36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Subjek 1
1. Latar Belakang
Subjek pertama bernama Lita. Lita adalah seorang mahasiswi arsitek berusia 21. Lita merupakan anak kedua dari dua bersaudara dimana
keduanya adalah wanita. Saat ini rutinitas yang dilakukan Lita adalah kuliah dan sedang menyusun tugas akhirnya. Lita merupakan seorang yang mudah
bergaul, periang dan terbuka walaupun di awal perjumpaan Lita terkesan cuek dan menjaga jarak. Namun karena adanya kesediaan Lita untuk
menjadi subjek penulis dan diadakannya rapport berulang-ulang oleh penulis maka sikap cuek dan menjaga jarak tersebut perlahan menghilang
dan berubah menjadi sikap yang terbuka, menyenangkan dan bersahabat. Sikap inilah yang kemudian memudahkan penulis untuk menanyakan
pengalaman Lita yang berkaitan dengan kehidupannya bersama keluarganya yang berbeda agama.
Lita terlahir dari kedua orang tua yang memiliki latar belakang agama yang berbeda. Sejak awal pembagian agama telah terjadi di antara
dirinya dan kakaknya. Kedua orang tuanya telah sepakat untuk membagi mereka sesuai dengan agama orang tuanya. Pada saat itu, kakaknya secara
otomatis mengikuti agama ayahnya, yaitu Islam dan Lita terpilih untuk
mengikuti agama ibunya, yaitu Kristen, walaupun pada akhirnya kakaknya berpindah agama dan mengikuti agama suaminya saat ini.
“Tapi Islam itu kan baru kemungkinannya dan mbakku pun jadi Islam karena pembagian dari Bapak Ibu dulu, aku Kristen, mbakku Islam
” “Trus ternyata dapetnya suami orang Kristen ya udah otomatis
mbakku ikut agama pasangannya gitu ”
Kedua orang tuanya menikah secara hukum di catatan sipil, dikarenakan ayahnya yang tidak mau menikah secara Kristen dan ibunya
yang tidak mau menikah secara Islam. Menurut Lita, ayahnya adalah seorang muslim yang tidak terlalu taat dan bahkan telah meninggalkan
rutinitas ibadah agamanya.
“Bapak ga pernah puasa trus yang puasa cuma kakakku” “Dulu pernah sholat tapi cuma sekali, dua kali deh, abis itu aku ga
pernah liat lagi”
Sedangkan ibunya adalah seorang penganut Kristen yang taat dan masih menjalankan ibadah agamanya dengan rutin.
“Kalo ibu rajin bahkan ibu itu sering banget jadi pengurus kegiatan- kegiatan di gereja. Pokoknya ibu itu termasuk umat gereja yang aktif”
Sebelum menikahi ibunya, ayahnya pernah berjanji untuk menjadi seorang kristiani namun setelah menikah dan hingga saat ini, hal tersebut
belum ditepati oleh ayahnya.
“Tapi setauku, memang dulu sebelum nikah sama Ibu, Bapak itu pernah janji mau pindah ke agama Ibu setelah nikah tapi nyatanya
sampe sekarang Bapak tetep Islam ”
Bagi Lita, sikap ayahnya yang tidak menepati janji untuk pindah ke agama Ibu, menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya konflik agama di dalam
keluarganya. Konflik yang hanya diawali dengan hal-hal sepele namun berujung pada pembahasan perbedaan agama yang ada.
“.. aku ga tau ya mungkin ada hubungannya sama itu ayah yang ga jadi pindah ke agama ibu cuma aku heran aja, wong udah dijalanin,
kenapa harus diributin lagi, aneh aja menurutku ”
Keadaan ini sempat membuat Lita menjadi kecewa dan sedih. Baginya tinggal dan berkembang dalam keluarga yang berbeda agama bukanlah hal
yang mudah terlebih ketika perbedaan agama memicu timbulnya konflik di dalam keluarga.
“Ya ngeliat Bapak sama Ibu sering cekcok soal agama aja aku udah bingung dan kadang tuh ya males
” “… jadi cuma gara-gara cekcok agama gitu, mereka hampir cerai
dan waktu itu rasanya sedih gimana gitu, rasanya ga siap aja, tapi ga tau ya, semakin kesini aku rasanya semakin biasa aja, mungkin bosen
kali ya dari dulu liat mereka gitu, jadi sekarang ya udah belajar terima apa yang ada aja, rasanya lebih siap aja kalo efek paling
buruknya itu terjadi
“
Konflik perbedaan agama ini secara tidak langsung memberikan efek yang tidak menyenangkan terhadap Lita dan kakaknya. Efek yang paling
dirasakan adalah ketika Lita dan kakaknya berusaha menengahi konflik tersebut namun justru dipandang sebagai keberpihakan terhadap salah satu
pihak. Merasa tidak banyak membantu, akhirnya Lita dan kakaknya memilih untuk menghindar ketika konflik perbedaan agama sedang terjadi
di antara orang tuanya.
“Bapak sama Ibu udah berantem, mereka tuh otomatis nyari dukungan, sebenernya kita juga ga dukung sih cuma berusaha
ngelurusin aja tapi kan kalo udah gitu jadinya apa ya, mungkin pihak yang sebenernya salah jadi kayak ga ngerasa didukung gitu. Udah
deh, ribet kalo udah gitu. Makanya sekarang aku lebih milih diem aja
”
Konflik perbedaan agama yang tidak jelas penyelesaiannya, kepindahan kakak ke Kalimantan serta perubahan sikap Lita terhadap
konflik agama tersebut ternyata mampu meminimalisir timbulnya kembali pembahasan agama di dalam keluarganya.
“
Kalo sekarang sih udah jarang, soalnya mbakku kan udah ikut suaminya dan aku juga kadang udah ga mau ikut-ikutan lagi, jadi ya
gitu. Sekarang sih kalo yang aku liat, mereka udah sangat meminimalisir pembahasan agama, soalnya capek juga kali ya, ya itu
tadi, cuma gantung akhirnya ”
Namun, tinggal dan berkembang dalam keluarga yang berbeda agama juga memberikan hal positif bagi Lita. Lita merasa menjadi seseorang yang
memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap perbedaan dan pengetahuan yang lebih luas dalam hal keagamaan
.
“ Lagian aku tuh malah seneng dengan keadaan ini, jadi gimana yaa … aku tuh merasa bisa lebih jadi orang yang membuka diri dengan
orang lain yang latar belakang agamanya berbeda sama aku ”
Keterbukaan dan ketertarikan Lita terhadap agama lain tidak membuatnya beralih dan merubah pilihannya untuk menjadi seorang
Kristiani. Bagi Lita menjadi seorang Kristiani bukanlah suatu hal yang perlu ia pertanyakan lagi walaupun terdapat variasi agama di dalam keluarganya
dan di lingkungan sekitarnya.
“Ada sih ketertarikan dengan agama lain tapi ya biasa aja sih … Cuma untuk nambah pengetahuan aja tapi ga lebih dari itu karena
aku emang udah sreg sama agamaku ”
2. Eksplorasi Sebagai Proses Menuju Kristiani yang Ideal