Manfaat Penelitian Participatory Communication In Empowerment Program of Women Headed Household (A Case Study of Desa Dayah Tanoh, Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh Province)
komunikasi partisipatif dimaksudkan untuk mencapai pengertian bersama di antara seluruh partisipan sebagai dasar bertindak untuk mencapai konsensus; 3 komunikasi
partisipatif tidak bisa ditetapkan formula secara universal pada pesan, saluran dan model yang diikuti, tetapi sebuah pencarian yang disesuaikan dengan situasi dan
budaya dalam sistem sosial, pencarian dilakukan oleh stakeholder utama anggota masyarakat Mefalopulos 2003.
Menurut Servaes 2002 adapun prinsip-prinsip komunikasi partisipatif yang terdiri dari: 1 masyarakat biasa bukan agen perubahan atau struktur kekuasaan
formal sebagai “agen utama” perubahan. Komunikasi diarahkan untuk mendorong kemandirian masyarakat; 2 tujuan pembangunan adalah pendidikan dan aktivitas
orang terhadap perbaikan diri dan masyarakat, keterlibatan orang lokal dalam pengelolaan dan evaluasi program pembangunan, pendidikan penting untuk
pemberdayaan bukan instruksi
“know-how”, belajar bukan proses pasif; 3 pergeseran kembali fokus dari negara kepada masyarakat lokal; 4 partisipasi
melibatkan pendistribusian kembali kekuasaan dari elit kepada masyarakat lokal dan 5 komunikasi partisipatif memerlukan pelaksanaan penelitian dalam tradisi baru
yang disebut “penelitian partisipatif”. Maksudnya penelitian yang memungkinkan masyarakat melakukan sendiri bukan temuan akademisi atau “ahli”, karena
masyarakat dipercaya dapat merefleksikan situasi yang menindas mereka dan mengubahnya, mereka lebih mengetahui kebutuha
n dan realitasnya daripada “para ahli”.
Hamijoyo 2005 menyebutkan komunikasi partisipatif mengasumsikan adanya proses humanis yang menempatkan individu sebagai aktor aktif dalam
merespons setiap stimulus yang muncul dalam lingkungan yang menjadi medan kehidupannya. Individu bukanlah wujud yang pasif yang hanya bergerak jika ada
yang menggerakkan. Individu adalah wujud dinamis yang menjadi subyek dalam setiap perilaku yang diperankan termasuk perilaku komunikasi.
White 2004 mendefinisikan komunikasi partisipatif sebagai dialog terbuka, sumber dan penerima berinteraksi secara kontinyu, memikirkan secara konstruktif
situasi, mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan pembangunan, memutuskan apa yang yang dibutuhkan untuk meningkatkan situasi dan bertindak atas situasi
tersebut. Sedangkan Singhal 2001 mengartikan komunikasi partisipatif adalah sebuah proses dinamis, interaktif dan transformasional, di mana orang terlibat dalam
dialog, dengan individu dan kelompok masyarakat dalam rangka merealisasikan potensi secara penuh agar dapat meningkatkan kehidupan mereka.
Menurut Bordenave dalam White 2004 komunikasi partisipatif dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang memberikan kebebasan, hak dan akses
yang sama dalam memberikan pandangan, perasaan, keinginan, pengalaman dan menyampaikan informasi ke masyarakat untuk menyelesaikan sebuah masalah
melalui dialog. Dialog adalah komunikasi transaksional dimana pengirim sender dan penerima receiver pesan saling berinteraksi dalam suatu periode waktu tertentu
hingga sampai pada makna-makna yang saling berbagi. Esensi dari dialog adalah mengenal dan menghormati pembicara lain atau suara lain, sebagai subjek yang
otonom, tidak lagi hanya sebagai objek komunikasi. Dalam dialog setiap orang
memiliki hak yang sama untuk bicara atau untuk didengar dan mengharap bahwa suaranya tidak akan ditekan oleh orang lain atau disatukan dengan suara orang lain.
Rahim dalam White 2004 mendefinisikan komunikasi partisipatif adalah suatu proses komunikasi dimana terjadi komunikasi dua arah atau dialogis, sehingga
menghasilkan suatu pemahaman yang sama terhadap pesan yang disampaikan. Dalam konsep public sphere, dialog merupakan suatu aktivitas komunikasi yang terbuka dan
dapat diakses oleh para peserta. Dalam konsep ini yang dicari bukan saja berorientasi pada keberhasilannya masing-masing, namun yang lebih penting adalah bagaimana
situasi pemahaman bersama terhadap realitas menjadi dasar bagi pencapaian kepentingan mereka, tanpa mengabaikan kesesuaian antara rencana dan aksi
Habermas 1990.
Menurut Tufte dan Mefalopulos 2009 terdapat tiga cara untuk melakukan komunikasi dalam sebuah program yaitu: 1 komunikasi secara monologik, di mana
komunikasi yang hanya berlangsung satu arah dari komunikator yang tidak memberikan kesempatan orang lain komunikan untuk berbicara atau menyampaikan
reaksi; 2 komunikasi secara dialogik, di mana komunikasi yang berlangsung dua arah dari komunikator ke komunikan, komunikan diberi kesempatan bahkan
diharapkan memberikan tanggapan atau feedback dan 3 komunikasi secara gabungan dari monologik dan dialogik atau multi tract.
Dapat disimpulkan bahwa dialog sebagai basis komunikasi dalam program pembagunan yang mengklaim sebagai partisipatif berarti masyarakat saling bertukar
informasi dan bekerja sama dengan agent eksternal birokrasi pembnagunan, penyedia program, fasilitator dan elit lokal dalam proses pengambilan keputusan.
Proses ini dilakukan untuk pemberdayaan masyarakat, agar masyarakat memiliki kemampuan untuk mengontrol tindakan dan aktivitas program yang membawa
manfaat bagi meningkatnya kualitas hidup mereka.