Tahap Penumbuhan Ide Participatory Communication In Empowerment Program of Women Headed Household (A Case Study of Desa Dayah Tanoh, Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Aceh Province)

beberapa yang masih pasif terutama yang sudah berusia lanjut, mereka hanya hadir dan mendengarkan. Seperti yang diungkapkan Bapak MD: “Iya pada musyawarah untuk kegiatan simpan pinjam, menentukan tata cara simpan pinjam, besar dana simpanan, itu semuanya mereka yang putuskan dalam rapat anggota. Saya hanya memfasilitasi saja. Semua keputusan mereka yang tentukan, karena kegiatan ini kan untuk mereka sendiri, saya paling mengarahkan saja. Tapi di sini udah terlihat semua anggota sudah mulai aktif untuk berpendapat, mereka serius dan melaksanakan rapat dengan bagus, kan mereka udah dapat banyak meteri dan pelatihan sehingga mereka udah lebih berani mengeluarkan pendapat. Tidak ada yang mendominasi, gak ada yang memaksakan pendapatnya, kalau ada yang berbicara yang lain mendengarkan ya. Yang masih banyak diam itu ibu-ibu yang sudah tua ya. Sudah mulai bagus lah. MD ” Menurut hasil wawancara Ibu Sb yang berusia lanjut: “Saya lebih banyak diam, dengarkan saja biar mereka yang muda- muda yang berbicara menentukan. Kami yang sudah tua-tua ini ikut saja ama mereka, pasti keputusan mereka baik dan baik juga untuk kami. Kami senang bisa ikut program ini, walaupun kami sering banyak diam ya tapi kami senang bisa gabung sama mereka. Sb ” Sebagian besar informan menyatakan bahwa sudah ada perubahan ketika mengikuti pertemuan membahas tentang rencana kegiatan, mereka menjadi lebih berani dan aktif dalam mengeluarkan pendapat. Keberanian dan kemampuan untuk berbicara dan mengungkapkan pendapat di depan umum muncul setelah mereka mengikuti beberapa pelatihan, sehingga mereka pun sudah bisa mengemukakan pendapat dengan lebih baik. Hal ini seperti yang diungkapkan Ibu Hmm: “Iya ketika rapat mengenai rencana kegiatan simpan pinjam, kami sudah berani untuk bicara ya, gak malu-malu lagi. Kan kami udah banyak dapat pelatihan, materi dari PL jadi pengetahuan kami jadi tambah, kami juga dilatih untuk bisa berbicara di depan orang banyak. Kan program ini untuk kebaikan kami jadi kami harus sungguh-sungguh biar program ini dapat berjalan dengan baik kedepannya. Lagian kegiatan simpan pinjam ini kan bagus, nanti bisa membantu kami dan keluarga jika ada keperluan mendadak kan bisa minjam. Hmm ” Ibu NT mengungkapkan: “Penentuan besar simpanan wajib, simpanan pokok, dan sukarela anggota kita bahas bersama dalam rapat anggota, tata caranya juga. Dalam rapat itu semua dikasih kesempatan untuk bicara apa keinginannya, apa pendapatnya pokoknya gak ada pemaksaan dari PL atau bendahara. Semua keputusan merupakan kesepakatan bersama anggota. NT ” Kemudian juga dipertegas oleh Ibu BR: “Dalam menentukan kegiatan simpan pinjam, besar dana pokok, simpanan wajib dan sukarela kami tentukan bersama, cara-cara peminjaman juga kami yang tentukan, PL hanya memfasilitasi saja gak ada paksaan dari siapapun. Karena itu kan kegiatan kita anggota jadi semua kita yang putuskan, jadi dalam rapat itu semua berhak untuk kasih pendapat, ide. Setelah itu baru kita sama-sama putuskan mana yang terbaik. BR ” Melalui musyawarah tersebut dibicarakan beberapa hal, antara lain adalah besar simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela, tata cara peminjaman dan pengembalian, dan aturan-aturan lainnya. Pinjaman dan setoran dilakukan melalui bendahara tiap bulannya. Setiap anggota dapat meminjam sebesar Rp100 000 atau tergantung ketersediaan uang kas. Peminjam harus mengembalikan pinjaman dalam jangka waktu yang telah ditentukan, biasanya per bulan, jika tidak maka akan dikenakan denda berupa bunga pinjaman satu persen. Setoran dapat dilakukan setiap saat dengan jumlah yang tidak ditentukan. Setelah kegiatan simpan pinjam kelompok berjalan, tahun 2004 anggota kelompok juga menerima Bantuan Langsung Masyarakat BLM dari pemerintah sebagai program pemberdayaan ekonomi yang kedua. Semua anggota juga memiliki akses yang sama untuk mendapatkan bantuan dana ini dengan syarat pengajuan proposal usaha. Dalam perencanaannya, setiap anggota diberi kesempatan untuk menentukan jenis usaha dan jumlah dana yang akan diusulkan dalam proposal. Bagi anggota yang buta huruf, penyusunan proposal dibantu oleh PL dan bendahara kelompok. Dalam penyusunan proposal, anggota sering berdiskusi interpersonal dengan PL membahas mengenai jenis usaha yang cocok untuk diusulkan. PL bersedia berdiskusi dengan anggota kapan saja tidak hanya dalam pertemuan rutin kelompok. “BLM itu diberikan kepada semua anggota kelompok. Setiap anggota diberi kesempatan untuk menentukan sendiri jenis usaha yang akan dijalankan dan besar dana yang diperlukan untuk usaha. Waktu program BLM itu kan harus buat proposal, jadi anggota yang buta huruf kita bantu membuat proposalnya, bendahara juga banyak membantu. Anggota banyak berdiskusi dengan saya jenis usaha yang cocok untuk mereka. Saya sarankan usaha yang sudah sering dijalankan, atau yang sedang dijalankan sehingga bantuan tersebut bisa untuk tambahan modal dan resiko gagal rendah karena mereka udah ada pengalaman, tapi keputusan tetap di tangan mereka. MD ” Tata cara mengakses, menyusun proposal dan cara pengembalian dana bantuan tersebut dibahas dalam pertemuan rutin anggota. Penjelasan mengenai program BLM diberikan oleh bendahara kelompok yang sebelumnya telah terlebih dahulu mendapatkan pelatihan administrasi dan manajemen BLM. Setelah bendahara menjelaskan, semua anggota diberi kesempatan untuk bertanya dan berdiskusi dengan bendahara dan PL. Setelah semua mengerti, setiap anggota mulai menyusun proposal berdasarkan jenis usaha dengan jumlah dana yang dibutuhkan untuk kemudian diusulkan. “BLM itu kan syaratnya buat proposal. Jadi saya sebagai bendahara bertanggung jawab menyampaikan bagaimana manajemen BLM itu, karena hanya saya yang mendapatkan pelatihan tentang manajemen BLM jadi saya harus sampaikan ke anggota lain apa yang saya peroleh ketika pelatihan sehingga semua anggota mengerti. Saya juga selalu berkoordinasi dengan PL dan bersedia berdialog dengan anggota lain jika ada hal-hal yang ingin ditanyakan dan saya juga bersedia membantu membuat proposal ibu-ibu yang buta huruf. NT ” Pernyataan senada juga disampaikan oleh Ibu Am: “Iya kita dikasih dana bantuan yang disebut kalau gak salah BLM. syaratnya buat proposal sesuai jenis usaha dan disitu kita usulkan jumlah dana yang kira-kira sesuai dengan usaha kita. Kita buat proposal banyak belajar dari bendahara karena yang ikut pelatihan BLM kan cuma bendahara kemudian baru dia sampaikan ke kita anggota. Saya juga diskusi dengan PL jenis usaha yang kira-kira cocok dengan saya. Saya disarankan usahatani saja bisa tambah modal karena selama ini saya emang kerja di sawah jadi sudah biasa. Anggota yang lain juga gitu banyak yang diskusi dengan PL atau bendahara. Ada yang usul usaha bertani, jualan kios dan jualan kue. Am ” Sebagian besar anggota kelompok berperan aktif dalam kegiatan perencanaan program BLM ini. Sebagian besar dari mereka mengusulkan usaha yang sudah mereka jalankan sebelumnya yaitu bertani dan berdagang. Selain itu, mereka menganggap sudah berpengalaman di bidang tersebut sehingga dapat mengurangi resiko kegagalan usaha. Salah satu motivasi mereka mau terlibat aktif dalam perencanaan program ini adalah mereka menganggap program BLM ini bisa menambah modal usaha dan meningkatkan pendapatan mereka. “Iya hampir semua anggota kelompok mengusulkan proposal dengan jenis usahanya masing-masing, kebanyakan sih usaha yang sudah dijalankan sekarang kayak saya usahatani ya saya usul untuk usahatani saja, gak berani usaha lain gak ada pengalaman jadi takut gak berhasil. Iya, sangat bagus kan bisa nambah modal ya, kalau berhasil bisa nambah pendapatan, jadi semua kita itu sibuk waktu itu untuk buat proposal. Rh ” Namun demikian, ternyata tidak semua anggota ikut dalam kegiatan perencanaan ini. Sebanyak lima orang tidak ikut dan mereka semua telah berusia lanjut. Mereka tidak termotivasi untuk melakukan usaha apapun karena usia yang sudah tua. Seperti yang diungkapkan Ibu Sb: “Saya gak ikut buat proposal. Saya kan udah tua udah gak tau mau usaha apalagi, saya udah gak kuat. Saya gak ada pendapatan, sekarang saya tinggal sama anaknya, saya dibiayai anak saya. Jadi kalau buat proposal yang ada beban saya gak tau mau balikin dana gimana gak ada uang. Jadi lebih baik saya gak ikut. Sb ” Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam tahap perencanaan program, semua perempuan kepala keluarga memiliki akses yang sama baik dalam rapat pembentukan kelompok, perencanaan kegiatan simpan pinjam maupun kegiatan perencanaan usulan dana BLM. Seluruh informan mengaku diundang dan hadir dalam pertemuan tersebut. Bentuk komunikasi yang berlangsung adalah bersifat monolog dan dialog. Mereka juga sudah mulai terlibat aktif dalam menyampaikan pendapat, keiunginan dan mengajukan pertanyaan. Mereka juga memiliki kebebasan untuk memutuskan jenis usaha yang ingin diusulkan dalam proposal pengajuan dana BLM berdasarkan hasil konsultasi dengan PL. Aktivitas komunikasi antara sesama anggota dan dengan PL sudah lebih terbuka, mereka bisa saling berkomunikasi melalui pertemuan-pertemuan dan tatap muka interpersonal.

6.3 Tahap Pelaksanaan Program

Pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi perempuan kepala keluarga merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan dalam PEKKA. Pelaksanaan program bertujuan agar perencanaan yang telah dirumuskan yaitu pertemuan rutin anggota, kegiatan simpan pinjam dan usaha produktif masing-masing anggota sesuai dengan proposal dapat dijalankan oleh anggota. Matriks komunikasi partisipatif pada tahap pelaksanaan program dapat dilihat pada Tabel 11. Pada tahapan ini semua informan mengaku memiliki akses yang sama dalam setiap kegiatannya. Dalam pertemuan rutin, semua anggota diundang secara informal melalui pengumuman oleh ketua atau bendahara kelompok dengan menggunakan pengeras suara yang ada di meunasah sesuai dengan kesepakatan pada saat perencanaan kegiatan sebelumnya. Pengumuman biasanya dilakukan satu hari lebih awal dari pertemuan supaya anggota dapat mengatur waktu beraktivitas dengan kegiatan rapat. Pertemuan biasanya dilaksanakan setelah waktu zuhur, karena banyak anggota yang memiliki aktivitas di pagi hari. Tabel 11 Matriks komunikasi partisipatif pada tahap pelaksanaan program Kegiatan Isi pesan Bentuk komunikasi Partisipan yang berperan Akses Cara berkomunikasi 1. Pertemuan rutin anggota, membahas tentang: a. Materi pengemban gan diri anggota b. Laporan kegiatan simpan pinjam kelompok Informasi mengenai hukum, politik, ekonomi, dan kesehatan perempuan Informasi mengenai kegiatan simpan pinjam kelompok Semua anggota diundang dan tidak semua dapat hadir Semua anggota dapat meminjam dan mengembali kan dana Monolog dan dialog Dialog PL, pakar, semua anggota yang hadir kecuali yang berusia lanjut. Yang sering tidak hadir adalah Ibu NC, BR, Hmm PL, bendahara dan semua anggota kecuali anggota yang sudah berumur lanjut 2. Usaha produktif dan pendampingan usaha Informasi mengenai perkembangan usaha Semua anggota dapat memperoleh dana BLM untuk modal usaha produktif Dialog PL dan semua anggota kecuali anggota yang sudah berumur lanjut Semua informan menyatakan selalu berusaha untuk mengikuti pertemuan meskipun kadang sulit membagi waktu antara pekerjaan dengan jadwal pertemuan. Anggota yang berprofesi sebagai petani lebih mudah membagi waktu antara pekerjaan dengan pertemuan karena tempat kerja lahan sawah mereka masih berada di sekitar desa, sedangkan anggota yang berdagang ke luar desa pasar kecamatan sedikit sulit dalam membagi waktu sehingga mereka sering telat menghadiri pertemuan. Ini seperti diungkapkan Ibu NC yang sehari-hari berjualan kue di Pasar Kota Beureunun berikut ini: