencampuran Pemanasan 55-60 °C, ± 5 menit Pengadonan diuleni + ¾ bagian tepung tapioka Pencetakan dodolan Pengukusan 1,5 – 2 jam, 80 - 90 °C Pendinginan suhu ruang, 24 jam Pengirisan tebal : 1 – 2 mm Penjemuran 2 hari kerupuk ikan Gambar 3. Skema proses pembuatan kerupuk ikan Modifikasi metode Wiriano, 1984 Daging lumat 0, 10, 20, 30, 40, 50 Bawang putih , garam, gula, putih telur, air, ¼ bagian tepung tapioka

3.3.2.2 Uji volume pengembangan Zulviani 1992

Pengukuran volume mengembang kerupuk dilakukan dengan menggunakan 5 keping kerupuk untuk setiap kali pengukuran. Sampel dimasukkan dalam posisi vertikal dalam gelas ukur yang ¼ bagiannya telah diisi manik-manik, kemudian gelas ukur diisi kembali dengan manik-manik sampai penuh dengan membentuk permukaan yang rata. Volume manik-manik yang digunakan baik tanpa atau dengan contoh diukur dengan gelas ukur. Volume jenis kerupuk ditentukan dengan rumus: Volume jenis kerupuk = sampel gram V2 - V1 Keterangan: V1 = volume manik-manik dalam wadah gelas tanpa berisi contoh V2 = volume manik-manik dalam wadah gelas berisi contoh Selisih volume jenis kerupuk goreng dengan volume jenis kerupuk mentah merupakan volume mengembang kerupuk yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Volume mengembang kerupuk = 100 x Vm Vm - Vg Keterangan: Vg = volume jenis kerupuk goreng Vm = volume jenis kerupuk mentah

3.3.2.3 Uji derajat putih Kett Whiteness Electric Laboratory 1981 diacu

dalam Nurhayati 1994 Analisis derajat putih dilakukan terhadap kerupuk mentah. Sampel berupa kerupuk dimasukkan kedalam cawan whiteness meter hingga padat dan penuh. Kemudian cawan berisi sampel serta cawan berisi standar berupa white plate atau serbuk BaSO 4 dimasukkan kedalam sistem Kett Whiteness Meter. Derajat putih diukur dengan membandingkan warna sampel dengan warna kontrol, ditunjukkan oleh jarum meter pada monitor.

3.3.3 Analisis proksimat

Analisis proksimat dilakukan terhadap kerupuk mentah yaitu pada awal minggu ke-0, pertengahan minggu ke-2 dan akhir penyimpanan minggu ke-4 kecuali pada analisis kadar air dilakukan setiap kali pengamatan minggu ke-0 hingga minggu ke-4

3.3.3.1 Analisis kadar air AOAC 1995

Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit atau sampai didapat berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3 – 4 jam pada suhu 105-110 º C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air berat basah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar air = B B B 2 1 − x 100 Keterangan :B = berat sampel gram B1 = berat sample + cawan sebelum dikeringkan B2 = Berat sampel + cawan setelah dikeringkan

3.3.3.2 Analisis kadar abu metode gravimetri AOAC 1995

Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang kurang lebih 3 gram dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan dalam tanur. Pengabuan dilakukan pada suhu 550 º C selama 2-3 jam. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin cawan kemudian ditimbang. Persentase dari kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar abu = 100 x g sampel Berat g abu Berat

3.3.3.3 Analisis kadar lemak AOAC 1995

Sampel sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang diatas kondensor serta labu lemak dibawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Lebu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105º C selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus: Lemak = 100 x g sampel Berat g lemak Berat Berat lemak = berat labu + lemak – berat labu

3.3.3.4 Analisis kadar protein metode mikro kjeldahl AOAC 1995

Analisis kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode kjeldahl mikro. Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan K 2 SO 4 1,9 g, HgO 40 mg, H 2 SO 4 2,5 ml serta beberapa tablet kjeldahl. Sampel dididihkan sampai berwarna jernih sekitar 1 – 1,5 jam; didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi. Lalu dibilas dengan air sebanyak 5 –6 kali dengan akuades 20 ml dan air bilasan tersebut juga dimasukkan dibawah kondensor dengan ujung kondensor terendam didalamnya. Ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40 sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml berisi larutan H 3 BO 3 dan 3 tetes indikator campuran metil merah 0,2 dalam alkohol dan metilen blue 0,2 dalam alkohol dengan perbandingan 2:1 yang ada dibawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H 3 BO 3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunkan rumus sebagai berikut: Nitrogen = 100 x sampel mg 14.007 x NHCl x blanko - HCl ml Protein = N x faktor konversi 6,25

3.3.3.5 Analisis kadar karbohidrat by difference Winarno 1997

Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Analisis kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar karbohidrat = 100 - kadar air + kadar abu +kadar lemak + kadar protein

3.3.4 Kapang SNI 1992

Pengujian terhadap kapang dilakukan setiap kali pengamatan yaitu pada minggu ke-0, ke-1, ke-2, ke-3 dan minggu ke-4. Pengujian terhadap kapang ini dilakukan secara visual yaitu dengan cara mengamati permukaan kerupuk dengan menggunakan kaca pembesar loupe.

3.3.5 Uji aktivitas air Apriyantono et al 1989

Analisa aktivitas air a w dilakukan dengan menggunakan a w meter Shibaura WA-360. Sampel diletakkan dalam cawan pengukur a w . Setelah cawan ditutup dan dikunci, kemudian a w meter di dijalankan. Sebelum digunakan untuk pengukuran untuk terlebih dahulu a w meter dikalibrasi dengan menggunakan garam NaCl suhu 30 ° C.

3.3.6 Uji sensori Soekarto 1985

Pengujian sifat organoleptik dilakukan berdasarkan uji kesukaan berskala hedonik. Sampel disajikan dengan memberi nomor secara acak dan panelis sebanyak 30 orang diminta memberikan penilaian kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, kerenyahan dan penampakan kerupuk ikan setelah digoreng. Pengujian organoleptik dilakukan pada setiap waktu penyimpanan.

3.4 Rancangan Percobaan Steel dan Torrie 1993

Rancangan percobaan yang digunakan untuk uji volume pengembangan dalam penelitian pendahuluan yaitu adalah Rancangan Acak Lengkap Tunggal dengan satu faktor yaitu konsentrasi daging ikan sapu-sapu. Bila hasil analisis berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut BNJ untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Model Rancangan: Y ik = µµ + A i + εε ik Keterangan: Y ik = respon percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i, ulangan ke-k µ = nilai tengah umum rataan A i = pengaruh taraf ke-i faktor A i = 1, 2,..n ε ik = kesalahan percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i pada ulangan ke-k Sedangkan rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian lanjutan yaitu Rancangan Acak Lengkap pola faktorial dengan dua faktor sebanyak 2 kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi daging ikan sapu-sapu A sebanyak duan taraf yang terdiri dari 0 A0 dan 50 A1. Faktor kedua adalah lama penyimpanan B sebanyak 5 taraf yang terdiri dari penyimpanan minggu ke-0 B0, minggu ke-1 B1, minggu ke-2 B3, minggu ke-3 B4 dan minggu ke-4 B5. Model rancangan tersebut menurut Steel dan Torrie 1993 adalah sebagai berikut: Yij = µµ + á i + â j + áâ ij +å ijk Keterangan: Y ijk = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij taraf ke-i dari faktor á dan taraf ke-j dari faktor â µ = nilai tengah populasi ái = pengaruh perlakuan á taraf ke-i i = 1, 2 â j = pengaruh perlakuan â taraf ke-j j = 1, 2, 3, 4, 5 áâ ij = pengaruh interaksi perlakuan á ke-i dan perlakuan â ke-j ε ijk = pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis ragam untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi dan lama waktu penyimpanan terhadap kerupuk ikan. Data yang diperoleh dari uji sensori baik pada penelitian pendahuluan maupun penelitian lanjutan dianalisis dengan menggunakan statistik non parametrik dengan metode uji Kruskal-Wallis dan apabila berbeda nyata dilakukan uji lanjut MultipleCcomparison Steel dan Torrie, 1993. Langkah-langkah metode pangujian Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut: 1. Rangking dari data yang terkecil sampai terbesar untuk seluruh perlakuan dalam satu parameter. 2. Hitung total rangking untuk setiap perlakuan dan hitung pula rata-ratanya. 3. Data yang diperoleh dihitung dengan menggunakan rumus: H = ∑ + + 1 n 3 - ni Ri 1 n n 12 2 ; H’ = pembagi H Pembagi = 1 - 1 n n 1 - n T + ; T = t –1 t t + 1 Keterangan: ni = banyaknya pengamatan dalam perlakuan Ri = jumlah rangking dalam perlakuan ke-i t = banyaknya pengamatan seri dan kelompok H’ = H terkoreksi Uji Multiple Comparison:  Ri - Rj  Zα α 2p 6 k 1 n + Keterangan: Ri = rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i Rj = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j k = banyaknya ulangan n = jumlah total data

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui rendemen daging ikan sapu-sapu Hyposarcus pardalis, komposisi kimia daging ikan sapu-sapu Hyposarcus pardalis dan konsentrasi terpilih tidak termasuk kontrol yang diperoleh melalui uji sensori yang selanjutnya akan digunakan pada penelitian lanjutan. Konsentrasi yang digunakan pada penelitian tahap awal meliputi kontrol, penambahan daging ikan sapu-sapu sebesar 0 kontrol; 6,47 ; 12,94 ; 19,42 ; 25,89 dan 32,36 .

4.1.1 Rendemen daging ikan

Rendemen merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antar berat akhir dengan berat awal proses Amiarso 2003. Rendemen dapat dinyatakan dalam desimal atau persen. Rendemen ikan yang dihitung berdasarkan persentase ikan sapu-sapu utuh terhadap daging ikan sapu-sapu yang diperoleh adalah sebesar 26,06 . Hal ini menunjukkan bahwa ikan sapu-sapu memiliki nilai rendemen yang rendah, karena ikan tersebut memiliki kulit yang sangat keras sehingga proses pengambilan daging sulit untuk dilakukan. Rendemen daging ikan sapu-sapu salah satunya dapat dipengaruhi oleh cara pengambilan daging yang dilakukan. Cara pengambilan daging yang baik dapat dilihat dari sedikitnya daging ikan sapu-sapu yang masih menempel pada kulit dan tulang. Semakin baik cara pengambilan daging yang dilakukan maka semakin tinggi nilai rendemen daging ikan yang dihasilkan.

4.1.2 Komposisi kimia daging ikan sapu-sapu Hyposarcus pardalis

Ikan sapu-sapu Hyposarcus pardalis yang digunakan berasal dari sungai Cangkurawok yang terletak di desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Ikan sapu-sapu Hyposarcus pardalis yang digunakan mempunyai ukuran panjang ± 15 – 20 cm dengan berat ± 225 gekor. Komposisi kimia daging