didalamnya. Arsi memutuskan untuk menjalankan ajaran dan ritual agama Hindu yang baginya terkesan rasional, bersifat umum dan menimbulkan
kenyamanan dalam diri saat beribadah. Hal ini dilakukan karena pengalaman Arsi ketika menghadapi tradisi agama Hindu dari keluarga
ayahnya yang terkesan aneh, tidak masuk akal dan membuatnya merasa tidak nyaman saat beribadah. Memilih untuk menjadi seorang penganut
Hindu dengan mengembangkan pemahaman ajarannya sendiri, bagi Arsi mampu menciptakan kedamaian dalam diri serta terisinya sisi spiritualitas di
dalam diri Arsi. Proses eksplorasi tidak hanya mengarahkan Arsi untuk membuat komitmen terhadap agama yang sesuai dengan keyakinan dirinya
namun juga membantu Arsi untuk menciptakan rasa aman akan agama di dalam dirinya.
D. Pembahasan Penelitian
Proses eksplorasi dan pembentukkan komitmen beragama terjadi dalam diri remajadewasa awal Papalia, 2009 yang berasal dari keluarga beda
agama. Proses pencarian identitas agama ini memiliki kompleksitas tersendiri disetiap diri remajadewasa awal. Pengalaman masa lalu dalam keluarga,
konflik agama di dalam dan di luar keluarga, penolakan terhadap diri serta sikap apatis yang dimiliki kelompok suatu agama, mendorong Lita, Oky dan
Arsi untuk melakukan proses eksplorasi mendalam terhadap ajaran agama agar dapat membentuk komitmen terbaik yang sesuai dengan keyakinan dan
kenyamanan dirinya.
Marcia mengembangkan empat aspek dalam proses eksplorasi yaitu kemampuan memahami, aktivitas yang diarahkan untuk mengumpulkan
informasi, mempertimbangkan pilihan yang potensial dan keinginan untuk membuat keputusan Papalia, 2009. Ketiga subjek mengalami keempat aspek
pada proses eksplorasi yang telah disebutkan oleh Marcia. Data lain yang didapatkan adalah bahwa masing-masing dari ketiga subjek memperlihatkan
tipe eksplorasi yang berbeda yang dipengaruhi oleh dominasi agama di dalam keluarga serta latar belakang agama di dalam lingkungan pendidikan yang
mereka lalui. Lita memiliki tipe eksplorasi tertutup sedangkan Oky dan Arsi memiliki tipe eksplorasi terbuka.
Kesadaran adanya perbedaan agama dimulai dari dalam keluarga mereka sendiri. Kesadaran dimulai ketika Lita, Oky dan Arsi mengobservasi
perbedaan kebiasaan dan ibadah agama diantara anggota keluarganya. Kesadaran akan perbedaan agama di dalam keluarga kemudian diperkuat
dengan adanya pengetahuan yang mereka dapatkan dari lingkungan sekitar, seperti sekolah. Menghadapi agama yang berbeda tidak membuat Lita, Oky
dan Arsi menutup diri untuk mempelajari agama lain. Sikap terbuka dan mau menerima perbedaan ajaran agama, menjadi jembatan yang membantu
ketiganya untuk memahami ajaran di tiap agama hingga mampu menyadari adanya perbedaan ajaran di antara agama-agama tersebut. Mempelajari
keragaman agama mampu memunculkan kesenangan tersendiri dalam diri Lita, Oky dan Arsi.
Rasa ingin tahu terhadap keragaman agama pada diri Lita, Oky dan Arsi tidak hanya terhenti pada proses memahami setiap ajaran agama yang ada.
Lita, Oky dan Arsi melakukan diskusi ringan bersama teman-temannya untuk menjawab rasa ingin tahunya mengenai ajaran berbagai agama. Diskusi ini
cukup membantu ketiganya dalam memberikan informasi tambahan serta membuka wawasan pengetahuan keagamaan dalam diri mereka. Informasi
yang mereka dapatkan dari diskusi tersebut tidak secara langsung membentuk pola pikir dan pandangan mereka. Bagi Oky dan Arsi, teman-teman diskusi
hanyalah sebagai mediator pembuka wawasan dan pemberi informasi namun pemahaman ajaran agama dikembalikan pada diri sendiri. Sedangkan bagi Lita
diskusi tambahan dengan ibu akan membantu dirinya dalam upaya memahami ajaran tiap agama. Eksplorasi terhadap agama ditandai dengan munculnya
akibat-akibat tertentu, seperti pandangan terhadap suatu agama, diskusi keagamaan dan perdebatan agama dengan keluarga dan teman-teman Marcia,
dalam “Hubungan Antara Status Identitas Agama Dengan Kesehatan Mental
Siswa ”, 2006. Aktivitas lain yang dianggap dapat memberikan informasi
tambahan tentang ajaran agama adalah dengan mempelajari ragam ajaran agama secara mendalam serta mencoba untuk melakukan ragam ibadah agama.
Kedua hal ini dilakukan oleh Oky dan Arsi sejak mereka SD hingga SMA. Sedangkan Lita lebih tertarik untuk memperhatikan perilaku setiap umat agama
yang ada di sekitarnya. Proses panjang pencarian informasi dan pemahaman akan perbedaan di
setiap ajaran dan ibadah agama, menghadirkan adanya pertimbangan terhadap
pilihan yang potensial. Kecenderungan untuk lebih fokus dalam memahami agama berasal dari dalam keluarganya dialami Lita dan Oky. Selain itu, proses
ini juga menumbuhkan keinginan untuk tidak memilih agama apapun dalam hidup Oky dan Arsi. Dominasi suatu agama di dalam keluarga mampu
mempengaruhi remajadewasa
awal dalam
memutuskan komitmen
beragamanya. Dominasi agama Kristen dalam keluarga Lita dan agama Hindu di keluarga Arsi, mampu mengambil simpati keduanya untuk lebih cenderung
mengenal, memahami dan memeluk agama tersebut dibandingkan agama lainnya yang juga ada di dalam keluarganya walaupun pada prosesnya sikap
keluarga yang memaksa dan fanatik, membuat Arsi merasa tidak nyaman sehingga sempat goyah untuk tidak memeluk agama apapun. Di sisi lain, latar
belakang keluarga Oky yang membebaskan dalam hal beragama dan tidak terlalu menganggap agama sebagai suatu hal yang penting, membuat Oky
memiliki kecenderungan untuk netral tidak memeluk suatu agama. Mampu mempertimbangkan pilihan-pilihan yang ada, menghantarkan
Lita, Oky dan Arsi untuk membuat keputusan awal terhadap komitmen yang akan dipilihnya. Kecenderungan untuk dapat merasakan kesesuaian dengan
komitmen pilihannya menjadi salah satu faktor yang mendukung Lita, Oky dan Arsi untuk berani membuat keputusan berkomitmen. Walaupun pada akhirnya,
berkomitmen tidak selalu berarti memilih agama tertentu sebagai pilihannya. Hal ini terjadi pada Oky dimana dirinya lebih memilih untuk tetap bersikap
netral tanpa memilih agama apapun sebagai agamanya. Dominasi suatu agama di dalam keluarga serta adanya arahan untuk lebih memahami agama tertentu
membuat Lita dan Arsi pada akhirnya memilih untuk berkomitmen terhadap suatu agama sebagai wujud identitas agama di dalam dirinya. Keseriusan untuk
berkomitmen terhadap suatu agama dalam diri Lita dan Arsi diperlihatkan melalui cara mereka bersikap terhadap agama pilihannya. Sikap memandang
negatif kelompok agama lain di luar agama Kristen, cukup menjelaskan kecenderungan Lita dalam berkomitmen terhadap agama Kristen. Sikap
menitikberatkan agama Hindu sebagai pembanding agama lain juga mampu menjelaskan keinginan Arsi dalam membuat berkomitmen terhadap agama
Hindu. Pembuatan keputusan awal merupakan awal dari kemungkinan
dibuatnya komitmen terhadap suatu pilihan beragama atau tidak. Marcia “Hubungan Antara Status Identitas Agama Dengan Kesehatan Mental Siswa”,
2006 menjelaskan bahwa komitmen merupakan gambaran yang stabil terhadap suatu tujuan, nilai dan kepercayaan yang kemudian akan dibuktikan
dengan aktivitas yang mendukung. Kemampuan memahami komitmen yang telah dipilih, diperlihatkan Lita, Oky dan Arsi dalam hal pemahaman terhadap
ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam komitmennya tersebut. Lita dan Arsi yang memilih untuk berkomitmen terhadap suattu agama, memperlihatkan
adanya pemahaman yang baik mengenai ajaran agamanya, sedangkan Oky yang memilih untuk bersikap netral tidak berkomitmen terhadap agama
apapun berusaha memahami komitmennya dengan cara tersendiri, seperti tidak adanya keberpihakan terhadap agama apapun. Bagi Arsi, pemahaman
tidak hanya dilakukan terhadap ajaran agama namun juga pada esensi perayaan hari besar dan budaya agama Hindu.
Memilih untuk berkomitmen dan mampu memahami makna dari komitmen yang telah dipilih, membuat Lita, Oky dan Arsi mencoba
mengimplementasikannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam hal ini Lita yang menjadi pemeluk agama Kristen, ikut menjalankan ibadah agama Kristen pada
umumnya tanpa melakukan pemilahan. Hal ini sangat berbeda dengan Arsi yang hanya melakukan ibadah utama agama Hindu, seperti Nyepi, Galungan
dan beribadah ke pura. Pemilahan yang dilakukan Arsi lebih dititikberatkan pada usaha dirinya dalam memaknai ibadah agama yang sesuai dengan
kenyamanan diri sendiri serta untuk memperbaiki tujuan beribadah dalam dirinya. Walaupun tidak memilih suatu agama, Oky memiliki kecenderungan
untuk melaksanakan dan memaknai ibadah dengan cara yang sesuai dengan kenyamanan diri sendiri, seperti berbuat baik terhadap sesama.
Ketika seseorang telah mampu membentuk suatu komitmen, maka akan memunculkan nada emosi yang berbeda dengan orang yang belum atau bahkan
tidak membuat komitmen. Rasa bangga dan nyaman Lita terhadap agama Kristen, rasa nyaman terhadap agama Hindu yang dirasakan Arsi serta rasa
nyaman yang juga dirasakan Oky sebagai orang yang tidak memeluk agama apapun, didasarkan pada keyakinan yang muncul dalam diri mereka sehingga
memunculkan keputusan untuk memilih komitmen beragama. Kesamaan nada emosi dari ketiga subjek ini, cukup memperlihatkan bahwa rasa yakin terhadap
suatu hal mampu mendorong seseorang untuk membuat komitmen. Selain itu,
Oky juga merasakan adanya kebebasan dalam beribadah yang membuatnya lebih dapat mendapatkan sisi spiritualitas dan ketenangan hati.
Identifikasi diri terhadap orang lain yang dijadikan panutan hanya dimiliki oleh Lita. Lita yang melihat sosok ibunya sebagai mediator dirinya
dalam memahami ajaran agama serta ketaatan ibunya dalam beribadah, menjadikan ibunya sebagai sumber inspirasi dan semangat Lita untuk terus
memahami ajaran Kristen. Oky dan Arsi merasa dirinya tidak memiliki panutan bagi dirinya dalam hal keagamaan. Komitmen untuk tidak beragama
yang telah dipilih Oky lebih menekankan dirinya sebagai penentu sedangkan harapan Arsi untuk menjadikan ayahnya sebagai sosok panutannya harus
hilang dikarenakan kesibukan ayahnya di luar rumah. Setelah menentukan pilihan komitmen beragama, seseorang diharapkan
mampu menggambarkan tipe aktivitas yang akan terus berjalan hingga tahun- tahun berikutnya dengan tetap konsisten terhadap ajaran agamanya. Dalam hal
ini, Lita dan Arsi memiliki tipe aktivitas yang hampir serupa, seperti terus memahami esensi agama pilihan Kristen dan Hindu secara mendalam melalui
proses pembelajaran.
Selain itu,
Arsi juga
menambahkan untuk
mengimplementasikan ajaran agama yang ada di dalam kehidupannya. Namun berbeda dengan Oky, ia lebih mengutamakan untuk menjaga pola pikirnya dan
terus berpikir kritis terhadap ajaran agama manapun. Memilih untuk berkomitmen bukanlah hal yang mudah terlebih ketika
terdapat keadaan yang berusaha membuatnya goyah. Lita memiliki resistensi terhadap goncangan yang lebih baik dibanding dua rekannya. Lita memiliki
komitmen dan keinginan yang kuat untuk tidak pernah pindah ke agama lain, sedangkan Oky dan Arsi memiliki kecenderungan untuk pindah ke agama lain
walaupun dalam presentase yang minim. Namun bagi Oky dan Arsi keinginan untuk tetap berada di jalur pilihannya saat ini akan terus dipertahankan sampai
keadaan mengharuskan Oky dan Arsi untuk meninggalkan komitmen beragamanya saat ini.
Hasil penelitian ini menguatkan teori Marcia bahwa proses pemilihan identitas agama dalam diri manusia, mengalami proses eksplorasi dan
pembentukan komitmen beragama yang kompleks. Proses ini tidak terlepas dari kesatuan proses pencarian jati diri manusia itu sendiri. Lita, Oky dan Arsi
memperlihatkan bahwa kebutuhan akan keyakinan terhadap agama menjadi sangat penting untuk dimiliki. Ketiganya menilai bahwa memiliki komitmen
yang kuat terhadap suatu agama atau keyakinan mempermudah diri mereka dalam menentukan pandangan dan sikap terhadap suatu hal. Selain itu, hasil
penelitian ini juga menguatkan teori Marcia bahwa ketika seseorang telah memutuskan untuk berkomitmen terhadap suatu hal, maka ia akan
mengidentifikasi orang lain untuk dijadikan sosok panutan terhadap dirinya. Dalam penelitian ini, ketika Lita, Oky dan Arsi telah memutuskan suatu
komitmen beragama dalam dirinya, mereka secara otomatis mencari sosok panutan sebagai wujud identifikasi diri. Proses ini menjadi penting karena ada
atau tidaknya sosok yang dijadikan panutan akan mempengaruhi pemaknaan Lita, Oky dan Arsi terhadap agama dan keyakinan yang mereka pilih. Lita yang
menjadikan sosok ibu sebagai sosok panutan, mampu membantu dirinya untuk
menjadi seseorang yang baik yang sesuai dengan aturan dalam agama Kristen, sedangkan tidak adanya sosok panutan kehidupan beragama dalam diri Oky
dan Arsi, mengakibatkan keduanya menciptakan pemaknaan pribadi mengenai agama dan keyakinan yang mereka pilih. Oky belajar untuk memahami ajaran
semua agama dan berusaha mengkombinasikan ajarannya untuk dijadikan landasan berperilaku dalam kehidupannya. Arsi memeluk agama Hindu namun
berusaha memahami dan memaknai agama Hindu dengan pemahaman dan keyakinannya sendiri sehingga memunculkan pola pemikiran dan berdampak
pada pola beribadah yang berbeda dengan umat Hindu pada umumnya. Selain itu, tidak adanya sosok panutan juga mempengaruhi ketahanan komitmen
beragama dalam diri Oky dan Arsi. Kecenderungan ragam komitmen beragama remajadewasa awal dari
keluarga beda agama yang telah melakukan proses eksplorasi terhadap agama atau keyakinan, membentuk suatu pola sebagai berikut, yaitu
a Berkomitmen di dalam label suatu agama serta menjadikan agama
sebagai landasan untuk menjadi diri yang baik. b
Berkomitmen di dalam label suatu agama namun berusaha menggunakan pemahaman pribadi sebagai wujud keyakinannya.
c Berkomitmen diluar label suatu agama dengan memahami dan
menggabungkan ajaran tiap agama.
100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses eksplorasi agama terjadi pada remajadewasa awal yang berasal dari keluarga beda agama.
Proses eksplorasi dimulai ketika remajadewasa awal mulai menyadari adanya perbedaan agama di dalam keluarganya. Proses eksplorasi agama
yang dilakukan oleh remajadewasa awal yang berasal dari keluarga beda agama dimaknai sebagai suatu sarana untuk mengubah perasaan tidak aman
insecure yang disebabkan oleh konflik keluarga tentang agama dan kekecewaan terhadap sikap apatis umat beragama, menjadi perasaan aman
secure dengan cara memahami agama sesuai dengan ajaran agama yang dipilih, memahami agama dengan pemahaman pribadi atau memahami agama
secara pribadi dengan mengkombinasikan pemahaman tentang berbagai agama. Kehadiran sosok panutan atau sosok pendamping dalam memahami
suatu agama menjadi hal yang sangat penting dalam proses remajadewasa awal dalam memahami, memaknai dan mengembangkan ajaran suatu agama.
Dominasi agama di dalam keluarga serta latar belakang agama di lingkungan sekolah yang dilalui oleh remajadewasa awal dari keluarga beda
agama akan membentuk suatu tipe eksplorasi, yaitu tipe eksplorasi tertutup dan terbuka. Eksplorasi tertutup yang dialami oleh Lita terjadi karena adanya
dominasi agama Kristen yang sangat kuat, baik di lingkungan keluarga