Proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama.

(1)

PROSES

PROSESPROSES EKSPLORASIPROSESEKSPLORASIEKSPLORASIEKSPLORASI DANDANDANDAN PEMBUATANPEMBUATAN KOMITMENPEMBUATANPEMBUATANKOMITMENKOMITMENKOMITMEN BERAGAMABERAGAMABERAGAMABERAGAMA REMAJA/DEWASA

REMAJA/DEWASAREMAJA/DEWASAREMAJA/DEWASAAWALAWALAWALAWAL DARIDARIDARIDARI KELUARGAKELUARGAKELUARGAKELUARGA BEDABEDABEDABEDAAGAMAAGAMAAGAMAAGAMA Ellisa

EllisaEllisaEllisa BriyandhanieBriyandhanieBriyandhanieBriyandhanie YuniartiYuniartiYuniartiYuniarti ABSTRAK

ABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Kebingungan remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama dalam memutuskan identitas agamanya, terjadi karena remaja/dewasa awal menghadapi 2 agama yang berbeda. Dalam hal ini, proses eksplorasi memegang peranan penting bagi remaja/dewasa awal dalam menentukan komitmen beragama yang akan diyakininya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal yang berasal dari keluarga beda agama dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 subjek yang termasuk dalam rentang usia remaja akhir hingga dewasa awal. Data dikumpulkan melalui proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum dan wawancara informal. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas kumulatif dan validitas argumentative. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tahapan proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama terjadi di dalam diri remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama. Terdapat kesamaan dalam proses eksplorasi namun memunculkan tipe eksplorasi yang berbeda, yaitu eksplorasi terbuka dan tertutup. Proses eksplorasi dimaknai sebagai proses diri untuk keluar dari kondisi tidak aman yang disebabkan oleh konflik agama yang berasal dari dalam/luar keluarga, penolakan terhadap diri serta sikap apatis suatu kelompok agama. Sementara, pembuatan komitmen beragama dimaknai sebagai proses pembentukkan komitmen beragama dalam diri remaja/dewasa awal dengan harapan komitmen tersebut mampu menjadi landasan dalam bertindak dan memaknai kehidupan. Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan 3 kecenderungan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama, yaitu 1). Berkomitmen di dalam label suatu agama serta menjadikan agama sebagai landasan untuk menjadi diri yang baik, 2). Berkomitmen di dalam label suatu agama namun berusaha menggunakan pemahaman pribadi sebagai wujud keyakinannya, 3). Berkomitmen di luar label suatu agama dengan memahami dan menggabungkan ajaran tiap agama sebagai wujud keyakinannya.


(2)

EXPLORATION EXPLORATION EXPLORATION

EXPLORATION ANDANDANDAND RELIGIOUSRELIGIOUSRELIGIOUSRELIGIOUS COMMITMENTCOMMITMENTCOMMITMENTCOMMITMENT OF

OFOFADOLESCENT/YOUNGOFADOLESCENT/YOUNGADOLESCENT/YOUNGADOLESCENT/YOUNG ADULTADULTADULTADULT FROMFROM INTERFAITHFROMFROMINTERFAITHINTERFAITHINTERFAITH FAMILIESFAMILIESFAMILIESFAMILIES Ellisa

EllisaEllisaEllisa BriyandhanieBriyandhanieBriyandhanieBriyandhanie YuniartiYuniartiYuniartiYuniarti ABSTRACT

ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT

The religion identity confuseness of adolescent or young adult from interfaith families, occurs while they face the two sets of religion, in the same time. In this case, exploration gets its important part to help the adolescent or young adult to establish their religious commitment. This research aimed to show the exploration process and religious commitment of adolescent or young adult from interfaith families by using qualitative research method. Subjets are 3 late adolescents or young adults. The data were collected through interview process with general guidance and informal interview process. The validities used in this research are cumulative and argumentative validity. The result shows the stages of exploration and the religious commitment’s process, occur inside childrens selves. There are the similiarity in exploration process but it also shows the difference of exploration’s type, which are open and close exploration process. Exploration is defined as a process for themselves to get out from insecure condition caused by religious conflict inside or outside family, self-rejection and self apathetic toward a religion. While the creating a religious commitment is interpreted as a process of creating religious commitment that can be used as a foundation in acting and defining life. The other results is show three tendencies of religious commitment of adolescent or young adult from interfaith families, those are 1). Commitment inside the label of a religion and make it as a foundation for a good self development, 2). Commitment inside the label of religion, but trying to use their own sel-understanding as a form of personal beliefs, 3). Commitment outside the label of religion, trying to understanding and incorporating the value of each religion as a form of personal beliefs.


(3)

PROSES EKSPLORASI DAN PEMBUATAN KOMITMEN BERAGAMA REMAJA /DEWASA AWAL DARI KELUARGA BEDA AGAMA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Ellisa Briyandhanie Yuniarti NIM : 089114098

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

MOTTO

VICTORY isn’t achieved by luck or by being a good person,

It’s achieved through hard working

-Kang Ho Dong-

If you’re inwardly a

serious person,

in the middle years it’ll pay off


(7)

v Teruntuk :

Allah SWT, pencipta dan pecinta segala perbedaan Mama, Bapak dan Adikku

Serta mereka yang teranugrahi indahnya kehidupan diantara “ruas

perbedaan” yang teramat lekat


(8)

(9)

vii

PROSES EKSPLORASI DAN PEMBUATAN KOMITMEN BERAGAMA REMAJA/DEWASA AWAL DARI KELUARGA BEDA AGAMA

Ellisa Briyandhanie Yuniarti

ABSTRAK

Kebingungan remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama dalam memutuskan identitas agamanya, terjadi karena remaja/dewasa awal menghadapi 2 agama yang berbeda. Dalam hal ini, proses eksplorasi memegang peranan penting bagi remaja/dewasa awal dalam menentukan komitmen beragama yang akan diyakininya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal yang berasal dari keluarga beda agama dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 subjek yang termasuk dalam rentang usia remaja akhir hingga dewasa awal. Data dikumpulkan melalui proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum dan wawancara informal. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas kumulatif dan validitas argumentative. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tahapan proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama terjadi di dalam diri remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama. Terdapat kesamaan dalam proses eksplorasi namun memunculkan tipe eksplorasi yang berbeda, yaitu eksplorasi terbuka dan tertutup. Proses eksplorasi dimaknai sebagai proses diri untuk keluar dari kondisi tidak aman yang disebabkan oleh konflik agama yang berasal dari dalam/luar keluarga, penolakan terhadap diri serta sikap apatis suatu kelompok agama. Sementara, pembuatan komitmen beragama dimaknai sebagai proses pembentukkan komitmen beragama dalam diri remaja/dewasa awal dengan harapan komitmen tersebut mampu menjadi landasan dalam bertindak dan memaknai kehidupan. Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan 3 kecenderungan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama, yaitu 1). Berkomitmen di dalam label suatu agama serta menjadikan agama sebagai landasan untuk menjadi diri yang baik, 2). Berkomitmen di dalam label suatu agama namun berusaha menggunakan pemahaman pribadi sebagai wujud keyakinannya, 3). Berkomitmen di luar label suatu agama dengan memahami dan menggabungkan ajaran tiap agama sebagai wujud keyakinannya.


(10)

viii

EXPLORATION AND RELIGIOUS COMMITMENT

OF ADOLESCENT/YOUNG ADULT FROM INTERFAITH FAMILIES

Ellisa Briyandhanie Yuniarti

ABSTRACT

The religion identity confuseness of adolescent or young adult from interfaith families, occurs while they face the two sets of religion, in the same time. In this case, exploration gets its important part to help the adolescent or young adult to establish their religious commitment. This research aimed to show the exploration process and religious commitment of adolescent or young adult from interfaith families by using qualitative research method. Subjets are 3 late adolescents or young adults. The data were collected through interview process with general guidance and informal interview process. The validities used in this research are cumulative and argumentative validity. The result shows the stages of exploration and the religious commitment’s process, occur inside childrens selves. There are the similiarity in exploration process but it also shows the difference of exploration’s type, which are open and close exploration process. Exploration is defined as a process for themselves to get out from insecure condition caused by religious conflict inside or outside family, self-rejection and self apathetic toward a religion. While the creating a religious commitment is interpreted as a process of creating religious commitment that can be used as a foundation in acting and defining life. The other results is show three tendencies of religious commitment of adolescent or young adult from interfaith families, those are 1). Commitment inside the label of a religion and make it as a foundation for a good self development, 2). Commitment inside the label of religion, but trying to use their own sel-understanding as a form of personal beliefs, 3). Commitment outside the label of religion, trying to understanding and incorporating the value of each religion as a form of personal beliefs.


(11)

(12)

x

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, rasa syukur senantiasa terucap untuk Allah SWT, Dzat terdekat melebihi nadiku sendiri, untuk setiap keajaiban yang tak pernah putus diberikan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi. Skripsi bukan hanya mengenai teori dan kognisi namun juga mengenai mental, kesiapan, kekuatan dan pengorbanan yang teramat besar. Terima kasih teramat berharga, diucapkan untuk :

1. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi, 2. Dosen pembimbing skripsi, Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M.Si,

untuk waktu, keterbukaan, saran serta ilmu yang telah diberikan selama proses penelitian hingga selesai.

3. Dosen Penguji, Ibu Debri Pristinella M.Si dan Ibu Dr. Tjipto Susana, untuk diskusi 2 jam yang sangat menyenangkan beserta saran dan masukannya.

4. Mama, Bapak untuk 23 tahun pengorbanan dan kerja keras tanpa letih hanya untuk melihat anak-anaknya tumbuh menjadi manusia yang lebih baik, berpengetahuan dan berguna.

5. Superhero Rock n Roll, Mas Yosi, Mas Ruben, Mas Niko dan Mas Theo, pokoknya sukses kelewatan buat kita !!!


(13)

xi

6. Keluarga Besar Dwi Soeyanto dan Prawiro Darsono. Ruas perbedaan yang nyata dan teramat lekat namun selalu berhasil membuat saya merasa beruntung karenanya.

7. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., M.Si, dosen pembimbing akademik, untuk nasehat serta pendampingannya selama ini.

8. Seluruh Dosen Psikologi Sanata Dharma, untuk setiap ilmu semoga selalu menjadi manfaat bagi penulis dan orang banyak.

9. Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie, Mas Doni dan Mas Muji, untuk semua bantuannya.

10. PSIBK USD, Bu Sylvi, Bu Susan, Sr.Crescent, Sr.Wahyu, Br.Martin, Pak Priyo, Mbak Lisa dan Gita untuk pertemanan antar usia yang hangat, tanpa jarak namun tetap smart.

11. Hasil akulturasi keyakinan, Lita, Oky, Arsi untuk tralala-trililinya. 12. Masdha FM, terkhusus 07-09, UKM menyenangkan, teramat khusus

untuk Dilla Nindyta.

13. Pondok biru, kos sumuk but feels homy penghuni beserta sesepuhnya (5cm grup on chat).

14. Grup KITA: Darwin, Gerard, Bagus, Mb Nanda dan yang selalu ngangenin Meo-lodi, thanks for laugh, wisdom, acceptance,

experience n another crazy things.

15. Teman-teman Psikologi Sita, Valen, Anggun, Berta, Lita, Ade, Adita, Irin, Mamat, Juwi, Tina, Patrick, Wina, Nana, Dinar, Adi, Andang, Sr Herlina.


(14)

xii

16. Reminder kehidupan yang ga pernah bosen bunyi “Kapan

selesainya?” “Loh katanya udah mau selesai?”, cukup panas di telinga tapi Thanks!

17. Kehidupan, hadiah dan pengalaman yang hingga saat ini masih terus setia menjadi helaan nafas dan sahabat bagi saya.

18. Sindoro, 08-09 Juni 2013, bahwa sisi terkuat manusia adalah ketika ia mampu menembus batas fana kekuatannya dan ketika ia mampu bertahan di batas nyata kelemahannya, Thanks OKY for made it come true !

Akhir kata, ketidaksempurnaan pada skripsi ini biarlah menjadi sarana penyempurna bagi anda yang tertarik dengan keabsahan sebuah ilmu dan implementasinya dalam kehidupan. Penulis akan selalu membuka diri untuk ide, masukan yang akan menjadikan esensi dari karya tulis ini lebih dapat dirasakan dan dimaknai manfaatnya.

Yogyakarta, Penulis


(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

1. Manfaat Teoritis ... 4


(16)

xiv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Pernikahan Beda Agama ... 6

1. Gejala Pernikahan Beda Agama ... 6

2. Permasalahan dalam Pernikahan Beda Agama ... 8

B. Identitas Agama ... 15

1. Definisi Identitas ... 15

2. Definisi Identitas Agama ... 15

3. Eksplorasi dan Komitmen ... 17

C. Review Penelitian Mengenai Identifikasi Agama Remaja/Dewasa Awal dari Keluarga Beda Agama ... 20

D. Kerangka Penelitian ... 24

E. Pertanyaan Penelitian ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B. Fokus Penelitian ... 27

C. Metode Pengumpulan Data ... 27

1. Jenis Wawancara ... 27

2. Pelaksanaan Wawancara ... 28

3. Panduan Wawancara ... 28

D. Subjek Penelitian ... 31

E. Prosedur Analisis Data ... 32

1. Organisasi Data ... 32


(17)

xv

F. Kredibilitas dan Validitas Penelitian ... 34

G. Sistematika Pelaporan ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Profil Subjek 1 ... 36

1. Latar Belakang ... 36

2. Eksplorasi Sebagai Proses Menuju Kristiani yang Ideal ... 40

3. Komitmen untuk Menjadi Kristiani yang Ideal... 46

4. Berkomitmen di Dalam Label Agama Serta Menjadikan Agama Sebagai Landasan untuk Menjadi Diri yang Baik ... 50

B. Profil Subjek 2 ... 52

1. Latar Belakang ... 52

2. Eksplorasi Agama Tanpa Label Agama yang Melekat ... 55

3. Berkomitmen di Luar Label Agama... 60

4. Berkomitmen di Luar Label Agama dengan Memahami dan Mengkombinasikan Ajaran Tiap Agama ... 64

C. Profil Subjek 3 ... 66

1. Latar Belakang ... 66

2. Eksplorasi Keberagaman Agama dengan Tetap Melekatkan Diri pada Satu Agama ... 71

3. Berkomitmen Terhadap Suatu Agama dan Meyakininya dengan Pemahaman Pribadi ... 82

4. Berkomitmen di Dalam Label Suatu Agama Namun Berusaha Menggunakan Pemahaman Pribadi Sebagai Wujud Keyakinannya ... 89


(18)

xvi

D. Pembahasan Penelitian ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 102

1. Bagi Orang Tua dalam Keluarga Beda Agama ... 102

2. Bagi Konselor Keluarga ... 102

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rangkuman Proses Eksplorasi... 108

Lampiran 2. Rangkuman Pembuatan Komitmen ... 126

Lampiran 3. Protokol Wawancara... 142

Lampiran 4. Transkrip Verbatim Wawancara dan Analisis Subjek 1 (Lita)... 146

Lampiran 5. Transkrip Verbatim Wawancara dan Analisis Subjek 2 (Oky) ... 212

Lampiran 6. Transkrip Verbatim Wawancara dan Analisis Subjek 3 (Arsi) ... 247

Lampiran 7. Informed Concent ... 338


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pasangan yang melakukan pernikahan beda agama akan menghadapi beberapa tantangan permasalahan, seperti praktik keagamaan (practicing faith), interaksi dan reaksi terhadap orang tua dan keluarga (parents and family

interactions and reactions, anak (children), hari raya keagamaan dan tradisi

(holiday and traditions), ekspektasi peran (role expectation) (Olinsky, 2002). Efek pernikahan beda agama terhadap anak beserta identifikasi agama pada diri anak, menjadi hal menarik dan lebih banyak dibicarakan dalam kehidupan sosial (Nelsen, 1990).

Anak dalam proses perkembangannya akan memasuki tahapan usia remaja dimana pada tahap ini remaja akan berproses untuk mencari identitas diri, salah satunya identitas agama (Papalia, 2009). Pencarian identitas agama memunculkan pertanyaan mengenai kepercayaan individu kepada Tuhan, bentuk dan tingkat ketaatan dalam beribadah, kehadiran di tempat ibadah serta pendapat mengenai persoalan agama. Remaja yang berasal dari keluarga dengan agama yang homogen akan lebih mudah dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut karena mereka dibentuk oleh satu agama dan pola aturan yang serupa, namun remaja yang berasal dari keluarga beda agama akan diliputi kebimbangan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut karena mereka menghadapi variasi agama dan pola aturan yang berbeda. Hal ini dapat


(21)

memicu timbulnya stress, frustasi, perasaan tidak aman akan identitas agamanya hingga memungkinkan munculnya kebingungan dalam membuat komitmen beragama.

Keputusan pemilihan agama anak secara sepihak oleh orang tua seperti yang dituliskan dalam e-Vision (2005), memberikan dampak tidak menyenangkan terhadap anak. Memasuki usia remaja, anak cenderung mengalami frustasi dan bingung sehingga memunculkan rasa tidak aman terhadap identitas agamanya terlebih ketika kedua orang tua tidak memberikan pengetahuan tentang agama yang ada dan berkembang dalam kehidupan. Selain itu, studi yang dilakukan oleh Nelsen (1990) mengatakan anak memiliki kecenderungan untuk mengikuti salah satu agama orang tuanya namun yang bersifat konservatif. Studi ini juga menunjukkan bahwa anak juga cenderung tidak memiliki identifikasi agama yang jelas ketika tidak adanya identifikasi

agama di dalam diri ibu. Studi yang juga dilakukan oleh Salisbury (“Religious Identity and Religious Behavior of the Sons and Daughter of Religious Intermarriage”) memperlihatkan bahwa mayoritas agama yang dianut oleh

anak merupakan agama yang juga dianut oleh ibunya. Penelitian-penelitian tersebut tidak membahas mengenai dinamika proses eksplorasi pemilihan agama, padahal dalam kenyataannya, tumbuh dan berkembang dalam keluarga beda agama memunculkan berbagai pertanyaan keagamaan yang dapat memicu timbulnya keadaan frustasi dan tidak aman terhadap identitas agama dalam diri apabila anak tidak mendapatkan penjelasan yang tepat dan tidak mendapatkan pendampingan dalam mempelajari agama. Marcia (2006) menjelaskan bahwa


(22)

proses eksplorasi dan pembuatan komitmen terjadi ketika individu berdinamika dalam proses mencari identitas dirinya, khususnya agamanya dalam rentang usia remaja hingga dewasa awal. Pada usia ini anak dianggap telah melakukan proses ekplorasi dan sudah mampu dalam membuat komitmen (Lock dalam Santrock, 1995). Dalam penelitian ini, peneliti berusaha membuka fenomena eksplorasi dan pembentukan komitmen agama yang terjadi dalam diri remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama. Diharapkan penelitian ini dapat membantu dalam proses pencarian jawaban mengenai keagamaan serta membantu dalam menciptakan komitmen beragama yang tepat dan sesuai dengan diri.

Pemilihan komitmen beragama yang tepat pada diri remaja/dewasa awal, mampu mendorong munculnya aturan moral, nilai, kode etik, dan sudut pandang agama/suatu keyakinan yang dapat dijadikan landasaan diri dalam menjalani kehidupan (Papalia, 2009). Pada akhirnya, remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama akan memiliki komitmen beragama yang berbeda-beda sesuai dengan dinamikanya masing-masing (Surbakti, 2009). Memiliki keyakinan yang kuat terhadap nilai/ajaran suatu agama diyakini mampu menciptakan rasa aman dan percaya diri serta ketahanan diri dalam menghadapi konflik (Hurlock, 1973).

Penelitian ini berfokus pada dua hal yaitu proses eksplorasi agama dan proses pembuatan komitmen agama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama. Penggunaan metode kualitatif diharapkan mampu membantu peneliti dalam mendapatkan gambaran yang mendalam mengenai pengalaman


(23)

subjek selama menjalani proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama.

B.Rumusan Masalah

“Bagaimana gambaran proses eksplorasi dan pembuatan komitmen

beragama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama?”

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menggambarkan proses eksplorasi agama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama.

2. Menggambarkan proses pembentukan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini : 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan kontribusi pada ilmu psikologi yang bergerak dalam bidang pernikahan dan keluarga, khususnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pernikahan beda agama.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pasangan yang akan dan sedang melakukan pernikahan beda agama, sebagai sumber inspirasi dan pemahaman lebih


(24)

mendalam mengenai dinamika remaja/dewasa awal yang akan melakukan proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama.

b. Bagi remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama, sebagai sumber inspirasi dan pemahaman lebih mendalam mengenai proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama.

c. Bagi masyarakat luas, sebagai sumber informasi tambahan dalam memahami proses individu yang berasal keluarga beda agama sehingga dapat menunjukkan sikap toleransi dan menghargai.


(25)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Pernikahan Beda Agama

1. Gejala Pernikahan Beda Agama

Pernikahan beda agama merupakan sebuah pernikahan dimana pasangan pernikahan memiliki keyakinan atau kepercayaan yang berbeda satu dan yang lainnya (Hood dkk dalam Lord, 2008). Pernikahan beda agama dapat terjadi karena adanya interaksi yang semakin tinggi antara orang yang berasal dari kelompok agama yang berbeda (Duvall & Miller, 1985). Pernikahan beda agama tidak hanya mengenai perpaduan dua keyakinan dalam sebuah ikatan namun juga mengenai proses pasangan dalam memandang perbedaan yang ada secara fleksibel serta bagaimana proses pasangan menjembatani perbedaan yang ada (Eaton dalam Shaffer, 2006).

Pernikahan beda agama masih menjadi hal yang sangat tabu untuk terjadi di Indonesia sehingga beberapa komunitas keagamaan mengharapkan pernikahan ini tidak pernah terjadi. Namun adanya pluralitas yang berkembang di tengah kehidupan masyarakat Indonesia menyebabkan kehidupan menjadi makin majemuk sehingga masyarakat Indonesia menjadi terbiasa bergaul dalam suasana lintas etnis, lintas ras bahkan lintas agama yang memungkinkan terjadinya pernikahan beda agama. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan angka pernikahan beda agama yang terjadi di


(26)

Indonesia sejak lebih dari 20 tahun yang lalu. Hasil dari sebuah penelitian yang pernah dilakukan di Yogyakarta pada tahun 2003 yang mengatakan bahwa pada tahun 1980 sampai tahun 2000 dari 1000 kasus pernikahan yang tercatat, terjadi hampir 12–18 kasus pernikahan beda agama (Aini, 2005). Lembaga Interfaith Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) sejak tahun 2005 hingga Februari 2012 telah berhasil memfasilitasi 282 pernikahan pasangan beda agama dan juga telah memberikan konsultasi seputaran pernikahan beda agama (Nurcholish, 2012). Walaupun demikian, peraturan di Indonesia masih membatasi terjadinya pernikahan beda agama

Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agama dan kepercayaan” (UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1). Selain itu, dalam peraturan beberapa agama, tidak diperbolehkan untuk melakukan pernikahan beda agama kecuali dengan ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pernikahan beda agama berusaha menghidupkan dua keyakinan yang berbeda dalam sebuah lingkup keluarga. Dalam prosesnya, pernikahan beda agama akan menghadapi permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks baik bagi pasangan maupun remaja/dewasa awal yang tumbuh dan berkembang di dalamnya. Perbedaan agama dapat mengancam stabilitas pernikahan apabila pasangan tidak mampu mendiskusikannya dengan baik. Pada kenyataannya, penelitian mengenai pernikahan beda agama selalu memperlihatkan ketidaksepahaman pasangan dalam menghadapi konflik


(27)

agama cenderung memunculkan konflik pernikahan dan memperburuk stabilitas pernikahan (Olinsky, 2002).

2. Permasalahan dalam Pernikahan Beda Agama a. Permasalahan yang Dialami Oleh Pasangan

Penelitian yang dilakukan oleh Lehrer dan Michael (Caffaro, 2011) menunjukkan bahwa perbedaan agama dapat meningkatkan risiko konflik serta menciptakan ketidakstabilan dalam pernikahan. Tantangan terbesar ketika pasangan memiliki latar belakang agama yang berbeda adalah membentuk rasa saling memahami dan rasa saling menghargai terhadap proses negosiasi perbedaan-perbedaan yang ada. Sherkat (Shaffer, 2006) menyatakan bahwa perbedaan sudut pandang agama memberikan pengaruh pada banyak bidang, seperti munculnya konflik antar pasangan, kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian. Hal ini muncul karena agama memberikan pengaruh terhadap banyak hal dalam kehidupan pernikahan, seperti pendidikan dan pengasuhan remaja/dewasa awal, alokasi penggunaan uang dan waktu, pengembangan relasi sosial dan terkadang berpengaruh terhadap pemilihan tempat tinggal.

Pasangan pernikahan beda agama perlu untuk memilah-milah masalah-masalah penting yang harus segera didiskusikan dan masalah lain yang masih dapat ditunda pendiskusiannya. Eaton (dalam Shaffer, 2006) mengatakan apabila pasangan beda agama mampu mendiskusikan perbedaan agama mereka dan saling menghargai perbedaan cara pandang


(28)

maupun tradisi maka akan sangat mungkin bagi mereka untuk melihat perbedaan sebagai hal yang konstruktif dan saling mendukung perkembangan identitas dan praktik kegiatan keagamaan serta membentuk budaya baru sebagai ekspresi dan tujuan dari nilai-nilai yang telah mereka sepakati bersama.

Permasalahan yang biasanya dihadapi dalam pernikahan beda agama antara lain berhubungan dengan :

1. Praktik keagamaan (practicing faith) yaitu mengenai kehadiran masing-masing individu dalam kegiatan ibadah sehari-hari; mengenai bagaimana pasangan menjalankan prosesi ibadah sehari-hari.

2. Interaksi and reaksi terhadap orang tua dan keluarga (parents/family interactions and reactions) yaitu mengenai reaksi anggota keluarga terhadap kehadiran orang baru dengan latar belakang agama yang berbeda; mengenai pengaruh keagamaan dalam keluarga terhadap proses pembuatan keputusan individu sebagai pasangan dan individu sebagai orang tua; mengenai sikap yang sesuai dari masing-masing individu dalam mengunjungi keluarga pasangan.

3. Anak (children) yaitu mengenai pemilihan agama; mengenai agama apa yang lebih dominan dalam hidupnya; mengenai ada atau tidaknya minat untuk mengikuti pendidikan dan ritual


(29)

keagamaan; mengenai seberapa pentingnya menjalankan ritual keagamaan ketika berada dalam lingkup keluarga.

4. Hari raya keagamaan dan tradisi (holiday and traditions) yaitu mengenai pendiskusian perbedaan tradisi keagamaan yang ada (mana yang lebih penting, salah satu atau keduanya memiliki kedudukan yang sama); mengenai pemahaman masing-masing individu terhadap hari perbedaan raya keagamaan dan tradisi dari pasangannya; mengenai sikap dan toleransi individu ketika mengikuti perayaan hari raya dan tradisi keagamaan pasangan lainya, mengenai kemungkinan tentang beberapa hal yang dapat diubah atau dihilangkan sehingga pasangan dapat menerima perbedaan yang ada.

5. Ekspektasi peran (role expectation) mengenai ada atau tidaknya spesifikasi peran gender yang ditetapkan menurut aturan masing-masing agama (Olinsky, 2002).

Tema-tema ini muncul sebagai manifestasi dari adanya perbedaan pedoman hidup yang harus dijalani kedua pasangan, serta tidak adanya komunikasi yang efektif diantara pasangan dan keluarga. Selain itu seiring berjalannya kehidupan pernikahan, beberapa pasangan memiliki pengharapan agar pasangannya mengikuti agamanya namun hal ini sangat jarang sekali dikomunikasikan karena dianggap sebagai hal yang sensitif atau sebagai salah satu usaha untuk menjaga perasaan masing-masing.


(30)

Menjadi sangat menarik untuk diperhatikan bahwa ketika pasangan memiliki agama yang berbeda, maka akan terbentuk perbedaan prinsip hidup mendasar dan kuat yang tidak dapat dipengaruhi oleh pasangan ataupun keluarga pasangannya. Hal ini akan berdampak pada

penerimaan anggota keluarga baru yang “berbeda”. Efek dari adanya

sikap ini terutama terlihat ketika kedua pasangan benar-benar merasa terikat dengan keluarga asal dan latar belakang agamanya masing-masing, lebih jauh hal ini akan menjadi buruk ketika pasangan tidak dapat memprediksikan bagaimana perbedaan agama memberikan dampak terhadap kehidupan pernikahan mereka dan stabilitas keluarga, fungsi masing-masing dan rutinitas yang ada di dalamnya (Joanides, Mayhew, & Mamalakis, dalam Shaffer, 2006). Pola komunikasi yang tidak efektif, kurangnya rasa saling pengertian dan ketidakmampuan pasangan dalam mengelola perbedaan yang ada akan menjadi masalah kecil yang berakibat fatal bagi setiap pasangan pernikahan terlebih pasangan pernikahan beda agama

b. Permasalahan yang Dialami oleh Remaja/Dewasa Awal

Kehadiran seorang anak dalam pasangan nikah beda agama menjadi masalah yang cukup berat apabila keduanya tidak memiliki pemahaman dan komunikasi yang efektif. Hal ini akan semakin berat ketika anak telah memasuki usia remaja dimana mereka mulai memahami adanya perbedaan agama dan memunculkan pertanyaan karenanya (Marcia dalam Anonim, 2006). Remaja/dewasa awal yang


(31)

berasal dari keluarga beda agama akan menghadapi dua agama beserta aktivitas keagamaannya yang berbeda. Hal ini memungkinkan munculnya keraguan beragama dalam diri remaja/dewasa awal karena mereka tidak mengetahui agama mana yang dapat mereka terima dan sesuai dengan dirinya (Hurlock, 1973).

Beberapa orang tua beda agama biasanya telah membuat komitmen mengenai status agama untuk anak mereka namun beberapa orang tua tidak terlalu memperdulikan komitmen pemilihan agama untuk anak mereka. Ada atau tidaknya komitmen yang dibentuk oleh orang tua terhadap pemilihan identitas agama akan tetap memunculkan kebingungan pada diri remaja/dewasa awal, karena mereka memiliki kesempatan untuk memutuskan komitmen beragama yang sesuai dengan kenyamanan diri dan hati mereka. Terbatasnya pengetahuan terhadap agama, tingkat ketaatan terhadap agama di dalam keluarga, ketidakseimbangan atau tidak adanya aktivitas keagamaan yang dilakukan orang tua, menjadi faktor terbesar pemicu terjadinya kebingungan agama dalam diri remaja/dewasa awal atau minimnya peran agama (tidak menjadikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai pedoman hidup dan landasan dalam bertindak) dalam diri remaja/dewasa awal (Hurlock, 1973). Selain itu rasa iba terhadap pihak orang tua yang tidak memiliki penerus agamanya serta adanya paksaan orang tua untuk tetap mengikuti komitmen yang telah dibuat sebelumnya,


(32)

secara psikologis memberikan pengaruh dalam diri remaja/dewasa awal untuk menentukan komitmen beragama dalam dirinya.

Adanya konflik mengenai perbedaan agama di antara orang tua juga dapat memicu timbulnya kecenderungan bagi remaja/dewasa awal untuk tidak memiliki identitas agama (Pettersen dalam Nelsen, 1990). Sebuah studi mengatakan bahwa dalam suatu keluarga beda agama apabila hanya ada satu pihak orang tua yang memiliki identitas agama yang jelas, remaja/dewasa awal memiliki kecenderungan untuk tidak memiliki identitas agama, terlebih ketika ibu adalah pihak yang tidak memiliki identitas agama yang jelas (Nelsen, 1990). Orang tua yang telah memiliki keputusan mengenai pembagian agamapun akan tetap memiliki konflik di belakangnya. Biasanya remaja/dewasa awal cenderung diarahkan untuk mengikuti salah satu agama orang tua atau bahkan agama lainnya di luar agama orang tua, maka dalam proses ini bukan hanya kompetisi orang tua yang muncul untuk memperlihatkan yang terbaik dari agamanya masing-masing namun juga rasa cemburu apabila remaja/dewasa awal dibesarkan dalam lingkup agama tertentu.

Menyimpulkan dari beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan, permasalahan keagamaan yang dialami oleh remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama antara lain :

a) Adanya rasa ragu dalam diri remaja/dewasa awal untuk memutuskan komitmen beragama karena mereka tidak


(33)

mengetahui agama yang dapat mereka terima dan sesuai dengan dirinya.

b) Munculnya kebingungan pada diri remaja/dewasa awal, karena mereka tidak memiliki kesempatan untuk memutuskan komitmen beragama yang sesuai dengan kenyamanan diri dan hati mereka ketika orang tua telah menciptakan keputusan beragama dalam diri remaja/dewasa awal secara sepihak. c) Adanya kecenderungan untuk tidak memiliki identitas agama

dalam diri remaja/dewasa awal.

Intensitas aktivitas keagamaan yang lebih nyata, adanya figur yang bisa dijadikan panutan dan pengetahuan mengenai suatu agama, dapat mempermudah remaja/dewasa awal dalam proses eksplorasi untuk mempelajari, memahami dan perlahan meyakini konsep agama tertentu (Marcia, 2006). Perilaku orang tua yang menyenangkan dalam usaha menjembatani dan menjelaskan perbedaan yang ada mampu memfasilitasi kemampuan remaja/dewasa awal untuk memahami dan meyakini Tuhan dan perbedaan secara positif. Namun perilaku negatif yang ditampilkan orang tua cenderung menghilangkan hal baik dalam diri remaja/dewasa awal dalam usaha memahami dan meyakini Tuhan (Dollahite dalam Marks, 2006).


(34)

B.Identitas Agama 1. Definisi Identitas

Marcia (dalam Parsons, 2007) mendefinisikan identitas sebagai struktur dalam diri, konstruk diri serta dinamika diri atas dorongan, kemampuan, keyakinan dan sejarah yang terekam dalam diri manusia. Pencapaian identitas diri yang baik adalah ketika individu mampu menyadari akan perbedaan dan kesamaan yang dimiliki diri dengan orang lain. Namun pencapaian identitas diri yang buruk adalah ketika individu mengalami kebingungan dan tidak dapat membedakan perbedaan yang ada dalam diri mereka dengan orang lain. Proses pencapaian identitas terjadi pada tahap usia remaja hingga dewasa awal yang didasarkan pada pengalaman proses eksplorasi dan pembuatan komitnen. Maka menjadi penting bagi remaja/dewasa awal untuk mengoptimalkan proses eksplorasi indentitas diri sehingga dapat menciptakan keyakinan dalam pembuatan komitmen kelak.

2. Definisi Identitas Agama

Batson dkk (dalam Hunsberger, 2001) mengatakan bahwa penggunaan teori perkembangan psikososial milik Erikson dapat diinterpretasikan sebagai model perkembangan agama dalam diri remaja/dewasa awal. Perkembangan agama merupakan semua proses dimana remaja/dewasa awal berusaha mengeksplorasi agama yang ada di


(35)

dalam dan diluar dirinya. Dalam hal ini, perkembangan agama menuju pada proses penentuan identitas agama.

Dalam penelitian ini, identitas agama diartikan sebagai struktur agama dalam diri, konstruk agama dalam diri serta dinamika atas dorongan, kemampuan, keyakinan dan sejarah tentang agama yang terekam dalam diri manusia. Proses pencarian identitas agama, remaja/dewasa awal umumnya akan menghadapi pertanyaan-pertanyaan tentang kepercayaan individu terhadap Tuhan, bentuk dan tingkat ketaatan dalam beribadah, pendapat tentang persoalan agama dan pertanyaan lainnya yang berkaitan dengan keagamaan (Marcia dalam “Hubungan Antara Status Identitas Agama

Dengan Ketabahan”, 2006). Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian akan memunculkan dorongan bagi manusia untuk mencari jawaban serta menyusunnya menjadi sebuah sejarah yang kemudian akan membentuk struktur dan konstruk agama di dalam diri.

Eksplorasi diri membantu seorang remaja/dewasa awal untuk memutuskan komitmen terhadap pilihan-pilihan yang ada dalam proses pencapaian identitas agama. Remaja/dewasa awal yang dapat mengatasi

masa krisis ini secara memuaskan dapat membangun “kekuatan” kesetiaan

(perasaan setia dan keyakinan) untuk memiliki orang-orang yang dikasihi dan juga kesetiaan terhadap agama (Erikson dalam Papalia 2009). Menurut Marcia (Anonim, 2006), dengan adanya identitas agama yang dimiliki seseorang maka falsafah hidup terutama mengenai etika dan tanggung jawab sosialnya akan dikaitkan dengan keyakinan ajaran agamanya. Selain itu,


(36)

Carlson dkk (Parsons, 2007) menemukan bahwa 95% terapis pernikahan dan keluarga meyakini bahwa terdapat hubungan antara religiusitas, spiritualitas dengan kesehatan mental.

3. Eksplorasi dan Komitmen

Proses pencapaian identitas, salah satunya identitas agama tidak terlepas dari proses eksplorasi dan komitmen (Papalia, 2009). Proses eksplorasi merupakan tahap dimana seseorang melakukan proses identifikasi, evaluasi serta interpretasi terhadap suatu informasi yang berguna untuk menjembatani pertanyaan-pertanyaan yang hadir dalam benaknya. Dalam prosesnya, eksplorasi memiliki empat aspek utama yang menjadi acuan, seperti :

a) Kemampuan memahami (Knowledge ability). Pada aspek ini kesadaran akan pilihan-pilihan yang ada mulai muncul, (dalam hal ini pilihan agama yang ada) serta mulai memiliki pemahaman yang mendalam mengenai nilai-nilai inti dari ajaran berbagai agama dan mempunyai perbandingan nilai keyakinan antar agama.

b) Aktivitas yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi (Activity directed toward the gathering of information). Dalam tahap ini terjadi krisis identitas sehingga eksplorasi terhadap informasi berguna untuk menghadapi masa krisis ini.


(37)

c) Mempertimbangkan alternatif pilihan yang potensial (Evidence of

considering potential identity elements). Pada aspek ini,

kemampuan untuk mempertimbangkan berbagai alternatif pilihan sudah muncul serta adanya kesadaran atas konsekuensi dari alternatif yang akan dipilih.

d) Keinginan untuk membuat sebuah keputusan awal (A desire to

make an early decision). Pada aspek ini, keputusan untuk

berkomitmen telah muncul dan akan diakhiri dengan komitmen beragama yang diyakininya.

Sedangkan pembuatan komitmen merupakan proses penegasan pilihan terhadap alternatif tertentu. Komitmen merupakan investasi yang stabil terhadap satu tujuan, nilai, keyakinan yang kemudian dibuktikan dengan aktivitas yang mendukung (Papalia, 2009). Adanya komitmen menunjukkan bahwa remaja/dewasa awal memiliki keinginan untuk memperbaiki identitas agama yang dalam dirinya. Tidak adanya komitmen menggambarkan tidak adanya keinginan remaja/dewasa awal untuk memperbaiki struktur identitas agama dalam dirinya (Papalia, 2009). Komitmen memiliki enam aspek dalam proses pencapaiannya, yaitu

a) Kemampuan memahami (Knowledge ability). Pada aspek ini, remaja/dewasa awal memiliki komitmen yang kuat terhadap tujuan, nilai dan keyakinan yang dibuktikan dengan adanya pemahaman yang mendalam mengenai alternatif pilihan yang menjadi pilihannya.


(38)

b) Aktivitas yang dilakukan sebagai implementasi terhadap pemilihan identitas beragama (Activity directed toward implementing the chosen religion identity). Pada aspek ini,

remaja/dewasa awal memperlihatkan adanya aktivitas yang mendukung pilihan komitmen beragamanya. (misalnya, beribadah).

c) Nada emosi (Emotional tone). Emosi yang muncul sebagai bentuk refleksi dari kepercayaan dan ketenangan diri serta sikap optimis tentang masa depan terhadap keyakinan dalam berkomitmen. d) Identifikasi terhadap orang lain yang berpengaruh (Identification

with significant other). Munculnya komitmen pada diri

remaja/dewasa awal akan membuat diri belajar untuk mengidentifikasi perilaku orang lain yang dijadikan panutan terhadap dirinya sendiri.

e) Proyeksi terhadap masa depan (Projection of ones’s personal

future). Aspek ini merefleksikan kemampuan diri terhadap

komitmen yang telah dibentuk, seperti memproyeksikan dan menggambarkan tipe aktivitas yang diputuskan untuk lima sampai sepuluh tahun mendatang dengan tetap konsisten terhadap komitmen pilihannya.

f) Resistensi terhadap goncangan (Resistence to being swayed). Aspek ini menunjukkan apabila remaja/dewasa awal telah


(39)

memiliki komitmen yang tinggi di dalam dirinya, maka ia cenderung bertahan pada komitmen pilihannya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah komitmen beragama dengan definisi yang lebih luas yaitu tidak membatasi komitmen beragama dengan menganut suatu agama namun juga dapat berkomitmen namun dengan tidak menganut agama apapun.

C.Review Penelitian Mengenai Identifikasi Agama Remaja/Dewasa Awal dari Keluarga Beda Agama

Tumbuh dan berkembang dalam keluarga beda agama menyebabkan remaja/dewasa awal menghadapi kebingungan dalam hal agama. Dalam artikel

e-Vision (Leah, 2005) menceritakan seorang anak yang beranjak remaja, yang

lahir dan diasuh oleh kedua orang tua yang berbeda agama (Yahudi-Kristen) mengalami rasa tidak aman terhadap identitas agama di dalam dirinya. Perbedaan agama kedua orang tua serta sikap kedua orang tua dalam menentukan agama yang akan dianut anak secara sepihak, memberikan dampak yang tidak menyenangkan dan frustasi terhadap identitas agama dalam diri anak.

Artikel ini menjelaskan bahwa remaja menjadi sangat frustasi dan bingung ketika remaja mulai mempertanyakan mengenai perbedaan agama dan perbedaan penamaan Tuhan dalam keluarga. Tidak adanya penjelasan keagamaan secara netral yang diberikan ayah atau ibu dan adanya penjelasan mengani perbandingan tiap agama serta memberikan pandangan buruk


(40)

terhadap agama lain semakin memunculkan banyak pertanyaan dalam diri remaja. Rasa tidak aman terhadap identitas agamapun muncul namun pada akhirnya, sikap tegas ayah dalam menentukan status agama, mendorong remaja untuk menjadi seorang penganut Yahudi sesuai dengan keputusan kedua orangtuanya. Remaja kemudian menjadi seorang penganut Yahudi dengan tetap merasa bersalah karena telah mengecewakan ibu dan ayahnya, karena remaja tidak bisa menjadi seorang penganut Kristen dan justru menjadi penganut Yahudi yang tidak taat beragama. Hal ini muncul karena remaja masih merasakan kebingungan mengenai agama walaupun secara status dirinya telah menjadi seorang penganut Yahudi.

Besarnya peran orang tua dalam proses pemilihan agama pada diri remaja/dewasa awal yang berasal dari keluarga beda agama, lebih jelas dipaparkan oleh Nelsen (1990) dalam penelitiannya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa identifikasi agama pada diri orang tua memberikan pengaruh yang signifikan terhadap agama yang akan dianut oleh remaja/dewasa awalnya.

Sebanyak 85% remaja/dewasa awal yang berasal dari pasangan menikah beda agama tidak memilih agama manapun apabila kedua orang tuanya tidak memiliki kejelasan beragama. Keluarga dimana figur ibu tidak memiliki identifikasi agama yang jelas atau hanya salah satu pihak orang tua dengan identifikasi agama yang jelas, mengakibatkan tidak adanya identifikasi agama pada diri remaja/dewasa awal. Hal ini terjadi karena figur ibu memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap identifikasi agama pada diri remaja/dewasa


(41)

awal daripada figur ayah terlebih ketika ibu memiliki identifikasi agama dan pemahaman agama yang lebih konservatif. Ketidakjelasan agama yang dimiliki remaja/dewasa awal juga terjadi ketika orang tua tidak memiliki identifikasi serta pemahaman agama yang jelas atau kurang memiliki identifikasi serta pemahaman agama yang baik. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa apabila ibu beragama Katolik tetapi tidak dengan ayah, maka sebanyak 77,6% remaja/dewasa awal memilih untuk menjadi Katolik. Apabila ayah beragama Katolik tetapi tidak dengan ibu, maka 46,9% remaja/dewasa awal memilih untuk menjadi Katolik. Apabila ibunya beragama Katolik maka tidak akan ada perbedaan presetanse remaja/dewasa awal yang beragama Katolik walaupun ayahnya adalah seorang Protestan liberal atau konservatif namun apabila ayahnya beragama Katolik kecenderungan terbesar adalah remaja/dewasa awal tidak memilih agama Katolik dan lebih memilih untuk memiliki agama yang sama dengan ibunya walaupun konservatif.

Penelitian yang dilakukan oleh Surbakti (2009) menjelaskan bahwa pemilihan agama oleh anak yang berasal dari keluarga beda agama dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti peran ayah, peran ibu, peran orang tua angkat, peran kerabat orang tua, peran pemuka agama dan peran kekasih. Pemilihan agama yang dipengaruhi oleh peran ayah, dilihat sebagai suatu usaha anak dalam membalas budi kebaikan ayahnya karena ayah telah berusaha memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Pemilihan agama yang dipengaruhi peran ibu dilihat sebagai cara bakti anak kepada sosok yang telah melahirkan, mengasuh dan memberikan seluruh cintanya kepada anak tanpa syarat. Pemilihan agama yang


(42)

dipengaruhi oleh peran orang tua angkat, dilihat sebagai balsa budi atas jasa pengasuhan. Pemilihan agama yang dipengaruhi oleh peran kerabat orang tua, dilihat sebagai hutang budi, hubungan sosial dalam ikatan keluarga yang telah menciptakan norma-norma tertentu yang sulit sekali untuk dihindari/ditentang. Pemilihan agama yang dipengaruhi oleh pemuka agama, dilihat sebagai bentuk keyakinan akan adanya mukjizat dari suatu agama tertentu dalam proses kehidupannya. Pemilihan agama yang dipengaruhi oleh peran kekasih, dilihat sebagai pemenuhan persyaratan untuk menjadi seorang pasangan yang baik bagi kekasihnya.

Penelitian-penelitian yang telah disebutkan hanya membahas mengenai identitas agama yang pada akhirnya dipilih oleh anak dari keluarga beda agama serta efek yang dialaminya. Marcia (2006) menjelaskan bahwa dalam proses pencarian identitas agama, individu akan mengalami proses eksplorasi agama dan pembuatan komitmen agama. Proses eksplorasi agama terjadi sebagai suatu upaya individu dalam menjembatani pertanyaan keagamaan yang muncul di dalam benaknya dengan realitas keagamaan yang ada di sekitarnya. Proses eksplorasi agama akan mempengaruhi individu dalam menentukan pembuatan komitmen beragama di dalam dirinya. Pembuatan komitmen yang sesuai dengan diri akan menciptakan rasa yakin dan aman terhadap identitas agamanya. Oleh karena itu, melalui penelitian ini peneliti melihat pentingnya proses eksplorasi agama dan pembuatan komitmen untuk diketahui agar remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama mampu memilih dan menciptakan komitmen beragama yang sesuai dengan dirinya.


(43)

D.Kerangka Penelitian

Berdasarkan beberapa literatur yang ditemukan, beberapa penelitian melihat pentingnya peran agama dalam kehidupan sehari-hari. Remaja/dewasa awal memperlihatkan adanya ketertarikan terhadap suatu agama dan biasanya lebih sering diperlihatkan dalam tingkah laku daripada melakukan ritual keagamaan (Hurlock, 1973). Kebanyakan remaja/dewasa awal berusaha untuk menemukan suatu agama yang dapat memenuhi kebutuhannya saat ini dibandingkan saat masih anak-anak (Hurlock, 1973). Proses eksplorasi menjadi hal yang sangat mungkin terjadi ketika remaja/dewasa awal melakukan perubahan-perubahan terhadap keyakinan dalam dirinya terhadap suatu. Remaja/dewasa awal memperlihatkan ketertarikannya terhadap suatu agama dengan mengikuti diskusi keagamaan, mengikuti pelatihan agama-agama hanya untuk melihat perbandingan dari tiap agama, dan melakukan eksplorasi terhadap agama yang berbeda-beda untuk menemukan hal-hal lain yang mereka butuhkan dari suatu agama diluar agama yang telah diajarkan di dalam keluarga. Kebutuhan akan agama merupakan hal yang bersifat personal dan sangat berarti bagi kehidupan mereka (Hurlock, 1973).

Selain itu, perbedaan agama dalam keluarga beda agama memunculkan keraguan beragama dalam diri remaja/dewasa awal. Keraguan menjadi dasar munculnya kebingungan, ragu-ragu dan ketidakpastian terhadap pilihan agama yang berakibat datangnya masa krisis. Pada masa krisis inilah, remaja/dewasa awal mengalami proses pencarian jawaban, perbandingan dan pemahaman terhadap agama yang berkembang di dalam keluarganya (Hurlock, 1973).


(44)

Proses yang terjadi selama masa krisis adalah proses pencarian makna, pemahaman dan pengetahuan atas perbedaan yang lebih singkat dikatakan sebagai proses eksplorasi (Papalia, 2009) yang kemudian akan berakhir pada proses pembuatan komitmen. Melihat gambaran proses eksplorasi dan pembuatan komitmen terhadap agama serta makna yang terkandung di dalamnya menjadi suatu hal yang menarik bagi peneliti karena peneliti ingin melihat bagaimana remaja/dewasa awal belajar mengembangkan pengetahuan, menghadapi perbedaan serta mencari jawaban untuk memenuhi kebutuhan dirinya akan suatu agama.

E.Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran proses eksplorasi agama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama?

2. Bagaimana gambaran pembuatan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama?


(45)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini berusaha menggunakan metode penelitian kualitatif yang memiliki ketertarikan dalam memahami proses manusia menginterpretasikan pengalamannya, mengkonsepsikan dunia dan mengatribusikan arti dari setiap pengalaman yang dilalui (Merriam, 2009). Pendekatan kualitatif pada umumnya berusaha untuk mendeskripsikan pengalaman individu yang dinilai memiliki makna tertentu (Smith, 2009).

Penelitian kualitatif didasarkan pada kekuatan narasi dalam mengungkapkan realitas yang terjadi, menghasilkan dan mengolah data yang bersifat deskriptif berupa data kata-kata tertulis dan lisan (transkrip wawancara), foto, catatan lapangan, rekaman video dan lain sebagainya (Poerwandari, 2005). Data lisan dan tulisan yang diperoleh melalui proses wawancara, kemudian akan diolah ke dalam bentuk deskripsi sehingga sesuai dengan ketentuan penelitian kualitatif.

Dalam hal ini, penggunaan metode penelitian kualitatif diharapkan mampu memenuhi tujuan penelitian yaitu untuk memperlihatkan gambaran proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama remaja/dewasa awal yang berasal dari pernikahan beda agama.


(46)

B.Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada dua hal, yaitu :

1. Proses eksplorasi agama pada remaja/dewasa awal yang berasal dari keluarga beda agama.

2. Proses pembuatan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal yang berasal dari keluarga beda agama

C.Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode wawancara untuk memperoleh data yang diinginkan. Melalui metode wawancara, peneliti dapat mengeksplorasi lebih dalam mengenai pengalaman subjek yang sesuai dengan tema penelitian. Wawancara kualitatif dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan mengenai makna subjektif yang dipahami individu terkait dengan topik penelitian dan akan melakukan ekplorasi terhadap isu tersebut (Banister, dkk dalam Poerwandari, 2005).

1. Jenis Wawancara

Jenis wawancara yang akan dilakukan peneliti, terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Wawancara dengan pedoman umum

Dalam melakukan proses wawancara ini, peneliti menggunakan pedoman wawancara yang mencatumkan isu yang berkaitan dengan topik penelitian tanpa menetukan urutan pertanyaan. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang


(47)

harus dibahas sekaligus menjadi daftar checklist apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau dipertanyakan (Poerwandari, 2005). Pedoman wawancara dibuat sebelum peneliti melakukan proses wawancara dan pertanyaan peneliti bersifat terbuka agar tidak mengarahkan jawaban subjek pada jawaban tertentu.

b. Wawancara informal

Wawancara informal didasarkan pada pengembangan pertanyaan penelitian secara spontan yang peneliti dapatkan selama proses wawancara ilmiah (Poerwandari, 2005). Wawancara informal ditujukan agar peneliti mendapatkan informasi tambahan diluar informasi yang peneliti dapatkan melalui wawancara dengan pedoman umum.

2. Pelaksanaan Wawancara

Tabel Pelaksanaan Wawancara

Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Keterangan

Wawancara I 21/03/2013 30/04/ 2013 05/06/ 2013 Rapport &

wawancara ringan

Wawancara II 10/04/2013 11/05/ 2013 21/06/ 2013 Wawancara

mendalam

Wawancara III 13/05/2013 17/05/2013 05/07/2013 Wawancara susulan

(kelengkapan data)

3. Panduan Wawancara

Peneliti melakukan pengkategorisasian dalam menyusun panduan pertanyaan wawancara. Terdapat tiga kategorisasi dalam penyusunan


(48)

pertanyaan wawancara. Kategorisasi pertama berisi pertanyaan mengenai pengalaman hidup remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama. Kategori ini dibuat dengan tujuan untuk melihat latar belakang subjek, dinamika subjek dan keluarga dalam menghadapi perbedaan agama secara umum. Pemaparan subjek mengenai pengalaman hidup secara umum di dalam keluarga beda agama, dinilai mampu memberikan informasi tambahan atau sebagai penguat bagi peneliti untuk melihat alur dan gambaran pengalaman subjek secara lebih dekat dan nyata. Kategorisasi kedua berisi pertanyaan mengenai proses eksplorasi agama remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama. Kategori ini dibuat dengan tujuan untuk melihat dinamika proses eksplorasi serta hal-hal penting lainnya yang dianggap berhubungan dalam proses ini. Kategorisasi ketiga berisi pertanyaan mengenai proses pembuatan komitmen beragama remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama. Kategori ini dibuat dengan tujuan untuk melihat proses pembentukan komitmen beragama serta hal lain yang dianggap berhubungan dengan proses berkomitmen.

Pertanyaan wawancara yang masuk ke dalam kategori proses eksplorasi dan pembentukan komitmen, dibuat dan dikembangkan secara spesifik berdasarkan pada teori yang digunakan penelitian ini.

Tabel Panduan Pertanyaan Wawancara

I. Pengalaman hidup di dalam keluarga beda agama

1. Bisakah anda menceritakan pengalaman anda tinggal di dalam keluarga beda agama?


(49)

2. Menurut anda, bagaimanakah peran agama di dalam keluarga anda? 3. Adakah kecenderungan dominasi agama dari salah satu pihak di

dalam keluarga anda? II.Proses Eksplorasi

1. Sejak usia berapa anda memiliki inisiatif untuk melakukan eksplorasi ajaran agama?

2. Apa yang mendorong anda untuk terus melakukan eksplorasi terhadap berbagai ajaran agama?

3. Bisakah anda menceritakan secara detail agama/keyakinan apa saja yang telah anda ketahui?

4. Dalam proses ini, secara psikologis apakah yang anda rasakan? 5. Apa yang anda lakukan untuk mencari dan mengumpulkan informasi

mengenai ajaran keagamaan?

6. Adakah perbedaan di setiap ajaran agama yang anda dapatkan? 7. Pertimbangan seperti apa/faktor apa yang akhirnya mendorong anda

untuk memilih keyakinan anda saat ini?

8. Bagaimana anda menjalani konsekuensi terhadap pilihan yang telah anda pilih saat ini?

III. Pembentukan Komitmen

1. Dapatkah anda menjelaskan atau menggambarkan seberapa besar komitmen dirinya terhadap keyakinan yang dipilihnya saat ini? 2. Apakah tujuan anda ketika memilih untuk berkomitmen terhadap


(50)

3. Bagaimanakah cara anda mengimani apa yang menjadi pilihan anda saat ini?

4. Apa yang anda rasakan ketika memilih dan menjalankan pilihan anda saat ini?

5. Adakah sosok tertentu yang anda jadikan panutan dalam hubungannya dengan komitmen anda saat ini?

6. Apakah ada kemungkinan dalam diri anda untuk berpindah dari keyakinan yang saat ini anda pilih?

7. Bagaimana anda menilai konsistensi komitmen diri anda?

D.Subjek Penelitian

Peneliti memilih subjek penelitian menggunakan metode pengambilan sampel berupa criterion sampling (pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu). Berdasarkan hal tersebut, peneliti memberikan beberapa kriteria subjek penelitian sebagai berikut :

1. Subjek penelitian berasal dari keluarga beda agama.

2. Subjek penelitian tinggal dengan kedua orang tuanya secara utuh. 3. Orang tua subjek penelitian masih berpegang teguh terhadap

agamanya masing-masing.

4. Subjek berada pada tahap usia remaja akhir hingga dewasa awal yang dianggap telah bereksplorasi dan mengambil keputusan (Lock dalam Santrock, 1995).


(51)

Dalam penelitian ini, peneliti memutuskan untuk menggunakan tiga subjek dengan pertimbangan bahwa data dari ketiganya sudah mampu merepresentasikan tujuan dari penelitian, yaitu mengenai gambaran proses eksplorasi dan pembentukan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama.

E.Prosedur Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis tematik deduktif. Analisis ini dipilih karena peneliti mencoba memaparkan teori yang digunakan sebagai kerangka dan kemudian berusa menyempitkannya melalui perumusan hipotesis (Poerwandari, 2005). Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menjadikan teori sebagai dasar untuk melihat dan memastikan adakah wujud nyata aplikasi teori yang terjadi dalam realita kehidupan.

Langkah yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data adalah (Poerwandari, 2005) :

1. Organisasi Data

Organisasi data merupakan kegiatan memindahkan hasil wawancara ke dalam tulisan secara rapi dan sistematis. Peneliti mendengarkan dengan seksama semua hasil wawancara yang telah dilakukan dan mencatatnya dalam bentuk kalimat. Dalam penelitian kualitatif, hal ini disebut transkrip verbatim .

Organisasi data yang baik memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang


(52)

dilakukan dan menyimpan data dan analisis yang berkaitan untuk menyelesaikan penelitian (Poerwandari, 2005).

2. Koding dan Analisis

Langkah penting sebelum analisis dilakukan adalah membubuhkan kode-kode pada data yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistemasi data secara lengkap dan mendetail sehingga dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2005). Koding dilakukan apabila data dianggap telah menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti yang brasal dari panduan wawancara.

Setelah memilih dan melakukan pengkodingan terhadap masing-masing data subjek, peneliti kemudian melakukan interpretasi ke dalam tema-tema. Langkah selanjutnya, berbagai tema yang muncul dari masing-masing subjek kemudian dipilih dan dikelompokkan sesuai dengan isi dari teori yang digunakan dalam penelitian ini. Setelah memilah dan mengelompokkan tiap tema sesuai dengan acuan teori yang digunakan, peneliti berusaha mendeskripsikan kembali dinamika dan kompleksitas yang dialami subjek ke dalam bentuk narasi yang disertai dengan verbatim masing-masing subjek.

Dalam penelitian kualitatif, bagaimanapun analisis dilakukan, peneliti wajib memonitor dan melaporkan proses serta prosedur-prosedur analisisnya se-jujur dan selengkap mungkin (Poerwandari, 2005).


(53)

F. Kredibilitas dan Validitas Penelitian

Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud dalam pengeksplorasian masalah atau mendeskripsikan keadaan, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Deskripsi mendalam menjelaskan kemajemukan aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek.

Menurut Sarantoks (Poerwandari, 2005), penelitian dapat dikatakan memenuhi kriteria validitas apabila mampu memenuhi beberapa konsep validitas, seperti :

1. Validitas Komunikatif, dilakukan melalui dikonfirmasikannya kembali data dan analisis penelitian kepada responden penelitian. Proses konfirmasi ini dilakukan peneliti kepada subjek penelitian setelah peneliti merasa bahwa data yang ada mampu menjawab dan mengambarkan tujuan penelitian ini. Dalam prosesnya, ketiga subjek penelitian menyatakan kesamaan antara analisis yang dilakukan peneliti terhadap kenyataan yang mereka alami dan rasakan (data lapangan) terhadap teori yang ada.

2. Validitas Argumentatif, tercapai bila presentasi temuan dan kesimpulannya dapat diikuti dengan rasional serta dapat dibuktikan dengan melihat kembali ke data mentah.


(54)

G.Sistematika Pelaporan

Pelaporan mengenai hasil penelitian ini akan dipaparkan pada bab selanjutnya. Penulisan laporan penelitian didasarkan pada hasil pengamatan terhadap masing-masing subjek. Laporan penelitian masing-masing subjek berisi tentang gambaran diri subjek, gambaran latar belakang agama keluarga subjek, gambaran keadaan keluarga subjek serta gambaran pengalaman subjek dalam memahami agama dan konfliknya baik di dalam keluarga atau di lingkungan luar keluarga. Kemudian, akan dilanjutkan dengan penjabaran masing-masing pengalaman subjek mengenai proses eksplorasi identitas agama (beserta aspek-aspeknya) dan komitmen beragama (beserta aspek-aspeknya).

Tahap penulisan pada laporan penelitian ini merupakan penerjemahan tema-tema yang ada ke dalam uraian naratif. Uraian respon tersebut dibuat dalam bentuk argumen naratif yang diselingi kutipan verbatim dari transkrip untuk mendukung kasus yang diteliti (Smith, 2009). Sedangkan dalam bagian pembahasan, peneliti berusaha mendiskusikan masing-masing tema terhadap kaitannya dengan literatur teori yang digunakan (Smith, 2009).


(55)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Profil Subjek 1 1. Latar Belakang

Subjek pertama bernama Lita. Lita adalah seorang mahasiswi arsitek berusia 21. Lita merupakan anak kedua dari dua bersaudara dimana keduanya adalah wanita. Saat ini rutinitas yang dilakukan Lita adalah kuliah dan sedang menyusun tugas akhirnya. Lita merupakan seorang yang mudah bergaul, periang dan terbuka walaupun di awal perjumpaan Lita terkesan cuek dan menjaga jarak. Namun karena adanya kesediaan Lita untuk menjadi subjek penulis dan diadakannya rapport berulang-ulang oleh penulis maka sikap cuek dan menjaga jarak tersebut perlahan menghilang dan berubah menjadi sikap yang terbuka, menyenangkan dan bersahabat. Sikap inilah yang kemudian memudahkan penulis untuk menanyakan pengalaman Lita yang berkaitan dengan kehidupannya bersama keluarganya yang berbeda agama.

Lita terlahir dari kedua orang tua yang memiliki latar belakang agama yang berbeda. Sejak awal pembagian agama telah terjadi di antara dirinya dan kakaknya. Kedua orang tuanya telah sepakat untuk membagi mereka sesuai dengan agama orang tuanya. Pada saat itu, kakaknya secara otomatis mengikuti agama ayahnya, yaitu Islam dan Lita terpilih untuk


(56)

mengikuti agama ibunya, yaitu Kristen, walaupun pada akhirnya kakaknya berpindah agama dan mengikuti agama suaminya saat ini.

Tapi Islam itu kan baru kemungkinannya dan mbakku pun jadi Islam karena pembagian dari Bapak Ibu dulu, aku Kristen, mbakku Islam”Trus ternyata dapetnya suami orang Kristen ya udah otomatis mbakku ikut agama pasangannya gitu”

Kedua orang tuanya menikah secara hukum di catatan sipil, dikarenakan ayahnya yang tidak mau menikah secara Kristen dan ibunya yang tidak mau menikah secara Islam. Menurut Lita, ayahnya adalah seorang muslim yang tidak terlalu taat dan bahkan telah meninggalkan rutinitas ibadah agamanya.

Bapak ga pernah puasa trus yang puasa cuma kakakku

Dulu pernah sholat tapi cuma sekali, dua kali deh, abis itu aku ga

pernah liat lagi”

Sedangkan ibunya adalah seorang penganut Kristen yang taat dan masih menjalankan ibadah agamanya dengan rutin.

Kalo ibu rajin bahkan ibu itu sering banget jadi pengurus

kegiatan-kegiatan di gereja. Pokoknya ibu itu termasuk umat gereja yang aktif”

Sebelum menikahi ibunya, ayahnya pernah berjanji untuk menjadi seorang kristiani namun setelah menikah dan hingga saat ini, hal tersebut belum ditepati oleh ayahnya.


(57)

Tapi setauku, memang dulu sebelum nikah sama Ibu, Bapak itu pernah janji mau pindah ke agama Ibu setelah nikah tapi nyatanya sampe sekarang Bapak tetep Islam”

Bagi Lita, sikap ayahnya yang tidak menepati janji untuk pindah ke agama Ibu, menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya konflik agama di dalam keluarganya. Konflik yang hanya diawali dengan hal-hal sepele namun berujung pada pembahasan perbedaan agama yang ada.

“.. aku ga tau ya mungkin ada hubungannya sama itu (ayah yang ga jadi pindah ke agama ibu) cuma aku heran aja, wong udah dijalanin, kenapa harus diributin lagi, aneh aja menurutku

Keadaan ini sempat membuat Lita menjadi kecewa dan sedih. Baginya tinggal dan berkembang dalam keluarga yang berbeda agama bukanlah hal yang mudah terlebih ketika perbedaan agama memicu timbulnya konflik di dalam keluarga.

Ya ngeliat Bapak sama Ibu sering cekcok soal agama aja aku udah bingung dan kadang tuh ya males

“… jadi cuma gara-gara cekcok agama gitu, mereka hampir cerai dan waktu itu rasanya sedih gimana gitu, rasanya ga siap aja, tapi ga tau ya, semakin kesini aku rasanya semakin biasa aja, mungkin bosen kali ya dari dulu liat mereka gitu, jadi sekarang ya udah belajar terima apa yang ada aja, rasanya lebih siap aja kalo efek paling buruknya itu terjadi“

Konflik perbedaan agama ini secara tidak langsung memberikan efek yang tidak menyenangkan terhadap Lita dan kakaknya. Efek yang paling dirasakan adalah ketika Lita dan kakaknya berusaha menengahi konflik tersebut namun justru dipandang sebagai keberpihakan terhadap salah satu


(58)

pihak. Merasa tidak banyak membantu, akhirnya Lita dan kakaknya memilih untuk menghindar ketika konflik perbedaan agama sedang terjadi di antara orang tuanya.

Bapak sama Ibu udah berantem, mereka tuh otomatis nyari dukungan, sebenernya kita juga ga dukung sih cuma berusaha ngelurusin aja tapi kan kalo udah gitu jadinya apa ya, mungkin pihak yang sebenernya salah jadi kayak ga ngerasa didukung gitu. Udah deh, ribet kalo udah gitu. Makanya sekarang aku lebih milih diem aja”

Konflik perbedaan agama yang tidak jelas penyelesaiannya, kepindahan kakak ke Kalimantan serta perubahan sikap Lita terhadap konflik agama tersebut ternyata mampu meminimalisir timbulnya kembali pembahasan agama di dalam keluarganya.

Kalo sekarang sih udah jarang, soalnya mbakku kan udah ikut suaminya dan aku juga kadang udah ga mau ikut-ikutan lagi, jadi ya gitu. Sekarang sih kalo yang aku liat, mereka udah sangat meminimalisir pembahasan agama, soalnya capek juga kali ya, ya itu tadi, cuma gantung akhirnya”

Namun, tinggal dan berkembang dalam keluarga yang berbeda agama juga memberikan hal positif bagi Lita. Lita merasa menjadi seseorang yang memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap perbedaan dan pengetahuan yang lebih luas dalam hal keagamaan.

Lagian aku tuh malah seneng dengan keadaan ini, jadi gimana yaa

… aku tuh merasa bisa lebih jadi orang yang membuka diri dengan


(59)

Keterbukaan dan ketertarikan Lita terhadap agama lain tidak membuatnya beralih dan merubah pilihannya untuk menjadi seorang Kristiani. Bagi Lita menjadi seorang Kristiani bukanlah suatu hal yang perlu ia pertanyakan lagi walaupun terdapat variasi agama di dalam keluarganya dan di lingkungan sekitarnya.

Ada sih (ketertarikan dengan agama lain) tapi ya biasa aja sih … Cuma untuk nambah pengetahuan aja tapi ga lebih dari itu karena aku emang udah sreg sama agamaku”

2. Eksplorasi Sebagai Proses Menuju Kristiani yang Ideal a. Keterbukaan Terhadap Variasi Agama Beserta Ajarannya

Lita mulai menyadari adanya perbedaan agama di dalam keluarga dan lingkungannya sejak kelas 1 SD dari pelajaran sekolahnya. Pada saat itu, Lita hanya sebatas mengetahui variasi agama yang ada dan belum memahami secara mendalam perbedaan diantaranya.

“Nah pas aku SD kelas 1, aku mulai ngerti ternyata ada beberapa agama dan aku di bagian agama ini trus kakakku disini. Aku juga ga ribet, cuma ya sekedar tau aja”

Walaupun mengetahui terdapat variasi agama di lingkungannya namun pengetahuannya akan agama masih terbatas pada agama Kristen. Hal ini disebabkan karena di dalam keluarganya Lita cenderung menjalankan dan mempelajari ajaran, nilai dan ibadah agama Kristen.


(60)

“..aku tau macem-macem agama tapi cuma tau aja tapi karena seringnya diajak ibu baca Alkitab, ke sekolah minggu sama mbakku, jadi ya taunya terbatas di Kristen”

Menempuh jenjang pendidikan di SD dan SMP swasta Kristen, mengakibatkan fokus keagamaan Lita hanya terbatas pada satu agama, yaitu agama Kristen. Namun hal ini tidak membuat Lita menjadi tidak peduli dengan kehadiran agama lain. Memasuki bangku SMA, Lita memasuki sekolah negri yang kemudian memperkenalkan dirinya dengan keberagaman agama yang ada. Hal ini kemudian secara tidak langsung memunculkan rasa penasaran dan ingin tahu pada diri Lita. Proses pemahaman ini kemudian menumbuhkan rasa senang yang berdampak pada keterbukaan untuk mau menerima keberagaman agama yang ada.

Tapi sebenernya tetep seru-seru aja sih, jadi tahu sedikit banyak ajaran agama lain. Satu pengetahuan yg orang lain blm tentu tahu, trus ya itu jadi lebih terbuka juga sama siapapun dengan background apapun”

Namun pemahaman Lita mengenai agama lain (Katolik, Hindu dan Budha) di luar agama keluarganya, tidak lebih mendalam dibandingkan dengan pengetahuan agama yang berasal dari keluarganya (Islam dan Kristen).

Yang jelas kalo agama yang selain agama di keluargaku, aku ga begitu tau banyak, cuma tau kayak misal kalo Hindu itu pemujaan terhadap dewa-dewa trus ada sembahyangan, kalo sembahyangan ada baju khususnya, ga boleh makan sapi kalo Budha apa ya, cuma tau ada hukum tentang karmapala, tau ga yang katanya apapun yang kamu berikan ke dunia akan kembali lagi ke kamu, itu karma


(61)

ya? Ya pokoknya cuma itu sih .. kalo Katolik ga beda jauhlah sama Kristen cuma beda di misa dan beberapa ajarannya, yang paling tau ya walaupun masih biasa aja ya cuma agama Bapak Ibu,

Kristen sama Islam”

Sikap terbuka dan mau menerima keberadaan agama lain tidak membuat Lita dengan cepat dan mudah mau menerima serta memahami informasi yang ada. Lita merasa, setiap agama memiliki ajaran, pandangan dan landasan yang berbeda. Namun sebagai bentuk rasa saling menghormati, Lita tidak secara frontal mengkritiknya tetapi hanya berusaha memahaminya sendiri.

..Aku ga menyerang, mendengarkan, maksudnya gini kalo aku mempertahankan diri, trus aku merasa ada bedanya sama mereka. Jadinya cuma dengerin cerita-cerita mereka, jadi kan kita ngerti sendiri tuh”

“ Mereka itu (Islam) menganggap kita tuh sama karena di kitab mereka, ada juga malaikat-malaikatnya cuma ya namanya beda, beda dikit, tapi di kitabku, aku nemuinnya ga sama. Sebenernya pengen sih ngomong ga sama tapi kesannya kok terlalu, ntar terlalu dikira garis keras gitu lo. Jadinya, aku diem aja”

“ Trus apa lagi ya, banyak deh aku liatnya, beda (ajaran agama) sebenernya kalo aku bilang”

b.Melakukan Aktivitas yang Bertujuan untuk Mempelajari dan Memahami Agama Beserta Ajarannya

Berupaya untuk memahami ajaran agama dengan lebih baik, Lita melakukan diskusi bersama teman-teman sekolahnya, teman-teman di lingkungannya dan ibunya. Proses diskusi keagamaan bersama teman-teman, dilakukan semenjak Lita duduk di bangku SMA.


(62)

“Baru bahas tentang agama lain, selain agama Ibu Bapak itu ya SMA karena sekolahku negri dan waktu belajar tentang agama kan kelasnya pisah-pisah nah ternyata aku terpisah sama beberapa temenku, nah dari situ jadi tanya-tanya”

“Nah itu, kadang-kadang ya dari lingkungan jadi bertukar pikiran gitu (tentang berbagai agama)”

Sedangkan diskusi bersama ibunya, telah ia lakukan sejak kecil namun lebih berorientasi secara umum dan pada agama Kristen.

Dulu kan aku ga ngerti apa-apa dan ketika aku tanya ke ibuku, ibu cuma bilang kalo di kitab suci masing-masing udah diatur. Trus yaudah, aku percaya”

“… ibu biasanya yang kasih tau. Ya kayak yang aku bilang, ibu itu yang ngasih tau tentang isi Al Kitab. Pertama aku dikasih tau awal mula kejadian ini sampai ulangan“

Diskusi yang dilakukan hanya bertujuan untuk menambah pengetahuan Lita mengenai keberagaman agama walaupun dalam prosesnya, Lita tidak selalu merasa sejalan dengan apa yang menjadi pandangan teman-temannya.

Cuma untuk nambah pengetahuan aja tapi ga lebih dari itu

c. Ketertarikan untuk Lebih Memahami Agama Tertentu

Keberagaman agama yang ditemui Lita, ternyata hanya membuat Lita merasa lebih dekat dengan agama keluarganya, Islam dan Kristen.

“… yang paling tau, ya walaupun masih biasa aja ya cuma agama Bapak Ibu, Kristen sama Islam


(63)

Dalam kesehariannya, Lita sering memperhatikan sikap dan kegiatan umat agama Islam dan Kristen.

….aku selalu mencermati orang-orang Islam. Orang Islam itu dari dulu setauku ga pernah dia mengambil doa diluar 5 waktu, berdoa diluar sholat 5 waktu itu…”

“ …orang Kristen kan juga ada puasanya tapi kebanyakan orang Kristen itu ga tau kalo kita harus ikut puasa-puasa gitu…”

“ Trus kayak puasa, misalnya udah bulan Ramadhan sama mau lebaran. Di tivi-tivi kan langsung happening, booming banget kan acara-acara kayak itu, iya kan? Dan kita ( Kristiani) cuma biasa-biasa aja kan? Kayaknya itu cuma hari biasa-biasa gitu dan ini, semua yang namanya orang Kristen, mereka sampe ga tau apa yang harus mereka lakuin, kadang-kadang aku sebelnya disitu”

Perhatian ini membuat Lita semakin mengenal keduanya lebih mendalam dan subjektif. Tidak hanya pandangan yang positif namun juga secara negatif.

“Kalo plusnyaaa … Ini, orang Islam itu kan orangnya getol banget.

Gini, jadi sampe agama mereka, mereka tahu itu dihina, mereka ga akan terima itu. Ya sih, mungkin landasannya mereka berpikir kalo mereka itu jihad atau apa tapi kalo orang Kristen mikir, Tuhanku itu ga perlu dibela kok. Tapi dari situ tuh, mereka getol, jadi kayak apa

yaa … Gini misalnya lagi mereka sampe nabung buat naik haji, nah kalo di Kristen mana ada, perpuluhan aja, iya ga iya ga.

“Kalo Islam kan, mereka harus berbuat baik untuk mendapatkan upah, surga. Nah tapi kalo orang kita (Kristen), dosanya udah ditebus kok, kalo ngelakuin dosa tinggal minta maaf tapi ga gitu juga, kalo kamu udah tau apa yang kamu perbuat itu dosa maka dosamu ga akan diampuni tapi memang dengan adanya berkat dari Tuhan, maka kita bisa mendapatkan pengampunan karena bukan suatu hal yang impossible. Tapi kan sebenernya ada hukumnya seperti itu, sampe mereka nanti reinkarnasi. Tapi yaa itu, kesannya jadi santai gimana gitu. Istilahnya kan kamu jadi kayak melecehkan apa yang sudah kamu terima”


(64)

Walaupun dalam pemahaman Lita umat agama Kristen dan Islam memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing namun Lita lebih tidak menyukai ajaran agama Islam serta sikap umatnya serta berusaha membandingkannya dengan ajaran agama Kristen.

“Yaa itu yang aku ga suka, gigi ganti gigi mata ganti mata. Trus apa ya, kadang-kadang mereka iti bukan jadi ambisius tapi malah jadi arogan”

“Apa-apa disalahin. Trus mereka mau kayak menang sendiri. Kayak sekarang, hal kecil aja dipermsalahin, warung dibuka waktu puasa ya digrebek. Mereka ga tau sih sama apa yang mereka lakukan. Lah ya piye to? Kalo ga dibuka, mereka ga makan satu keluarga. Ya mungkin karena ga diajarkan tentang satu prinsip itu, kasih. Sebenernya apa ya, kayak cuci otak gitu. Sebenernya kan kita juga ga bisa percaya ini ataupun itu dengan mudah, ya kan? Tapi apa yaa, mereka ga kenal sih tentang 3 hal itu, tentang iman, pengharapan dan kasih. Mereka itu selalu, kalo aku pengen itu akan tak kejar tapi kalo di kita kan doa tanpa usaha sia-sia, usaha tanpa doa juga sia-sia, nah kalo di kita kan gitu. Nah sekarang itu dipake tuh (oleh umat Islam)“

Melihat bahwa sikap umat Islam dan beberapa ajaran di dalamnya sangat buruk membuat Lita tidak memiliki keinginan untuk menganut agama bawaan ayahnya itu. Pandangan yang buruk terhadap kelompok agama Islam, secara tidak langsung mengikis dan menghilangkan rasa simpati Lita pada agama Islam.

d. Kesiapan Diri untuk Membuat Komitmen Beragama

Keberagaman agama yang ada serta kedekatan Lita dengan agama Islam dan Kristen pada akhirnya tidak merubah prinsip Lita untuk menjadi seorang kristiani. Melalui wawancara yang lebih mendalam,


(1)

realistis sesuai dengan ajaran yang ada, trus juga jangan lupa di praktekan. Pokoknya jangan

sampe aku

mengulangi

kesalahan yang telah dilakukan

sebelumnya apalagi yang berhubungan sama agama, kayak keluarga besarku sama ibu.

mana yang baik dan realistis sesuai dengan ajaran yang ada, trus juga jangan lupa di praktekan

secara lebih mendalam melalui proses pembelajaran

Tujuanmu memilih

pilihanmu saat ini itu apa?

Karena aku ga mau menjadi orang yang ga punya identitas, karena rasanya ga enak banget, terasing, malu .. ya kayak pengalamanku SMP itu, bisa sampe stress.

Makanya aku

Ga mau menjadi orang yang ga punya identitas

Aku berusaha belajar, cari tau dan berkomitmen

Agama sebagai identitas diri

Keterbukaan terhadap proses pembelajaran mengenai agama atau nilai kehidupan


(2)

berusaha belajar, cari tau dan berkomitmen supaya ga terulang lagi kondisi yang ga ngenakin itu.

Ada harapan tertentu ga untuk semua ini?

Kalo buat keluarga,

ya aku sih

berharapnya mereka cepet sadar aja. Aku pengen mereka menyadari bahwa kefanatikan ataupun kepercayaan yang saat ini mereka yakini itu sebenernya cuma merugikan mereka sendiri. Karena gimana ya, ga realistis aja. Aku ga pengen mereka seperti aku tapi smoga mereka bisa menyaring mana

Cobalah untuk saling nerima, ga ada kok yang saling menjahati, ga usah berpikiran negatif sama yang lain yang berbeda

Mengharapkan adanya

keterbukaan dan penerimaan terhadap perbedaan agama


(3)

yang baik dan yang ga baik jadi ga semua-semuanya dipake. Trus kalo buat keluarga, ya cobalah untuk saling nerima, ga ada kok

yang saling

menjahati, ga usah berpikiran negatif sama yang lain yang berbeda. Mmm, ga cuma buat keluarga ya tapi buat secara umum juga.

Mmm, mungkin ga suatu saat kamu pindah agama?

Mungkin aja, tapi mungkin itu udah dalam keadaan yang sangat kepepet, misal menikah. Makanya

aku mending

memilih untuk ga menikah tapi kalopun

Paling itu cuma secara status aja berubahnya tapi secara keyakinan

Diri yang tetap memegang teguh ajaran agama lamanya


(4)

aku harus berubah, ya paling itu cuma secara status aja berubahnya tapi secara keyakinan dan kepercayaan tetap di agama yang udah aku pilih sebelumnya.

dan kepercayaan tetap di agama yang udah aku pilih sebelumnya

walaupun harus merubah status agamanya


(5)

LAMPIRAN 7


(6)

INFORMED CONCENT

Saya mahasiswa psikologi yang akan menyelesaikan tugas akhir memohon bantuan kepada Saudara/I untuk berpartisipasi menjadi partisipan dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama. Beberapa informasi ini dibuat untuk memutuskan apakah anda bersedia atau tidak. Anda terpilih dalam penelitian ini karena anda berasal dari keluarga beda agama da sedang memasuki tahapan usia remaja akhir/dewasa awal. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara. Peneliti akan meminta anda menjawab beberapa pertanyaan yang terkait dengan pengalaman eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama anda saat ini. Disini anda mungkin perlu mengingat kembali pengalaman-pengalaman anda sehingga anda akan mengalami emosi atau perasaan yang tidak enak. Oleh karena itu, anda berhak untuk memutuskan mundur sebagai partisipan suatu waktu dalam penelitian ini. Hasil wawancara akan direkam dalam recorder. Wawancara dapat dilakukan kapanpun saat anda merasa nyaman untuk bercerita.

Kerahasiaan data akan dilindungi dan terjamin. Peneliti tidak akan membagikan hasil pengumpulan data kepada siapapun kecuali dosen pembimbing peneliti. Nama anda akan dirahasiakan menggunakan inisial.

Keuntungan yang anda peroleh ketika menjadi partisipan adalah, anda dapat merefleksikan kembali pengalaman eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama anda saat ini. Partisipasi anda juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis remaja/dewasa awal lain yang hidup dan berkembang dalam keluarga beda agama.

Peneliti,