Empowerment to Woman Headed Household through Developing of Social Networking (Case in Micro Company in Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat)

(1)

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA

MELALUI PENGEMBANGAN JEJARING SOSIAL

(Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi

Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung

Propinsi Jawa Barat)

INDRI INDARWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Kajian saya yang berjudul :

“PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA MELALUI PENGEMBANGAN JEJARING SOSIAL (Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat)

Adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Kajian ini.

Bogor, Nopember 2005 Indri Indarwati NRP. A. 154040185


(3)

ABSTRAK

INDRI INDARWATI, Pemberdayaan Perempuan Kepala Rumahtangga melalui Pengembangan Jejaring Sosial (Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh TITIK SUMARTI dan MARJUKI.

Pemberdayaan masyarakat terutama kepada perempuan kepala rumahtangga (PKRT) yang mengelola usaha mikro merupakan bagian dari proses pengembangan masyarakat. Ketidakberdayaan PKRT usaha mikro ditandai dengan ketidakmampuan mereka dalam memperoleh kesempatan dan kewenangan untuk mengambil keputusan terhadap sumberdaya yang ada dalam masyarakat seperti permodalan, pendidikan keterampilan, kredit, penggunaan tenaga kerja dan kelembagaan formal dalam masyarakat.

Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui karakteristik PKRT yang mengelola usaha mikro, evaluasi program pembangunan masyarakat, analisis gender terhadap PKRT usaha mikro dan program pemberdayaan yang efektif untuk mereka. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus untuk memperdalam masalah kajian.

Isu ketidakadilan gender yang muncul adalah adanya subordinasi dari masyarakat Desa Sekarwangi bahwa PKRT usaha mikro hanyalah pencari nafkah tambahan dan usahanya sebatas untuk membantu suami. Hal tersebut berdampak pada minimnya akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya. Upaya yang telah dilakukan pemerintah adalah melalui program pembangunan masyarakat yaitu Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga – Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (UP2K-PKK). Program tersebut ternyata tidak banyak membantu PKRT usaha mikro. Program P2KP banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang dekat dengan pengurus dan menjadi pengusaha mikro, sedangkan UP2K-PKK hanya diberikan pada satu orang warga dan belum bergulir ke warga yang lain sejak 2 tahun yang lalu. Terbatasnya akses terutama permodalan dan kredit yang diterima oleh PKRT membuat mereka akhirnya meminjam kepada rentenir untuk modal usaha.

Alternatif program pemberdayaan bagi PKRT usaha mikro di Desa Sekarwangi adalah pengembangan jejaring sosial usaha mikro dengan membuka akses sekaligus dengan menguatkan posisinya seperti dengan berkelompok, membuat jaminan permodalan dan melibatkan stakeholder untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.


(4)

ABSTRACT

INDRI INDARWATI, Empowerment to Woman Headed Household through Developing of Social Networking (Case in Micro Company in Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat). Under the direction of TITIK SUMARTI and MARJUKI.

Social empowerment particularly aimed to woman, who also manage micro company, is inevitably a part of social development. The powerless PKRT (Woman Headed Household) is marked by their incapability in gaining opportunity and authority in order to make decision on available resources which existed surrounding such as financial resources, skill education, credit, use of employment and formal institution within society.

The objectives of this study are as follows knowing the characteristic of PKRT, evaluating social development program, analyzing gender from PKRT micro company program and effective empowering program. This study uses qualitative approach to analyze the problem comprehensively.

Issues on injustice gender caused by subordination of peoples in Desa Sekarwangi that PKRT is solely additional income for family and it is done for the sake of husband assistance. These factors affect to the minimum control and access upon the resources. The government has launched several programs for example urban poor eradicating program (P2KP) and effort in improving family income – Welfare and Empowerment to the Family (UP2K-PKK). These program in fact are less helpful. In addition, P2KP was given to those peoples who not only have close relationship with the official but also micro companies of their own. Furthermore, UP2K-PKK is given only to a single people and it has not been circulated to the rest of peoples. The limitation in term of access and amount of finance led them to dealt with the loan giver.

In line with the solution, program of empowering PKRT in Desa Sekarwangi are developing social networking in two aspect; opening access and strengthening their position through grouping, making the finance insurance and involving stakeholders to achieve gender’s equality and justice.


(5)

@ Hak cipta milik Indri Indarwati, tahun 2005 Hak cipta dilindungi

Dilarang megutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya


(6)

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA

MELALUI PENGEMBANGAN JEJARING SOSIAL

(Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi

Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung

Propinsi Jawa Barat)

INDRI INDARWATI

Tugas Akhir :

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(7)

Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Perempuan Kepala Rumahtangga melalui Pengembangan Jejaring Sosial (Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat)

Nama : Indri Indarwati

NRP : A. 154040185

Program Studi : Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS Ketua

Dr. Marjuki, MSc Anggota

Diketahui, Ketua Program Studi Magister

Profesional Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pemberdayaan Perempuan Kepala Rumahtangga melalui Pengembangan Jejaring Sosial (Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S., selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, Ibu Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS dan Bapak Dr. Marjuki, MSc selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat yang telah membekali pengetahuan pengembangan masyarakat, Bapak Drs. H. Chusnan Yusuf selaku Kepala Balatbangsos Departemen Sosial Republik Indonesia dan Bapak Dr. Marjuki, M.Sc., selaku Ketua STKS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Strata-2, Bapak H. Obar Sobarna selaku Bupati Bandung, H. Dudung Sutisna, selaku Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Bandung dan Ibu Hj. Iyan Obar Sobarna, selaku Ketua KKKS Kabupaten Bandung yang telah memberikan dukungan moril dan spirituil kepada penulis, Bapak Asep Sutisna selaku Kepala Desa Sekarwangi yang telah memberikan banyak informasi kepada penulis. Penghargaan juga disampaikan kepada M. Zainuri, Atirista Nainggolan, Viking Rizarta dan teman-teman MPM Kelas Bandung Angkatan II atas segala bantuan dan dukungannya. Terima kasih sebesar-besarnya teruntuk Ibuku, Tya dan keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga kajian ini bermanfaat.

Bogor, Nopember 2005 Indri Indarwati


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 1972 dari ayah Nano Suparno, BSc dan ibu Sri Sundarti. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri 52 Jakarta dan pada tahun 1992 penulis masuk STKS Bandung lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Departemen Sosial Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai Pelaksana pada Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Bandung sejak tahun 1999.

Selama mengikuti program S2, penulis menjadi pengurus Koordinator Kegiatan Kesejahteraan Sosial (KKKS) Kabupaten Bandung. Sebuah policy brief

berjudul Children Centre bagi Korban Bencana Tsunami di Nanggro Aceh Darussalam (NAD) yang menjadi lampiran dalam Buku Analisis Kebijakan Publik; Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial karya Edi Suharto, PhD telah diterbitkan pada tahun 2005.


(10)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……… i

DAFTAR TABEL ………. iv

DAFTAR GAMBAR ……… vi

DAFTAR LAMPIRAN ………. vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Rumusan Masalah ……… 5

1.3. Tujuan dan Kegunaan .……….… 6

II. TINJAUAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka ……….. 8

2.1.1. Pengembangan, Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat ……… 8

2.1.2. Komunitas dan Modal Sosial ……….. 11

2.1.3. Perempuan dan Analisis Gender ……… 15

2.1.4. Usaha Mikro ……….. 26

2.2. Kerangka Alur Berfikir ……….. 28

III. METODE KAJIAN 3.1. Batas-batas Kajian ……… 31

3.1.1. Tipe Kajian ………. 31

3.1.2. Aras Kajian ………. 32

3.1.3. Strategi Kajian ………... 32

3.2. Lokasi, Subyek dan Waktu Kajian ……….. 33

3.3. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ……….. 35

3.3.1. Sumber Data ………. 35

3.3.2. Teknik Pengumpulan Data ……….. 35

3.4. Cara Pengolahan dan Analisis Data ……….. 39

3.5. Penyusunan Program Pemberdayaan Masyarakat …………. 39

IV. PETA SOSIAL DESA SEKARWANGI KECAMATAN KATAPANG KABUPATEN BANDUNG 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif ……….. 43

4.2. Kondisi Demografi ………. 45

4.3. Kondisi Pendidikan ……… 48

4.4. Kondisi Ekonomi ……… 49

4.5. Kondisi Sosial Budaya ……….. 51

4.5.1. Keragaman Warga ……… 51

4.5.2. Stratifikasi Warga ……….. 52

4.6. Sistem Nilai dan Norma ……… 53

4.7. Kelembagaan dan Jejaring Sosial dalam Komunitas ……….. 54

4.8. Karakteristik Subyek kasus (PKRT Usaha Mikro) ……… 59

4.8.1. Karakteristik Subyek Kasus Berdasarkan Usia …… 59

4.8.2. Karakteristik Subyek Kasus Berdasarkan Tingkat Pendidikan ………. 60


(11)

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA

MELALUI PENGEMBANGAN JEJARING SOSIAL

(Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi

Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung

Propinsi Jawa Barat)

INDRI INDARWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Kajian saya yang berjudul :

“PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA MELALUI PENGEMBANGAN JEJARING SOSIAL (Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat)

Adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Kajian ini.

Bogor, Nopember 2005 Indri Indarwati NRP. A. 154040185


(13)

ABSTRAK

INDRI INDARWATI, Pemberdayaan Perempuan Kepala Rumahtangga melalui Pengembangan Jejaring Sosial (Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh TITIK SUMARTI dan MARJUKI.

Pemberdayaan masyarakat terutama kepada perempuan kepala rumahtangga (PKRT) yang mengelola usaha mikro merupakan bagian dari proses pengembangan masyarakat. Ketidakberdayaan PKRT usaha mikro ditandai dengan ketidakmampuan mereka dalam memperoleh kesempatan dan kewenangan untuk mengambil keputusan terhadap sumberdaya yang ada dalam masyarakat seperti permodalan, pendidikan keterampilan, kredit, penggunaan tenaga kerja dan kelembagaan formal dalam masyarakat.

Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui karakteristik PKRT yang mengelola usaha mikro, evaluasi program pembangunan masyarakat, analisis gender terhadap PKRT usaha mikro dan program pemberdayaan yang efektif untuk mereka. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus untuk memperdalam masalah kajian.

Isu ketidakadilan gender yang muncul adalah adanya subordinasi dari masyarakat Desa Sekarwangi bahwa PKRT usaha mikro hanyalah pencari nafkah tambahan dan usahanya sebatas untuk membantu suami. Hal tersebut berdampak pada minimnya akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya. Upaya yang telah dilakukan pemerintah adalah melalui program pembangunan masyarakat yaitu Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga – Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (UP2K-PKK). Program tersebut ternyata tidak banyak membantu PKRT usaha mikro. Program P2KP banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang dekat dengan pengurus dan menjadi pengusaha mikro, sedangkan UP2K-PKK hanya diberikan pada satu orang warga dan belum bergulir ke warga yang lain sejak 2 tahun yang lalu. Terbatasnya akses terutama permodalan dan kredit yang diterima oleh PKRT membuat mereka akhirnya meminjam kepada rentenir untuk modal usaha.

Alternatif program pemberdayaan bagi PKRT usaha mikro di Desa Sekarwangi adalah pengembangan jejaring sosial usaha mikro dengan membuka akses sekaligus dengan menguatkan posisinya seperti dengan berkelompok, membuat jaminan permodalan dan melibatkan stakeholder untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.


(14)

ABSTRACT

INDRI INDARWATI, Empowerment to Woman Headed Household through Developing of Social Networking (Case in Micro Company in Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat). Under the direction of TITIK SUMARTI and MARJUKI.

Social empowerment particularly aimed to woman, who also manage micro company, is inevitably a part of social development. The powerless PKRT (Woman Headed Household) is marked by their incapability in gaining opportunity and authority in order to make decision on available resources which existed surrounding such as financial resources, skill education, credit, use of employment and formal institution within society.

The objectives of this study are as follows knowing the characteristic of PKRT, evaluating social development program, analyzing gender from PKRT micro company program and effective empowering program. This study uses qualitative approach to analyze the problem comprehensively.

Issues on injustice gender caused by subordination of peoples in Desa Sekarwangi that PKRT is solely additional income for family and it is done for the sake of husband assistance. These factors affect to the minimum control and access upon the resources. The government has launched several programs for example urban poor eradicating program (P2KP) and effort in improving family income – Welfare and Empowerment to the Family (UP2K-PKK). These program in fact are less helpful. In addition, P2KP was given to those peoples who not only have close relationship with the official but also micro companies of their own. Furthermore, UP2K-PKK is given only to a single people and it has not been circulated to the rest of peoples. The limitation in term of access and amount of finance led them to dealt with the loan giver.

In line with the solution, program of empowering PKRT in Desa Sekarwangi are developing social networking in two aspect; opening access and strengthening their position through grouping, making the finance insurance and involving stakeholders to achieve gender’s equality and justice.


(15)

@ Hak cipta milik Indri Indarwati, tahun 2005 Hak cipta dilindungi

Dilarang megutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya


(16)

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA

MELALUI PENGEMBANGAN JEJARING SOSIAL

(Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi

Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung

Propinsi Jawa Barat)

INDRI INDARWATI

Tugas Akhir :

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(17)

Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Perempuan Kepala Rumahtangga melalui Pengembangan Jejaring Sosial (Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat)

Nama : Indri Indarwati

NRP : A. 154040185

Program Studi : Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS Ketua

Dr. Marjuki, MSc Anggota

Diketahui, Ketua Program Studi Magister

Profesional Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.


(18)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pemberdayaan Perempuan Kepala Rumahtangga melalui Pengembangan Jejaring Sosial (Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S., selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, Ibu Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS dan Bapak Dr. Marjuki, MSc selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat yang telah membekali pengetahuan pengembangan masyarakat, Bapak Drs. H. Chusnan Yusuf selaku Kepala Balatbangsos Departemen Sosial Republik Indonesia dan Bapak Dr. Marjuki, M.Sc., selaku Ketua STKS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Strata-2, Bapak H. Obar Sobarna selaku Bupati Bandung, H. Dudung Sutisna, selaku Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Bandung dan Ibu Hj. Iyan Obar Sobarna, selaku Ketua KKKS Kabupaten Bandung yang telah memberikan dukungan moril dan spirituil kepada penulis, Bapak Asep Sutisna selaku Kepala Desa Sekarwangi yang telah memberikan banyak informasi kepada penulis. Penghargaan juga disampaikan kepada M. Zainuri, Atirista Nainggolan, Viking Rizarta dan teman-teman MPM Kelas Bandung Angkatan II atas segala bantuan dan dukungannya. Terima kasih sebesar-besarnya teruntuk Ibuku, Tya dan keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga kajian ini bermanfaat.

Bogor, Nopember 2005 Indri Indarwati


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 1972 dari ayah Nano Suparno, BSc dan ibu Sri Sundarti. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri 52 Jakarta dan pada tahun 1992 penulis masuk STKS Bandung lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Departemen Sosial Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai Pelaksana pada Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Bandung sejak tahun 1999.

Selama mengikuti program S2, penulis menjadi pengurus Koordinator Kegiatan Kesejahteraan Sosial (KKKS) Kabupaten Bandung. Sebuah policy brief

berjudul Children Centre bagi Korban Bencana Tsunami di Nanggro Aceh Darussalam (NAD) yang menjadi lampiran dalam Buku Analisis Kebijakan Publik; Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial karya Edi Suharto, PhD telah diterbitkan pada tahun 2005.


(20)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……… i

DAFTAR TABEL ………. iv

DAFTAR GAMBAR ……… vi

DAFTAR LAMPIRAN ………. vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Rumusan Masalah ……… 5

1.3. Tujuan dan Kegunaan .……….… 6

II. TINJAUAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka ……….. 8

2.1.1. Pengembangan, Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat ……… 8

2.1.2. Komunitas dan Modal Sosial ……….. 11

2.1.3. Perempuan dan Analisis Gender ……… 15

2.1.4. Usaha Mikro ……….. 26

2.2. Kerangka Alur Berfikir ……….. 28

III. METODE KAJIAN 3.1. Batas-batas Kajian ……… 31

3.1.1. Tipe Kajian ………. 31

3.1.2. Aras Kajian ………. 32

3.1.3. Strategi Kajian ………... 32

3.2. Lokasi, Subyek dan Waktu Kajian ……….. 33

3.3. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ……….. 35

3.3.1. Sumber Data ………. 35

3.3.2. Teknik Pengumpulan Data ……….. 35

3.4. Cara Pengolahan dan Analisis Data ……….. 39

3.5. Penyusunan Program Pemberdayaan Masyarakat …………. 39

IV. PETA SOSIAL DESA SEKARWANGI KECAMATAN KATAPANG KABUPATEN BANDUNG 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif ……….. 43

4.2. Kondisi Demografi ………. 45

4.3. Kondisi Pendidikan ……… 48

4.4. Kondisi Ekonomi ……… 49

4.5. Kondisi Sosial Budaya ……….. 51

4.5.1. Keragaman Warga ……… 51

4.5.2. Stratifikasi Warga ……….. 52

4.6. Sistem Nilai dan Norma ……… 53

4.7. Kelembagaan dan Jejaring Sosial dalam Komunitas ……….. 54

4.8. Karakteristik Subyek kasus (PKRT Usaha Mikro) ……… 59

4.8.1. Karakteristik Subyek Kasus Berdasarkan Usia …… 59

4.8.2. Karakteristik Subyek Kasus Berdasarkan Tingkat Pendidikan ………. 60


(21)

ii

4.8.3. Karakteristik Subyek Kasus Berdasarkan Status

Perkawinan ……… 62

4.8.4. Karakteristik Subyek Kasus Berdasarkan Jumlah Tanggungan ………... 63

4.8.5. Karakteristik Subyek Kasus Berdasarkan Jenis Usaha Mikro ………... 64

4.8.6. Karakteristik Subyek Kasus Berdasarkan Permasalahan Usaha Mikro ……… 64

4.9. Evaluasi Umum ………. 65

V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT 5.1. Gambaran Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga – Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (UP2K-PKK) ………... 67

5.1.1. Gambaran Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) ………. 67

5.1.2. Gambaran Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga – Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (UP2K-PKK) ………. 79

5.2. Pengembangan Ekonomi Lokal ……….. 80

5.2.1. Pengembangan Ekonomi Lokal Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) … 81 5.2.2. Pengembangan Ekonomi Lokal Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga – Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (UP2K-PKK) ……….……….. 83

5.3. Pengembangan Modal dan Gerakan Sosial ………. 83

5.4. Kebijakan dan Perencanaan Sosial ………... 86

5.5. Evaluasi Umum ………. 88

VI. ANALISIS GENDER TERHADAP PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO DALAM KOMUNITAS 6.1. Kondisi dan Peran Perempuan Kepala Rumah Tangga (PKRT) Usaha Mikro dalam Komunitas ………. 91

6.1.1. Pembagian Kerja PKRT Usaha Mikro dalam Komunitas ……….. 91

6.1.2. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro dalam Komunitas ……….. 95

6.1.3. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro terhadap Manfaat Kegiatan Pembangunan ……….. 97

6.1.4. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro terhadap Kelembagaan dalam Komunitas ………. 99

6.1.5. Faktor yang Berpengaruh terhadap Partisipasi PKRT Usaha Mikro ………... 102

6.2. Peran dan Kebutuhan PKRT Usaha Mikro dalam Program Pembangunan ……… 105

6.3. Identifikasi Ketidakadilan Gender terhadap PKRT Usaha Mikro dalam Komunitas ………... 106

6.3.1. Marjinalisasi ………... 106


(22)

iii

6.3.3. Beban Kerja ……….. 108

6.3.4. Stereotipe ………... 109

6.3.5. Ideologi Gender ………. 109

6.4. Evaluasi Umum ………. 109

VII. PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF

7.1. Tahap Identifikasi Masalah dan Kebutuhan ……….. 111 7.2. Tahap Identifikasi Potensi Lokal ………. 118 7.3. Tahap Pendayagunaan Sumber-sumber Lokal ……… 120 7.4. Tahap Penyusunan dan Pengusulan Rencana ……… 124

7.4.1. Penyusunan Tujuan ……….. 124

7.4.2. Penyusunan Rancangan Program ………. 126

7.4.3. Pelaksanaan Program ……….. 132

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

8.1. Kesimpulan ………. 134

8.2. Rekomendasi Kebijakan ……….. 136

8.2.1. Rekomendasi Kebijakan kepada Pemerintah

Daerah ……… 136

8.2.2. Rekomendasi Kebijakan kepada Pemerintah Desa

Sekarwangi ……… 137

8.2.3. Rekomendasi Kebijakan kepada TP PKK Desa

Sekarwangi ……… 138

8.2.4. Rekomendasi Kebijakan kepada PKRT Usaha

Mikro di Desa Sekarwangi ………... 139

DAFTAR PUSTAKA ……….. 140


(23)

iv DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Peran Lembaga Formal dan Informal dalam Peningkatan

Kesejahteraan ……….. 13

2. Perbedaan Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender ……….. 23 3. Jadwal Penyusunan Kajian Pengembangan Masyarakat ………… 34

4. Penggalian Data Kajian ……….. 38

5. Orbitrasi, Jarak dan Waktu Tempuh Desa Sekarwangi Tahun2004 44 6. Komposisi Penduduk Desa Sekarwangi berdasarkan Usia dan

Jenis Kelamin Tahun 2004 ……… 45

7. Jumlah Penduduk menurut Gerak/Mobilitas Penduduk Desa

Sekarwangi periode Januari – Desember Tahun 2002 ……… 47 8. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas menurut Tingkat

Pendidikan yang ditamatkan di desa Sekarwangi Kecamatan

Katapang Kabupaten Bandung Tahun 2003 ……… 48

9. Komposisi Penduduk Desa Sekarwangi berdasarkan Mata

Pencaharian Tahun 2003 ……… 49

10. Kondisi Perekonomian berdasarkan Usaha Kecil Menengah

Warga Desa Sekarwangi Tahun 2002 ………. 50

11. Peran Lembaga Formal dan Informal dalam Peningkatan Kesejahteraan PKRT Usaha Mikro di Desa Sekarwangi

Kecamatan Katapang Tahun 2004 ……….. 55

12. Jumlah dan Persentase Subyek Kasus Berdasarkan Usia di Desa

Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005 ……… 60

13. Jumlah dan Persentase Subyek Kasus Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun

2005 ……….. 61

14. Jumlah dan Persentase Subyek Kasus Berdasarkan Status Perkawinan di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun

2005 ……….. 62

15. Jumlah dan Persentase Subyek Kasus Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun

2005 ……….. 63

16. Jumlah dan Persentase Subyek Kasus Berdasarkan Jenis Usaha

Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005 ….. 64

17. Jumlah dan Persentase Subyek Kasus Berdasarkan

Permasalahan Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan

Katapang Tahun 2005 ……… 64

18. Rekapitulasi Jumlah Penerimaan dan Pengembalian Dana P2KP Program Peningkatan Ekonomi Keluarga Miskin Tah un 2004/2005 (8 UPK/BKM di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang) ………...

73 19. Daftar Penerima Dana Ekonomi Produktif P2KP sebelum

Digulirkan di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun

2004/2005 ………. 75

20. Daftar Penerima Dana Ekonomi Produktif P2KP setelah Digulirkan di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun


(24)

v

21. Jenis Pengelolaan Usaha Penerima Bantuan P2KP di Desa

Sekarwangi Tahun 2004 ……… 81

22. Profil Kegiatan Gender di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang

Tahun 2005 ……….. 92

23. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro terhadap Sumberdaya

Produktif di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005.. 95 24. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro terhadap Manfaat

Kegiatan Pembangunan di Desa Sekarwangi Kecamatan

Katapang Tahun 2005 ……… 98

25. Akses dan Kontrol PKRT Usaha Mikro terhadap Kelembagaan Formal dan Informal serta Faktor Pendukungnya di Desa

Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005 ……… 100

26. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Partisipasi PKRT Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun

2005 ……….. 102

27. Analisis Perencanaan Gende r terhadap Peranan dan Kebutuhan Gender yang Dipenuhi di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang

Tahun 2005 ……….. 105

28. Identifikasi Masalah dan Kebutuhan PKRT Usaha Mikro di Desa

Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005 ……… 118

29. Daftar Stakeholder untuk Pemberdayaan PKRT Usaha Mikro di

Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005 ……….. 122 30. Analisis Stakeholder untuk Pemberdayaan PKRT Usaha Mikro di

Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005 ……….. 123 31. Analisis Pengembangan Jejaring Sosial terhadap PKRT Usaha

Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005 …... 125

32. Rancangan Program Pemberdayaan PKRT melalui

Pengembangan Jejaring Sosial (Kasus Usaha Mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Propinsi

Jawa Barat) ……….. 131

33. Kerangka Pelaksanaan Kegiatan PKRT Usaha Mikro di Desa

Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005 ……… 132

Lampiran Halaman

1. Kerangka Kerja Analisis Gender Profil Kegiatan ……… 147 2. Kerangka Kerja Analisis Gender Profil Akses dan Kontrol pada

Sumberdaya Produktif ……… 148

3. Kerangka Kerja Analisis Gender Akses dan Kontrol pada Manfaat

dari Kegiatan Pembangunan ………. 148

4. Kerangka Analisis Harvard Profil Akses dan Kontrol/Manfaat ……. 149 5. Kerangka Analisis Harvard Faktor-faktor yang Berpengaruh …….. 149


(25)

vi DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Dimensi Modal Sosial – Jaringan Usaha Mikro ……….. 14

2. Alur Kerja Berpikir Pemberdayaan Perempuan Kepala

Rumahtangga melalui Pengembangan Jejaring Sosial ……… 30 3. Stratifikasi Sosial di Desa Sekarwangi Tahun 2004 ……….. 52 4. Jejaring Sosial PKRT Usaha Mikro berdasarkan Dimensi Modal

Sosial di Desa Sekarwangi Tahun 2004 ………. 57

5. Grafik Penerimaan Dana P2KP di Desa Sekarwangi Tahun

2003/2004 ………. 69

6. Diagram Penerimaan Dana P2KP di Desa Sekarwangi Tahun

2004 sebelum Digulirkan ……… 77

7. Diagram Penerimaan Dana P2KP di Desa Sekarwangi Tahun

2004 setelah Bergulir ……….. 78

8. Analisis Pohon Masalah PKRT Usaha Mikro di Desa Sekarwangi

Kecamatan Katapang ………. 112

9. Jejaring Sosial Pemberdayaan PKRT Usaha Mikro di Desa

Sekarwangi Kecamatan Katapang Tahun 2005 ……… 121

Lampiran Halaman

1. Foto-foto Diskusi Kelompok I ……… 151

2. Hasil PRA ………. 155

3. Foto-foto Diskusi Kelompok II ………... 160


(26)

vii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pedoman Wawancara ……… 146

2. Pedoman Diskusi Kelompok ke-I ………. 147

3. Undangan Diskusi Kelompok ke-I ……… 150

4. Daftar Hadir Peserta Diskusi Kelompok ke -I ……….. 153

5. Pedoman Diskusi Kelompok ke-II ………. 158

6. Daftar Hadir Peserta Diskusi Kelompok ke -II ………. 163 7. Pedoman Diskusi Kelompok ke-III (Loka Karya) ……… 165

8. Undangan untuk Loka Karya ………. 166

9. Susunan Acara untuk Loka Karya ……… 167


(27)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 banyak menyebabkan munculnya masalah baru, seperti terjadinya PHK secara besar-besaran, jumlah pengangguran semakin meningkat dan menurunnya daya beli masyarakat. Hal tersebut mempunyai dampak terhadap perempuan terutama terhadap kesejahteraan keluarga mereka. Adanya PHK membuat banyak perempuan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi diri dan keluarganya. Data pada Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja Jawa Barat hingga akhir tahun 1998 menunjukkan bahwa secara regional prosentase buruh PHK perempuan adalah sebesar 57,2% untuk wilayah Kabupaten Bandung (Tjandraningsih, 1999). Perempuan PHK yang berkeluarga menghadapi situasi yang lebih sulit dibandingkan perempuan PHK yang masih lajang, karena penghasilan berkurang sedangkan kebutuhan hidup meningkat, berbagai upaya dilakukan untuk dapat bertahan. Beberapa strategi yang dilakukan adalah dengan mengambil tabungan pribadi bahkan tabungan anak apabila uang pesanggon sudah habis, pemotongan anggaran kebutuhan keluarga untuk pemenuhan kebutuhan primer yakni makanan dan pendidikan, menyederhanakan pola konsumsi, berhutang, menjual barang atau menggunakan uang pesanggon mereka untuk membuka usaha mikro.

Adanya pola pikir bahwa laki-laki harus sebagai kepala rumahtangga saat ini sudah tidak relevan lagi apabila dilihat pada kenyataan yang terjadi di masyarakat (Saraswati, 2001). Banyak perempuan saat ini di pedesaan maupun di perkotaan yang mengalami pergeseran peran. Perempuan yang semula lebih banyak mengurus rumahtangga saja, kini juga berperan sebagai kepala rumahtangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari rumahtangga dengan bekerja, baik bekerja sebagai buruh maupun bekerja secara mandiri. Perubahan peran ini terjadi karena adanya perubahan struktur internal dalam keluarga atau ketika laki -laki tidak berfungsi dalam menjalankan peran produktif sebagai pencari nafkah, misalnya karena PHK, perang, perpindahan penduduk atau perpecahan keluarga. Apabila dibandingkan dengan jumlah laki -laki yang


(28)

2 menjadi kepala rumahtangga, jumlah perempuan yang menjadi kepala rumahtangga relatif lebih sedikit. Berdasarkan Profil Perempuan Kepala Rumahtangga, Badan Pusat Statistik tahun 1998: jumlah perempuan yang menjadi kepala rumahtangga terus meningkat dari 4 juta orang pada tahun 1971 menjadi 4,3 juta orang pada tahun 1980 dan 4,6 juta orang pada tahun 1985. Sensus Penduduk tahun 1990 menunjukkan bahwa jumlah perempuan kepala rumahtangga mencapai sekitar 5 juta orang, kemudian hasil Supas 1995 sekitar 6 juta orang dan hasil Susenas 1998 sekitar 6,3 juta orang.

Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang menjadi kepala rumahtangga terus meningkat dari waktu ke waktu. Gejala tersebut berasal dari berbagai sebab, mulai dari kematian suami, perceraian, imigrasi, suami sakit tetap, tidak berfungsinya suami secara ekonomi atau karena tidak menikah (BPMD Prop. Jabar, 2005). Lebih dari separuh rumahtangga ini merupakan “the poorest of the poor”, karena nilai so sial budaya cenderung memarjinalkan perempuan kepala rumahtangga.

Diantara kelima fungsi pokok keluarga yaitu fungsi pendidikan, ekonomi, keamanan, sosial dan agama (Mutawali, 1987), fungsi ekonomi merupakan hal dominan yang dirasakan oleh perempuan yang hidup sebagai kepala rumahtangga, terutama untuk perempuan yang hidup dalam kemiskinan. Data kemiskinan di Indonesia yaitu 1 (satu) dari 10 (sepuluh) KK miskin adalah perempuan (janda) rata-rata tidak tamat SD dan sekitar 1,2–1,5 juta KK miskin; kepala rumahtangganya adalah perempuan (Kementrian PP, 2004). Hal tersebut menggambarkan bahwa masalah kemiskinan terlihat pada wajah perempuan; globalisasi menyebabkan kemiskinan terhadap perempuan (Sobritchea, 2000). Perempuan adalah orang yang paling dekat dengan urusan dapur dan pendidikan anak-anak, sehingga adanya perubahan dalam penerimaan pendapatan akan sangat berpengaruh terhadap kelanjutan urusan dapur dan sekolah anak-anaknya. Buruh perempuan PHK yang berkeluarga, seandainya dapat memilih, cenderung ingin melakukan pekerjaan yang dilakukan di rumah agar lebih dapat menjamin terlaksananya tugas-tugas rumahtangga seperti mengelola usaha mikro warungan, usaha makloon, usaha makanan kecil atau kreditan. Persoalan yang dialami oleh perempuan yang mengelola usaha mikro (Firdaus, 2005) adalah masalah teknis usaha seperti kekurangan modal, keterbatasan penguasaan teknologi tepat guna, terbatasnya jaringan pasar,


(29)

3 terbatasnya keterampilan teknis produksi, serta terbatasnya kemampuan pengembangan desain.

Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan yang bekerja pada usaha mikro di Indonesia adalah sebesar 69,11% dan sektor formal 30,89% (Susenas, 2002). Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan Indonesia bekerja pada usaha mikro, yaitu membuka usaha wiraswasta kecil-kecilan seperti warungan, penjualan makanan, konveksi, pembuatan gerabah dan sebagainya. Perempuan yang bekerja pada sektor formal tidak sebesar pada usaha mikro. Jumlah perempuan yang menjadi kepala rumahtangga untuk wilayah Kabupaten Bandung sebanyak 10.329 jiwa (Dinkesos, 2004) dan di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung sebanyak 31 orang atau 0,30% (Indarwati, 2004). Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak perempuan yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan akhirnya berperan ganda dalam rumahtangga yaitu sebagai pencari nafkah utama dan sebagai ibu rumahtangga yang mengerjakan pekerjaan domestik.

Desa Sekarwangi merupakan daerah pertanian (74,14%) dan di desa sekitarnya banyak terdapat pabrik tekstil, rajut, sepatu, usaha roti dan sebagainya. Jumlah penduduk sebanyak 5.568 orang, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh tani sebanyak 1.200 orang (40,08%) dan buruh/swasta sebanyak 810 orang (27,05%). Adanya PHK perusahaan swasta dan pekerjaan sektor pertanian yang tergantung pada musim membuat perempuan akhirnya memilih untuk menggeluti usaha mikro. Usaha mikro yang dilaksanakan oleh perempuan di Desa Sekarwangi sebanyak 73 usaha dengan jenis usaha terbesar pada makanan dan warungan (Indarwati, 2004). Hasil usahanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (subsisten). Total jumlah perempuan usia produktif di Desa Sekarwangi adalah 1.203 orang dan jumlah tenaga kerja perempuan yang bekerja pada usaha mikro sebanyak 73 orang atau 6,07% (Indarwati, 2004). Jumlah PKRT yang terlibat dalam usaha mikro sebanyak 60 orang. Data tersebut memperlihatkan bahwa pada saat ini banyak perempuan yang terlibat dalam usaha ekonomi untuk memenuhi kebutuhan bagi diri dan keluarganya. Mereka memanfaatkan modal sosial yang ada dalam komunitas untuk mengembangkan usaha mikronya, seperti memperoleh modal usaha dari keluarga, meminjam dari tetangga dan teman, rentenir dan dari program pembangunan yang ada di desa.


(30)

4 Program pembangunan bagi komunitas, termasuk di dalamnya bagi perempuan yang dilaksanakan di Desa Sekarwangi adalah Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga – Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (UP2K-PKK). Tujuan kegiatan tersebut untuk meningkatkan pendapatan melalui kelompok usaha ekonomis produktif dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) melalui program P2KP ataupun pengelolaan usaha secara perseorangan melalui program UP2K-PKK. Kedua program ini berasal dari Pusat dan pendekatannya bersifat top down, tetapi pada prakteknya program ini sudah mengarah pada pendekatan partisipatif konsultatif (Indarwati, 2005). Kegiatan UP2K-PKK merupakan bagian kegiatan POKJA II PKK yaitu merupakan usaha ekonomi yang diusahakan oleh keluarga, baik secara perseorangan maupun kelompok yang modalnya bersumber dari Inpres Bantuan Pembangunan Desa atau Bantuan lainnya dari Pemerintah, Bantuan Luar Negeri maupun dari swadaya masyarakat itu sendiri (TP PKK Kab. Bdg, 2000). Kedua program tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan praktis gender yaitu berupa kebutuhan untuk pencarian nafkah bagi rumahtangga dan penyediaan pangan untuk keluarga. Kebutuhan strategis gender dalam kegiatan P2KP belum terpenuhi karena perempuan belum dilibatkan secara penuh dalam kepengurusan P2KP yang berdampak pada kegiatan penyusunan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan, suara perempuan tidak dipertimbangkan. Kebutuhan strategis gender dalam UP2K-PKK terbatas pada kelompok perempuan yang tergabung dalam kegiatan PKK (Indarwati, 2005).

Masalah yang dihadapi perempuan usaha mikro dalam perspektif gender adalah pembagian kerja, akses, kontrol dan manfaat (Saptari dkk, 1997). Dalam pembagian kerja perempuan usaha mikro di Desa Sekarwangi lebih banyak mengalami double burden (peran ganda), yaitu mereka bekerja sambil mengasuh anak di rumahnya, akses terhadap informasi pinjaman kredit lunak terbatas dan kontrol mereka untuk menentukan usahanya agar maju dan berkembang terbatas karena adanya ketidakadilan gender yang ada dalam masyarakat.

Isu ketidakadilan gender di masyarakat menganggap perempuan umumnya bergerak dalam usaha yang merupakan perpanjangan tangan pekerjaan domestik perempuan, seperti pekerjaan menjahit, membuat kerajinan tangan, mobilitas perempuan rendah sehingga tidak mudah mencari pasar dan informasi teknologi serta bahan baku, tidak memiliki kolateral (kesetaraan), dan


(31)

5 sulit mempunyai akses terhadap permodalan (Kompas, 7 Maret 2005). Ketidakadilan gender yang terjadi di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang yaitu perempuan hanya dianggap sebagai pencari nafkah tambahan, sehingga akses dan kontrol mereka terbatas terhadap berbagai sumberdaya produktif mulai dari perolehan kredit, modal, pengetahuan dan program pembangunan masyarakat. Beberapa pertanyaan yang muncul adalah sejauhmana perempuan kepala rumahtangga usaha mikro mengalami keterbatasan terhadap akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dari program pembangunan? Bagaimana langkah-langkah strategis pemberdayaan yang tepat untuk PKRT yang mengelola usaha mikro?

1.2. Rumusan Masalah

Fokus kajian ini adalah untuk memahami pemberdayaan (empowerment) perempuan kepala rumahtangga melalui keterlibatannya dibidang usaha mikro mengingat masih rendahnya kesejahteraan perempuan kepala rumahtangga di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang. Proses pemberdayaan menitikberatkan pada aspek pengembangan ekonomi lokal yaitu usaha mikro dengan modal sosial terutama jejaring sosial dalam komunitas dan bagaimana keterlibatan perempuan kepala rumahtangga usaha mikro dalam memanfaatka n program pembangunan yang ada di Desa Sekarwangi. Modal sosial dapat digunakan untuk meningkatkan akses dan kontrol perempuan kepala rumahtangga usaha mikro seperti terhadap lembaga fomal dan informal.

Masalah ini perlu diteliti karena ada kesenjangan antara perencanaan dan implementasi dari Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan Usaha Peningkatan Keluarga – Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (UP2K-PKK) dalam meningkatkan kesejahteraan khususnya bagi perempuan kepala rumahtangga. Program tersebut dapat berkesinambungan melalui dana bergulir, tetapi ternyata usaha yang dijalankan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) banyak yang berhenti dan akhirnya program tersebut tidak berkembang.

Hal tersebut perlu dikaji lebih lanjut untuk meningkatkan akses dan kontrol PKRT usaha mikro terhadap sumberdaya produktif dengan cara melihat karakteristik PKRT usaha mikro, bagaimana akses dan kontrol mereka terhadap program pembangunan yang ada di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang,


(32)

6 bagaimana masalah dan kebutuhan mereka dengan menggunakan analisis gender dan bagaimana jejaring yang dapat dimanfaatkan untuk memberdayakan PKRT usaha mikro.

Rumusan permasalahan yang dapat disimpulkan dari uraian di atas adalah:

1. Bagaimana karakteristik perempuan kepala rumahtangga usaha mikro dan posisinya dalam komunitas?

2. Bagaimana efektivitas pelaksanaan program pembangunan masyarakat dilihat dari dampak dan manfaatnya khusus pada perempuan kepala rumahtangga usaha mikro?

3. Bagaimana masalah, kebutuhan dan jejaring sosial perempuan kepala rumahtangga usaha mikro dengan menggunakan perspektif gender?

4. Bagaimana penyusunan program pemberdayaan perempuan kepala rumahtangga usaha mikro secara partisipatif?

1.3. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan Kajian merupakan perolehan jawaban dari rumusa n permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Tujuan kajian ini adalah: 1. Mengetahui karakteristik perempuan kepala rumahtangga usaha mikro dan

posisinya dalam komunitas.

2. Mengetahui efektivitas pelaksanaan program pembangunan komunitas terutama dilihat dari dampak dan manfaatnya khusus pada perempuan kepala rumahtangga usaha mikro.

3. Menganalisis masalah, kebutuhan dan jejaring sosial perempuan kepala rumahtangga usaha mikro dengan menggunakan perspektif gender.

4. Menyusun program pemberdayaan perempuan kepala rumahtangga usaha mikro secara partisipatif.

Kegunaan kajian merupakan manfaat yang dapat diperoleh setelah diadakan penelitian kajian pengembangan masyarakat yang bersifat evaluasi program. Kajian ini akan berguna bagi pemegang kebijakan untuk menentuka n langkah program yang efektif untuk masa yang akan datang melalui pendekatan


(33)

7 partisipatif dan melibatkan peran aktif masyarakat dalam merumuskan kebutuhan dan permasalahannya secara rinci. Kegunaan kajian ini adalah:

1. Memberikan masukan strategi secara lebih efisien dan efektif kepada pemegang kebijakan program pemberdayaan perempuan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan perempuan kepala rumahtangga agar dapat mandiri.

2. Memberikan evaluasi kepada pemegang Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yaitu pemerintah daerah Kabupaten Bandung dan Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga – Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (UP2K-PKK) yaitu kepada TP PKK Kabupaten Bandung.

3. Memberikan masukan kepada Tim Penggerak PKK dan aparat Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang tentang bentuk pemberdayaan perempuan kepala rumahtangga usaha mikro yang tepat berdasarkan penelitian partisipatif yang dilaksanakan.


(34)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pengembangan, Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat

Pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif, dan jika memungkinkan, berdasarkan inisiatif masyarakat…. Hal ini meliputi berbagai kegiatan pembangunan di tingkat distrik, baik dilakukan oleh pemerintah ataupun lembaga-lembaga non pemerintah … (pengembangan masyarakat) harus dilakukan melalui gerakan yang kooperatif dan harus berhubungan dengan bentuk pemerintahan lokal terdekat.” (Colonial Office 1954: appendix D, h. 49 dalam Brokensha dan Hodge, 1969: h. 34 dalam Adi, 2003).

Tujuan pengembangan masyarakat adalah untuk memantapkan komunitas sebagai lokasi yang memungkinkan manusia memenuhi kebutuhannya, daripada sekedar mengandalkan pada kekuasaan yang lebih besar, tanpa kemanusiaan dan kekurangan struktur aksesibilitas terhadap kesejahteraan, ekonomi global, birokrasi, elite profesional dan sebagainya (Ife, 1995).

Pengembangan masyarakat pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam berbagai kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, non pemerintah, lembaga dan masyarakat. Terdapat 3 (tiga) karakter yang perlu dicermati dalam pengembangan masyarakat (Sulistiati, 2004) yaitu: berbasis masyarakat (community based), berbasis pada sumberdaya lokal (local resource based) dan berkelanjutan (sustainable). Berbasis masyarakat mengandung pengertian bahwa masyarakat dilibatkan sebagai pelaku atau subyek mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai kepada monitoring dan evaluasinya. Masyarakat mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan tentang keputusan yang diperlukannya secara kolektif bukan perorangan. Berbasis sumberdaya lokal berarti bahwa penciptaan kegiatan yang berasal dari sumberdaya setempat seperti perikanan, pertanian, peternakan dan sebagainya sesuai dengan potensi yang ada di dalam masyarakat.


(35)

9 Payne (1997) mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (empowerment) pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungan.

Pemberdayaan berarti mampu = berdaya = tahu, mengerti, paham, termotivasi, berkesempatan, melihat peluang, dapat memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani menghadapi resiko, mampu mencari dan menangkap informasi, mampu bertindak sesuai situasi. (Slamet, 2002)

Menurut Friedmann dalam Kartasasmita (1996) mengatakan bahwa konsep empowerment merupakan paradigma terakhir dari konsep pembangunan manusia yang kemunculannya disebabkan oleh karena adanya dua permasalahan yakni “kegagalan” dan “harapan”, yaitu kegagalan model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan dengan harapan-harapan adanya alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai. Memberdayakan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan masyarakat dengan cara mengembangkan dan mendinamisasi potensi -potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat seluruh lapisan masyarakat atau dengan kata lain memampukan dan memandirikan masyarakat dengan menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat tetapi juga pranata-pranatanya, menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, tanggung jawab adalah bagian pokok dan upaya pemberdayaan.

Pemberdayaan mengandung makna adanya self determination dan melibatkan setiap orang untuk merencanakan kegiatan, merumuskan kebutuhan, melaksanakan dan evaluasi program kegiatan yang telah dilaksanakan secara partisipatif tanpa membedakan ras, jenis kelamin dan perbedaan -perbedaan lainnya, karena setiap orang berhak atas penghidupan dan kehidupan yang layak


(36)

10 tidak terkecuali bagi perempuan. Pemberdayaan merupakan upaya un tuk membantu orang perorangan atau kelompok untuk memperoleh sumber-sumber dan meningkatkan potensi yang dimilikinya agar dapat meningkatkan kehidupannya dengan lebih baik.

Pemberdayaan masyarakat sangat erat kaitannya dengan partisipasi yang menekankan bahwa masyarakat akan memiliki keberdayaan yang kuat apabila mereka terlibat atau dilibatkan dalam suatu proses kegiatan (Suharto, 1997).

Proses pemberdayaan perempuan memiliki 3 (tiga) sumber kekuatan yaitu kekuatan psikologis, sosial dan politik. Kekuatan psikologis adalah perilaku percaya diri. Kekuatan sosial menyangkut akses terhadap sistem sumber sebagai dasar produksi, seperti informasi, pengetahuan dan keterampilan, partisipasi dalam organisasi sosial dan sumber-sumber keuangan. Kekuatan politik meliputi akses terhadap proses pembuatan keputusan terutama keputusan yang mempengaruhi masa depan mereka sendiri. (Friedmann, 1992).

Partisipasi perempuan dapat dilihat dari keterlibatan mereka dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Syarat-syaratnya adalah komitmen politik, strategi kebijakan responsif gender, sumberdaya dan dana, sistem informasi dan data terpilah menurut jenis kelamin, dorongan dan kontrol masyarakat (Kementerian PP, 2002).

Ciri-ciri masyarakat berdaya menurut Sumardjo, Saharuddin (2004): 1. Mampu memahami diri dan potensinya.

2. Mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan) dan mengarahkan dirinya sendiri.

3. Memiliki kekuatan untuk berunding, bekerjasama secara saling menguntungkan dengan bargaining power yang memadai.

4. Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.

Jadi upaya pengembangan masyarakat dalam suatu komunitas tidak terlepas dari pemberdayaan perempuan dan keterlibatannya dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Proses pemberdayaan terhadap perempuan juga dapat dilihat dari akses dan kontrol perempuan terhadap sumberdaya produktif dalam masyarakat dan dalam memenuhi kebutuhan praktis dan strategisnya serta bagaimana suatu program


(37)

11 pembangunan masyarakat dapat memberikan manfaat kepada perempuan dalam hal ini PKRT yang mengelola usaha mikro.

2.1.2. Komunitas dan Modal Sosial

Wilkinson (1970) memahami komunitas sebagai “kumpulan orang-orang yang hidup di suatu tempat (lokalitas), di mana mereka mampu membangun sebuah konfigurasi sosial budaya dan secara bersama-sama menyusun aktivitas-aktivitas kolektif (collective action).”

Warren dalam Fear & Schwarzweller (1985), secara sosiologis komunitas sebagai “kombinasi dari lokalitas (kawasan) dan unit-unit sosial (manusia dan kelembagaan sosial) yang membentuk keteraturan, di mana setiap unit sosial menjalankan fungsi-fungsi sosialnya secara konsisten sehingga tersusun sebuah tatanan sosial yang tertata secara tertib.”

Ciri-ciri suatu komunitas adalah mempunyai rasa solidaritas yang tinggi, di mana satu sama lain saling berinteraksi secara intensif dan mempunyai ikatan emosional yang kuat serta berada dalam wilayah teritorial yang jelas. Desa Sekarwangi merupakan suatu komunitas di mana di dalamnya terdapat ikatan emosional, dibatasi oleh wilayah teritorial dan mempunyai nilai dan norma yang mengatur individu di dalamnya. Perempuan kepala rumahtangga merupakan bagian dari komunitas dari Desa Sekarwangi. Kesatuan dalam komunitas tidak bisa dipisahkan dari modal sosial yang merupakan perekat hubungan antar perseorangan atau kelembagaan di dalam komunitas tersebut.

Worldbank (2001) mengemukakan bahwa modal sosial mengacu pada kelembagaan, hubungan dan norma yang membentuk kualitas dan kuantitas interaksi sosial dalam masyarakat. Peningkatannya menunjukkan bahwa kohesi sosial memberikan kritikal kepada masyarakat tentang kehidupan ekonomi yang layak dan pembangunan yang berkelanjutan. Modal sosial tidak hanya merupakan jumlah dari institusi tetapi merupakan perekat yang menghubungkan masyarakat.

Adanya modal sosial pada masyarakat yang tinggi dapat mempermudah terjadinya partisipasi masyarakat, juga untuk mendukung kegiatan dan program dari pemerintah serta memungkinkan munculnya inisiatif lokal yang tinggi untuk membangun dirinya sendiri.


(38)

12 Modal Sosial menurut Colleta & Cullen (2000) merupakan suatu sistem yang terdiri dari:

1. Integrasi (integration), merupakan hubungan-hubungan kekerabatan yang saling memperkuat hubungan antar individu dalam komunitas.

2. Pertalian (linkage) yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal, berupa jejaring (network), dan asosiasi-asosiasi yang bersifat kewarganegaraan (civil associations) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik dan agama.

3. Integritas organisasional (organizational integrity) yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan.

4. Sinergi (synergy) yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state community relations).

Menurut Powell dan Smith-Doerr (1994) dalam Damsar (2002) jaringan sosial mempunyai dua pendekatan:

1. Pendekatan analisis yaitu jaringan sosial berupa pola informal dalam organisasi, bagaimana lingkungan dalam organisasi dikonstruksi dan sebagai suatu alat penelitian formal untuk menganalisis kekuasaan dan otonomi, area ini terdiri dari struktur sosial sebagai suatu pola hubungan unit-unit sosial yang terkait (individu-individu sebagai aktor-aktor yang bersama dan bekerja sama) yang dapat mempertanggungjawabkan tingkah laku mereka yang terlibat.

2. Pendekatan preskriptif memandang jaringan sosial sebagai pengaturan logika atau sebagai suatu cara menggerakkan hubungan-hubungan diantara para aktor ekonomi.

Modal jaringan alokasi sumber memperoleh nilai tambah melalui pertukaran yang mempunyai ciri-ciri (Powell, 1990):

1. Penggunaan sumber yang ditingkatkan dan penyebaran resiko, yaitu dengan menggunakan koperasi untuk mengatur produk.

2. Fleksibilitas dan adaptabilitas, yaitu usaha mikro menangkap peluang pasar, menyediakan barang murah dan lebih menunjukkan inovatif melalui


(39)

13 perubahan teknologi, siklus produk yang singkat dan sistem produksi non standar.

3. Mengakses informasi dan keterampilan, yaitu mentransfer teknologi yang telah mapan, akses terhadap seperangkat keterampilan dan keahlian.

Jadi dalam suatu jaringan sosial tercakup di dalamnya usaha-usaha untuk memperluas hubungan timbal balik berdasarkan kepercayaan baik secara vertikal maupun horisontal. Berhasilnya suatu program pembangunan masyarakat dapat dilihat dari bagaimana modal sosial yang terjalin di dalamnya. Apabila modal sosial tinggi terutama jejaring sosial yang ada di dalamnya, maka akan muncul sinergi, sehingga kegiatan-kegiatan dapat berjalan secara berkesinambungan. Modal sosial merupakan hubungan kelembagaan yang dapat berperan untuk meningkatkan kesejahteraan PKRT usaha mikro. Peran kelembagaan dapat dilihat pada Tabel 1. berikut ini:

Tabel 1. Peran Lembaga Formal dan Informal dalam Peningkatan Kesejahteraan. N

o

Faktor yang berperan

Lembaga Informal Lembaga Formal 1. Informasi:

• Pasar, harga, inovasi produk. • Nilai, pendapat,

kepercayaan. • Pemimpin

politik, kinerja negara.

Keluarga, teman, teman sebaya.

Tetangga, sanak famili, jaringan etnik, kelompok informal, jaringan hubungan kerja;

Festival, upacara keagamaan, kegiatan olahraga, sejarah, aktivitas keagamaan, kelompok masyarakat sipil.

• Koran, jurnal, majalah, buku-buku, radio, televisi, internet, peraturan.

• Penyediaan infrastruktur: jalan, kantor pos, listrik, telepon. • Sekolah, kurikulum sekolah. • Hak rakyat, kekebasan

membentuk lembaga, partisipasi masyarakat dalam mekanisme akuntabilitas. 2. Kepercayaan/

trust

Norma, nilai, hubungan interpersonal, sanksi sosial. •

Aturan Hukum, pengandilan independen, hak konsumen, kontrak.

• Institusi keuangan yang aman. • Sekolah, kurikulum sekolah. • Partisipasi masyarakat dalam

mekanisme akuntabilitas. 3. Kredit Kelompok etnik, jaringan

kerabat, teman, peminjam uang, perputaran kredit dalam komunitas, kelompok masyarakat sipil.

• Bank biro, lembaga kredit, pelatihan dan pemasaran.

4. Perangkat publik, pela yanan dasar dan sumber potensi masyarakat

Kelompok komunitas dan komite.

• Kerjasama dengan kelompok lokal melalui reprentasi langsung maupun tidak langsung.


(40)

14 Hubungan antar kelembagaan ini dapat digunakan untuk menganalisis jaringan sosial usaha mikro yang dikelola oleh perempuan kepala rumahtangga di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat bagaimana perempuan kepala rumahtangga dapat mengakses atau mengontrol kelembagaan yang ada di dalam maupun di luar komunitas untuk mengembangkan usahanya. Peran kelembagaan ini dapat berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan kepala rumahtangga yang mengelola usaha mikro.

Dimensi modal sosial untuk melihat jaringan usaha mikro menurut Portes (1998) dapat dilihat pada gambar 1. berikut ini:

Tinggi “Migran desa-Kota” “Anggota Program Kredit yang sukses”

Quadran 2 Quadran 1 JARINGAN LUAR

KOMUNITAS

Quadran 3 Quadran 4

Rendah

“Orang Buangan” “Masyarakat Desa yang Miskin”

Rendah Tinggi

IKATAN INTRA KOMUNITAS Gambar 1. Dimensi Modal Sosial – Jaringan Usaha Mikro

Gambar 1. memperlihatkan bahwa untuk melihat jaringan usaha mikro dapat dilihat melalui dimensi modal sosial. Garis Vertikal menunjukkan jejaring di luar komunitas, sedangkan garis Horizontal menunjukkan pola relasi yang dibangun dalam komunitas. Tipologi modal sosial dapat dilihat sebagai berikut: QUADRAN 1:

Quadran 1 menunjukkan bahwa apabila jaringan intra komunitas tinggi, maka pola relasi/hubungan interaksi bagus dan jaringan di luar komunitas tinggi (baik individu ataupun komunitas). Kelompok masyarakat ini disebut sebagai anggota masyarakat dengan program kredit yang sukses, artinya bisa menerima hubungan-hubungan baik secara komersial maupun dalam skala luas dan mempunyai kredibilitas. Orang-orang seperti ini mempunyai akses cepat ke bank dan diakui di dalam ataupun di luar komunitas.


(41)

15 QUADRAN 2:

Quadran 2 menunjukkan bahwa ikatan di luar tinggi, sedangkan ikatan intra komuni tas rendah. Bagian ini disebut sebagai kumpulan orang migran desa -kota (tidak kenal saudara).

QUADRAN 3:

Quadran 3 menunjukkan bahwa apabila ikatan intra komunitas rendah dan jaringan di luar komunitas rendah, maka kelompok orang tersebut disebut sebagai Modal Sosial “Orang Buangan” dan sangat terisolasi dalam komunitas. QUADRAN 4:

Quadran 4 menunjukkan bahwa apabila ikatan intra komunitas tinggi, tetapi jaringan luar komunitas rendah, maka disebut “Masyarakat Desa yang Miskin”, yaitu secara eksternal lemah tetapi masih bisa survive karena ikatan di dalam kuat. Muncul istilah ‘berbagi kemiskinan’ yaitu saling meminjam yang merupakan Sosial Mechanism untuk survival.

2.1.3. Perempuan dan Analisis Gender

2.1.3.1. Perempuan Kepala Rumahtangga (PKRT)

Pemahaman mengenai perempuan yang menjadi kepala rumahtangga dapat dilihat dari berbagai sisi. Perempuan menjadi kepala rumahtangga disebabkan kematian suami, perceraian, ditinggal, suami sakit tetap dan tidak menikah (BPMD Propinsi jawa Barat, 2005).

Rumahtangga yang dike palai perempuan terdiri dari dua jenis, pertama, rumahtangga yang secara de jure dikepalai perempuan, yang pasangan laki-lakinya meninggalkannya selama -lamanya disebabkan karena perpisahan atau telah meninggal dunia, dan perempuan itu secara hukum berstatus cerai atau janda; kedua, rumahtangga yang secara de facto dikepalai perempuan di mana pasangan laki-lakinya untuk sementara waktu meninggalkannya, misalnya karena migrasi kerja dalam jangka waktu lama atau status pengungsi. Perempuan di sini secara hukum tidak berstatus kepala rumahtangga, dan sering merasa sebagai tanggungan, meskipun kenyataannya ia memikul tanggung jawab utama pada aspek keuangan ataupun pekerjaan rumahtangga (Moser, 1999).


(42)

16 Pada saat ini ada sekitar 30% sampai 40% rumahtangga yang dikepalai oleh perempuan di perkotaan (Friedmann, 1992). Peran yang dilakukan oleh perempuan kepala rumahtangga adalah:

1. Peran dalam lingkup domestik ekonomi rumahtangga.

Perempuan kepala rumahtangga berupaya untuk memenuhi kebutuhan dasar, menyiapkan makanan dan memelihara anggota keluarga yang sakit. 2. Peran dalam masyarakat.

Perempuan kepala rumahtangga mengadakan hubungan antar tetangga, keluarga, komunitas dan agama (kuil, mesjid dan gereja).

3. Peran dalam ekonomi pasar.

Perempuan kepala rumahtangga melakukan pekerjaan sektor “formal” dan “informal” serta koperasi.

4. Peran dalam negara.

Perempuan kepala rumahtangga berperan dalam sekolah. 5. Peran dalam politik.

Perempuan kepala rumahtangga berpartisipasi dalam gerakan sosial, partai politik dan organisasi pekerja.

Ada lima ketidakberuntungan menurut Chambers (1983) yang dimiliki oleh keluarga miskin yang dalam hal ini dititikberatkan pada perempuan kepala rumahtangga yang hidup dalam keterbatasan yaitu:

1. Kemiskinan (poverty).

Kemiskinan ditandai dengan (pertama) ruma h yang reot dan dibuat dari bahan bangunan yang bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim, tidak memiliki MCK sendiri, ekonomi keluarga ditandai dengan ekonomi gali lubang tutup lubang; (kedua) pendapatan mereka tidak menentu dan dalam jumlah yang tidak memadai, sehingga keluarga miskin menghabiskan apa yang mereka peroleh pada hari itu juga.

2. Fisik yang lemah (physical weakness).

Fisik yang lemah disebabkan adanya rasio ketergantungan yang tinggi antara anggota keluarga tersebut dengan anggota keluarga dewasa yang sehat dalam mencari nafkah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti tidak adanya seorang laki-laki yang sehat yang menjadi kepala keluarga sehingga rumahtangga harus dikepalai oleh seorang perempuan yang di samping harus


(43)

17 bekerja mengurusi pekerjaan rumahtangga sehari-hari masih juga harus bekerja untuk menghidupi keluarganya, atau adanya kematian yang mendadak dari orang dewasa dalam keluarga miskin yang menjadi tulang punggung pencari nafkah keluarga. Akibat dari ketergantungan ini menyebabkan anggota keluarga miskin secara fisik lemah sebagai akibat dari interaksi berbagai bibit penyakit dan rendahnya gizi mereka.

3. Kerentanan (vulnerability).

Keluarga miskin mengalami kerentanan seperti mereka tidak memiliki cadangan berupa uang atau makanan untuk menghadapi keadaan darurat, seperti ada anggota keluarga yang tiba-tiba sakit, maka biasanya keluarga ini akan menjual barang apa saja yang mereka miliki atau utang kepada tetangga atau rentenir. Keluarga miskin dalam menghadapi situasi paceklik akan menjual barang-barang yang dimilki yang laku dijual, utang pada tetangga yang lebih mampu, atau mengurangi makan mereka baik dari segi jenis atau frekuensinya. Kalau semula makan nasi dua kali sehari, maka pada musim paceklik mereka makan satu kali sehari, bukan nasi tapi ketela. Keadaan darurat membuat tidak hanya keluarga miskin menjadi lebih miskin, tetapi juga rawan dari berbagai penyakit yang tidak jarang dapat membawa kematian.

4. Keterisolasian (isolation).

Keterasingan keluarga miskin mempunyai berbagai bentuk. Kelompok miskin terasing karena tempat tinggalnya yang secara geografis terasing atau karena mereka tidak memiliki akses terhadap sumber-sumber informasi yang ada. Mereka tidak mampu membeli radio karena mereka miskin atau mereka tidak dapat ikut kegiatan dalam desa mereka yang dapat memberikan informasi baru karena mereka malu mendatangi pertemuan sebab sering mereka dijadikan objek pergunjingan oleh orang-orang yang hadir dalam pertemuan itu.

5. Ketidakberdayaan (powerlessness).

Orang miskin tidak berdaya menghadapi rentenir atau orang-orang lain yang sering mengeksploitasi mereka dan aparat negara atau polisi yang sering tidak ramah kepada mereka.

Jadi seorang perempuan kepala rumahtangga adalah mereka yang mempunyai ketidakberuntungan secara fisik, mental dan sosial dan mereka harus mengerjakan pekerjaan domestik, seperti mengurus anak atau suaminya


(44)

18 yang sakit, mencuci dan sebagainya, dan di lain pihak ia juga harus bekerja untuk menghidupi keluarganya karena perannya sebagai kepala rumahtangga. Wajah miskin selalu diidentikan dengan wajah perempuan, karena dengan keterbatasan yang ada pada dirinya, seorang perempuan harus bekerja serabutan untuk menghidupi diri dan keluarganya serta keterbatasan dalam mengakses sumberdaya produktif seperti perolehan modal, kredit, peralatan dan pelatihan.

Kerentanan yang dihadapi oleh perempuan usaha mikro bersumber dari posisi mereka sebagai pelaku ekonomi di dalam sektor yang marginal dan posisi mereka sebagai perempuan di dalam struktur relasi gender yang berlaku (Arifin, 2004). Sektor marginal artinya mereka berada dalam usaha mikro yang hasil keuntungannya kadang -kadang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya atau bersifat subsisten.

Peran perempuan sebagai kepala rumahtangga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan keluarganya. Menurut Mutawali (1987) keluarga adalah kesatuan masyarakat terkecil yang merupakan inti dan sendi-sendi masyarakat. Kesejahteraan masyarakat sangat tergantung kepada keluarga-keluarga yang ada dalam masyarakat itu. Apabila keluarga-keluarga sejahtera, maka masyarakat akan sejahtera pula. Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa sebagai kepala rumahtangga, seorang perempuan juga bertanggung jawab untuk membina kehidupan keluarganya agar dapat menjadi keluarga yang mandiri dan sejahtera.

Menurut Dewayanti (2003) persoalan perempuan dapat dipandang dari 2 (dua) pendekatan:

1. Persoalan spesifik yang dihadapi perempuan berkaitan dengan posisinya sebagai perempuan. Batasan persoalan ini biasanya dikaitkan dengan konsep diskriminasi dan subordinasi peran perempuan dalam rumahtangga. 2. Persoalan yang berkaitan dengan pengaturan usaha ekonomi di dalam

rumahtangga dan komunitas.

Perempuan sebagai pelaksana urusan rumahtangga menyebabkan perempuan kehilangan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan atau mengerjakan usaha ekonomi, di lain pihak perempuan juga berupaya sebagai pencari nafkah dalam keluarga di saat pasangan hidupnya tiada, berpisah atau


(45)

19 mengalami sakit berkepanjangan. Perempuan juga mengalami diskriminasi ketika ia bekerja pada pabrik/perusahaan atau pertanian dan dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama sehingga menyebabkan upah yang diterimanya kecil (tersubordinasi) dan tidak mencukupi pemenuhan kehidupan bagi diri dan keluarganya. Kondisi tersebut semakin meningkat ketika kondisi perempuan berada dalam keadaan miskin. Ia harus mencari nafkah tambahan sementara suaminya menganggur karena PHK atau tidak mempunyai pekerjaan. Perusahaan rata-rata mempekerjakan buruh perempuan karena dianggapnya dapat dibayar murah, lebih teliti, lebih penurut dan jarang menuntut.

PKRT usaha mikro di Desa Sekarwangi Kecamatan Katapang termasuk dalam kategori Keluarga Pra KS dan KS 1. Kriteria mengenai Keluarga Sejahtera menurut Achir (1993) dapat dibuat pentahapan sebagai berikut:

1. Keluarga Pra Sejahtera, yaitu yang belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal yang mencakup sandang, pangan, papan dan kesehatan.

2. Keluarga Sejahtera Tahap I, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan psikologis dan sosial.

3. Keluarga Sejahtera Tahap II, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, psikologis dan sosial tetapi belum dapat mengembangkan kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.

4. Keluarga Sejahtera Tahap III, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat.

5. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, yaitu kelu arga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis maupun yang bersifat pengembangan serta telah dapat pula memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan dalam masyarakat.

Konsep perempuan kepala rumahtangga mempunyai ciri-ciri yang hampir sama seperti konsep wanita rawan sosial ekonomi (konsep dari Departemen Sosial) yaitu seorang perempuan dewasa yang berusia 18 – 59 tahun, belum menikah atau janda yang tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat


(46)

20 memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, tingkat pendidikan rendah (umumnya tidak tamat atau maksimal pendidikan dasar, istri yang ditinggal suami tanpa batas waktu dan tidak dapat mencari nafkah, serta suaminya sakit sehingga tidak mampu bekerja (Dinsos Prop. Jabar, 2003).

2.1.3.2. Analisis Gender

Analsis gender digunakan untuk melihat perbedaan perempuan dan laki-laki dari segi (a) kondisi (situasi) dan (b) kedudukan (posisi) di dalam keluarga dan masyarakat (Sumarti dan Ekawati, 2004). Alat analisis gender yang digunakan adalah:

1. Kerangka Analisis Harvard (Overholt, 1985)

Kerangka ini merupakan alat bantu untuk meningkatkan kesadaran gender dan untuk menganalisis hubungan gender di dalam masyarakat. Kerangka ini terdiri dari tiga komponen utama:

a. Pembagian kerja (dapat dilihat dari profil kegiatan pria dan wanita).

Pembagian kerja dalam keluarga dan masyarakat (masyarakat) dapat dilihat dari profil kegiatannya, yang mencakup informasi: (1) siapa (pria, wanita atau bersama) (2) kapan dan di mana kegiatan dilaksanaka n serta berapa frekuensi dan waktu dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut (3) berapa pendapatan yang dihasilkan melalui kegiatan tersebut.

Kegiatan dimaksudkan di sini mencakup kegiatan produktif yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk uang atau barang, misalnya bertani, berkebun, beternak, berdagang, kerajinan tangan dsb. Kegiatan reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga, misalnya: melahirkan dan mengasuh anak, pekerjaan rumahtangga, memasak, mencuci, mengambil air, mencari bahan bakar, membetulkan baju dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud kegiatan sosial adalah kegiatan yang tidak terbatas pada pengaturan rumahtangga, tetapi yang menyangkut kegiatan masyarakat, misalnya: pengorganisasian masyaraka t dalam kelompok tani, PKK, LKMD, kelompok simpan pinjam dan partisipasi dalam kelompok agama dan sosial budaya.


(47)

21 Analisis pembagian kerja ini perlu untuk mengidentifikasikan: (1) kegiatan mana yang memiliki potensi untuk dikaitkan dengan program pembangunan (2) kapasitas waktu laki-laki dan perempuan (3) ketidakseimbangan beban kerja antara laki-laki dan perempuan (4) ketidakseimbangan pendapatan yang dihasilkan melalui pekerjaan laki-laki dan perempuan.

b. Profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat.

Akses dan kontrol (peluang dan penguasaan) terhadap sumberdaya dalam keluarga maupun masyarakat pada umumnya, dapat dilihat dari profil peluang dan penguasaan terhadap sumberdaya dan manfaat. Profil peluang dan penguasaan terhadap sumberdaya ini mencakup informasi siapa yang mempunyai peluang dan penguasaan terhadap (1) sumberdaya fisik/material, misalnya tanah, modal, peralatan dan sebagainya (2) pasar komoditi (untuk membeli dan menjual barang) dan kerja (3) sumberdaya sosial budaya, misalnya informasi, pendidikan dan latihan tenaga kerja, dan lain-lain atau singkatnya dapat dikategorikan sebagai sumberdaya politis, ekonomi, waktu dan lain-lain. Sedangkan profil peluang dan penguasaan terhadap manfaat mencakup informasi siapa yang mempunyai peluang dan penguasaan atas hasil (1) pendapatan (2) kekayaan bersama (3) kebutuhan dasar: makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain (4) pendidikan (5) prestise/political power.

Akses (peluang) adalah kesempatan untuk menggunakan sumberdaya ataupun hasilnya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumberdaya tersebut. Analisis peluang dan penguasaan terhadap sumberdaya dan manfaat membantu untuk mengidentifikasikan: (1) di mana kekurangan sumberdaya yang dapat diatasi/ditanggulangi melalui kegiatan program pembangunan (2) ketidaksamaan peluang dan penguasaan antara laki -laki dan perempuan (3) siapa memperoleh manfaat dari penggunaan sumberdaya yang ada, dan (4) potensi apa yang dapat digunakan dan ditingkatkan melalui kegiatan pembangunan.

c. Partisipasi dalam Lembaga

Akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat yang ada dalam masyarakat juga dapat dilihat dari partisipasinya. Partisipasi dalam hal ini dapat berupa (1) partisipasi kuantitatif (mengukur aksesibilitas) yaitu beberapa laki-laki dan perempuan berperanserta dalam lembaga tertentu dengan kedudukan dan tugas apa, dan (2) partisipasi kualitatif (mengukur kontrol) yaitu bagaimana


(48)

22 peranan laki-laki dan perempuan dalam mengambil keputusan tentang kebijakan lembaga tersebut. Analisis partisipasi dilakukan untuk lembaga formal dan informal yang di desa/dusun (masyarakat yang relevan untuk dikaitkan dengan atau dimanfaatkan untuk kegiatan program pembangunan, misalnya: kelompok petani, koperasi, kelompok simpan pinjam, kelompok agama, arisan, LKMD, dan lain-lain).

Analisis pola partisipasi berguna untuk memperlihatkan: (1) hirarki wewenang yang ada di suatu dusun/desa/masyarakat (2) ketidakseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan di lembaga-lembaga yang ada (3) pada lembaga-lembaga mana peranserta perempuan perlu diperkuat (4) alasan keterbatasan peranserta perempuan yang dapat dilihat dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi seperti ekonomi, pembagian kerja, norma sosial budaya dan sebagainya.

d. Pengambilan keputusan di dalam keluarga

Gambaran pola kontrol.penguasaan yang ada dalam masyarakat dan terbentuk secara sosial dalam beberapa hal dapat dikaji dari analisis pola pengambilan keputusan dalam keluarga. Analisa pola pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan untuk melihat: (1) siapa bertanggung jawab untuk apa (2) siapa memperoleh manfaat apa (3) siapa bisa dijadikan mitra untuk kegiatan program pembangunan yang menyangkut perubahan sikap dan perilaku.

2. Kerangka Analisis Moser (Moser, 1986)

Kerangka analisis menurut Moser dapat dilihat dari kebutuhan praktis dan strategis gender. Analisis kebutuhan praktis dan strategis berguna untuk menyusun suatu perencanaan ataupun mengevaluasi apakah suatu kegiatan pembangunan telah mempertimbangkan ataupun ditujukan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan baik oleh laki -laki dan perempuan.

Kebutuhan praktis adalah kebutuhan yang diformulasikan dari kondisi kongkrit pengalaman perempuan, dengan posisi gender mereka dalam pembagian kerja secara seksual dan untuk kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan strategis adalah kebutuhan yang dirumuskan dari analisa subordinasi perempuan terhadap laki-laki, dan dari analisa ini diidentifikasikan kepentingan gender strategis untuk mencapai suatu alternatif kelembagaan masyarakat yang lebih setara dan yang lebih memuaskan dari yang ada sekarang, baik dilihat dari


(49)

23 segi struktur maupun sifat hubungan antara laki-laki dan perempuan (Moser, 1999). Tabel 2. berikut ini menampilkan perbedaan antara kebutuhan praktis dan strategis gender.

Tabel 2. Perbedaan Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender.

Kebutuhan praktis menyangkut keadaan (=situasi)

Kebutuhan strategis menyangkut kedudukan (=posisi)

Biasanya berhubungan dengan keadaan hidup yang tidak memuaskan, misalnya kurangnya sumberdaya, tidak dipenuhi kebutuhan dasar. Contoh: masalah air minum, pangan, kesehatan, dsb. Dapat segera diidentifikasi karena langsung dirasakan, dapat dipenuhi dalam waktu relatif pendek melalui intervensi tertentu, misalnya membangun sumur, menjala nkan posyandu dsb.

Berkaitan dengan peranan-peranan dan kedudukan di masyarakat yang dipengaruhi faktor struktural seperti ekonomi, sistem politik, perundang-undangan, kebijakan kesejahteraan, norma-norma sosial-budaya dsb.

Menyambut peluang dan kekuasaan (akses dan kontrol) terhadap sumberdaya dan kesempatan untuk memilih dan menentukan cara hidup.

Cara menanggulangi kebutuhan praktis: melibatkan perempuan sebagai pemanfaat dan mungkin sebagai peserta. Memperbaiki kondisi hidup perempuan melalui kegiatan dengan suatu hasil yang langsung dan cepat dirasakan.

Tidak merubah peranan-peranan dan hubungan sosial budaya yang ada.

Cara menanggulangi kebutuhan strategis: Melibatkan perempuan sebagai pelaku atau memfasilitasi perempuan untuk menjadi pelaku dan penentu kegiatan.

Dilakukan melalui penyadaran, perkuatan rasa percaya diri, pendidikan pengembangan, pengorganisasian masyarakat perempuan dan sebagainya. Memperkuat perempuan untuk memperoleh kesempatan yang lebih banyak dalam pengambilan keputusan di semua bidang dan semua tingkat masyarakat, memperjuangkan akses dan kontrol terhadap sumberdaya yang lebih besar. Sumber: A Theory and Methodology of Gender Planning: Meeting Women’s Practical and

Strategic Gender Needs, 1986.

Suatu program pembangunan yang berwawasan gender seharusnya berusaha untuk mengidentifikasi terlebih dahulu ataupun memperhatikan kebutuhan masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan Gender And Development, kebutuhan masyarakat tadi dibedakan antara kebutuhan laki-laki dan perempuan baik yang bersifat praktis maupun strategis. Kebutuhan praktis berkaitan dengan kondisi (misalnya: kondisi hidup yang tidak memadai, kurangnya sumberdaya seperti pangan, air, kesehatan, pendidikan anak, pendapatan dll), sedangkan kebutuhan strategis berkaitan dengan posisi (misalnya: posisi yang tersubordinasi dalam masyarakat atau keluarga).

Pemenuhan kebutuhan praktis melalui kegiatan pembangunan kemungkinan hanya memerlukan jangka waktu yang relatif pendek. Proses tersebut melibatkan input seperti peralatan, tenaga ahli, pelatihan, klinik atau


(50)

24 program pemberian kredit dan lain-lain. Umumnya kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan praktis dan memperbaiki kondisi hidup akan memelihara atau bahkan menguatkan hubungan tradisional antara laki-laki dan perempuan yang ada. Sedangkan untuk mencapai kepentingan/kebutuhan strategis berkaitan dengan perbaikan posisi perempuan (misalnya memberdayakan perempuan agar memperoleh kesempatan lebih besar terhadap akses sumberdaya, partispasi yang seimbang dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan dan lain-lain) memerlukan jangka waktu relatif lebih panjang.

Kepentingan-kepentingan strategis biasanya relatif lebih kabur dibanding kepentingan praktis yang mudah terlihat. Perempuan sebagai suatu kategori/kelompok biasanya memiliki kepentingan strategis sebagai berikut: (1) mengurangi kerentanan terhadap kekerasan dan eksploitasi, (2) lebih memiliki jaminan ekonomi, ketidaktergantungan, pilihan dan kesempatan, (3) berbagi tanggung jawab untuk kegiatan reproduktif dengan laki-laki atau lembaga-lembaga masyarakat, (4) pengorganisasian masyarakat dengan perempuan untuk menggalang kekuatan, solidaritas dan aksi (5) meningkatkan kekuatan politik, (6) meningkatkan kemampuan untuk memperbaiki kualitas hidup dan masa depan anak-anaknya, (7) lebih manusiawi dan berkeadilan dalam proses pembangunan.

Langkah-langkah untuk mencapai kebutuhan strategis di dalam suatu kegiatan/program: (1) Analisis gender suatu masyarakat dilakukan sebelum kegiatan atau program dimulai. Dalam analisis ini dilakukan secara partisipatif dengan harus melibatkan laki-laki dan perempuan (baik bersama atau secara terpisah bila diperlukan) mulai dari tingkat akar rumput/desa. Analisis gender yang dilakukan sebelum dilaksanakannya suatu program akan berguna memberikan informasi untuk memperbaiki program, perencanaan dan rancangannya, ataupun menyediakan data dasar yang berguna untuk mengukur perubahan kondisi dan posisi kemudian. (2) Konsultasi pada perempuan. Hal ini memerlukan identifikasi pengorganisasian masyarakat perempuan atau yang berafiliasi pada perempuan, wakil-wakil dalam suatu wilayah program, dan cara-cara yang cocok untuk berkonsultasi dan bekerja sama mereka. Jaringan konsultatif dapat termasuk konsultan lokal, pegawai pemerintah, anggota pengorganisasian masyarakat, tokoh perempuan dalam masyarakat. Nasehat dapat dicari dengan cara memaksimalkan keterlibatan perempuan, manfaat, dan partisipasinya sebagai pengambil keputusan serta dengan menjalin kerjasama


(51)

25 dan support dari laki -laki. (3) Memperoleh dukungan dari laki -laki. Dukungan dan keterlibatan laki -laki sangat penting dalam kegiatan pembangunan bersama perempuan, baik dalam program pembangunan yang masih terpadu maupun program pembangunan khusus untuk perempuan. Kesempatan-kesempatan seharusnya diciptakan untuk berdialog ataupun bernegosiasi antara laki-laki dan perempuan, untuk mendapatkan kesepahaman bersama akan manfaat baik untuk laki -laki dan perempuan. Strategi untuk mencapai hal ini sebaiknya dibangun oleh laki -laki dan perempuan yang memang sudah saling mendukung. (4) Memperluas kesempatan bagi perempuan. Memaksimalkan keterlibatan perempuan dalam kegiatan kolektif, pengorganisasian masyarakat masyarakat perempuan, dan pengambilan keputusan dalam masyarakat; akan memperkuat kesempatan perempuan untuk mengelola mencapai dan menerima informasi dan latihan, dan menambah rasa percara diri dan kredibilitas. (5) Mendukung usaha-usaha pengorganisasian masyarakat. Memberikan dukungan pada perempuan tingkat lokal dan gabungan pengorganisasian masyarakat kerja di tingkat akar rumput yang memfokuskan pada penelitian advokasi dan pengembangan kebijakan. Penguatan jaringan antara pengorganisasian masyarakat yang serupa di tingkat nasional, regional dan internasional juga penting dirintis utnuk jangka panjang. (6) Mendorong kesadaran gender. Mempromosikan kepekaan gender dan keahlian merencanakan yang berwawasan gender diantara seluruh

stakeholder pembangunan (LSM, Pemerintah, agen-agen partner luar negeri). Proses ini dilakukan melalui serangkain diskusi sistematik dan pelatihan-pelatihan, penilaian terhadap struktur dan praktek-praktek pelaksanaan pembangunan. (Moser, 1986)

Analisis gender digunakan untuk memahami apa kebutuhan gender yang meliputi kebutuhan praktis dan strategis sebagai analisis perenc anaan dan penyusunan program, akses dan kontrolnya terhadap sumberdaya dan adakah kesenjangan gender di dalamnya, sehingga dapat dianalisa dan dicarikan jalan pemecahan secara partisipatif bersama dengan masyarakat.


(1)

165 PEDOMAN DISKUSI KELOMPOK ke-III (LOKA KARYA)

Tujuan : Penyusunan Program Pemberdayaan PKRT Usaha Mikro Sasaran : Perempuan Kepala Rumahtangga usaha mikro

BKM, TP PKK Desa, Aparat Desa, Tokoh Masyarakat, Camat, Aparat Kecamatan

1. Pembukaan.

2. Pelaksanaan Diskusi, dengan materi:

a. Informasi Hasil Diskusi I, II dan III (Hasil Penelitian).

b. Penyusunan Program Pemberdayaan bagi PKRT Usaha MIkro. 3. Kesimpulan.

4. Penutup.


(2)

166 Lampiran 8. Undangan untuk Loka Karya


(3)

167 Lampiran 9. Susunan Acara untuk Loka Karya


(4)

168

GAMBAR 4. FOTO LOKA KARYA: PEMAPARAN HASIL PENELITIAN

2. Para pesera loka karya.

3. Peserta perempuan yang menghadiri kegiatan loka karya. 1. Pemaparan

hasil penelitian.


(5)

169

4. Para


(6)

170 Lampiran 10. Daftar Hadir Peserta Loka Karya