Teknik Interpretative Structural Modelling ISM

fleksibel, yang dapat menjadi model hubungan non-linear dan tidak terikat oleh berbagai asumsi yang terkait dengan model linier umum atau bahkan dengan analisis faktor Jaworska and Anastasova, 2009. MDS adalah alat statistik untuk membangun konfigurasi low-dimension untuk mewakili hubungan antara objek Huang et al. 2005. Multidimensional Scaling merupakan sekelompok prosedur untuk menggambarkan persepsi dan preferensi responden secara visual sebagai hubungan geometris antara beberapa hal dalam suatu ruang multidimensi. Tujuan utama multidimensional scaling adalah membentuk suatu spatial map yang terbaik dimana dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya dari suatu data. Peta yang terbentuk diharapkan mempunyai dimensi yang optimal untuk penginterpretasian hasil, sehingga analisa yang dilakukan akan menghasilkan suatu kevalidan dalam rangka pengambilan kebijakan-kebijakan. Prosedur dalam analisis multidimensional scaling adalah : 1 perumusan masalah, dalam perumusan masalah dibutuhkan suatu kejelasan tujuan untuk dapat menggunakan hasil MDS secara optimal, 2 memperoleh data input, data input dari analisis MDS adalah nilai kesamaan dan ketidaksamaan antara setiap atau sebagian besar pasangan dari n objek, 3 pemilihan prosedur MDS, prosedur MDS dapat berupa metrik dan nonmetrik, 4 penentuan dimensi, pedoman yang disarankan untuk menentukan banyak di- mensi, yaitu penelitian sebelumnya, penginterpretasian peta dimensi, kriteria plot, dan kemudahan dalam penggunaan, 5 penamaan dimensi dan penamaan konfigurasi, 6 uji reliabilitas dan validitas, Dua macam nilai yang dipakai untuk pengujian reliabilitas dan validitas, yaitu nilai Stress lack of fit measure, nilai stress yang tinggi mengindikasikan bahwa model kurang baik. Nilai stress yang sering digunakan untuk mengukur nilai kelayakan adalah Kruskal’s Stress, sebagai berikut: _ d adalah jarak rata-rata ∑d ij n dalam peta d ij adalah derived distance dari data ketidak-miripan dij adalah jarak sebenarnya Semakin kecil nilai Stress yang didapatkan, semakin baik model multidimensional scaling yang didapatkan. Kriteria nilai Stress yang akan digunakan disajikan pada tabel 6 : Tabel 5. Kriteria nilai Stress Stress Kondisi Model 20.00 10.00 5.00 2.50 0.00 Kurang baik Cukup Baik Sangat Baik Sempurna Secara umum data yang digunakan dalam MDS dapat di bagi dalam dua kategori, yaitu “langsung” dan “tidak langsung”. Secara langsung diketahui adalah data mentah yang diperoleh dengan teknik pemilahan subyektif, peringkat, rating, perbandingan atau dengan membuat hirarki item. Secara tidak langsung berasal atau agregat, data dihitung dari pengukuran empiris dengan korelasi, asosiasi atau kontinjensi Davidson, 1983 in Jaworska and Anastasova, 2009. Pendapat lain menyatakan bahwa MDS dapat meminimalkan masalah, meminimalkan kesalahan jarak antara titik di beberapa ruang Rosman, 2008. Asumsi utama dalam MDS adalah bahwa stimuli dapat dijelaskan oleh nilai-nilai bersama seperangkat dimensi yang menempatkan stimuli ini sebagai titik di ruang multidimensi dan bahwa kesamaan antara stimuli berbanding terbalik dengan jarak dari titik-titik yang sesuai dalam ruang multidimensi Steyvers, 2002. Secara konseptual, pendekatan dengan metode Multidimensional Scaling MDS dalam penelitian ini berkaitan dengan keberlanjutan pengelolaan kawasan Taman Nasional pada saat ini. Analisis keberlanjutan MDS berdasarkan empat dimensi, yaitu dimensi ekologi, dimesi ekonomi, dimensi sosial, dan dimensi kelembagaan yang kemudian dinyatakan dalam indeks keberlanjutan kawasan konservasi. Indeks keberlanjutan ini dapat memperlihatkan status keberlanjutan pengelolaan kawasan TNKpS. Nilai indeks keberlanjutan pada setiap dimensi ditentukan melalui pemberian scoring berdasarkan hasil jawaban responden pada kuisioner dan pendapat pakar. Nilai indeks berkelanjutan berkisar antara 0 – 100 dengan kriteria 0-25 tidak berkelanjutan, 25.01-50 kurang berkelanjutan, 50.01-75 cukup berkelanjutan dan 75.01-100 berkelanjutan. Setiap dimensi terdiri atas beberapa atribut yang diukur, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan dilakukan pemberian bobot dengan menggunakan metode Multidimensional Scaling MDS. Keberlanjutan pemanfaatan kawasan konservasi dalam penelitian ini mencakup empat dimensi pengelolaan, yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, hukum dan kelembagaan, dan teknologi dan infrastruktur. Pada setiap dimensi digunakan atribut-atribut yang dapat mewakili dimensi tersebut, tertera pada Lampiran 15.

3.3.2.4 Output Kebijakan

Dari hasil analisis data primer dan sekunder diharapkan akan mendapat suatu output berupa rekomendasi kebijakan yang merupakan harmonsasi dari kebijakan pengelola Taman Nasional dengan Kebijakan Pembangunan Pemerintah Daerah. Adapun output kebijakan dari penelitian ini dapat menjadi suatu pedoman dalam kegiatan pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu, baik itu untuk pihak pengelola yang dalam hal ini adalah BTNKpS, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

4. KONDISI UMUM KAWASAN TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

4.1. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu secara geografis terletak antara 106 o 20’00’’ BT hingga 106 o 57’00’’ BT dan 5 o 10’00’’ LS hingga 5 o 57’00’’ LS. Wilayah Kepulauan Seribu terbentang dari kawasan Teluk Jakarta sampai Pulau Sebira yang merupakan pulau terjauh berjarak sekitar 150 km dari daratan kota Jakarta. Rentang terjauh dari batas utara ke selatan adalah 80 km dan rentang terjauh dari batas barat ke timur adalah 30 km. Luas wilayah mencapai 11.80 km 2 , yang terbagi atas Kecamatan Kepulauan Seribu Utara 7.90 km 2 dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan 3.90 km 2 . Pusat pemerintahan Kabupaten Kepulauan Seribu terletak di pulau Pramuka yang mulai difungsikan sejak tahun 2003. Pada awalnya peningkatan status Kecamatan Kepulauan Seribu yang sebelumnya bagian dari wilayah administrasi Jakarta Utara menjadi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah untuk mendorong perkembangan Kepulauan Seribu dalam berbagai aspek seperti, menjaga kelestarian lingkungan, konservasi sumberdaya alam, ekonomi, sosial budaya dan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan SK. Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 1986 Tanggal 27 Juli Tahun 2000, di bagi atas dua kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara yang membawahi tiga kelurahan yaitu kelurahan Pulau Kelapa, Pulau Harapan, Pulau Panggang dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan meliputi Pulau Tidung, Pulau Pari, Pulau Untung Jawa. Jumlah penduduk berdasarkan sensus 2010 kurang lebih 21.071 jiwa yang tersebar di dua kecamatan, dengan laju pertumbuhan penduduk 2,02 persen per tahun BPS, 2010. Khusus untuk Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dimana terdapat kawasan taman nasional, sesuai dengan sensus 2010 berjumlah 12.750 jiwa. Sementara berdasarkan laporan dari 3 kelurahan di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara pada tahun 2011 jumlah penduduk 14.138 jiwa. Struktur penduduk di dominasi usia produktif, sesuai dengan distribusi usia penduduk tahun 2010 dan 2011, yaitu pada kelompok umur 20-54, sementara penduduk usia 0-19 memiliki komposisi yang cukup besar Lampiran 7 dan 8. Mata pencaharian masyarakat adalah nelayan Muroami, Manyang, Bubu, Pancing, Ikan Hias, dan pekerjaan yang mempunyai penghasilan bulanan yang tetap PNSTNIPolriSwasta disusul mata pencaharian lainnya. Tabel 7. Luas Kelurahan Dalam Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu No. Kelurahan Luas Wilayah Pulau Jumlah Pulau Ha Hunian Pulau 1. Kel. Pulau Panggang 62,10 2 14 - Pulau Panggang - Pulau Pramuka 2. Kel. Pulau Kelapa 258,47 2 37 - Pulau Kelapa - Pulau Kelapa Dua 3. Kel. Pulau Harapan 244,72 2 30 - Pulau Harapan - Pulau Sebira Sumber : BPS Kab. Adm. Kepulauan Seribu 2011 Kondisi kawasan yang sebagian besar laut dan terdiri dari pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh terumbu karang, menyebabkan sebagian besar masyarakat memilih pekerjaaan sebagai nelayan. Ketergantungan masyarakat sangat tinggi terhadap sumberdaya, baik perikanan tangkap, karyawan swasta di sektor perikanan budidaya, budidaya karang hias, penambang karang dan pasir yang juga menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya seperti yang disajikan pada tabel 8. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mendapat perhatian pemerintah yang cukup besar untuk pelestarian lingkungan dan relatif lebih intensif, hal ini karena kabupaten tersebut merupakan daerah yang menjadi tujuan utama wisata masyarakat Jakarta dan dari daerah lainnya, maupun dari wisatawan mancanegara. Upaya pemerintah daerah dalam mengelola lingkungan terkendala oleh karena banyaknya pulau-pulau yang harus di tangani dan keterbatasan sarana-prasarana yang dimiliki pemerintah. Kabupaten Kepulauan Seribu secara administratif berada di bawah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Potensi utama Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, yaitu kawasan yang terdiri dari pulau-pulau dan perairan laut. Sebagai daerah yang sebagian