Metode Penelitian Sistematika Penelitian

2. Kegunaan Penelitian

Sedangkan kegunaan penelitian adalah sebagai berikut: a. Sebagai salah satu kewajiban dalam melaksanakan tugas akhir perkuliahan pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta b. Sebagai bahan pertimbangan calon guru agama dan guru agama itu sendiri, khususnya dalam meningkatkan profesionalitasnya

D. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analitis, yaitu penelitian yang bermaksud mengadakan deskripsi mengenai data-data 5 tentang konstruktivisme dan menganalisis serta mensintesiskan data tersebut dalam kaitannya dengan profil guru agama. Kemudian dalam teknik pengumpulan data, penulis berusaha menggunakan metode penelitian kepustakaan library research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, meneliti, menganalisis, dan mensintesiskan data-data yang tedapat dalam buku-buku, kitab-kitab, majalah, surat kabar, dan sumber lain yang berkaitan dengan tema pembahasan skripsi ini. Dalam konteks ini yang dideskripsikan adalah mencari format baru profil guru agama. Secara teknis, penelitian ini disandarkan pada Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007

E. Sistematika Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis membagi pembahasan menjadi lima bab, yaitu sebagai berikut: 5 Sumadi Suryabrata, Metodologi penelitian, Jakarta: Rajawali Press, 1995, Cet IX, h. 18 Bab I Pendahuluan, terdiri Latar Belakang, Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Sistematika Penelitian. Bab II Sejarah Singkat Konstruktivisme, Pengertian dan Tujuan Konstruktivisme, Macam-macam Konstruktivisme, Prinsip-prinsip Konstruktivisme, Hubungan Konstruktivisme dengan Teori Belajar lainnya, Implikasi Konstruktivisme terhadap Pembelajaran, Pandangan Konstruktivisme tentang Belajar, Mengajar, dan Hakikat Anak Bab III Pendidikan Agama Islam di Sekolah, terdiri dari Pendidikan Agama Islam, Materi Pendidikan Agama Islam di Sekolah, dan Karakteristik Materi PAI dalam Perspektif Konstruktivisme Bab IV Guru Agama Ideal dalam Perspektif Konstruktivisme, meliputi Definisi Guru Agama dalam Perspektif Konstruktivisme, Kedudukan Guru dalam Pandangan Islam, Kode Etik Guru, Syarat Guru Agama dalam Perspektif Konstruktivisme, dan Tugas dan fungsi Guru Agama dalam Perspektif Konstruktivisme Bab V Penutup, meliputi: Kesimpulan dan Saran.

BAB II KONSTRUKTIVISME

A. Sejarah Singkat Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld sebagaimana yang telah dikutip oleh Paul Suparno, 6 pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ke-20 dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun, bila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok tentang konstruktivisme sebenarnya sudah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemolog dari Italia. Dialah kemudian yang menjadi cikal bakal konstruktivisme. Pada sekitar tahun 1710, Vico dalam karyanya De Antiquissima Italorum Sapientia , mengungkapkan filsafat dengan berkata “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa, mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico, hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini, karena hanya Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Ia membuatnya. Sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikonstruksinya. Bagi Vico, pengetahuan selalu menunjuk kepada struktur konsep yang dibentuk. Ini berbeda dengan kaum empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk kepada kenyataan luar. Menurut Vico, pengetahuan tidak lepas dari orang subyek yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat yang berlaku. Akan tetapi sayangnya bahwa Vico, menurut banyak pengamat, tidak membuktikan teorinya. Berdasarkan identifikasi “mengetahui sesuatu” dengan “membuat sesuatu”, Vico mengatakan bahwa “matematika adalah cabang pengetahuan yang paling tinggi”. Ia beralasan bahwa, “Dalam matematika, orang menciptakan dalam pikirannya semua unsur dan aturan-aturan yang secara lengkap dipakai untuk mengerti matematika.” Kemudian orang itu sendirilah yang menciptakan 6 Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1997, h. 24 8