Persiapan dan Pemeliharaan Hewan Uji

26 0.59 0.63 0.75 0.45 0.61 0.54 0.80 0.74 0.57 0.74 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 Basal Basal+S. polycystum Basal+G. lichenoides Basal+U. reticulata K onsum si ag ar i nd -1 g bb Perlakuan a b ab ab ab ab ab ab ab b

4.2 Hasil Pengujian Palatabilitas Makroalga Kering

Tanggap T. gratilla dalam bentuk konsumsi terhadap penambahan tiga jenis makroalga kering Sargassum polycystum, Gracilaria lichenoides dan Ulva reticulata dalam agar dengan taraf dosis berbeda 0, 10, 20, 30 menunjukkan preferensi yang berbeda nyata one way ANOVA, F=3,331, p0,05. Secara umum penambahan U. reticulata kering dalam agar memberikan tanggap terbaik dibandingkan dengan penambahan kedua jenis makroalga lainnya. Uji lanjut mengungkapkan konsumsi antar perlakuan Basal dengan Basal+S. polycystum 30 dan Basal+U. reticulata 20 beda nyata, tetapi kedua perlakuan dengan penambahan makroalga tersebut tidak beda nyata dengan tujuh perlakuan lain Tukey, p0,05 Gambar 10. Hasil percobaan ini mengindikasikan penambahan makroalga kering ke dalam pakan buatan dalam konsentrasi tertentu berpengaruh terhadap besar konsumsi agar oleh T. gratilla. Percobaan lebih lanjut memperkuat hasil pengujian sebelumnya bahwa penambahan U. reticulata kering sebesar 20 bobot agar merupakan perlakuan terbaik terhadap tanggap T. gratilla dalam bentuk konsumsi agar, dibandingkan dengan perlakuan lain Tukey, p0,05 Gambar 11. Proses pengeringan makroalga dapat berdampak negatif terhadap palatabilitasnya bagi herbivora laut Cronin dan Hay 1996. Dworjanyn et al. 2007 melaporkan juvenil T. gratilla mengkonsumsi U. lactuca lebih banyak dibandingkan S. linearifolium yang telah dikeringkan. Penelitian lain mencatat S. droebachiensis mengkonsumsi U. linza lebih banyak dibandingkan Palmaria palmata dan Laminaria saccharina Daggett et al. 2005. Gambar 10 Konsumsi agar T. gratilla selama 24 jam terhadap penambahan tiga jenis makroalga kering pada taraf dosis yang berbeda ‘0’ , ‘10’ , ‘20’ , ‘30’ n=20 ind wadah -1 , rerata±simpangan baku. Kolom dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji Tukey 27 0.86 0.79 0.62 1.45 0.31 0.65 1.06 1.88 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 Hari ke-1 Hari ke-2 K onsum si ag ar i nd -1 g bb Waktu Pengamatan c bc b a c b a a Gambar 11 Konsumsi agar T. gratilla selama 24 jam pada perlakuan ‘Basal’ , ‘S. polycystum’ , ‘G. lichenoides’ , ‘U. reticulata’ taraf dosis 20, n=5 ind wadah -1 , rerata±simpangan baku. Kolom dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 uji Tukey Protein merupakan faktor yang penting pada diet bulubabi dan seringkali dilibatkan sebagai faktor yang menentukan dalam pemilihan makanan Hammer et al. 2004, diacu dalam Dwarjanyn et al. 2007. Kandungan protein pada berbagai jenis makroalga fluktuatif bergantung pada konsentrasi nutrien nitrogen dalam air laut Fujita 1985. Ketiga jenis makroalga yang digunakan dalam pengujian palatabilitas memiliki nilai energi dan kadar protein berbeda. U. reticulata memiliki kadar protein 10,38 berat basah lebih tinggi dibandingkan S. polycystum dan G. lichenoides 8,60 dan 6,31 berat basah Gambar 12. Hasil pengujian dengan uji korelasi product moment Pearson menggambarkan hubungan yang lemah antara protein, energi dan rasio protein terhadap energi dari ketiga jenis makroalga dengan tingkat konsumsi agar r=0,489, 0,495 dan 0,364. Hubungan tersebut diperkuat uji signifikansi dua sisi yang menyimpulkan tidak ada hubungan antara protein, energi dan rasio protein terhadap energi dengan tingkat konsumsi agar p0,025. Hal yang sama dilaporkan Dworjanyn et al. 2007 atas enam jenis makroalga dan lamun yang diuji pada juvenil T. gratilla. Fakta tersebut membuktikan bahwa preferensi T. gratilla tidak semata-mata hanya dipengaruhi nilai protein, energi dan rasio protein terhadap energi suatu bahan. Namun, ada faktor lain yang bertindak sebagai stimulan sehingga dapat mempengaruhi preferensi dan tanggap T. gratilla terhadap konsumsi agar. Hirarki preferensi yang digambarkan Steinberg dan van Altena 1992, menunjukkan bulubabi lebih memilih jenis makroalga tertentu ketika diberikan pilihan pakan alami. Faktanya, sebagai sumber makanan makroalga sangat bervariasi dalam morfologi, kualitas nutrisi, metabolit sekunder dan derajat pengapuran yang berpengaruh terhadap preferensi pemangsanya Vadas 1977; Sakata et al. 1989; Duffy dan Hay 1990; Wright et al. 2005. Pengamatan di lapangan dan pengujian di laboratorium menunjukkan metabolit sekunder dapat