Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir

adalah nelayan Muroami, Manyang, Bubu, Pancing, Ikan Hias, dan pekerjaan yang mempunyai penghasilan bulanan yang tetap PNSTNIPolriSwasta disusul mata pencaharian lainnya. Tabel 7. Luas Kelurahan Dalam Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu No. Kelurahan Luas Wilayah Pulau Jumlah Pulau Ha Hunian Pulau 1. Kel. Pulau Panggang 62,10 2 14 - Pulau Panggang - Pulau Pramuka 2. Kel. Pulau Kelapa 258,47 2 37 - Pulau Kelapa - Pulau Kelapa Dua 3. Kel. Pulau Harapan 244,72 2 30 - Pulau Harapan - Pulau Sebira Sumber : BPS Kab. Adm. Kepulauan Seribu 2011 Kondisi kawasan yang sebagian besar laut dan terdiri dari pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh terumbu karang, menyebabkan sebagian besar masyarakat memilih pekerjaaan sebagai nelayan. Ketergantungan masyarakat sangat tinggi terhadap sumberdaya, baik perikanan tangkap, karyawan swasta di sektor perikanan budidaya, budidaya karang hias, penambang karang dan pasir yang juga menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya seperti yang disajikan pada tabel 8. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mendapat perhatian pemerintah yang cukup besar untuk pelestarian lingkungan dan relatif lebih intensif, hal ini karena kabupaten tersebut merupakan daerah yang menjadi tujuan utama wisata masyarakat Jakarta dan dari daerah lainnya, maupun dari wisatawan mancanegara. Upaya pemerintah daerah dalam mengelola lingkungan terkendala oleh karena banyaknya pulau-pulau yang harus di tangani dan keterbatasan sarana-prasarana yang dimiliki pemerintah. Kabupaten Kepulauan Seribu secara administratif berada di bawah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Potensi utama Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, yaitu kawasan yang terdiri dari pulau-pulau dan perairan laut. Sebagai daerah yang sebagian Tabel 8. Ancaman utama terhadap sumberdaya di Taman Nasional Kepulauan Seribu Ancaman Tingkat Ancaman Dampak Utama Tekanan populasi Tinggi Degradasi sumberdaya, Penduduk kepunahan spesies, Penambangan Sedang Perubahan bentang alam, Pasir dan Karang Tinggi degradasi sumberdaya, kepunahan spesies, peningkatan abrasi Pembuatan dam Sedang Perubahan bentang alam, degradasi sumberdaya, kepunahan spesies, peningkatan abrasi Aktivitas penangkapan Sedang Degradasi sumberdaya, ikan di zona inti I kepunahan spesies Aktivitas penangkapan Sedang Degradasi sumberdaya, Ikan di zona inti II kepunahan spesies Aktivitas nelayanwisata Tinggi Degradasi Sumberdaya Di zona inti III Kepunahan spesies Penggunaan Potasium Sedang Degradasi sumberdaya, cianida untuk menangkap kepunahan spesies ikan Penangkapan ikan dengan Tinggi Degradasi sumberdaya, jaring muroami kepunahan spesies Pencemaran limbah padat Tinggi Degradasi sumberdaya, dan cair kepunahan spesies Pengambilan kayu bakau Sedang Degradasi sumberdaya, kepunahan spesies, peningkatan abrasi Budidaya dalam keramba Tinggi Degradasi sumberdaya tanpa ijin BTNKpS Sumber : Laporan Statistik BTNKpS 2010 Data primer 2012 besar wilayahnya merupakan perairan dan didalamnya terdapat kawasan konservasi, maka pengembangan wilayah ini oleh pemerintah daerah lebih diarahkan untuk : 1 Meningkatkan kegiatan pariwisata, 2 Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat nelayan melalui pengembangan budidaya laut 3 Pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan konservasi ekosistem terumbu karang dan mangrove. Potensi sumberdaya ini tidak hanya untuk dieksploitasi, namun dilindungi dan dikembangkan serta diharapkan menjadi penggerak utama pembangunan masyarakat dan wilayah Kebupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Sebagai daerah administrasi di bawah Propinsi DKI, maka kebijakan penataan ruang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu berdasarkan RTRW Propinsi DKI Jakarta tahun 2010-2030. Salah satu kebijakan penataan ruang yang terkait secara langsung dengan TNKpS adalah mempertahankan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, hutan lindung, taman nasional laut Kepulauan Seribu untuk perlindungan keanekaragaman biota, ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Kebijakan dalam pengaturan pola ruang perairan pesisir Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas delapan kategori peruntukan, yaitu: 1 Kawasan konservasi perairan laut 2 Kawasan pariwisata laut 3 Kawasan budidaya laut 4 Kawasan perikanan tangkap 5 Kawasan daerah perlindungan laut 6 Kawasan pertambangan 7 Kawasan perluasan dan rehabilitasi fisik laut 8 Kawasan percepatan pembentukan pulau-pulau baru Salah satu dari kebijakan pemerintah daerah dalam bidang konservasi adalah dengan penetapan Daerah Perlindungan Laut DPL, yang karena berada dalam kawasan taman nasional kemudian menjadi Area Pelindungan Laut APL yang merupakan areal perairan dangkal dan merupakan ekosistem terumbu karang yang kondisi tutupan karang hidupnya masih baik. Berdasarkan kesepakatan bersama masyarakat setempat ditetapkan sebgai areal tertutup untuk dieksploitasi, dilarang memasukkan biota dan material apapun ke dalam areal tersebut, dalam jangka waktu tertentu. Adapun tujuan penetapan DPL adalah untuk mempertahankan populasi ikan dan menjaga keanekaragaman hayati sumberdaya perairan laut dari eksploitasi manusia, sehingga kelimpahan sumberdaya perairan laut tetap lestari secara alamiah. Daerah perlindungan laut dikelola dan diawasi secara swadaya oleh masyarakat setempat dan terus dikembangkan di setiap pulau pemukiman dan kawasan pemanfaatan wisata. Dalam penetapan luas DPL sangat tergantung dengan kondisi keragaman biota sangat tergantung dengan kondisi keragaman biota, kelimpahan jenis, kondisi tutupan karang hidup serta kemampuan kelompok masyarakat mengawasi areal perlindungan tersebut. Sebagai penyangga keanekaragaman hayati dan populasi biota perairan laut dikelola dengan sistem zonasi, yaitu zona inti dengan luas 10.000 m 2 dan zona lindung 50.000 m 2 , serta dapat dimanfaatkan sebagai objek atraksi wisata bahari, seperti; wisata selam diving, rekreasi snorkling, dan wisata pancing. Prinsip dalam pengelolaan DPLAPL meliputi: 1 Prinsip keseimbangan dan berkelanjutan. 2 Prinsip keterpaduan. 3 Prinsip pengelolaan berbasis masyarakat. 4 Prinsip pemberdayaan masyarakat pesisir. 5 Prinsip akuntabel dan transparan. 6 Prinsip pengakuan terhadap kearifan tradisional masyarakat.

4.2. Taman Nasional Kepulauan Seribu

Pada awal sebelum Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dibentuk, pada sebagian wilayah perairan Kepulauan Seribu adalah Cagar Alam berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 527KptsUm71982 tanggal 21 Juli 1982 dengan nama Cagar Alam Laut Pulau Seribu seluas 108.000 hektare. Dalam rangka untuk peningkatan pengelolaan Cagar Alam Laut sebagai Kawasan Taman Nasional Laut, Direktur Taman Nasional dan Hutan Wisata mengeluarkan keputusan Nomor 02VITN-2SK1986 Tanggal 16 April 1986 tentang pembagian zona di Kawasan Cagar Alam Pulau Seribu, dari Zona Inti, Zona Pelindung, Zona Pemanfaatan, dan Zona Penyangga. Latar belakang potensi sumberdaya alam laut daerah ini dan tingkat keragaman flora maupun faunanya, menjadi dasar pemikiran bahwa diperlukan suatu pengelolaan yang khusus, maka berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162Kpts-II1995 tanggal 21 Maret 1995 di alih fungsi menjadi kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu TNKpS yang berfungsi sebagai kawasan konservasi laut. Selanjutnya, kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu diserahkan kepada Direktorat jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Dirjen PHKA yang kemudian membentuk Unit Pelaksana Teknis UPT Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu BTNKpS berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 185Kpts-IV1997 dan berlokasi di Pulau Pramuka. Kawasan TNKpS termasuk dalam Kecamatan Kepulauan Seibu Utara sesudah pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, yang terdiri dari tiga kelurahan Tabel 7. Tahun 2001 dilakukan penataan batas kawasan oleh Panitia Penataan Batas Kawasan TNKpS yang diketuai oleh Bupati Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan mengeluarkan Berita Acara Penataan Batas Kawasan TNKpS yang di sahkan pada tanggal 11 Desember 2001. Pada tahun yang sama pula Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu melakukan evaluasi zonasi sebagai bahan masukan bagi penyusunan tata ruang wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan usulan perubahan zonasi yaitu Zona Inti, Zona Bahari, Zona Pemanfaatan Wisata, dan Zona Pemukiman. Pada tahun 2002 dilakukan penetapan kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu melalui Keputusan Menteri Kehutanan nomor 6310Kpts- II2002 tentang penetapan Kawasan Pelestarian Alam Perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 Ha yang terletak di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor 05IV-KK2004 tentang pembagian zona kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu, yaitu: 1 Zona Inti, Taman Nasional seluas 4.449 hektare adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dimana tidak diperkenankan adanya aktivitas oleh masyarakatnelayan, untuk pengelolaan dalam zona inti, hanya dapat dilakukan kegiatan seperti, penelitian, pendidikan, dan penunjang budidaya; monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pembangunan sarana dan prasarana untuk monitoring yang tidak merubah bentang alam. Zona inti TNKpS, yaitu: 1 Zona Inti I 1.389 hektar meliputi perairan sekitar Pulau Gosong Rengat dan Karang Rengat, pada posisi geografis 5 27’00” – 5 29’00” LS dan 106 26’00” –106 28’00” BT, yang merupakan perlindungan penyu sisik Eretmochelys imbricata dan ekosistem terumbu karang. 2 Zona Inti II 2.490 hektar meliputi daratan dan perairan sekitar Pulau Penjaliran Barat, Pulau Penjaliran Timur, dan perairan sekitar Pulau Peteloran Barat, Pulau Peteloran Timur, Pulau Karang Buton, dan Gosong Penjaliran pada posisi 5 26’36” – 5 29’00” LS dan 106 32’00” – 106 35’00” BT, yang merupakan perlindungan penyu sisik Eretmochelys imbricata , ekosistem terumbu karang, dan ekosistem hutan mangrove. 3 Zona Inti III 570 hektar meliputi perairan sekitar Pulau Kayu Angin Bira, Pulau Belanda, serta bagian Utara perairan Pulau Bira Besar pada posisi 5 36’00”–5 37’00” LS dan 106 33’36”–106 36’42” BT, yang merupakan perlindungan penyu sisik Eretmochelys imbricata dan ekosistem terumbu karang. 2 Zona Perlindungan, taman nasional seluas 26.284,50 hektar, bagian yang berfungsi sebagai penyangga zona inti, kegiatan yang dapat di lakukan adalah pendidikan, penelitian, wisata terbatas, dan penunjang budidaya; membangun sarana prasarana untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan wisata terbatas dan untuk pembinaan habitat, pembinaan populasi, dan pemanfaatan jasa lingkungan serta pemanfaatan tradisional. Zona bahari meliputi perairan sekitar Pulau Dua Barat, Pulau Dua Timur, Pulau Jagung, Gosong Sebaru Besar, Pulau Rengit, Pulau Karang Buton, dan Pulau Karang Mayang pada posisi geografis 5 24’00” – 5 30’00” LS dan 106 25’00” –106 ’40’00” BT, dan daratan Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran Timur seluas 39,5 hektar. 3 Zona Pemanfaatan Wisata, seluas 59.634,50 hektare yang dijadikan sebagai pusat rekreasi dan kunjungan wisata, meliputi perairan sekitar Pulau Nyamplung, Pulau Sebaru Besar, Pulau Lipan, Pulau Kapas, Pulau Sebaru Kecil, Pulau Bunder, Pulau Karang Baka, Pulau Hantu Timur Pantara, Pulau Hantu Barat, Gosong Laga, Pulau Yu Barat, Pulau Yu Timur, Pulau