4.4.1. Oseanografi
Iklim di kawasan Kepulauan Seribu berupa iklim tropika panas dengan curah hujan yang rendah pada musim timur 0.0 mm dan cukup tinggi pada saat
musim barat 571.9.0 mm. Musim timur terjadi pada bulan Juni sampai Nopember dan musim barat pada bulan Desember sampai bulan April. Suhu
udara rata-rata dalam setahun 28.4
o
C dengan nilai minimum 22.8
o
C dan nilai maksimum 35
o
C. Kelembaban udara rata-rata adalah 78.25
o
C dengan nilai minimum 50
o
C dan maksimum 100
o
C, dan tekanan udara rata-rata sebesar 1009.72 mb. Kecepatan angin rata-rata 4.49 knot dengan kecepatan minimum 3.0
knot dan maksimum 16.5 knot Data Stasiun Maritim Tanjung Priok, 2012
4.4.2. Kualitas air
Salinitas air secara umum di perairan Kepulauan Seribu pada kisaran 30
o oo
– 32
o oo
, Laporan pengukuran Santoso 2011 diperoleh salinitas berkisar antara 23.3
o oo
– 30.3
o oo
. Kecerahan air merupakan salah satu faktor fisika air yang menjadi faktor
pembatas bagi kehidupan biota, kisaran kecerahan air 5 – 8 m, hasil pengukuran oleh Santoso 2011 dari Yayasan Terangi adalah 3.88 – 9.42 m pengukuran dan
nilai kecerahan masih dalam batas toleransi bagi biota. pH air pada saat penelitian sekitar 8, pengukuran yang di lakukan Dinas
Perikanan DKI 1998 in Susilo 2003 di Kelurahan Panggang adalah 7.5 dan hasil pengukuran oleh Santoso 2011 adalah 7.0 – 8.3, batas baku mutu untuk
kehidupan biota adalah 6 – 9. Sementara untuk oksigen terlarut 6.80 – 7.01 dan hasil pengukuran oleh Santoso 2011 adalah 6.09 – 7.96 mgl.
4.4.3. Ekosistem Terumbu Karang
Jenis karang yang ditemukan di Kepulauan Seribu meliputi 61 genus dan sekitar 78 ditemukan menyebar hampir di seluruh perairan Kepulauan Seribu
Estradivari et al., 2009. Berdasarkan penelitian oleh Yayasan Terangi dengan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu pada tahun 2005, lokasi yang tertinggi
jenis karang di Pulau Bira Besar 39 Genus dan pada tahun 2007 di Pulau Kelapa serta Pulau Opak Besar 44 Genus. Pulau Rengat yang paling terendah sekitar 20
Genus. Genus karang yang umum ditemukan di Kawasan Taman Nasional adalah,
Acanthastrea, Acropora, Alveopora, Anacropora, Astreopora, Barabattoia, Caulastrea, Ctenactis, Cycloseris, Cynarina, Cyphastrea,
Diploastrea, Echinopora, Euphyllia, Favia, Favites, Fungia, Galaxea, Gardineroseris, Goniastrea, Halomitra, Heliofungia, Heliopora, Herpolitha,
Hydnophora, Leptastrea, Leptoria, Leptoseris, Lithophyllon, Lobophyllia, Merulina, Millepora, Montastrea, Montipora, Mycedium, Oulophyllia, Oxypora,
Pachyseris, Pavona, Pectinia, Physogyra, Platygyra, Plerogyra, Pocillopora, Podabacia, Polyphyllia, Porites, Psammocora, Sandalolitha, Scolymia,
Seriotopora, Stylophora, Symphyllia, Tubastrea . Genus yang sudah jarang
ditemukan adalah Blastomussa, Coscinarea, Stylocoeniella, Trachyphyllia dan Tubipora
. Bentuk pertumbuhan karang di Kepulauan Seribu di dominasi oleh bentuk pertumbuhan karang bercabang branching, Lembaran foliose dan masif
massive. Karang dari marga Acropora dan Montipora merupakan karang dengan bentuk pertumbuhan bercabang yang dapat di temukan atau mendominasi
di Kepulauan Seribu. Hal tersebut diperkirakan karena penambangan karang oleh masyarakat yang hanya mengambil dari marga Porites yang telah berlangsung
sejak puluhan tahun, selain karena faktor alam. Karang dari marga Porites banyak di dapati pada perairan dengan kedalaman lebih dari 2 meter. Menurut
Prastowo et al. 2011 pengaruh oseanografi menghasilkan dampak yang sama pada bentuk pertumbuhan karang secara umum pada kawasan Kepulauan Seribu,
didasari oleh pengamatan perbedaaan komposisi pada wilayah bagian barat yang relatif terbuka terhadap arus dan gelombang yang kuat di jumpai bahwa karang
bercabang mendominasi. Sementara wilayah barat laut di dominasi karang bercabang non acropora dan karang masif.
Komposisi penutupan berdasarkan kategori substrat berdasarkan kerjasama monitoring antara pihak pengelola Taman Nasional Kepulauan Seribu
dengan Yayasan Terangi yang di lakukan dengan selang waktu dua tahunan disajikan pada Gambar 6.
Alga 4
Abiotik 33
Karang Keras
31 Karang
Mati 15
Karang Lunak
3 Biota
lain 14
2005
Alga 1
Abiotik 37
Karang Keras
29 Karang
Mati 25
Karang Lunak
2 Biota
lain 6
2007
Alga 7
Abiotik 36
Karang Keras
34 Karang
Mati 16
Karang Lunak
2 Biota
lain 5
2009
Alga 3
Abiotik 37
Karang Keras
32 Karang
Mati 19
Karang Lunak
3 Biota
lain 6
2011
Gambar 6. Komposisi Penutupan Kategori Substrat Selang 2 Tahun Sumber : Yayasan Terangi 2011 dan BTNKpS 2011
4.4.4. Ekosistem Lamun
Sebaran lamun di Kepulauan seribu tidak merata di seluruh kawasan Kepulauan Seribu dan jenis yang banyak di temukan di perairan pada kawasan
tersebut, yaitu Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halophila decipiens, Halophila minor, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea
rotundata, Halodule uninervis, Halodule pinifolia , dan Syringodium isoetifolium.
Menurut penelitian yang di lakukan oleh Mardesyawati dan Setyawan 2009 lamun jenis Thalassia hemprichii banyak ditemukan sebesar 53.09 dan terendah
adalah Halophila ovalis 0.03, dengan kerapatan tertinggi di jumpai di Pulau Panggang dengan 605 tegakanm
2
dan terendah di Pulau Melintang Besar 7 tegakanm
2
, dengan persentase tutupan tertinggi 42.6 di pulau Kelapa dan terendah 0.6 di Pulau Panjang Besar. Luas penutupan lamun berdasarkan
zonasi di kawasan TNKpS disajikan pada tabel 10 dan 11.
Tabel 10. Luas penutupan lamun berdasarkan Kelurahan
No. LokasiKelurahan Luas Ha
1. Panggang
59.06 2.
Kelapa 227.71
3. Harapan 393.82
Sumber : Balai TNKpS 2011 data di olah Tabel 11. Penutupan lamun dalam kawasan TNKpS tahun 2011
No. Lokasi
Rata-rata Penutupan
1. Zona
Inti 0.144
2. Zona Pemanfaatan Wisata
14.19 3.
Zona Pemukiman
41.63 4.
Zona Perlindungan
7.80 Sumber : Balai TNKpS 2011 data di olah
4.4.5. Ekosistem Mangrove
Jenis mangrove yang ditemukan dalam kawasan TNKpS adalah, Aegiceras cuniculum, Avicenia marina, Bruguiera cylindrical, Bruguiera sexangula,
Bruguiera gymnorhyza, Ceriop tagal, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa,
dan Xylocarpus granatum. Pada tahun 2005 penanaman mangrove di kawasan TNKpS sudah mencapai 600 hektar dengan
jumlah 1.810.000 batang dan luasan itu bertambah pada periode penanaman mangrove oleh pengelola TNKpS pada tahun 2007 – 2009 seluas 792.4 hektare
dengan jumlah pohon sebanyak 3.947.000 batang. Pada tahun 2010 luasan yang di tanam sebesar 107 hektar dan sejumlah 535.000 batang dan yang data terakhir
pada tahun 2011 luas yang di tanami seluas 680 hektar dan sejumlah 3.400.000 batang. Sejak 2005 sampai dengan akhir tahun 2011 penanaman mangrove di
kawasan TNKpS disajikan pada tabel 12. Program penanaman mangrove terus digulirkan setiap tahun oleh
pengelola TNKpS bermitra dengan Sentra Penyuluh Konservasi Pedesaan SPKP yang merupakan organisasi bentukan BTKpS untuk pemberdayaan masyarakat
yang berada pada setiap kelurahan dalam kawasan taman nasional. Secara umum kondisi mangrove dalam kawasan makin membaik dengan program penanaman
mangrove, dan kegiatan penebangan mangrove maupun pemanfaatan kulit
mangrove untuk pencelupan jaring nelayan sudah tidak ada lagi sehingga ekosistem mangrove relatif berkembang dengan baik. Dampak dari penanaman
Tabel 12. Jumlah penanaman mangrove di kawasan TNKpS tahun 2005-2011
No. Tahun
Luas Ha
Jumlah batang
1. 2005
600 1.810.000
2. 2006
- - 3.
2007 750
3.750.000 4.
2008 12.4
62.000 5.
2009 43.0
215.000 6.
2010 110.3
551.500 7.
2011 680.0
3.400.000 Jumlah
2.190,7 9.788.500 Sumber : Laporan BTNKpS 2011
mangrove secara langsung terhadap hasil perikanan belum terlihat namun sebagai penahan ombak terutama di bagian timur Pulau Pramuka dan Pulau Harapan
cukup efektif menahan gempuran ombak terutama pada musim barat dan timur. Tingkat keberhasilan penanaman mangrove berdasarkan hasil wawancara dengan
pengurus SPKP di perkirakan sekitar 85 . Peta tutupan lahan dalam kawasan TNKpS disajikan pada lampiran 4, 5, dan 6.