memiliki komitmen yang tinggi di dalam dirinya, maka ia cenderung bertahan pada komitmen pilihannya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah komitmen beragama dengan definisi yang lebih luas yaitu tidak membatasi komitmen
beragama dengan menganut suatu agama namun juga dapat berkomitmen namun dengan tidak menganut agama apapun.
C. Review Penelitian Mengenai Identifikasi Agama RemajaDewasa Awal
dari Keluarga Beda Agama
Tumbuh dan berkembang dalam keluarga beda agama menyebabkan remajadewasa awal menghadapi kebingungan dalam hal agama. Dalam artikel
e-Vision Leah, 2005 menceritakan seorang anak yang beranjak remaja, yang lahir dan diasuh oleh kedua orang tua yang berbeda agama Yahudi-Kristen
mengalami rasa tidak aman terhadap identitas agama di dalam dirinya. Perbedaan agama kedua orang tua serta sikap kedua orang tua dalam
menentukan agama yang akan dianut anak secara sepihak, memberikan dampak yang tidak menyenangkan dan frustasi terhadap identitas agama dalam
diri anak. Artikel ini menjelaskan bahwa remaja menjadi sangat frustasi dan
bingung ketika remaja mulai mempertanyakan mengenai perbedaan agama dan perbedaan penamaan Tuhan dalam keluarga. Tidak adanya penjelasan
keagamaan secara netral yang diberikan ayah atau ibu dan adanya penjelasan mengani perbandingan tiap agama serta memberikan pandangan buruk
terhadap agama lain semakin memunculkan banyak pertanyaan dalam diri remaja. Rasa tidak aman terhadap identitas agamapun muncul namun pada
akhirnya, sikap tegas ayah dalam menentukan status agama, mendorong remaja untuk menjadi seorang penganut Yahudi sesuai dengan keputusan kedua
orangtuanya. Remaja kemudian menjadi seorang penganut Yahudi dengan tetap merasa bersalah karena telah mengecewakan ibu dan ayahnya, karena
remaja tidak bisa menjadi seorang penganut Kristen dan justru menjadi penganut Yahudi yang tidak taat beragama. Hal ini muncul karena remaja
masih merasakan kebingungan mengenai agama walaupun secara status dirinya telah menjadi seorang penganut Yahudi.
Besarnya peran orang tua dalam proses pemilihan agama pada diri remajadewasa awal yang berasal dari keluarga beda agama, lebih jelas
dipaparkan oleh Nelsen 1990 dalam penelitiannya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa identifikasi agama pada diri orang tua memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap agama yang akan dianut oleh remajadewasa awalnya.
Sebanyak 85 remajadewasa awal yang berasal dari pasangan menikah beda agama tidak memilih agama manapun apabila kedua orang
tuanya tidak memiliki kejelasan beragama. Keluarga dimana figur ibu tidak memiliki identifikasi agama yang jelas atau hanya salah satu pihak orang tua
dengan identifikasi agama yang jelas, mengakibatkan tidak adanya identifikasi agama pada diri remajadewasa awal. Hal ini terjadi karena figur ibu memiliki
pengaruh yang lebih besar terhadap identifikasi agama pada diri remajadewasa
awal daripada figur ayah terlebih ketika ibu memiliki identifikasi agama dan pemahaman agama yang lebih konservatif. Ketidakjelasan agama yang dimiliki
remajadewasa awal juga terjadi ketika orang tua tidak memiliki identifikasi serta pemahaman agama yang jelas atau kurang memiliki identifikasi serta
pemahaman agama yang baik. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa apabila ibu beragama Katolik tetapi tidak dengan ayah, maka sebanyak 77,6
remajadewasa awal memilih untuk menjadi Katolik. Apabila ayah beragama Katolik tetapi tidak dengan ibu, maka 46,9 remajadewasa awal memilih
untuk menjadi Katolik. Apabila ibunya beragama Katolik maka tidak akan ada perbedaan presetanse remajadewasa awal yang beragama Katolik walaupun
ayahnya adalah seorang Protestan liberal atau konservatif namun apabila ayahnya beragama Katolik kecenderungan terbesar adalah remajadewasa awal
tidak memilih agama Katolik dan lebih memilih untuk memiliki agama yang sama dengan ibunya walaupun konservatif.
Penelitian yang dilakukan oleh Surbakti 2009 menjelaskan bahwa pemilihan agama oleh anak yang berasal dari keluarga beda agama dipengaruhi
oleh beberapa faktor, seperti peran ayah, peran ibu, peran orang tua angkat, peran kerabat orang tua, peran pemuka agama dan peran kekasih. Pemilihan
agama yang dipengaruhi oleh peran ayah, dilihat sebagai suatu usaha anak dalam membalas budi kebaikan ayahnya karena ayah telah berusaha memenuhi
kebutuhannya sehari-hari. Pemilihan agama yang dipengaruhi peran ibu dilihat sebagai cara bakti anak kepada sosok yang telah melahirkan, mengasuh dan
memberikan seluruh cintanya kepada anak tanpa syarat. Pemilihan agama yang
dipengaruhi oleh peran orang tua angkat, dilihat sebagai balsa budi atas jasa pengasuhan. Pemilihan agama yang dipengaruhi oleh peran kerabat orang tua,
dilihat sebagai hutang budi, hubungan sosial dalam ikatan keluarga yang telah menciptakan norma-norma tertentu yang sulit sekali untuk dihindariditentang.
Pemilihan agama yang dipengaruhi oleh pemuka agama, dilihat sebagai bentuk keyakinan akan adanya mukjizat dari suatu agama tertentu dalam proses
kehidupannya. Pemilihan agama yang dipengaruhi oleh peran kekasih, dilihat sebagai pemenuhan persyaratan untuk menjadi seorang pasangan yang baik
bagi kekasihnya. Penelitian-penelitian yang telah disebutkan hanya membahas mengenai
identitas agama yang pada akhirnya dipilih oleh anak dari keluarga beda agama serta efek yang dialaminya. Marcia 2006 menjelaskan bahwa dalam proses
pencarian identitas agama, individu akan mengalami proses eksplorasi agama dan pembuatan komitmen agama. Proses eksplorasi agama terjadi sebagai
suatu upaya individu dalam menjembatani pertanyaan keagamaan yang muncul di dalam benaknya dengan realitas keagamaan yang ada di sekitarnya. Proses
eksplorasi agama akan mempengaruhi individu dalam menentukan pembuatan komitmen beragama di dalam dirinya. Pembuatan komitmen yang sesuai
dengan diri akan menciptakan rasa yakin dan aman terhadap identitas agamanya. Oleh karena itu, melalui penelitian ini peneliti melihat pentingnya
proses eksplorasi agama dan pembuatan komitmen untuk diketahui agar remajadewasa awal dari keluarga beda agama mampu memilih dan
menciptakan komitmen beragama yang sesuai dengan dirinya.
D. Kerangka Penelitian