Pemberdayaan Perempuan dalam Program Pembangunan

3 KERANGKA PEMIKIRAN Pengembangan Program pemberdayan Perempuan Kepala Keluarga pada dasarnya merupakan proses komunikasi pembangunan. Sebagai sebuah proses komunikasi, program ini merupakan sebuah pesan pembangunan. Secara umum program ini bertujuan untuk memperkuat perempuan kepala keluarga agar dapat berkontribusi pada proses membangun masyarakat yang sejahtera, demokratis, berkeadilan gender dan bermartabat. Kegiatan tersebut harus melibatkan partisipasi perempuan kepala keluarga dalam setiap tahapannya sehingga program pemberdayaan bisa mencapai tujuan yang diinginkan. Upaya penumbuh dan pengembangan partisipasi perempuan kepala keluarga dalam program dapat diupayakan melalui kegiatan pemberdayaan yang dalam prakteknya dilakukan melalui kegiatan komunikasi pembangunan yang partisipatif. Komunikasi partisipatif dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang memberikan kebebasan, hak dan akses yang sama dalam memberikan pandangan, perasaan, keinginan, pengalaman dan menyampaikan informasi ke masyarakat untuk menyelesaikan sebuah masalah bersama Bordenave dalam White 2004. Menurut Tufte dan Mefalopulos 2009 terdapat tiga cara untuk melakukan komunikasi dalam sebuah program yaitu: 1 komunikasi secara monologik, di mana komunikasi yang hanya berlangsung satu arah dari komunikator yang tidak memberikan kesempatan orang lain komunikan untuk berbicara atau menyampaikan reaksi; 2 komunikasi secara dialogik, di mana komunikasi yang berlangsung dua arah dari komunikator ke komunikan, komunikan diberi kesempatan bahkan diharapkan memberikan tanggapan atau feedback dan 3 komunikasi secara gabungan dari monologik dan dialogik atau multi tract. Rahim dalam White 2004 menyatakan bahwa penerapan komunikasi partisipatif melalui model dialogis menuntut adanya pengetahuan tentang heteroglassia sosial dalam sistem pembangunan. Pengetahuan tentang informasi detail dan signifikan tentang kelompok sosial dan masyarakat serta hubungan struktural yang mencakup aspek; ekonomi, sosial dan aktivitas budaya serta event- event yang merupakan pola kehidupan mereka yang normal; agen dan lembaga, melalui mana mereka dapat mewakilkan sudut pandang dan nilai-nilai. Menurut Mefalopulos 2003 faktor internal yang mempengaruhi komunikasi partisipatif merupakan karakteristik masyarakat sebagai sistem sosial dan heteroglassia sosial yang kompleks dengan perbedaan-perbedaan dalam usia, pendidikan, status perkawinan, jumlah tanggungan, jenis pekerjaan, motivasi dan faktor lainnya. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh dalam penerapan komunikasi partisipatif melalui dialog adalah peran pendamping sebagai agen eksternal Ife 1995, dan dukungan kelembagaan White 2004. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian diarahkan untuk melihat bagaimana faktor individu, peran pendamping dan komponen sosial budaya mempengaruhi komunikasi partisipatif dalam program pemberdayaan perempuan kepala keluarga di Desa Dayah Tanoh. Faktor individu terdiri dari umur, pendidikan, alokasi waktu yang dipengaruhi oleh sebab menjadi kepala keluarga, jumlah tanggungan keluarga dan pekerjaan, dan motivasi. Adapun komponen sosial budaya meliputi kelembagaan kemasyarakatannorma dan bahasa. Analisis proses partisipasi atau peranserta perempuan kepala keluarga sangat penting untuk dilakukan karena dengan demikian usaha komunikasi program pembangunan dalam masyarakat akan memperoleh suatu hasil yang maksimal. Analisis proses partisipasi masyarakat dalam pembangunan meliputi empat tahap, yaitu: 1 penumbuhan ide, 2 perencanaan, 3 pelaksanaan, dan 4 penilaian evaluasi Levis 1996. Kegiatan pemberdayaan melalui komunikasi pembangunan yang partisipatif ini berpengaruh terhadap keberhasilan program yang dilihat dari tingkat keberdayaan perempuan kepala keluarga sebagai peserta program, mencakup: 1 meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan Perempuan Kepala Keluarga; 2 membuka akses terhadap berbagai sumber daya; 3 membangun kesadaran kritis baik terhadap kesetaraan peran, posisi, dan status mereka, maupun terhadap kehidupan sosial politiknya; 4 meningkatkan partisipasi dalam berbagai proses kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya; 5 meningkatkan kontrol terhadap proses pengambilan keputusan mulai di tingkat rumah tangga hingga negara. Secara detail kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2 berikut. Gambar 2 Kerangka pemikiran Peran pendamping Komponen sosial budaya: Lembaga kemasyarakatan norma Bahasa Karakteristik individu: Umur Pendidikan Alokasi waktu sebab menjadi pekka, jumlah tanggungan keluarga dan pekerjaan Motivasi Bentuk Komunikasi Partisipatif akses dan cara berkomunikasi dalam program pada tahap: Penumbuhan ide Perencanaan program Pelaksanaan program Evaluasi terhadap program Keberdayaan Perempuan Kepala Keluarga: 1. Kesejahteraan 2. Akses terhadap sumber daya 3. Kesaadaran kritis 4. Partisipasi 5. Kontrol 4 METODE PENELITIAN

4.1 Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian. Terdapat empat paradigma utama yang bersaing dalam ilmu pengetahuan dengan berbagai asumsi-asumsi yang mendasarinya, yaitu positivisme, post-positivisme, teori kritis dan konstruktivisme Lincoln dan Guba dalam Salim 2001. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin menganalisis suatu program pemberdayaan perempuan khususnya program pemberdayaan perempuan kepala keluarga dan komunikasi partisipatif yang berlangsung di dalamnya. Oleh karena itu maka paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis yang digunakan dikaitkan dengan beberapa pertimbangan, misalkan secara ontologis sifat realita, aliran ini menyatakan bahwa realitas sosial adalah wujud bentukan construction individu-individu subyek yang terlibat dalam penelitian yaitu terutama tineliti dan peneliti, bersifat subyektif dan majemuk. “subyektif” di sini berarti “melihat dari sudut pandang tineliti sebagai subyek penelitian. ” Realitas sosial bersifat subyektif, maka secara epistemologi hubungan antara peneliti dan tineliti terjadi interaksi sosial yang dinamis, informal, dan akrab. Hubungan antara peneliti dan tineliti dirumuskan sebagai hubungan “subyek-subyek.” bukan hubungan “subyek-obyek” seperti pada penelitian kuantitatif. Dalam arti bahwa antara peneliti dan tineliti memiliki kedudukan sebagai orang yang sama-sama belajar memaknai realitas sosial yang diteliti bahkan kadang peneliti bisa menjadi orang yang diteliti. Secara metodologis, proses penelitiannya bersifat induktif yang berorientasi pada pengembangan pola dan teori untuk mendapatkan pemahaman yang bersifat kontekstual atas suatu kejadian atau gejala sosial Creswell 2002.

4.2 Desain Penelitian

Paradigma konstruktivis merupakan bagian dari pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami suatu situasi sosial, peristiwa, peran, kelompok atau interaksi tertentu. Penelitian ini merupakan sebuah proses investigasi dimana peneliti secara bertahap berusaha memahami fenomena sosial dengan membedakan, membandingkan, meniru, mengkatalogkan dan mengelompokkan obyek studi Miles dan Huberman 1992. Pendekatan kualitatif bersifat “emic” artinya memperoleh data bukan “sebagaimana seharusnya,” bukan berdasarkan apa yang dipikirkan oleh peneliti, tetapi berdasarkan “sebagaimana adanya” yang terjadi di lapangan, yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh sumber data Sugiyono 2008. Penelitian kualitatif adalah meneliti subyek penelitian atau informan dalam lingkungan hidup kesehariannya. Peneliti kualitatif sedapat mungkin berinteraksi secara langsung dan mengenal secara dekat dunia kehidupan informan, mengamati dan mengikuti alur kehidupan informan secara apa adanya. Istilah kualitatif menunjuk pada proses dan makna yang tidak diuji atau diukur secara ketat dari segi kuantitas, jumlah, intensitas atau frekuensi, penekanan diberikan pada sifat konstruksi sosial dari realitas dan mencari jawaban bagaimana pengalaman sosial dibentuk dan diberi makna Denzin dan Lincoln dalam Salim 2001. Untuk mengungkap dan menemukan proses dari suatu fenomena dinamika komunikasi partisipatif dalam program pemberdayaan pada perempuan kepala keluarga dan keberhasilan program yang dilihat dari tingkat keberdayaan perempuan kepala keluarga, komunikasi dan interaksi, presentasi diri mereka dalam kegiatan kemasyarakatan juga perilaku keseharian serta pengalaman hidupnya, maka peneliti mengkategorikan penelitian ini sebagai penelitian kualitatif perspektif subyektif. Dengan kata lain, hal ini dapat dijelaskan dengan pendekatan konstruksi sosial. Konstruksi sosial melihat realitas sebagai sesuatu yang dibentuk secara sosial. Dalam hal ini konstruksi sosial menekankan bahwa bagaimana realitas keadaan dan pengalaman tentang sesuatu diketahui dan diinterpretasikan melalui aktivitas sosial Abdullah 2006. Tujuan penelitian kualitatif ini adalah untuk memahami situasi sosial, peristiwa, peran, makna yang dipersepsikan kelompokindividu atau interaksi tertentu. Pada umumnya pendekatan ini merupakan sebuah proses investigasi di mana peneliti secara bertahap berusaha memahami makna dari presentasi diri dan impression management yang ditampilkan verbal dan non-verbal dalam interaksi dan komunikasi perempuan kepala keluarga dengan mengkaji hal-hal yang membedakan, lalu membandingkan, dan kemudian mengelompokkan obyek kajian penelitian Creswell 2002. Selanjutnya peneliti juga memasuki dunia informan dan melakukan interaksi dan berkomunikasi secara terus-menerus, mencari sudut pandang atau persepsi dari informan itu sendiri. Jika Lindof menyebutkan bahwa penelitian kualitatif dalam ilmu komunikasi, dengan “paradigma interpretif”, Mulyana menyebutkan “perspektif subyektif” Mulyana 2003. Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus, yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subyek yang sempit, tetapi ditinjau dari sifat penelitian, penelitian kasus lebih mendalam Arikunto 2007. Sebuah definisi yang lebih tegas dan bersifat teknis sehingga sangat membantu tentang studi kasus diberikan Yin 2002 yang menyebutkan bahwa studi kasus adalah inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tidak tampak dengan tegas dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan. Lebih terinci studi kasus mengisyaratkan keunggulan-keunggulan berikut: 1. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan antar variabel serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman yang lebih luas lagi. 2. Studi kasus memberikan kesempatan-kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenai konsep-konsep dasar perilaku manusia. Melalui penyelidikan intensif dapat ditemukan karakteristik dan hubungan-hubungan yang mungkin tidak diharapkandiduga sebelumnya. 3. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan dalam rangka pengembangan ilmu-ilmu sosial.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Dayah Tanoh Kecamatan Mutiara Timur Kebupaten Pidie Provinsi Aceh. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan sengaja purposive, dengan alasan bahwa desa ini merupakan salah satu desa yang mendapat Program PEKKA di wilayah Aceh dan dekat dengan tempat tinggal, ini diharapkan dapat mengurangi hambatan ekonomis dan budaya dengan subyek penelitian. Pengambilan dan pengumpulan data serta penyempurnaan panduan wawancara dilaksanakan sejak April sampai dengan Mei 2012, kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data dan penyusunan hasil penelitian pada bulan Desember 2012 sampai dengan bulan April 2013. Berinteraksi dengan masyarakat Desa Dayah Tanoh terutama dengan perempuan kepala keluarga selama satu bulan lebih, rasanya tidak cukup untuk mengungkapkan dan memahami seluruh gejala dan situasi yang terjadi serta dialami oleh perempuan kepala keluarga di Desa Dayah Tanoh. Selama melakukan penelitian, peneliti tidak pernah menginap di rumah informan karena pada saat itu peneliti sedang dalam keadaan mengandung enam bulan, sehingga pengambilan data dilakukan dengan datang pukul 08.00 WIB dan pulang pukul 05.00 WIB. Peneliti menginap di desa lain yang tidak terlalu jauh dengan lokasi penelitian dan dapat ditempuh dalam waktu 15 menit dengan kendaraan bermotor. Penelitian yang dilaksanakan selama satu bulan lebih menjadikan keakraban dengan masyarakat Desa Dayah Tanoh khususnya perempuan kepala keluarga, sehingga dapat menambah kepercayaan tineliti sehingga keterangan data dan informasi yang diberikan oleh tineliti adalah benar dan jujur.

4.4 Penentuan Subyek Penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman, dan guru dalam penelitian. Informan dalam penelitian kualitatif bukan disebut sampel statistik yang harus mewakili kondisi populasi untuk kepentingan generalisasi populasi, melainkan subyek penelitian yang dipilih sesuai pertimbangan dan tujuan penelitian yaitu