Faktor Sosial Budaya 1. Peran Lembaga KemasyarakatanNorma

Peningkatan pendapatan juga dialami oleh Ibu Hmm dan Ibu Rh yang memiliki usaha di bidang pertanian. Sebelum mengikuti program ini, mereka hanya menjadi buruhtani pada musim ke sawah, pendapatan mereka rata-rata per hari sebesar Rp20 000. Namun, setelah mendapat bantuan modal usaha mereka sudah berani menggarap sawah orang lain dengan sistem bagi hasil. Dari usahanya tersebut mereka mendapat keuntungan rata-rata lima juta sampai enam juta per sekali panen empat bulan sekali jika hasil panennya tidak gagal. “Iya dulu saya kan cuma jadi buruhtani kalau musim ke sawah gak punya sawah sendiri dan gak sanggup garap punya orang karena gak ada modal. Dulu hanya dapat paling dua puluh ribu sehari, kalau gak lagi ke sawah saya jadi tukang nyuci di rumah tetangga. Tapi sekarang dengan ada modal usaha saya sudah bisa garap punya Pak Ah tetangga saya itu dengan bagi hasil. Ya saya bisa dapat untung, biasanya sekali musim panen saya dapat lima juta kalau padinya bagus. Hmm ” Ibu Rh mengungkapkan: “Iya ada peningkatan pendapatan buat saya, sekarang saya garap sawah Nyak Aj dengan bagi hasil. Dapat lah untung kalau padinya bagus sekitar empat setengah juta sekali panen. Daripada dulu saya cuma jadi buruhtani paling dapat dua puluh ribu sehari, itu kalau saya rajin ke sawah. Rh ” Tingkat kesejahteraan juga dapat dilihat dari tingkat simpanan di kelompok. Jumlah simpanan perempuan kepala keluarga pada tipologi ini adalah Rp200 000 Ibu BR, Rp210 000 Ibu Rh, Rp76 000 Ibu NC dan Rp146 000 Ibu Hmm dapat dilihat pada Tabel 8.. Jumlah simpanan Ibu-Ibu ini relatif besar, hanya Ibu NC saja yang memiliki jumlah simpanan paling sedikit. Menurut Ibu NC hal tersebut terjadi karena dia lebih memilih mengembalikan pinjaman modal usaha terlebih dahulu dibandingkan menyimpan di kas kelompok. Karena pengembalian modal usaha adalah suatu kewajiban, sedangkan simpanan bisa dilakukan kapan saja dalam jumlah yang tidak ditentukan. Berikut hasil wawancara dengan Ibu NC: “Saya pikir kalau modal usaha itu kan kewajiban, jadi kalau ada uang saya bayar uang pinjaman dulu sampai lunas dan alhamdulillah sekarang saya sudah lunas. Kalau simpanan kelompok kan bisa kapan aja, yang penting simpanan pokok udah saya bayar. Kalau modal usaha belum lunas saya kepikiran terus, kalau sekarang saya udah tenang tinggal saya jalankan usaha saja. NC ” Perempuan kepala keluarga pada tipologi ini belum melakukan peminjaman kedua untuk modal usaha mereka karena pinjaman sebelumnya belum dapat dilunaskan, begitu juga dengan Ibu NC meskipun beliau sudah melunasi pinjaman modal usaha sebelumnya. Beliau mengaku belum membutuhkan dana tambahan untuk ussahanya sekarang. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu-Ibu ini, mereka memiliki beberapa alasan tidak dapat melunasi pinjamannya, antara lain adalah karena gagal panen, memiliki kebutuhan lain yang lebih penting seperti untuk membeli kebutuhan sehari- hari, untuk biaya sekolah anak, biaya anggota keluarga yang sakit dan untuk tambahan modal usaha, seperti yang diungkapkan oleh Ibu Hmm dan Ibu Rh: “Saya belum bisa melunasi pinjaman, dulu saya pinjam satu juta setengah, yang baru saya lunasi lima ratus sisanya satu juta. Kadang- kadang udah niat mau bayar ada keperluan lain misalnya untuk sekolah anak, atau kalau panen gagal jadi yang disimpan buat bayar pinjaman saya pakai lagi untuk modal kedepan, ya begitu lah. Tapi saya akan lunasi pelan-pelan semampu saya. Hmm ” “Saya belum lunas, saya dikasih pinjaman satu juta setengah udah lunas satu juta tiga ratus, tinggal dua ratus. Insyaallah panen depan ini saya lunasi. Mudah-mudahan padinya bagus ya. Rh ” Alasan yang serupa juga disampaikan oleh Ibu BR yang memiliki jumlah pinjaman sebesar Rp1 000 000 dan baru dapat mengembalikan sebesar Rp500 000. “Saya belum lunas pinjaman dulu, saya pinjam satu juta baru saya lunasi lima ratus. Saya kadang pake uang bayar cicilan buat beli obat suami saya yang sakit, atau buat kebutuhan sehari-hari kalau dagangan lagi sepi, jadi sya ambil uang yang ada dulu. Tapi saya tetap nyicil sedikit-sedikit. BR ” Peningkatan kesejahteraan anggota kelompok juga dapat dilihat dari kepemilikan aset. Kepemilikan aset setiap perempuan kepala keluarga pada tipologi ini berbeda-beda tergantung kepada jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha mereka masing-masing. Misalnya Ibu BR telah dapat membeli televisi, Ibu Hmm telah dapat membeli sepeda untuk anaknya bersekolah, Ibu Rh sudah merenovasi rumahnya, sedangkan Ibu NC sudah dapat menambah peralatan membuat kue seperti mixer, penggorengan dan lain-lain. Berikut hasil wawancara dengan Ibu Rh: “Dari hasil usaha saya itu saya udah bisa renovasi rumah sedikit ya, jadi ada keliatan lah hasilnya, pelan-pelan. Kan untung dari kita bersawah kan gak terlalu banyak, ya kalauada lebih ya kita buat lah biar bagus dikit rumahnya biar gak bocor lagi...Rh ” Hal yang senada juga disampaikan oleh Ibu Hmm berikut ini: “Saya selama ikut program ini, ada banyak manfaatnya saya sudah sanggup beli sepeda buat anak saya sekolah. Ada lah hasilnya walaupun sedikit. Hmm ” Perempuan kepala keluarga pada tipologi ini juga memiliki akses terhadap dana BLM yang disalurkan melalui program pemberdayaan ini. Jumlah dana yang diperoleh bervariasi ada yang sesuai dengan proposal dan ada juga yang tidak sesuai.Akses lain yang dimiliki oleh perempuan kepala keluarga ini adalah layanan untuk mendapatkan pengobatan gratis di puskesmas atau rumah sakit. Mereka mengaku hanya membawa KTP saja jika berobat dan tidak dikenakan biaya apapun, seperti yang dijelaskan oleh Ibu Rh berikut ini: “Kalau berobat kita gratis, hanya bawa KTP aja ke puskesmas. Kita gak bayar apa-apa. Rh ” Di samping itu, mereka juga difasilitasi untuk mengurus akte kelahiran, KK dan KTP, seperti yang dijelaskan oleh Ibu Hmm berikut ini: “Kan dulu waktu anak-anak saya lahir gak buat akte kelahiran, jangan kan ngurus tau aja gak apa itu akte. Tapi setelah ikut program ini, ternyata akte kelahiran itu sangat penting ya untuk keperluan anak kita sekolah nantinya. Jadi melalui program ini, semua anggota dan keluarganya yang belum punya akte kelahiran semuanya diurus dan sekarang semua anak saya sudah ada akte kelahirannya. Begitu jugu kalau anggota yang belum punya KTP atau KK semua dibantu urus. Banyak memberi manfaat lah. Hmm ” Perempuan kepala keluarga yang buta huruf mereka memiliki kesempatan untuk mengikuti kelas KF. Seperti yang disampaikan Ibu Hmm yang buta huruf: “Saya ikut kelas buta huruf karena saya gak pernah sekolah jadi gak bisa baca tulis. Ada beberapa orang anggota, kami diajarkan baca tulis, sekarang saya sudah mulai bisa dan baca tapi belum lancar...Hmm ” Manfaat dari pelaksanaan program pemberdayaan ini bukan hanya dirasakan oleh ibu-ibu ini tapi juga dirasakan oleh anak-anaknya terutama yang masih duduk di bangku sekolah. Anak-anak yang masih berusia sekolah mereka mendapatkan beasiswa. Sedangkan yang masih usia dini bisa mengikuti program PAUD secara gratis. “Iya selain dapat manfaat ke saya, anak saya juga dapat manfaat dari program ini. Anak saya yang SMP dapat bea siswa berupa baju sekolah, tas, buku-buku, sepatu ya. Kan itu sangat membantu saya dan keluarga. Hmm ” Selain memiliki akses terhadap program-program PEKKA, perempuan kepala keluarga juga memiliki akses terhadap program lain, misalnya Ibu NC dan Ibu BR pernah memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan keterampilan membuat kue yang diadakan pihak kecamatan melalui PKK. “Saya pernah ikut pelatihan yang dibuat oleh kecamatan, pelatihan keterampilan buat kue. Saya disuruh istri kepala desa perwakilan dari desa ini. Ya saya ikut, kan bisa nambah ilmu, apalagi masalah buat kue saya sangat tertarik karena sesuai dengan kerjaan saya...NC ” Keberdayaan perempuan kepala keluarga pada tipologi ini juga dapat dilihat dari tingkat partisipasi mereka pada kehadiran dalam kegiatan kelompok, tingkat keaktifan mereka dalam kegiatan untuk menyuarakan kebutuhannya dalam kelompok, tingkat kehadiran dalam kegiatan yang diadakan pihak lain seperti rapat desa, musrenbang dan lainnya.Tingkat kehadiran dan keaktifan anggota dalm kelompok telah dibahas pada Bab 6, sekarang akan dibahas mengenai partisipasi perempuan kepala keluarga dalam kegiatan yang diadakan pihak lain seperti rapat desa, musrenbang dan lainnya. Partisipasi perempuan kepala keluarga pada tipologi ini dalam kegiatan desa tidak sama. Menurut hasil wawancara dengan informan, semuanya mengaku diundang setiap ada pertemuan rapat desa, namun tidak semuanya bisa menghadirinya karena berbagai alasan seperti tidak ada waktu karena harus menjalankan usahanya, tidak diizinkan oleh suami atau karena tidak dapat membagi waktu antara kegiatan desa dengan mengurus rumahtangga serta menjalankan usaha, seperti yang diutarakan oleh Ibu Hmm berikut ini: “Iya kalau ada rapat atau kegiatan di desa, ada diundang tapi saya jarang datang ya apalagi kalau kegiatannya siang hari, kan saya ke sawah, ngurus anak. Jadi gak ada waktu untuk datang. Saya paling bisa datang kalau kegiatannya diadakan sedang tidak musimke sawah. Ya itu saya datang setelah beresin rumah. Sebenarnya saya senang bisa ikut kegiatan di desa juga. Hmm Hal yang sama juga disampaikan oleh Ibu BR: “Saya jarang hadir ya kalau ada kegiatan desa, karena saya kan kerja jualan di pasar. Belum lagi saya pulang harus ngurus suami, sama juga kayak ikut pertemuan anggota. Kadang-kadang dikasih izin kadang- kadang gak. Ya mau gimana, sebenarnya saya suka ikut-ikut kegiatan apalagi kegiatan PKK kan bisa nambah ilmu. Tapi kalau ada waktu dan ada izin saya ikut juga. BR ” Sedikit berbeda dengan Ibu NC dan Ibu Rh; Ibu NC mengaku pernah mengikuti pelatihan ketrampilan memasak yang diadakan di Kecamatan sebagai perwakilan dari PKK desa meskipun beliau jarang menghadiri pertemuan desa karena tidak memiliki waktu disebabkan harus melaksanakan usahanya sebagai pedagang. Berikut hasil wawancara dengan Ibu NC: “Saya pernah ikut pelatihan yang dibuat oleh kecamatan, pelatihan keterampilan buat kue. Saya disuruh istri kepala desa perwakilan dari desa ini. Ya saya ikut, kan bisa nambah ilmu, apalagi masalah buat kue saya sangat tertarik karena sesuai dengan kerjaan saya. Tapi kalau rapat-rapat desa saya jarang ikut karena saya jualan jadi gak ada waktu, kecuali kalau rapatnya sangat penting, orang saya ikut pertemuan anggota program aja sering telat...NC ” Ibu Rh mengaku setelah mengikuti program pemberdayaan ini menjadi sedikit lebih aktif dalam kegiatan-kegiatan desa dan sekarang menjabat menjadi sekretaris PKK. Ibu ini mengaku sering hadir dalam rapat desa baik rapat khusus perempuan maupun rapat yang melibatkan laki-laki dan sering memberikan saran, pendapat atau pertanyaan dalam rapat tersebut, di mana menurutnya tidak ada perbedaan antara kaum laki-laki dan perempuan semua diberikan hak dan akses yang sama, seperti yang disampaikannya berikut ini: “Saya sekarang diangkat jadi sekretaris PKK. Dulu sebelum ikut program saya gak mau karena gak berani tapi sekarang saya sudah berani kok kan udah banyak pengetahuan dan udah sering ngomong depan orang banyak, saya juga sering hadir kalau ada rapat di desa. Saya juga sering bertanya atau kasih pendapat dalam rapat walaupun rapat itu dihadiri oleh laki-laki, semua boleh bicara. Rh ” Tingkat keberdayaan juga tercermin dari tingkat kesadaran kritis yang mereka miliki setelah mengikuti program pemberdayaan ini. Pelaksanaan program pemberdayaan ini diawali dengan pendekatan interpersonal PL dengan perempuan kepala keluarga. PL mencoba mendekati dan memberi penjelasan serta memperkenalkan PEKKA secara tatap muka karena mengingat perempuan kepala keluarga ini merupakan kelompok masyarakat yang marginal dalam masyarakat. Setelah mereka mengenal dan mengetahui maksud dari PEKKA barulah mereka bersedia mengikuti program melalui pembentukan kelompok. Tugas PL selanjutnya adalah memfasilitasi anggota kelompok untuk mengikuti berbagai pelatihan terkait dengan pengembangan diri dan memberikan materi-materi dalam pertemuan anggota menyangkut analisa sosial, motivasi bekerja dalam kelompok,kepemimpinan transformatif, hak kesehatan reproduksi,hukum dan hak perempuan, advokasi, dan kesadaran gender. Salah satu training lokakarya yang wajib diikuti oleh semua anggota kelompok adalah training lokakarya peningkatan kapasitas anggota dengan membangun visi dan misi mereka. Proses ini dilakukan dimana perempuan kepala