lengkap. Menurut konstruktivisme, bila seseorang tidak mengkonstruktiviskan pengetahuan secara aktif, meskipun ia sudah berumur tua, tetap dan tidak akan
berkembang pengetahuannya. Dalam teori ini, kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka
untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis dalam menganalisis sesuatu hal karena mereka berpikir
dan bukan meniru saja. Kadang-kadang orang menganggap bahwa konstruktivisme sama dengan
Teori pencarian sendiri inquiry approach dalam belajar. Sebenarnya kalau kita lihat secara lebih teliti, kedua teori ini berbeda dan tidak sama. Dalam banyak hal
kedua teori ini memiliki kesamaan, seperti penekanan keaktifan siswa untuk memenuhi suatu hal. Dapat terjadi bahwa metode pencarian sendiri memang
merupakan metode konstruktivisme tetapi tidak semua konstruktivis sepakat dengan metode pencarian sendiri. Dalam konstruktivisme terlebih yang personal
sosial, justru dikembangkan belajar bersama dalam kelompok. Hal ini yang tidak ada dalam metode mencari sendiri. Bahkan, dalam praktek metode pencarian
sendiri tidak memungkinkan siswa mengkonstruk pengetahuan sendiri, karena langkah-langkah pencarian dan bagaimana pencarian dilaporkan dan dirumuskan
sudah dituliskan sebelumnya.
23
F. Implikasi Konstruktivisme terhadap Pembelajaran.
Jika dilihat dengan menggunakan “kaca mata” pendidikan, pendekatan konstruktivisme memiliki implikasi terhadap pembelajaran. Implikasi tersebut
adalah sebagai berikut: 1.
Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan sejelas-jelasnya, namun masih ada sebagian siswa yang belum
paham ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada
siswa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti
23
http:www.freewebs.com
dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena hanya dengan usaha yang keras para siswa sendirilah, maka mereka akan betul-betul memahami
suatu materi yang diajarkan. 2.
Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan dibangun oleh para siswa sendiri dan bukan ditanamkan oleh guru. Para
siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru ke dalam kerangka kognitifnya.
3. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental
yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk mendukung model-
model itu. 4.
Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri untuk masing- masing konsep materi, sehingga guru dalam mengajar bukannya
menguliahi, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa, tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang
membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan
5. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh siswa atau peserta didik.
6. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar
kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari. 7.
Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan
teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri siswa atau peserta didik.
24
Kemudian, yang menjadi faktor pendukung model pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman yang memadai tentang teori kependidikan.
2. Tuntutan kultur masyarakat modern terhadap perubahan paradigma
24
http:www.freewebs.com
pendidikan. 3.
Sumber-sumber yang melimpah melalui teknologi informasi. 4.
Perencanaan yang baik dalam pengelolaan pendidikan. 5.
Kebijakan otoritas pendidikan.
25
G. Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar, Mengajar, dan Hakikat