Menjadi sangat menarik untuk diperhatikan bahwa ketika pasangan memiliki agama yang berbeda, maka akan terbentuk perbedaan
prinsip hidup mendasar dan kuat yang tidak dapat dipengaruhi oleh pasangan ataupun keluarga pasangannya. Hal ini akan berdampak pada
penerimaan anggota keluarga baru yang “berbeda”. Efek dari adanya sikap ini terutama terlihat ketika kedua pasangan benar-benar merasa
terikat dengan keluarga asal dan latar belakang agamanya masing- masing, lebih jauh hal ini akan menjadi buruk ketika pasangan tidak
dapat memprediksikan bagaimana perbedaan agama memberikan dampak terhadap kehidupan pernikahan mereka dan stabilitas keluarga,
fungsi masing-masing dan rutinitas yang ada di dalamnya Joanides, Mayhew, Mamalakis, dalam Shaffer, 2006. Pola komunikasi yang
tidak efektif, kurangnya rasa saling pengertian dan ketidakmampuan pasangan dalam mengelola perbedaan yang ada akan menjadi masalah
kecil yang berakibat fatal bagi setiap pasangan pernikahan terlebih pasangan pernikahan beda agama
b. Permasalahan yang Dialami oleh RemajaDewasa Awal
Kehadiran seorang anak dalam pasangan nikah beda agama menjadi masalah yang cukup berat apabila keduanya tidak memiliki
pemahaman dan komunikasi yang efektif. Hal ini akan semakin berat ketika anak telah memasuki usia remaja dimana mereka mulai
memahami adanya perbedaan agama dan memunculkan pertanyaan karenanya Marcia dalam Anonim, 2006. Remajadewasa awal yang
berasal dari keluarga beda agama akan menghadapi dua agama beserta aktivitas keagamaannya yang berbeda. Hal ini memungkinkan
munculnya keraguan beragama dalam diri remajadewasa awal karena mereka tidak mengetahui agama mana yang dapat mereka terima dan
sesuai dengan dirinya Hurlock, 1973. Beberapa orang tua beda agama biasanya telah membuat
komitmen mengenai status agama untuk anak mereka namun beberapa orang tua tidak terlalu memperdulikan komitmen pemilihan agama untuk
anak mereka. Ada atau tidaknya komitmen yang dibentuk oleh orang tua terhadap pemilihan identitas agama akan tetap memunculkan
kebingungan pada diri remajadewasa awal, karena mereka memiliki kesempatan untuk memutuskan komitmen beragama yang sesuai dengan
kenyamanan diri dan hati mereka. Terbatasnya pengetahuan terhadap agama, tingkat ketaatan terhadap agama di dalam keluarga,
ketidakseimbangan atau tidak adanya aktivitas keagamaan yang dilakukan orang tua, menjadi faktor terbesar pemicu terjadinya
kebingungan agama dalam diri remajadewasa awal atau minimnya peran agama tidak menjadikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
sebagai pedoman hidup dan landasan dalam bertindak dalam diri remajadewasa awal Hurlock, 1973. Selain itu rasa iba terhadap pihak
orang tua yang tidak memiliki penerus agamanya serta adanya paksaan orang tua untuk tetap mengikuti komitmen yang telah dibuat sebelumnya,
secara psikologis memberikan pengaruh dalam diri remajadewasa awal untuk menentukan komitmen beragama dalam dirinya.
Adanya konflik mengenai perbedaan agama di antara orang tua juga dapat memicu timbulnya kecenderungan bagi remajadewasa awal
untuk tidak memiliki identitas agama Pettersen dalam Nelsen, 1990. Sebuah studi mengatakan bahwa dalam suatu keluarga beda agama
apabila hanya ada satu pihak orang tua yang memiliki identitas agama yang jelas, remajadewasa awal memiliki kecenderungan untuk tidak
memiliki identitas agama, terlebih ketika ibu adalah pihak yang tidak memiliki identitas agama yang jelas Nelsen, 1990. Orang tua yang telah
memiliki keputusan mengenai pembagian agamapun akan tetap memiliki konflik di belakangnya. Biasanya remajadewasa awal cenderung
diarahkan untuk mengikuti salah satu agama orang tua atau bahkan agama lainnya di luar agama orang tua, maka dalam proses ini bukan
hanya kompetisi orang tua yang muncul untuk memperlihatkan yang terbaik dari agamanya masing-masing namun juga rasa cemburu apabila
remajadewasa awal dibesarkan dalam lingkup agama tertentu. Menyimpulkan dari beberapa penelitian terdahulu yang telah
dilakukan, permasalahan keagamaan yang dialami oleh remajadewasa awal dari keluarga beda agama antara lain :
a Adanya rasa ragu dalam diri remajadewasa awal untuk
memutuskan komitmen beragama karena mereka tidak
mengetahui agama yang dapat mereka terima dan sesuai dengan dirinya.
b Munculnya kebingungan pada diri remajadewasa awal, karena
mereka tidak memiliki kesempatan untuk memutuskan komitmen beragama yang sesuai dengan kenyamanan diri dan
hati mereka ketika orang tua telah menciptakan keputusan beragama dalam diri remajadewasa awal secara sepihak.
c Adanya kecenderungan untuk tidak memiliki identitas agama
dalam diri remajadewasa awal. Intensitas aktivitas keagamaan yang lebih nyata, adanya figur
yang bisa dijadikan panutan dan pengetahuan mengenai suatu agama, dapat mempermudah remajadewasa awal dalam proses eksplorasi untuk
mempelajari, memahami dan perlahan meyakini konsep agama tertentu Marcia, 2006. Perilaku orang tua yang menyenangkan dalam usaha
menjembatani dan
menjelaskan perbedaan
yang ada
mampu memfasilitasi kemampuan remajadewasa awal untuk memahami dan
meyakini Tuhan dan perbedaan secara positif. Namun perilaku negatif yang ditampilkan orang tua cenderung menghilangkan hal baik dalam
diri remajadewasa awal dalam usaha memahami dan meyakini Tuhan Dollahite dalam Marks, 2006.
B. Identitas Agama