Perempuan Kepala Keluarga sebagai Pendengar

Perempuan kepala kepala keluarga hanya memiliki kontrol dalam lingkup rumahtangganya dan kegiatan kelompok. Mereka belum memiliki kontrol yang berhubungan dengan mengusulkan dan mengawasi pembuatan kebijakan lokal yang berhubungan dengan persoalan ketidakadilan yang mereka hadapi. Kontrol dalam lingkup keluarga yaitu kontrol yang berkaitan dengan bagaimana mengelola penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkan. Para anggota dapat memutuskan untuk menggunakan pinjaman modal dari program untuk membuka usaha dan mengembangkannya sendiri serta mampu mengembalikan dana pinjaman meskipun tidak secara teratur dan tepat waktu. Berikut adalah hasil wawancara dengan Ibu Rh: “Semuanya tergantung anggota masing-masing, gimana mengelola uang pinjamannya, untuk usaha apa, semuanya kita sendiri yang putuskan. Yang penting kita bisa menyicil setoran pinjaman kita. Setoran tergantung pada kita juga bayarnya tiap bulan dalam jumlah yang gak ditentukan, atau kapan aja kita punya uang bisa langsung setor ke bendahara. Rh ” Program pemberdayaan ini juga telah memberi perubahan bagi anggotanya dalam hal kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga. Mereka telah dapat mengontrol dan membagi alokasi waktu antara bekerja mencari nafkah menjalankan usaha dan bekerja mengurus rumahtangga pekerjaan domestik secara teratur dan tepat waktu. Mereka telah memiliki jadwal kegiatan sehari-hari yang mereka susun sendiri sehingga dapat secara teratur dalam mengontrol kegiatan rumahtangga seperti mengurus anak, mengurus suami bagi yang masih memiliki suami yang menderita sakit, merapikan rumah, dan dalam menjalankan usahanya di luar rumah. Biasanya mereka memulai kegiatannya dari sebelum waktu Subuh hingga malam hari. Seperti yang dialami oleh Ibu BR yang memiliki usaha jualan kue kering di pasar kecamatan, beliau bangun jam empat pagi, kegiatan pertama adalah menyuci, memasak, merapikan rumah, menyiapkan dagangannya, mengurus suami yang sedang sakit, setelah semua selesai kira-kira pukul delapan pagi baru beliau berangkat ke pasar. Sedangkan jika ada pekerjaan rumah yang belum terselesaikan maka anak perempuannya yang masih SMA yang akan mengerjakannya. Beliau pulang sekitar pukul dua siang, karena harus mengurus suami terutama menyuapi makan suaminya. Berikut adalah penuturan Ibu BR mengenai kegiatannya sehari- hari: “Tiap hari kegiatan saya sama aja, tapi sejak saya jualan kue ke pasar ada sedikit perubahan ya, kalau dulu saya bangun waktu azan subuh tapi sekarang sebelum subuh jam empat saya udah bangun, nyuci dulu, masak, beres-beres rumah dikit, ngurus suami, kasih makan dia, mandiin dia, dah selesai semua baru berangkat ke pasar kira-kira jam delapan, jam dua saya pulang karena ingat suami di rumah gak ada yang kasih makan, kadang-kadang kalau anak saya cepat pulang sekolah dia kasih makan. Anak saya juga kadang-kadang bantu-bantu di rumah, kalau dia gak sempat ya pulangnya baru saya kerjain. Buat kue juga siang hari pulang dari pasar, karena kue ini bisa tahan lama sampe sebulan jadi gak harus bikin tiap hari, paling seminggu dua kali tergantung lakunya. BR ” Selain memiliki kontrol dalam keluarga, perempuan kepala keluarga juga partisipasi aktif dalam mengawasi, mempertanyakan dan menentukan kegiatan kelompok yang akan dilakukan meskipun belum dapat dilakukan sepenuhnya. Semua informan mengaku memiliki akses yang sama dalam setiap tahapan program mulai dari tahap penumbuhan ide, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi telah diuraikan pada Bab 6. Salah satunya adalah kontrol mereka dalam menentukan jenis materi yang akan didiskusikan pada bulan selanjutnya, menentukan jenis usaha yang akan dilaksanakan, informasi kegiatan simpan pinjam kelompok dan dana BLM dari bendahara, seperti yang dijelaskan oleh Ibu Hmm berikut ini: ”Dalam program ini kita dikasih kesempatan yang sama, baik dalam pertemuan, maupun kegiatan program. Misalnya dalam pertemuan, materi yang akan kita bahas bulan depan itu kita diskusi dulu sama- sama waktu pertemuan sebelumnya jadi semuanya bisa tau apa materi yang akan dibahas, kita sama-sama diskusi. Kita juga dikasih kebebasan untuk menjalankan usaha yang kita mau. Kita juga selalu dikasih informasi mengenai simapan pinjam kelompok dan dana BLM oleh bendahara, kalau ada masalah kita bahas sama-sama. Hmm ” Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberdayaan perempuan kepala keluarga pada tipologi ini sudah mencapai kesejahteraan, akses terhadap sumberdaya, partisipasi, kesadaran kritis yang masih difasilitasi oleh PL bukan dari inisiatif diri sendiri dan kontrol dalam lingkup keluarga dan kelompok saja.

8.3 Perempuan Kepala Keluarga Aktif

Perempuan kepala keluarga yang aktif dalam program adalah Ibu NT dan Ibu Am. Ibu-Ibu ini sudah memperlihatkan keaktifannya dari sejak dimulainya program hingga sekarang. Mereka sudah mulai aktif dalam pertemuan sosialisasi yang ditandai dengan adanya masukan, memberikan pendapat dan pertanyaan. Keduanya memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, berumur lebih muda sehingga dipercayai oleh anggota lain untuk menjadi pengurus kelompok yaitu sebagai sekretaris dan bendahara kelompok. Tingkat keberdayaan mereka dilihat dari tingkat kesejahteraan yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah pendapatan yang diterima dari usaha yang mereka jalankan. Ibu NT memiliki usaha jualan kios yang dikelola oleh adiknya, karena Ibu NT memiliki pekerjaan lain sebagai pengajar sehingga tidak memiliki waktu untuk menjalankan usaha. Sedangkan Ibu Am memiliki usaha di bidang usahatani. Sebelum mengikuti program ini, Ibu Am menjadi buruhtani ketika musim ke sawah,