Syarat Guru Agama dalam Perspektif Konstruktivisme

pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yng Maha Esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggungjawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut: 1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. 2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional. 3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melaksanakan bimbingan dan pembinaan. 4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar. 5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat di sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan. 6. Guru sebagai pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. 7. Guru memelihara hubungan professional, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. 8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. 9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. 69

D. Syarat Guru Agama dalam Perspektif Konstruktivisme

69 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, h. 42-43 Menjadi guru bedasarkan tuntutan hati nurani tidaklah semua orang dapat melakukannya, karena orang harus melakukan sebagian besar dari seluruh hidup dan kehidupannya mengabdi kepada negara dan bangsa guna mendidik anak didik menjadi manusia susila yang cakap, demokratis, dan bertanggungjawab atas pembangunan dirinya dan pembangunan bangsa dan negara. Profesi guru sebagai pendidik formal di sekolah tidaklah dapat dipandang ringan, karena menyangkut berbagai aspek kehidupan, serta menuntut tanggungjawab moral yang berat. Selain itu terdapat pesyaratan-persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang akan berkecimpung di bidang kependidikan. Persyaratan itu meliputi fisik, psikis, mental, moral, dan intelektual, yang rincinya sebagai berikut: 1. Persyaratan fisik, yaitu memiliki kesehatan jasmani. Artinya, mereka tidak memiliki sejenis penyakit menular yang dapat membahayakan orang lain, serta tidak memiliki cacat tubuh yang dapat mengganggu kelangsungan proses pembelajaran 2. Persyaratan psikis, yaitu memiliki kesehatan rohani. Seorang guru tidak memiliki gangguan kejiwaan yang mengganggu orang lain dan dirinya sendiri dalam menunaikan tugasnya. 3. Persyaratan lainnya adalah memiliki kematangan mental, moral, dan intelektual. Artinya seorang guru, baik secara mental, moral, dan intelektual mampu bersikap dewasa, terbuka, jujur, dan tanggungjawab terhadap tugas dan pengabdiannya, serta memiliki kemampuan daya nalar yang logis, kritis, dan sistematis. Juga termasuk dalam persyaratan ini adalah memiliki kematangan sosial, yakni sanggup bergaul secara dewasa dengan golongan sosial manapun, tidak pandang ras, suku, agama, dan aliran politik manapun. 70 Kemudian tatkala membicarakan syarat guru kuttab semacam guru sekolah dasar di Indonesia, maka syarat terpenting bagi guru dalam Islam adalah syarat keagamaan. Dengan demikian, syarat guru dalam Islam adalah sebagai berikut” 70 H.M. Irsjad Djuwaeli, Pembaruan Kembali …, h. 21-22 1. Umur, harus sudah dewasa 2. Kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani 3. keahlian, harus menguasai bidang yang diajarkan dan menguasai ilmu mendidik termasuk ilmu mengajar. 4. Harus berkepribadian muslim. 71 Agar kepribadian guru memiliki keseimbangan dalam dunia dirinya sebagai individu dengan dunia profesinya sebagai sosok yang perlu digugu dan ditiru, maka harus memiliki prinsip dan nilai-nilai yang menjadi pusat kehidupan dan aktifitasnya yang sesungguhnya terletak pada hati guru itu sendiri. Seberapa besar cahaya hati guru tersebut akan berpengaruh nyata pada keberhasilan menyeimbangkan kepribadian dan kompetensi. 72 Menjadi guru agama menurut Prof. Dr. Zakiah Daradhat tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan seperti di bawah ini: 1. Takwa kepada Allah S.W.T. Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepadanya-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi muridnya sebagaimana Rasulullah SAW. manjadi teladan bagi umatnya. Sejauh mana seorang guru mampu memberi taladan kepada murid-muridnya sejauh itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia. 2. Berilmu Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Gurupun harus mempunyai ijazah supaya ia dibolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah murid sangat meningkat, sedang jumlah guru jauh dari pada mencukupi, maka terpaksa untuk menyimpang sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi dalam keadaan normal ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru, maka 71 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam ..., h. 81 72 Amir Tengku Ramly, Menjadi Guru Kaya; Melalui Perubahan Paradigma To Be Quadran , Bekasi: Pustaka Inti, 2005, Cet. II, h. 13 baik pula mutu pendidikan dan pada gilirannya makin tinggi pula derajat masyarakat. 3. Sehat jasmani Kesehatan jasmani kerap kali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular umpamanya sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Di samping itu, guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Kita kenal ucapan “Mens sana in corpora sano ”, yang artinya dalam tubuh yang sehat terkandung jiwa yang sehat. Walaupun pepatah itu tidak benar secara menyeluruh, akan tetapi bahwa kesehatan badan sangat mempengaruhi semangat bekerja. Dan guru yang sakit- sakitan kerap kali terpaksa absen dari kegiatan mengajar dan tentunya akan merugikan siswa. 4. Berkelakuan baik Budi pekerti guru amatlah penting dalam pendidikan watak murid. Guru harus menjadi suri teladan, karena anak-anak memiliki sifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan ialah membentuk akhlak mulia pada anak didik dan ini hanya mungkin jika guru itu berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya melakukan pekerjaan mendidik. Yang dimaksud akhlak baik dalam Ilmu Pendidikan Islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti dicontohkan oleh pendidik utama, Muhammad SAW. 73 Di antara akhlak guru tersebut adalah: a. Mencintai jabatannya sebagai guru. Tidak semua orang yang menjadi guru karena panggilan jiwa. Di antara mereka ada yang menjadi guru karena terpaksa, misalnya karena keadaan ekonomi, dorongan teman atau orang tua, dan sebagainya. Dalam keadaan bagaimanapun seorang guru harus berusaha mencintai pekerjaannya. Dan pada umumnya kecintaan terhadap pekerjaan guru akan bertambah besar apabila dihayati keindahan dan kemuliaan tugas 73 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, Cet. VI, h. 41-42 itu. Yang paling baik adalah apabila seorang menjadi guru karena panggilan jiwanya. b. Bersikap adil terhadap semua muridnya. Anak-anak tajam pandangannya terhadap perlakuan yang tidak adil. Guru-guru, lebih-lebih yang masih muda, kerap kali bersikap pilih kasih, guru laki-laki lebih memperhatikan anak-anak perempuan yang cantik atau anak yang pandai dari pada yang lain. Hal itu jelas tidak baik. Oleh kerena itu guru harus memperlakukan semua anak didik dengan cara yang sama dan proporsional. c. Guru harus berwibawa. Sering terjadi di kelas-kelas sesuatu hal yang mengganggu proses belajar mengajar, misalnya, anak-anak didik ribut dan berbuat sekehendaknya, lalu guru merasa jengkel, berteriak sambil memukul- mukul meja. Dengan anggapab bahwa ketertiban hanya dapat dikembalikannya dengan kekerasan, tetapi ketertiban karena kekerasan senantiasa bersifat jemu. Guru yang semacam ini tidak berwibawa. Sebaliknya, ada juga guru ketika ia memasuki kelas yang murid- muridnya sedang ribut dengan tenang, lalu seketika kelas menjadi tenang, padahal ia tidak menggunakan kekerasan. Maka sesungguhnya ia telah mampu menguasai anak-anak seluruhnya dan inilah guru yang berwibawa. d. Guru harus gembira. Guru yang bergembira memiliki sifat humoris, suka tertawa dan suka memberikan kesempatan tertawa kepada anak-anak dan dengan senyumnya ia memikat hati anak-anak. Sebab apabila pelajaran diselingi dengan humor, gelak dan tawa, niscaya jam pelajaran terasa singkat. Guru yang gembira biasanya tidak lekas kecewa. Ia senantiasa mengerti bahwa anak-anak tidak bodoh, tetapi belum tahu. Dengan gembira ia mencoba menerangkan pelajaran sampai anak itu memahaminya. e. Guru harus bersifat manusiawi. Guru adalah manusia yang tak lepas dari kekurangan dan cacat. Ia bukan manusia sempurna. Oleh karena itu ia harus berani melihat kekurangan-kekurangannya sendiri dan segera memperbaikinya. Dengan demikian pandangannya tidak picik terhadap kelakuan manusia pada umumnya dan anak-anak khususnya. Ia dapat melihat perbuatan yang salah menurut ukuran yang sebernarnya. Ia senantiasa memberikan hukuman yang adil dan suka memaafkan anak didik yang memperbaiki kesalahannya. f. Bekerja sama dengan guru-guru lain. Pertalian dan kerjasama yang erat antar sesama guru lebih berharga dari pada gedung yang megah dan alat-alat yang cukup. Sebab apabila guru-guru saling bertentangan, anak-anak akan bingung dan tidak tahu apa yang dibolehkan dan apa yang dilarang. Oleh karena itu, kerjasama antar guru-guru itu sangat penting. Suasana di kalangan guru sebagian besar bergantung pada sikap dan kebijaksanaan kepala sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah hendaknya jangan bersikap seperti majikan terhadap bawahannya. Bahkan seharusnya ia harus mengabdi kepada guru-guru lain, artinya ia harus mengurus dan siap sedia memperjuangkan kepentingan guru- guru lainnya. g. Bekerja sama dengan masyarakat. Guru harus memiliki pandangan yang luas. Ia harus bergaul dengan segala golongan manusia dan secara aktif berperan serta dalam masyarakat agar sekolah tidak termarjinalkan. Sekolah hanya dapat berdiri di tengah-tengan masyarakat, apabila guru-gurunya rajin bergaul, suka mengunjungi para orang tua murid, memasuki perkumpulan-perkumpulan dan turut serta dalam kejadian-kejadian yang penting dalam lingkungannya. Dengan demikian masyarakat akan rela memberikan bantuan-bantuan kepada sekolah berupa gedung, alat-alat, hadiah-hadiah jika diperlukan oleh sekolah. 74

E. Sifat-sifat Guru Agama dalam Pespektif Konstruktivisme