di rumah, kalau dia gak sempat ya pulangnya baru saya kerjain. Buat kue juga siang hari pulang dari pasar, karena kue ini bisa tahan lama
sampe sebulan jadi gak harus bikin tiap hari, paling seminggu dua kali tergantung lakunya. BR
” Selain memiliki kontrol dalam keluarga, perempuan kepala keluarga juga
partisipasi aktif dalam mengawasi, mempertanyakan dan menentukan kegiatan kelompok yang akan dilakukan meskipun belum dapat dilakukan sepenuhnya. Semua
informan mengaku memiliki akses yang sama dalam setiap tahapan program mulai dari tahap penumbuhan ide, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi telah diuraikan
pada Bab 6. Salah satunya adalah kontrol mereka dalam menentukan jenis materi yang akan didiskusikan pada bulan selanjutnya, menentukan jenis usaha yang akan
dilaksanakan, informasi kegiatan simpan pinjam kelompok dan dana BLM dari bendahara, seperti yang dijelaskan oleh Ibu Hmm berikut ini:
”Dalam program ini kita dikasih kesempatan yang sama, baik dalam pertemuan, maupun kegiatan program. Misalnya dalam pertemuan,
materi yang akan kita bahas bulan depan itu kita diskusi dulu sama- sama waktu pertemuan sebelumnya jadi semuanya bisa tau apa materi
yang akan dibahas, kita sama-sama diskusi. Kita juga dikasih kebebasan untuk menjalankan usaha yang kita mau. Kita juga selalu
dikasih informasi mengenai simapan pinjam kelompok dan dana BLM oleh bendahara, kalau ada masalah kita bahas sama-sama. Hmm
” Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberdayaan perempuan
kepala keluarga pada tipologi ini sudah mencapai kesejahteraan, akses terhadap sumberdaya, partisipasi, kesadaran kritis yang masih difasilitasi oleh PL bukan dari
inisiatif diri sendiri dan kontrol dalam lingkup keluarga dan kelompok saja.
8.3 Perempuan Kepala Keluarga Aktif
Perempuan kepala keluarga yang aktif dalam program adalah Ibu NT dan Ibu Am. Ibu-Ibu ini sudah memperlihatkan keaktifannya dari sejak dimulainya program
hingga sekarang. Mereka sudah mulai aktif dalam pertemuan sosialisasi yang ditandai dengan adanya masukan, memberikan pendapat dan pertanyaan. Keduanya memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, berumur lebih muda sehingga dipercayai oleh anggota lain untuk menjadi pengurus kelompok yaitu sebagai sekretaris dan
bendahara kelompok.
Tingkat keberdayaan mereka dilihat dari tingkat kesejahteraan yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah pendapatan yang diterima dari usaha yang mereka
jalankan. Ibu NT memiliki usaha jualan kios yang dikelola oleh adiknya, karena Ibu NT memiliki pekerjaan lain sebagai pengajar sehingga tidak memiliki waktu untuk
menjalankan usaha. Sedangkan Ibu Am memiliki usaha di bidang usahatani. Sebelum mengikuti program ini, Ibu Am menjadi buruhtani ketika musim ke sawah,
pendapatan rata-rata per hari sebesar Rp20 000. Namun, setelah mendapat bantuan modal usaha Ibu Am sudah berani menggarap sawah orang lain dengan sistem bagi
hasil.
”..sekarang ada lah penambahan sedikit dibandingkan dulu sebelum dapat modal usaha. Dulu saya cuma jadi buruhtani cuma dapat dua
puluh ribua rata-rata satu hari tapi sekarang udah bisa garap punya kakak sepupu saya, sehingga pendapatan jadi namabah. Saya bisa
dapat untung lima juta sekali panen kalau padinya jadi. Am
” Sedangkan pendapatan yang diterima Ibu NT bertambah dari usahanya
sekarang. Dalam usaha kiosnya Ibu NT mengaku mendapat keuntungan rata-rata Rp1 500 000 per bulan. Keuntungan tersebut dibagi dengan adiknya sebagai
pengelola. Berikut hasil wawancara dengan Ibu NT:
“Dari usaha kios itu saya dapat pendapat rata-rata sebulan satu juta setengah tapi saya bagi dua adek saya karena dia yang kelola,
sebagian buat bayar pinjaman dan yang lain saya simpan di kas kelompok. NT
” Tingkat kesejahteraan juga dapat dilihat dari tingkat simpanan mereka di
kelompok. Ibu NT yang memiliki jumlah simpanan kelompok sebesar Rp450 000 dan Ibu Am sebesar Rp95 000. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu NT, dia
mengaku bahwa pendapatan yang diperoleh dari usaha kiosnya sebagiannya disimpan di kas kelompok, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dia
menggunakan pendapatan dari pekerjaannya sebagai pengajar. Berikut adalah hasil wawancara dengan Ibu NT:
“Saya kan bendahara, jadi kalau saya ada uang lebih saya simpan saja ke kas kelompok. Biasanya keuntungan dari kios yang saya simpan,
sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari saya pakai uang gaji saya. Saya kira dengan begitu saya bisa bantu anggota lain kalau ada yang
perlu pinjaman. NT
” Selain itu, Ibu NT juga sudah melakukan peminjaman tahap kedua karena
telah melunasi pinjaman sebelumnya. Jumlah peminjaman Ibu NT sekarang berjumlah Rp4 000 000, di mana pinjaman tahap pertama sebesar Rp2 500 000 dan
tahap kedua sebesar Rp1 500 000, seperti penjelasan Ibu NT berikut ini:
“Saya udah pinjam kedua kali, pertama saya pinja dua juta setengah, dan udah lunas dan yang kedua saya pinjam satu juta setengah tapi
belum lunas, sembilan ratus ribu lagi. Jadi, bagi anggota yang sudah melunasi pinjaman pertama baru boleh pinjam selanjutnya biar gak
banyak tunggakannya. NT
”
Berbeda halnya dengan Ibu Am yang memiliki jumlah simpanan hanya Rp95 000. Ibu Am mengaku jumlah simpanannya di kelompok masih rendah, karena
beliau lebih memilih untuk terlebih dahulu melunasi dana pinjaman modal usaha sehingga bisa melakukan pinjaman selanjutnya.
“Simpanan saya di kas kelompok masih sedikit ya. Saya mau lunasi dulu pinjaman modal usaha saya kalau ada uang biar bisa pinjam lagi.
Kan kalau simpanan bisa kapan aja. Kalau udah lunas kitapun gak kepikiran lagi. Am
” Peningkatan kesejahteraan perempuan kepala keluarga pada tipologi ini juga
dapat dilihat dari kepemilikan aset. Kepemilikan aset mereka berbeda-beda tergantung kepada jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha mereka masing-
masing. Ibu Am sudah dapat membeli sepeda motor, sedangkan Ibu NT sudah dapat memperluas kios tempat usahanya. Seperti hasil wawancara dengan Ibu Am dan Ibu
NT berikut ini:
“Dari hasil usaha saya selama ini saya udah bisa beli motor...NT” “..kalau saya ada keuntungan udah bisa perluas kios sedikit biar luas
jadi barang-barangnya gak ditarok di rumah lagi. NT ”
Ibu-Ibu ini memiliki akses terhadap dana Bantuan Langsung Masyarakat BLM. Jumlah dana yang diperoleh bervariasi ada yang sesuai dengan proposal dan
ada juga yang tidak sesuai besar dana BLM masing-masing anggota dapat dilihat pada Tabel 8.. Ibu NT memperoleh dana pinjaman sebesar Rp4 000 000 dengan dua
kali pinjaman, sedangkan Ibu Am memperoleh pinjaman sebesar Rp1 500 000. Akses lain yang dimiliki oleh perempuan kepala keluarga ini adalah layanan untuk
mendapatkan pengobatan gratis di puskesmas atau rumah sakit sama dengan masyarakat lain.
Selain memiliki akses terhadap program-program PEKKA, kedua ibu ini juga memiliki akses terhadap program lain, misalnya mereka pernah memiliki kesempatan
untuk mengikuti pelatihan yang diadakan pihak kecamatan melalui program PKK atau kegiatan-kegiatan desa lainnya. Berikut hasil wawancara dengan Ibu NT:
“Saya pernah ikut pelatihan tentang peningkatan kapasitas pemudi tingkat kecamatan, saya dan Am disuruh mewakili desa ini oleh Ibu
Geuchik. Kami juga pernah ikut kegiatan dari PNPM ya, mungkin karena kami belum nikah dan masih muda makanya sering disuruh ikut
kegiatan. NT
” Kedua Ibu ini memiliki tingkat partisipasi yang cenderung tinggi dalam
kegiatan program dan kelompok mengingat keduanya merupakan pengurus kelompok Tingkat kehadiran dan keaktifan dalam kelompok telah dibahas pada bab 5. Selain
itu, kedua Ibu ini juga aktif dalam kegiatan-kegiatan desa. Ibu NT selain menjabat bendahara dalam kelompok, juga menjabat bendahara dalam kegiatan PKK,
sedangkan Ibu Am sebagai ketua pemudi desa. Keduanya mengaku sering hadir dalam rapat desa baik rapat khusus perempuan maupun rapat yang melibatkan laki-
laki. Mereka mengaku sering juga memberikan saran, pendapat atau pertanyaan dalam rapat tersebut, tidak ada perbedaan antara kaum laki-laki dan perempuan
semua diberikan hak dan akses yang sama, seperti yang disampaikan oleh Ibu NT:
“Saya selain bendahara kelompok, saya juga bendahara PKK jadi saya harus aktif dikedua kegiatan itu, saya juga sering hadir kalau ada rapat
di desa. Saya juga sering bertanya atau kasih pendapat dalam rapat walaupun rapat itu dihadiri oleh laki-laki, semua boleh bicara. Rh
”: Selain aktif dalam kegiatan desa, Ibu NT dan Ibu Am juga pernah menjadi
anggota KPPS ketika pemilu dan pemilukada yang lalu. Keberanian mereka mengikuti kegiatan ini merupakan hasil dari pelatihan dan pendampingan terus
menurus yang dilakukan selama pelaksanaan program. Berikut kutipan wawancara dengan anggota kelompok:
“Manfaat yang saya rasakan banyak ya, dari yang dulu tidak mengerti politik sekarang jadi mengerti walaupun belum banyak. Saya juga udah
berani ketika diminta menjadi anggota KPPS waktu Pemilu dan Pemilukada dulu. Saya udah berani tampil kalau ada kegiatan-kegiatan
lah, kalau dulu saya gak berani takut salah, padahal gak apa-apa ya. NT
” Hal yang serupa juga disampaikan oleh Ibu Am berikut ini:
“Saya udah pernah jadi anggota KPPS waktu pemilu dulu. Dulunya saya gak berani tapi sekarang selama ikut program ini saya jadi lebih
berani tampil di muka umum. Am ”
Perempuan kepala keluarga pada tipologi ini selain mengikuti training lokakarya membangun visi misi bersama anggota lainnya. Mereka juga pernah
mengikuti beberapa pelatihan khusus pngurus kelompok mengenai kepemimpinan, manajemen, administrasi dan pembukuan. Mereka juga pernah mengikuti dialog dan
pertemuan dengan aparat kepolisian bersama dengan anggota lainnya. Berikut hasil wawancara dengan Ibu Am:
“Selain ikut lokakarya yang wajib untuk semua peserta untuk membangun visi, misi dan identifikasi masalah, saya, Ibu AA dan Ibu
Am sebagai pengurus kelompok juga pernah mengikuti beberapa pelatihan menyangkut kepemimpinan, manajemen dan masalah
pembukuan serta administrasi. Selain itu kita juga dapat materi pengembangan diri setiap pertemuan bulanan anggota. Am
”
Kedua Ibu ini juga memiliki kontrol berkaitan dengan bagaimana mengelola penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkan. Mereka
dapat memutuskan untuk menggunakan pinjaman modal dari program untuk membuka usaha dan mengembangkannya sendiri serta mampu mengembalikan dana
pinjaman meskipun tidak secara teratur dan tepat waktu. Berikut adalah hasil wawancara dengan Ibu Am:
“Semuanya tergantung anggota masing-masing, gimana mengelola uang pinjamannya, untuk usaha apa, semuanya kita sendiri yang
putuskan. Yang penting kita bisa menyicil setoran pinjaman kita. Setoran tergantung pada kita juga bayarnya tiap bulan dalam jumlah
yang gak ditentukan, atau kapan aja kita punya uang bisa langsung setor ke bendahara. Am
” Selain memiliki kontrol dalam keluarga, perempuan kepala keluarga juga
partisipasi aktif dalam mengawasi, mempertanyakan dan menentukan kegiatan kelompok karena keduanya merupakan pengurus kelompok. Mereka mengaku
memiliki akses dan dapat berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan program mulai dari tahap penumbuhan ide, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi telah diuraikan pada
Bab 6.
Perempuan kepala keluarga pada tipologi ini juga sudah mampu mengusulkan dan mengawasi pembuatan kebijakan lokal yang berhubungan dengan persoalan
ketidakadilan yang mereka hadapi, misalnya mereka sudah pernah melakukan dialog dengan aparat pemerintahan tingkat kecamatan sampai dengan kabupaten bersama
dengan anggota dari desa lain. Berikut hasil waawancara dengan Ibu Am:
“Kalau masalah itu, dulu kita semua anggota ikut berdialog sama-sama dengan anggota dari desa lain di Center PEKKA, kita dialog dengan
anggota DPRD, BPM, Bappeda dan PPK masalah yang dihadapi oleh perempuan kepala keluarga. Kita semua diberi kesempatan untuk
menceritakan keluh kesah kita dan apa yang belum terpenuhi serta kendala-kendala yang dihadapi. Bagus lah jadi kita bisa mengerti dan
merekapun menanggapi keluh kesah kita. Am
”
8.4 Manfaat PEKKA Berdasarkan Pandangan Masyarakat bukan Anggota
Manfaat penyelenggaraan program PEKKA bagi anggotanya juga dinilai berdasarkan dari sudut pandang masayarakat bukan penerima manfaat. Salah satu
tokoh masyarakat yang dimintai pendapatnya adalah Bapak MYH yang menjabat sebagai Kepala Desa geuchik Dayah Tanoh. Bapak MYH menilai bahwa program
PEKKA ini telah memberikan manfaat bagi anggotanya karena menurutnya kondisi perempuan kepala keluarga menjadi lebih baik dengan adanya program PEKKA.
Kesejahteraan perempuan kepala keluarga menjadi lebih baik, pengetahuan dan keterampilannya juga meningkat. Bapak MYH pun berpendapat bahwa program ini
berkontribusi dalam menyetarakan kesejahteraan perempuan kepala keluarga dengan warga lainnya, jika tidak ada program PEKKA ini, mungkin kondisi ibu-ibu
yang berstatus sebagai kepala keluarga akan jauh lebih buruk atau tidak seperti saat ini. Meski demikian, Bapak MYH menilai bahwa keberadaan PEKKA belum
sepenuhnya mampu mengubah kondisi perempuan kepala keluarga yang sudah berusia lanjut.
“..iya PEKKA itu programnya banyak kasih manfaat ya buat janda- janda yang ikut, selama ikut program itu mereka kelihatannya jadi
lebih baik lebih sejahtera, lebih pintar dan berani. Mereka sekarang mampu hidup ssejajar dengan warga lain, daripada sebelum ada
program, mereka hidupnya bisa dibilang serba kekurangan lah. Tapi janda yang udah usia lanjut tidak ada perubahan apa-apa ya karena
mereka tidak lagi sanggup menjalankan usaha dan kebanyakan dari mereka tinggal dengan anaknya. MYH
” Pendapat lain disampaikan oleh Ibu Um yang merupakan seorang tokoh
agama menilai bahwa keberadaan PEKKA di desanya cukup memberikan dampak yang positif bagi para perempuan kepala keluarga karena mampu meringankan
beban mereka terutama bidang ekonomi seperti adanya bea siswa bagi anak-anak mereka, pinjaman modal usaha dan kegiatan simpan pinjam kelompok. Namun
demikian, beliau pesimis keberadaan program PEKKA ini dapat meningkatkan status perempuan kepala keluarga menjadi setara dengan kepala keluarga laki-laki
karena bagaimanapun juga kodrat laki-laki dan perempuan berbeda.
“PEKKA itu bagus ya terutama bagi anggota yang ikut. Karena sekarang sangat terbantu mereka dalam masalah ekonomi ya, dengan
ikut PEKKA mereka bisa dapat pinjaman modal usaha, dapat bea siswa anak sekolah dan ada simpan pinjam jadi bisa terbantu lah
untuk kebutuhan mereka. PEKKA memang sudah banyak merubah kehidupan dan perilaku janda-janda di sini ke arah yang lebih baik
tapi saya belum yakin kalau perempuan itu bisa sama dengan laki-laki karena kan kodratnya emang beda. Um
” Berbeda dengan tokoh masyarakat lainnya, Ibu Rm yang merupakan istri
dari Kepala Desa Dayah Tanoh lebih menyeroti aspek sosial sebagai manfaat dari keberadaan program PEKKA ini. Menurut Ibu Rm keberadaan program PEKKA di
desanya telah memberikan manfaat kepada para perempuan kepala keluarga, khususnya dari aspek sosial karena sebelum adanya program ini banyak perempuan
kepala keluarga yang tidak pernah mengikuti kegiatan di desa, tidak tau program, umumnya merasa malu, minder dan tidak tahu apa-apa. Setelah adanya program
PEKKA ini, mereka menjadi mempunyai kegiatan sosial yang lebih bersifat organisasi. Mereka juga sekarang menjadi aktif dalam kegiatan kemasyarakatan
yang ada di desa, jika ada rapat desa mereka sudah berani datang. Keberadaan program ini juga telah mampu menggali dan mengembangkan potensi anggotanya
serta bisa tampil lebih percaya diri atau berani mengungkapkan pendapat di muka umum. Dari segi ekonomi, keberadaan program PEKKA ini sudah mampu
meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka melalui kegiatan pemberian pinjaman modal usaha dan kegiatan simpan pinjam kelompok. Berikut adalah kutipan
wawancara dengan Ibu Rm:
“Iya PEKKA memang telah beri banyak manfaat buat anggotanya. Misalnya dulu sebelum ada program ini mereka kan sangat jarang ikut
dalam kegiatan desa, katanya gak berani, malu, minder kalau hadir di muka umum. Tapi sekarang mereka jadi lebih aktif dalam kegiatan
desa, bahkan lsudah lebih berani diabandingkan dengan perempuan- perempuan lain yang bukan anggota. kalau dari segi ekonomi, mereka
sudah sudah lebih sejahtera lah buk...Rm
”
8.5 Ikhtisar
Tingkat keberdayaan perempuan kepala keluarga setelah mengikuti program pemberdayaan berbeda-beda Tabel 13.
Tabel 13 Matriks keberdayaan perempuan kepala keluarga Kriteria
keberdayaan Tipologi perempuan kepala keluarga
Pendengar Kurang aktif
Aktif 1.
Kesejahteraan Kesejahteraan
bathin rasa senang, ingin
berkumpul, dan lain-lain
Kesejahteraan material
penghasilan, pekerjaan, modal,
dan lain-lain Kesejahteraan
material penghasilan,
pekerjaan, modal , dan lain-lain
2. Akses
Pendidikan dan pelatihan kelas
KF, layanan kesehatan gratis
Dana BLM, pendidikan dan
pelatihan KF, Beasiswa anak,
akte kelahiran dan KTP
Dana BLM, pendidikan dan
pelatihan KF, Beasiswa anak,
akte kelahiran dan KTP, kegiatan
desa PKK
3. Partisipasi
Partisipasi rendah Awalnya rendah,
kemudian meningkat
Tinggi dalam kelompok dan
desa
4. Penyadaran
Belum ada Masih difasilitasi
PL Dari diri sendiri
5. Kontrol
Belum ada Dalam keluarga
dan kelompok Keluarga,
kelompok dan masyarakat lokal
Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat keberdayaan perempuan kepala keluarga dipengaruhi oleh bentuk komunikasi partisipatif mereka dalam program.
Perempuan yang aktif atau memiliki bentuk komunikasi cenderung dialogis dalam program memiliki tingkat keberdayaan paling tinggi dibandingkan dengan perempuan
kepala keluarga yang kurang aktif maupun perempuan yang hanya sebagai pendengar.
Secara umum, seluruh tokoh masyarakat yang diwawancarai tersebut berpendapat bahwa bagaimanapun juga, perempuan kepala keluarga tidak dapat
disejajarkan dengan kepala keluarga laki-laki karena sudah menjadi kodrat bahwa laki-
laki memang “lebih” dari perempuan. Terkait dengan perempuan yang memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga, mereka mengakui bahwa
memang ada perempuan yang memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga, namun hanya sebatas mengakui perannya, bukan statusnya. Status kepala keluarga
hanyalah milik laki-laki.
9 SIMPULAN DAN SARAN
9.1 Simpulan
1. Pada awal program bentuk komunikasi partisipatif cenderung bersifat monolog.
Namun, setelah menerima materi pengembangan diri dan berbagai pendekatan baik secara tatap muka interpersonal maupun pertemuan kelompok maka
perempuan kepala keluarga kecuali yang sudah berusia lanjut mengetahui hak- haknya sehingga mereka cenderung sudah dapat berkomunikasi secara dialogis.
2. Bentuk komunikasi monolog cenderung dipengaruhi oleh faktor umur,
pendidikan dan budaya patriarkhi. Perubahan bentuk komunikasi dari monolog ke tipologi multi track dan dialogis dipengaruhi oleh faktor individu, peran
pendamping dan sosial budaya dalam masyarakat. Namun, peran pendamping dan faktor sosial budaya tidak dapat mempengaruhi bentuk komunikasi
perempuan kepala keluarga yang berusia lanjut karena mereka mengikuti program hanya untuk mengisi waktu luang, berkumpul bersama, memperoleh
informasi dan pengetahuan sehingga bentuk komunikasi mereka tetap bersifat monolog.
3. Tingkat keberdayaan perempuan kepala keluarga dipengaruhi oleh bentuk
komunikasi partisipatif mereka dalam program. Perempuan yang aktif atau memiliki bentuk komunikasi cenderung dialogis dalam program memiliki tingkat
keberdayaan paling tinggi dibandingkan dengan perempuan kepala keluarga yang kurang aktif maupun perempuan yang hanya sebagai pendengar.
9.2 Saran
1. Untuk menciptakan komunikasi partisipatif dalam setiap program pembangunan
khususnya program pemberdayaan perempuan harus dilakukan pendekatan atau komunikasi secara interpersonal terlebih dahulu untuk mengetahui dan mengenal
sasaran penerima manfaat secara lebih dekat sehingga program pemberdayaan akan mudah dilaksanakan karena komunikasi secara partisipatif tidak akan terjadi
secara tiba-tiba atau spontanitas.
2. Keberdayaan perempuan kepala keluarga dalam program akan tercapai dengan
menggunakan strategi pendekatan yang partisipatif baik secara interpersonal maupun kelompok, membuka ruang akses seluas-seluasnya serta melibatkan
aktor strategis dalam pelaksanaan program.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, I. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta ID: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta ID: Rineka Cipta. [BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Laporan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium di Indonesia 2010. Jakarta ID: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Profil Usaha Kecil dan Menengah tidak Berbadan Hukum Indonesia. Jakarta ID: BPS.
Budiman, A. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta ID: Gramedia Pustaka Utama.
Bungin, B. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke Ragam Varian Kontemporer. Jakarta ID: Raja Grafindo Persada.
Burhanuddin. 2003. Peran komunikasi dalam pemberdayaan perempuan: kasus gerakan PKK di Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor ID:
Institut Pertanian Bogor. Cahyanto, PG. 2007. Efektivitas komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan prima
tani di Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Pontianak [tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor.
Chitnis, K. 2011. Recasting the process of participatory communication through Freiean praxis: the case of the comprehensive rural health project in Jamkhed,
India. Presented at the annual meeting of the International Communication Association. New York City NY: Sheraton New York .
Creswell, JW. 2002. Research Design Qualitative and Quantitatif Approaches. Volume ke-1. Angkatan III dan IV KIK UI penerjemah. Jakarta ID :KIK UI
Pr.
Effendy, OU. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung ID: Citra Aditya
Bakti. Fakih, M. 2003. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta ID: Pustaka
Pelajar.