7 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI PARTISIPATIF PEREMPUAN KEPALA KELUARGA
Penerapan komunikasi partisipatif melalui model dialogis menuntut adanya pengetahuan tentang heteroglassia sosial dalam sistem pembangunan. Pengetahuan
tentang informasi detail dan signifikan tentang kelompok sosial dan masyarakat serta hubungan struktural yang mencakup aspek; ekonomi, sosial dan aktivitas budaya
serta event-event yang merupakan pola kehidupan mereka yang normal; agen dan lembaga, melalui mana mereka dapat mewakilkan sudut pandang dan nilai-nilai.
Terutama informasi pada kelompok masyarakat yang sampai saat ini masih dalam kondisi marjinal, ketidakberuntungan, terabaikan atau tertindas di bawah hegemoni
sosial Rahim dalam White 2004.
Penerapan komunikasi partisipatif dalam pengambilan keputusan dan pertukaran informasi dengan penekanan pada dialog dalam program pembangunan
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal yaitu karakteristik masyarakat sebagai sistem sosial dan heteroglossia sosial dalam usia,
pendidikan, status perkawinan, jumlah tanggungan, jenis pekerjaan, motivasi dan faktor lainnya Mefalopulos 2003. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh
dalam penerapan komunikasi partisipatif melalui dialog adalah peran pendamping sebagai agen eksternal Ife 1995, dan dukungan kelembagaan White 2004.
Pada bagian ini akan dibahas bagaimana faktor individu, peran pendamping dan komponen sosial budaya mempengaruhi komunikasi partisipatif dalam program
PEKKA. Faktor individu terdiri dari umur, pendidikan, alokasi waktu dalam program yang dipengaruhi oleh sebab menjadi perempuan kepala keluarga, jumlah
tanggungan keluarga dan pekerjaan, dan motivasi. Sedangkan komponen sosial budaya meliputi peran kelembagaan kemasyarakatannorma dan bahasa.
7.1 Faktor Individu 1. Umur
Umur mempengaruhi komunikasi partisipatif perempuan kepala keluarga dalam menjalankan program PEKKA. Perempuan kepala keluarga yang berusia lanjut
cenderung menerapkan bentuk komunikasi monolog dibandingkan yang berusia muda. Mereka jarang menyampaikan saran, pendapat ataupun pertanyaan dalam
pertemuan. Meskipun mereka hadir, namun mereka lebih sering diam dan mendengarkan, sehingga mereka hanya mengikuti saja apa yang diputuskan bersama.
Anggota muda juga diberikan kepercayaan oleh anggota lain untuk menjadi pengurus.
2. Pendidikan
Sebagian anggota kelompok Jeumpa memiliki tingkat pendidikan rendah tidak bersekolah atau tidak tamat sekolah dasar sehingga menyebabkan mereka buta
huruf. Sementara sisanya tamatan SLTP dan SMA, dan hanya satu orang lulusan
perguruan tinggi. Mereka yang berpendidikan rendah tidak berani menyampaikan pendapatnya pada awal pengenalan program karena mereka menganggap dirinya
tidak memiliki kecakapan dalam berbicara. Sehingga pada pertemuan sosialisasi hanya Ibu NT lulusan PT dan Am SMA yang berani bertanya, sehingga mereka
kemudian dipercayakan untuk menjadi pengurus. 3.
Alokasi Waktu
Akses dan bentuk komunikasi perempuan kepala keluarga dalam program pemberdayaan juga dipengaruhi oleh waktu luang alokasi waktu yang mereka miliki.
Alokasi waktu perempuan kepala keluarga dalam program pemberdayaan ini berbeda-beda. Alokasi waktu mereka dalam program dipengaruhi oleh faktor sebab
menjadi kepala keluarga, jumlah tanggungan keluarga dan pekerjaan mereka.
a Status Perkawinan
Sebab menjadi perempuan kepala keluarga dikarenakan beberapa faktor yaitu: 1 karena ditinggalkan atau dicerai hidup oleh suaminya, 2 suaminya meninggal
dunia, 3 tidak menikahmembujang tetapi memiliki tanggungan, 4 memiliki suami tetapi suaminya tidak dapat mencari nafkah karena sakit dan 5 bersuami tetapi tidak
mendapat nafkah lahir bathin lebih dari setahun berpergian. Perempuan yang memiliki suami sakit-sakitan mengaku sering tidak dapat menghadiri pertemuan rutin
kelompok karena tidak mendapat izin dari suami. Sementara itu, anggota yang tidak menikahmembujang dianggap memiliki banyak waktu untuk terlibat banyak dalam
kegiatan kelompok, karenanya mereka juga dijadikan sebagai pengurus.
b Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga juga mempengaruhi komunikasi partisipatif perempuan kepala keluarga. Perempuan kepala keluarga yang memiliki jumlah
tanggungan lebih dari lima orang Ibu Hmm mengaku sulit membagi waktu antara bekerja, mengurus anak dan mengahadiri pertemuan sehingga ia sering tidak
menghadiri pertemuan anggota. Karenanya ia selalu menanyakan informasi-informasi dalam pertemuan kepada anggota lain agar tidak ketinggalan informasi.
c Pekerjaan
Jenis pekerjaan perempuan kepala keluarga juga mempengaruhi komunikasi partisipatif, perempuan yang memiliki pekerjaan berdagang kue ke pasar kecamatan
seperti Ibu NC mengaku sering terlambat menghadiri pertemuan karena jaraknya yang jauh. Meskipun demikian mereka selalu berusaha untuk pulang lebih cepat.
Anggota yang berkerja sebagai petani lebih mudah membagi waktu karena letak sawah di desa sendiri.
4.
Motivasi
Motivasi perempuan kepala keluarga untuk berperan aktif dalam program berbeda-beda. Perempuan kepala keluarga yang lanjut usia mengaku mengikuti
program hanya untuk mengisi waktu luang, berkumpul bersama dan memperoleh informasi serta pengetahuan. Sedangkan anggota lainnya mengikuti program dan
berusaha selalu dapat mengakses semua kegiatan serta berperan aktif karena ingin meningkatkan kesejahteraan keluarga dan memperoleh pengetahuan, informasi yang
dapat merubah kondisinya dalam masyarakat.
Motivasi para anggota kelompok semakin bertambah dengan adanya bantuan dana modal usaha untuk perorangan dengan membuat proposal dan memenuhi
syarat-syarat tertentu. Dengan dana tersebut, mereka dapat mengembangkan usahanya untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Selain itu, pemberdayaan
ekonomi melalui simpan pinjam juga sangat membantu mereka terutama pada saat membutuhkan uang mendadak tak terduga. Dampaknya sudah dapat dirasakan
langsung oleh anggota, misalnya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, dapat menyekolahkan anak-anaknya dan lain sebagainya. Dengan adanya perubahan
dalam bidang ekonomi, mereka berharap kehidupan bermasayarakat di desa ini juga dapat berubah terutama dalam perubahan status sosial. Meskipun mereka kepala
keluarga perempuan tetapi mereka dapat hidup dan memiliki akses yang sama dengan masyarakat lainnya. Hal ini seperti dikutip dari wawancara dengan Ibu NC:
“Motivasi saya yang pertama ya untuk bisa lebih pintar, lebih maju lah kayak orang-orang lain di kampung ini. Kan ada kegiatan simpan
pinjam jadi saya pikir saya dan anggota lain ada tempat untuk pinjam duit kalau adabutuh dana mendadak, daripada dulu kita minjam ke
tetangga, saudara belum tentu dikasih, kalau ini insyaallah lah. Apalagi setelah dikasi dana batuan untukmodal usaha saya jadi lebih
bersemangat
karena dengan
modal tersebut
saya bisa
mengembangkan usaha dagang kue saya. Saya bisa buat kue lebih banyak lagi dan insyallah pendapatan akan bertambah untuk keluarga
buat sekolah anak dan lain-lain lah. Dan kalau kita dah punya uang pasti kita dah lebih dianggap dikampung ini, kalau gak punya duit ya
kita kan dianggap rendahan, hehhehee...NC
”
7.2 Peran Pendamping
Kegiatan pemberdayaan salah satunya bermaksud menghilangkan dominasi dan kekuasaan pihak luar terhadap kelompok marjinal. Karenanya, peran agen
perubah dan tenaga pendamping dalam memfasilitasi masyarakat memiliki peranan penting berupa: 1 keterampilan untuk membantu masyarakat menyelidiki dan
mengidentifikasi permasalahan mereka; 2 kebutuhan dan prioritas serta keahlian untuk membantu masyarakat memformulasi dan menseleksi strategi yang sesuai.
Oleh karena itu, kerampilan komunikasi agenfasilitator sangat menentukan keefektifan aktivitas, terutama dalam menghadapi keragaman dan keunikan budaya
nilai, sikap, kepercayaan dan lain sebagainya untuk memberi penguatan dalam membangun kepercayaan diri, kompetensi, dan ketrampilan berkomunikasi untuk
fungsi-fungsi dalam masyarakat mereka.
PL merupakan salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan suatu program pemberdayaan. Bentuk pendampingan dapat dikembangkan secara kreatif, terlebih
disaat teknologi komunikasi yang semakin mudah diakses oleh setiap orang, misalnya saja saat ini hampir semua orang sudah memiliki telepon genggam. Pendampingan
yang diperoleh dari kegiatan pemberdayaan perempuan kepala keluarga memperlihatkan kinerja yang bagus, melahirkan banyak ide kreatif dengan
pemanfaatan potensi lokal.
Kegiatan pendampingan yang dilakukan PL biasanya melalui kunjungan langsung kepada para anggota secara individual. Dalam aktivitas ini PL mengajak
para anggota untuk mau terbuka dan berani menyampaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya maupun persoalan dalam kelompok. Dengan demikian kelompok dapat
difungsikan sebagai wadah untuk membangun kepedulian dan rasa empati terhadap persoalan-persoalan orang lain khususnya sesama anggota kelompok. Selain
kunjungan individual, PL juga mengadakan pendampingan ke pengurus kelompok, menfasilitasi dan menumbuhkan kepercayaan diri pengurus dalam mengelola
kelompok,dan mendampingi pengurus dalam melakukan administrasi dan pembukuan kelompok. Hal ini juga terjadi dari arah anggota kelompok, artinya jika merasa perlu
atau ada masalah yang ingin didiskusikan mereka dapat menghubungi PL setiap saat untuk berdiskusi.
Melalui pendekatan ini, secara perlahan dan pasti telah terbangun kepercayaan antara PL dengan dampingannya. PL sudah dianggap menjadi bagian dari kehidupan
para anggota PEKKA. Ini sangat penting dan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan proses pemberdayaan perempuan. Seperti pendapat Ife 1995 yang
menyatakatan bahwa keberhasilan komunikasi partisipatif dalam pembaharuan budaya melalui proses dialogis sangat tergantung pada peran fasilitator sebagai
inisiator dan perencana. Karenanya fasilitator harus memiliki sensitifitas dan kesadaran dampak pembangunan ekonomi terhadap kultur masyarakat. Kompetensi
yang perlu dimiliki fasilitator adalah pengetahuan tentang konsep-konsep manajemen, cara mengatasi masalah, dapat bertindak sebagai pengarah orchestra dinamika
kelompok, sebagai komunikator yang mengetahui akses informasi klarifikasi, sintesis, keterhubungan link dengan warga, mengembangkan diskusi dan
memfasilitasi partisipasi.
Dalam program PEKKA ini terdapat satu orang PL yang bertugas mendampingi anggota selama pelaksanaan program. Pada tahap awal pengenalan
program, PL dijabat oleh warga desa setempat dan berjenis kelamin laki-laki, namun tidak menjadi penghalang dalam melakukan komunikasi dengan para perempuan
kepala keluarga karena mereka sudah saling kenal, mengetahui karakteristik perempuan kepala keluarga serta budaya yang berlaku dalam masyarakat setempat.
Saat ini, PL telah diganti, bukan lagi warga setempat dan berjenis kelamin perempuan. Berikut kutipan dari Ibu AA:
“Kami emang sudah ganti PL, dulu pertama kali PL nya Bapak MD warga desa ini. Kami senang karena udah kenalkan dan kami tidak
malu kalau berdiskusi atau tanya sesuatu. Sekarang diganti PL perempuann Ibu FJ tapi bukan dari desa ini, kami tetap bisa
berkomunikasi dengan baik karena sama-sama perempuan jadi lebih enak kalau kita tanya-tanya. AA
”
Berikut adalah peran pendamping dalam berbagai kegiatan-kegiatan PEKKA: 1
Pemberdayaan Ekonomi Program pemberdayaan ekonomi yang dilakukan pada kelompok PEKKA
dimulai dengan pendekatan swadaya. Awal mulanya, kegiatan ini sulit dilakukan karena masyarakat sudah terbiasa mendengar pendekatan proyek mendapat
bantuan uangbarang. Karenanya, mereka juga meminta program ini melakukan hal yang sama yaitu memberikan uang atau bantuan langsung. Pada saat program BLM
ada, pendekatannya tetap bertumpu pada penguatan mereka sendiri. BLM hanya merupakan stimulan untuk mereka lebih berkembang. Adalah fungsi PL untuk
secara terus-menerus memotivasi mereka untuk mengakumulasi dana swadaya melalui kegiatan simpan pinjam.
Proses pendampingan biasanya dilakukan pada saat pertemuan rutin. Pendampingan dilakukan secara intensif melalui konsultasi dan dialog secara
interpersonal, kelompok hingga penguatan kapasitas manajemen kelompok termasuk administrasi dan pembukuan. Selain itu, PL juga selalu mendampingi
anggota dan pengurus dalam memecahkan masalah yang dihadapi dirinya dan kelompok, seperti angsuran macet, pengajuan pinjaman, mengidentifikasi usaha
yang layak, dan lain sebagainya. Anggota diberikan dan dibekali dengan kartu anggota yang memuat informasi data pribadi dan kegiatan simpan pinjam.
Dalam proses pembuatan proposal, PL juga mengajarkan dan mendampingi anggota kelompok tata cara pengisian formulir permohonan. Kehadiran PL juga
sangat membantu para anggota dalam menentukan jenis usaha yang sesuai dengan kompetensi dirinya. Selain bertemu dalam pertemuan rutin, anggota juga bebas
berkonsultsi dengan PL kapan dan dimana saja. Berikut wawancara dengan FJ:
“Saya selalu berusaha untuk memotivasi dan membantu mereka kapan aja mereka meminta bantuan kepada saya. Kayak dulu waktu buat
proposal untuk dapat dana bantuan usaha. Banyak yang bertanya ke saya mengenai jenis usaha yyang cocok untuk mereka dan gimana cara
buat proposal. Saya bantu saya bilang ibu sebaiknya jalankan usaha sesuai dengan keahlian dan kemampuan ibu. Misalnya yakin dengan
usaha sekarang silakan, itu lebih baik buat mereka karena takutnya kalau buka usaha baru tapi gak ada pengalaman ntar bisa rugi kan
kasian. Saya hanya beri pandangan, semua juga kembali ke mereka masing-masing. Tapi banyak yang mengikuti saran saya. FJ
” Hal senada juga diungkapkan Ibu AA:
“Pada saat buat proposal dulu, PL sangat membantu kami. Kami bisa belajar cara buat proposal, bisa tanya-tanya tentang usaha yang cocok
dengan kami. Kayak saya karena saya punya usaha tani, jadi saya dianjurkan dana tersebut digunakan untuk bertani saja karena udah ada
pengalaman, karena kalau digunakan untuk usaha baru takutnya tidak berhasil apalagi saya gak punya pengalaman tuk usaha lain. Jadi,