nuhnya menyentuh substansi yang dimaksud oleh kedua lembaga pemerintah ter- sebut.
Tabel 14. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Kepulauan Seribu Utara
Pekerjaan Kelurahan
.
Panggang Kelapa Harapan
Jumlah Persentase
orang
PNSSwasta 348 351
164 863
17,96 Nelayan 1.722
1.058 469
3.249 67,62
Pedagang 114
261 85
460 9,57
Buruh 22
45 5
72 1,50
Tukang 22
62 77
161 3,35
Sumber : Diolah dari BPS Kepulauan Seribu dan Laporan Kelurahan tahun 2011 Berkaitan dengan program pembinaan dan pengembangan daerah pe-
nyangga maka pemerintah Propinsi DKI Jakarta mengembangkan mata pencaha- rian alternatif selain perikanan tangkap, yang diantaranya adalah budidaya peri-
kanan terbatas dan wisata alam. Senada dengan rencana kegiatan BTNKpS mela- lui program pembinaan masyarakat dengan terus meningkatkan kesadaran masy-
rakat dan peningkatan kemampuan dengan harapan mampu untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang tidak merusak sumberdaya dan lingkungan.
Pendapatan
Penghasilan nelayan di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu ber- kisar di antara Rp. 1.000.000 – 2.000.000 per bulan, secara ekonomi penghasilan
nelayan cukup memadai untuk pemenuhan kebutuhan di masa sekarang ini. Se- mentara penghasilan masyarakat yang mempunyai penghasilan tetap seperti pe-
gawai negeri, wiraswasta pengusaha homestay, ABRIPolisi dan guru berpeng- hasilan lebih dari Rp. 2.000.000,- per bulan. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan sebelumnya oleh Hariyadi 2004 dinyatakan bahwa penghasilan ne- layan di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara berkisar Rp. 300.000 – 1.800.000
per bulan. Penghasilan nelayan ditunjang dengan naiknya harga jual ikan hasil tangkapan yang berkisar Rp. 20.000 – Rp. 30.000 per kg. Perkiraan harga pasar
untuk ikan yang bernilai ekonomis tinggi seperti kerapu hasil tangkapan di alam maupun budidaya berkisar Rp. 100.000 – Rp. 180.000 berdasarkan harga yang
diterima nelayan dari pelele.
Pendidikan
Fasilitas pendidikan yang tersedia di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara cukup memadai dengan tersedianya sarana pendidikan semenjak Taman Kanak-
kanak TK, Sekolah Menengah Pertama SMP dan Sekolah Menengah Umum SMU. Namun, sarana sekolah setingkat SMU hanya tersedia di Pulau Pramuka
yang merupakan ibukota Kabupaten, dan pulau pemukiman yang berdekatan hanya Pulau Panggang. Jarak tempuh kedua pulau pemukiman dengan menggu-
nakan perahu penumpang perahu ojek sekitar 10 – 15 menit, sehingga memu- dahkan bagi anak sekolah yang berasal dari Pulau Panggang untuk mencapainya.
Bertolak belakang dengan pulau pemukiman lainnya seperti Pulau Kelapa, Pulau Kelapa dua, dan Pulau Harapan yang berjarak cukup jauh sekitar ± 10.83 km dari
Pulau Pramuka serta baru memiliki sarana pendidikan setingkat TK, SD dan SMP, menyebabkan anak sekolah yang ingin melanjutkan sekolah SMU harus
tinggal di Pulau Pramuka. Segi pendidikan relatif rendah dengan persentase terbesar penduduk lulu-
san Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah yaitu, 52.42 sementara lulusan perguruan tinggi maupun akademi hanya sebesar 3.26 Tabel 15. Rendahnya
tingkat pendidikan tentunya membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, terutama peran pemerintah daerah
melalui Sudin Pendidikan. Hal ini berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat atau penyediaan lapangan pekerjaan, dimana kurangnya pendidikan dan ketram-
pilan sangat mempengaruhi penyerapan tenaga kerja dari masyarakat lokal, se- hingga operator wisata membawa pekerja ataupun karayawan dari luar kawasan.
Pengembangan ekowisata yang diharapkan oleh pemerintah daerah dan pengelola taman nasional agar masyarakat lokal lebih mengambil peran akan sulit untuk
dilaksanakan. Pemanfaatan jasa lingkungan diperlukan sumberdaya sumberdaya manusia yang disertai dengan tersedianya sarana dan prasarana pendukung.
Sarana pendidikan yang tersedia di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Tabel 16 serta jarak antar pulau pemukiman yang cukup jauh, merupakan faktor
yang menghambat perkembangan pendidikan bagi masyarakat di Kepulauan Se- ribu. Faktor lain yang cukup berpengaruh adalah persoalan biaya pendidikan
yang berkaitan dengan penghasilan sebagai nelayan.
Tabel 15. Tingkat Pendidikan di 3 Kelurahan Kecamatan Kepulauan Seribu Utara
Kelurahan No.
Pendidikan ______________________________________________ Panggang Kelapa Harapan Jumlah Persentase
1. Tidak Tamat
SD 42 857 159 1.058 13.62
2. Tamat SD
688 2.967 418 4.073 52.42 3.
Tamat SLTP 310 596 535 1.441 18.54
4. Tamat SLTA 285 227 433 945 12.16
5. Perguruan TinggiAkademi 103
102 48 253 3.26
Sumber : Diolah dari data BPS 2011 dan 2012 Tabel 16. Sarana Pendidikan yang tersedia pada 3 Kelurahan di Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara
Kelurahan No.
Sarana _______________________________________________ Panggang Kelapa Harapan Jumlah
1. Taman Kanak-Kanak 3 2 1 6
2. Sekolah Dasar 3 2 2 7
3. SLTP 1 0 2 3
4. SLTA 1 0 0 1
Sumber : Diolah dari data BPS 2011 dan 2012
Perumahan
Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan jumlah wisata- wan yang berkunjung ke Kawasan Taman Nasional, berdampak terhadap kebutu-
han tempat tinggal serta penginapan berupa homestay. Hal ini berdampak pula pada kebutuhan material bangunan untuk pembangunan rumah tinggal maupun
homestay di pulau-pulau pemukiman dan tujuan wisata, seperti Pulau Panggang,
Pulau Pramuka, Pulau Harapan, Pulau Kelapa dan Pulau Kelapa Dua. Mening- katnya perekonomian serta pendapatan masyarakat yang berpenghasilan tetap se-
perti PNS pegawai pemerintah, guru dan karyawan swasta, serta anggota ma- syarakat yang bergerak di bidang jasa pariwisata, pedagang, dan nelayan berdam-
pak pada kebutuhan akan tempat tinggal yang dianggap layak ataupun merupakan suatu sarana aktualisasi diri. Hal tersebut ditandai dengan adanya pertambahan
dan perubahan jenis bangunan dari bukan permanen menjadi semi permanen maupun permanen dan semi permanen menjadi permanen sejak Tahun 2000 sam-
pai Tahun 2012 Tabel 17, jumlah bangunan kantor dan sekolah serta bangunan lain yang bukan rumah tinggal tidak tercantum.
Tabel 17. Jumlah Bangunan Rumah Menurut Kelurahan Tahun 2000 - 2012 Kelurahan
Tahun 2000 Tahun 2007
Perma nen
Semi Perma
nen Bukan
Perma nen
Perma nen
Semi Perma
nen Bukan
Permanen P.
Panggang 343
369 45
751 128
6 P. Kelapa
P. Harapan 985
1.940 697 438
297 301
64 119
117 Kelurahan
Tahun 2010 Tahun 2012
Perma nen
Semi Perma
nen Bukan
Perma nen
Perma nen
Semi Perma
nen Bukan
Permanen P. Panggang
843 126
17 1174
121 12
P. Kelapa 595
302 273
603 299
269 P. Harapan
136 144
118 145
144 118
Sumber : BPS 2011 dan Laporan Kelurahan 2012 Pembangunan rumah tinggal kemudian berdampak pada kebutuhan akan
material bangunan, terutama kebutuhan material batu alam yang tidak tersedia secara alami di kawasan taman nasional sehingga masyarakat memilih menggu-
nakan batu karang untuk pembangunan rumah, demikian juga untuk menimbun lahan atau untuk reklamasi. Implikasi dari ketiadaan material batu untuk mem-
bangun sarana perumahan, yang kemudian berdampak pada maraknya penam- bangan karang. Pemerintah daerah melalui perangkat kecamatan dan kelurahan
sebelumnya telah mendorong agar masyarakat membangun rumah dengan sistem rumah panggung untuk mengantisipasi kurangnya lahan di pulau-pulau pemuki-
man, namun permasalahan kurangnya material bangunan berupa kayu yang ke- mudian menjadi kendala bagi masyarakat.
Pelibatan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan oleh pemerintah daerah melalui program rehabilitasi terumbu karang adalah, pembua-
tan rumah ikan Fish Shelter dan transplantasi karang melalui Suku Dinas Kelau- tan dan Pertanian Kabupaten Adminiastrasi Kepulauan Seribu yang dilaksanakan
oleh pengelola Area Perlindungan Laut APL. Akan tetapi dalam pelaksanaan program transplantasi karang masih terdapat beberapa kelemahan, dimana seha-
rusnya program tersebut ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat, namun masyarakat masih dipandang sebagai pekerja bukan sebagai mitra. Pelaksanaan
program transplantasi karang seharusnya didampingi oleh petugas dari Sudin Ke- lautan dan Pertanian, sehingga dalam pelaksanaan tetap mengindahkan kaidah
transplantasi karang yang benar. Pelaksanaan program rehabilitasi mangrove yang dikelola oleh pengelola
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu yang bermitra dengan Sentra Penyuluh Konservasi Pedesaan SPKP yang melibatkan masyarakat untuk pembibitan dan
penanaman mangrove. Disamping itu peran SPKP dituntut agar setiap anggo- tanya dapat merekrut dan membina sedikitnya 10 orang nelayanmasyarakat se-
bagai kader konservasi. Adanya program ini bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat dalam kawasan taman nasional agar tercapai kesejahteraan dan terca-
painya konservasi. Berdasarkan wilayah kerjanya SPKP dibentuk meliputi Kelu- rahan Pulau Panggang SPKP Samo-Samo, Kelurahan Pulau Kelapa SPKP Bin-
tang Laut, dan Kelurahan Pulau Harapan SPKP Elang Bondol.
5.2.3. Ekonomi
Taman Nasional Kepulauan Seribu sebagai kawasan konservasi seiring dengan perkembangan yang dinamis pembangunan oleh Pemerintah Daerah, di
tuntut juga mampu untuk menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakat yang mendiaminya. Pasal 13 ayat 2 huruf c Perda DKI Jakarta nomor 1 tahun 2012,
tercantum mengembangkan potensi perairan pesisir untuk kegiatan budidaya perikanan dan pada pasal 70 ayat 4 huruf b menyatakan bahwa pemanfaatan
ruang untuk kegitan budidaya diizinkan hanya untuk penduduk asli dengan luasan tetap dan terbatas, tidak mengurangi fungsi lindung dan dibawah pengawasan ke-
tat. Demikian juga dengan pengelola BTNKpS melalui program kegiatan untuk peningkatan ekonomi masyarakat seperti mengembangkan budidaya perikanan
terbatas yang lokasinya telah ditentukan dan bukan berada di habitat terumbu ka- rang. Lokasi budidaya terbatas yang telah diberjalan adalah Pulau Semak Daun
melalui program sea farming sebuah sistem yang diarahkan pada pemberdayaan masyarakat serta untuk memacu perekonomian, yang oleh pemerintah daerah di-
arahkan sebagai pilot project jangka panjang seluas 300 hektar. Lokasi potensial
lainnya tersebar dibeberapa pulau pemukiman dalam kawasan taman nasional yaitu, Pulau Kelapa, Pulau Harapan, dan Pulau Kelapa Dua.
Bidang wisata dengan pengembangan ekowisata bahari melalui program pemanfaatan jasa lingkungan BTNKpS dengan penekanan pada keterlibatan ma-
syarakat setempat dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Pihak BTNKpS dapat berperan sebagai fasilitator dalam pemodalan sehingga masyarakat lokal dapat
berperan penuh dalam usaha ekowisata. Sementara kebijakan Pemerintah Daerah dalam Perda nomor 1 tahun 2012 pasal 85 pengembangan wisata dilakukan den-
gan ketentuan, memanfaatkan lingkungan baik sumberdaya alam maupun kondisi geografis, dengan menerapkan keseimbangan hubungan manusia dengan alam
untuk mencegah kerusakan alam. Konsep pariwisata menggunakan pendekatan partisipatif untuk mengoptimalkam potensi lokal. Rachmawaty 2003 menyim-
pulkan bahwa ekowisata berpeluang untuk dikembangkan di Kepulauan Seribu dengan memperhatikan aksesibilitas, peningkatan kualitas sumberdaya manusia,
dan keterlibatan masyarakat lokal. Keberhasilan pemerintah daerah melalui upaya kegiatan sea farming dan
rehabilitasi maupun transplantasi karang melalui kebijakan anggaran yang dis- ediakan sejak tahun 2002 untuk menunjang keberlangsungan pengelolaan ekosis-
tem penting dalam kawasan patut untuk diapresiasi, walaupun masih terdapat kendala teknis dan non teknis dalam pelaksanaannya. Upaya yang telah dilakukan
dari tahun 2002 – 2009 oleh pemerintah daerah melalui Sudin Kelautan dan Per- tanian tersaji dalam tabel. Demikian juga dengan upaya dari pihak pengelola
Taman Nasional Kepulauan Seribu dengan terus mengadakan monitoring melalui pendataan tutupan karang yang dilakukan setiap dua tahun bekerjasama dengan
Yayasan Terangi, telah berhasil mendata sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan terumbu karang kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.
5.2.4. Analisis Nilai Manfaat Sumberdaya Terumbu Karang TNKpS
Terumbu karang bagi masyarakat Kepulauan Seribu memiliki nilai man- faat yang tinggi, terutama sebagai sumberdaya perikanan Dahuri 2003; Napitu-
pulu et al. 2005, di samping itu berfungsi sebagai pelindung pulau dan wilayah pesisir dari hantaman ombak dan badai Hutabarat et al. 2009. Data luasan te-
rumbu karang TNKpS seluas 1.994 hektar. Rataan terumbu karang di kawasan taman nasional mengelilingi pulau-pulau atau berupa gosong, dengan persentase
tutupan karang keras 31,94 dan karang lunak 2,57 BTNKpS, 2011. Per- sentase tutupan karang keras menurun jika dibanding laporan tahun 2009 sebesar
34, 27 untuk karang keras, namun terjadi peningkatan pada tutupan karang lu-
nak dari sebelumnya 1,59 Prastowo et al. 2011.
Tabel 18. Jumlah Luasan Rehabilitasi dan Program Transplantasi Karang Periode Tahun 2002 -2010
Kegiatan Tahun
Jumlah Luas Lokasi
Pelaksanaan unit
meter
2
Fish shelter 2002 – 2009
1.102 4.408
Transplantasi karang 2002 – 2010
6.241 39.480
Pengembangan DPLAPL 2002 – 2010
5 122,1
Sumber : - Dinas Kelautan dan Pertanian DKI 2010 - Sudin Kelautan dan Pertanian 2011
Nilai Manfaat Langsung DUV
Nilai manfaat langsung ekosistem terumbu karang TNKpS dari perikanan tangkap berdasarkan harga pasar terhadap ikan hasil tangkapan market price
dan untuk nilai pariwisata serta penelitian dengan menilai terhadap perbaikan ku- alitas lingkungan surrogate market price. Selain batu karang, manfaat langsung
ekosistem terumbu karang seperti sumber ikan konsumsi dan ikan hias, bahan baku kosmetik dan farmasi.
Produksi ikan konsumsi hasil tangkapan di Kepulauan Seribu dalam bebe- rapa tahun terakhir ini cenderung menurun, demikian juga dengan ikan hias laut
pada tahun 2010 berjumlah 631.219 ekor dan tahun 2011 menurun hampir 50 354.696 ekor. Sementara hasil tangkapan ikan konsumsi tahun 2010 sebesar
964 ton menurun tajam sebesar 68,4 atau tinggal 305 ton, rata-rata tangkapan dalam 4 tahun terakhir adalah 911,75 ton BPS 2012. Mujiyani et al. 2002
menduga bahwa penurunan jumlah tangkapan ikan karena meningkatnya nelayan dari luar Kepulauan Seribu yang mencari ikan dalam kawasan dengan menggu-
nakan teknologi purse seine dan praktek penangkapan ikan yang merusak terum- bu karang potassium, jaring muroami. Harga rata-rata ikan konsumsi berdasar-
kan harga yang diterima nelayan dari pedagang pengumpul pelele yaitu sebesar
Rp. 20.000kg untuk jenis ikan Tenggiri Scomberomorus sp, kakap Famili Lut- janidae, ekor kuning Caesio sp, kerapu Ephynephelus sp, tongkol Euthinnus
sp , beronang Siganus sp, kakatua Scaridae sp. Harga ikan konsumsi di Ke-
pulauan Seribu pada tahun 2011 sebesar Rp. 6.100.000.000, menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp. 19.280.000.000. Ikan hias dengan harga rata-rata
di tingkat pengepul sebesar Rp. 1.250ekor, maka hasil pada tahun 2011 sebesar Rp. 443.370.000 menurun dari tahun 2010 sebesar Rp. 789.023.750. Jenis ikan
hias yang di tangkap di perairan Kepulauan Seribu yaitu, Labroides dimidiatus, Chromis viridis, Cryptocentrus cinctus, Haliochoeres chloropterus,
dan Po- macentrus alleni.
Total perolehan nelayan dari hasil perikanan tangkap dan ikan hias untuk tahun 2011 sebesar Rp. 6.543.370.000,- atau Rp. 3.281.529,59
hatahun. Kegiatan penelitian oleh perorangan maupun dari beberapa lembaga, baik
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga dari luar negeri berdasar- kan data BTNKpS dalam enam tahun terakhir yang mengeluarkan Surat Ijin Ma-
suk Kawasan Konservasi SIMAKSI, diperoleh biaya yang dikeluarkan oleh pe- neliti dalam setahun dengan lama tinggal rata-rata 1 bulan sebesar Rp.
4.072.625.000. Kegiatan pariwisata, dihitung berdasarkan jumlah wisatawan yang masuk
kedalam Kawasan TNKpS berdasarkan data dari BTNKpS untuk 9 tahun terakhir 2003-2011 rata-rata 3.610 orangtahun dengan pengeluaran rata-rata wisatawa-
san sebesar Rp. 300.000orang, hasil total dari pariwisata sebesar Rp. 125.628.000.000. Dengan demikian nilai manfaat langsung terumbu karang Ta-
man Nasional Kapulauan Seribu sebesar Rp. 136.243.995.000.
Nilai Manfaat tidak langsung IUV
Nilai manfaat tidak langsung terumbu karang kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu sebagai pemecah ombak, berdasarkan hal tersebut memenuhi
fungsi penting sebagai pelindung pantai. Aprilwati 2001 dalam Rasman 2010 mengestimasi biaya untuk membangun penahan gelombang dibutuhkan biaya se-
besar Rp. 4.462.013,81m
3
maka dengan luas terumbu karang 1.994 hektar, di hasilkan sebesar Rp. 8.897.255.808,33 untuk nilai fungsi sebagai pelindung pan-
tai. Sebagai pembanding studi yang dilakukan di Tarawa Atoll Kiribati oleh Spurgeon 1992 mendapati bahwa untuk membangun penahan pantai dari erosi
pemerintah setempat mengeluarkan anggaran sebesar US 90.720 setara dengan Rp. 870.912.000 jika berdasarkan asumsi kurs pada kisaran Rp. 9600. Studi kasus
yang dilakukan oleh Riopelle 1992 in Cesar 1996 melaporkan bahwa sebuah hotel di Lombok Barat merestorasi pantai sepanjang 250 meter menghabiskan
biaya US 880.000 selama 7 tahun atau US 125.000 setiap tahunnya, akibat dari penambangan karang. Berg et al. 1998 memberikan detail analisis biaya peng-
ganti akibat penambangan karang untuk membangun pelindung pantai sepanjang 1 kilometer adalah berkisar US246.000 dan US 836.000. Demikian pula yang
di laporkan oleh Cesar 1996 dalam studi kasus di Bali bahwa pengeluaran biaya sebesar US 1 juta selama beberapa tahun untuk membangun pelindung pantai
sepanjang 500 meter.
Nilai Pilihan OV
Nilai keanekaragaman hayati ekosistem terumbu karang Taman Nasional Kepulauan Seribu dikuantifikasi dengan metode transfer keuntungan. benefit
transfer . Cesar et al. 2000 mengestimasi nilai keanekaragaman terumbu ka-
rang per kilometer persegi per tahun sebesar US 10.000 dimana untuk satu hek- tar sebesar US 100, asumsi kurs 1 adalah Rp. 9.600 maka setara Rp. 960.000
per hektar. Luas terumbu karang TNKpS 1.994 hektar, maka nilai keanekaraga- man hayati terumbu karang sebesar Rp. 1.914.240.000 per tahun.
Nilai Pewarisan BV
Nilai pewarisan terumbu karang Kawasan TNKpS merupakan nilai kom- pensasi untuk mempertahankan dan melestarikan terumbu karang melalui pro-
gram transplantasi karang. Kegiatan pelestarian dan perlindungan yang dilaku- kan oleh Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu setiap tahun adalah transplantasi karang merupakan nilai kompensasi. Ra- ta-rata nilai kompensasi setiap tahunnya adalah sebesar Rp. 1.000.000.000 yang
dianggarkan oleh pemerintah, atau sebesar Rp. 501.500 untuk setiap hektar te- rumbu karang.
Nilai Eksistensi EV
Nilai eksistensi menggambarkan keinginan masyarakat untuk membayar konservasi sumberdaya terumbu karang di Kawasan Taman Nasional Kepulauan
Seribu tanpa mempedulikan nilai pakainya. Hasil perhitungan mendapatkan nilai rata-rata WTP responden adalah sebesar Rp. 115.200,12 dan memperhitungkan
jumlah penduduk di Kawasan TNKpS adalah 14.138 jiwa, maka nilai eksistensi terumbu karang sebesar Rp. 1.628.699.296,56. Nilai TEV disajikan pada tabel 19
sebagai berikut: Tabel 19. Total Nilai Manfaat TEV Terumbu Karang TNKpS
No. Sumberdaya
Fungsi dan Manfaat Nilai RpTahun
Terumbu Karang
1 Direct Use
Value Perikanan tangkap dan 6.543.370.000
ikan hias .
Penelitian dan Pendidikan 4.072.625.0 .
Pariwisata 136.243.995.000
2 Indirect Use Value
Perlindungan pantai 8.897.255.808,33
3 Option Value
Keanekaragaman hayati 1.914.240.000
4 Bequest Value
Sudin Perikanan dan Kelautan
1.000.000.000 5
Existence Value Persepsi masyarakat
1.628.699.296,55 Nilai Ekonomi Total Manfaat Terumbu Karang TNKpS
160.300.185.104,88 Sumber : Data primer dan data sekunder, diolah
5.3. Kelembagaan Pengelolaan 5.3.1. Analisis Kelembagaan
Analisis kelembagaan menggunakan metode ISM untuk mengetahui seca- ra kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan, mana yang paling berpengaruh
dengan berdasarkan pada 5 elemen, dimana setiap elemen dibagi menjadi bebera- pa sub elemen. Kelima elemen tersebut adalah elemen kelembagaan, elemen ke-
butuhan program, tujuan program, elemen kendala, dan elemen tolok ukur. Pe- nentuan elemen dan sub elemen yang digunakan, berdasarkan pada pendapat pa-
kar hasil wawancara dan diskusi. Pakar yang dilibatkan adalah Bupati Kabupa- ten Administrasi Kepulauan Seribu beserta staf dan pejabat dalam lingkup pro-
pinsi DKI, dan Kepala Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu beserta dengan staf.
Elemen Kelembagaan
Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM untuk kelembagaan atau pelaku, maka seperti yang tersaji pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa sub
elemen kunci dari elemen kelembagaan adalah Kementerian Kehutanan L1 dan Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu L3 atau merupakan ele-
men yang paling berpengaruh, kemudian diikuti oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta L2 dan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu L4 yang masuk da-
lam sektor IV sebagai faktor independent strong driver-weak dependent va- riables
yang memiliki kekuatan penggerak yang besar terhadap keberhasilan program pengelolaan Gambar 9.
Gambar 9. Diagram model struktural kelembagaan dalam pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu Ket. L1= Kementerian Kehutanan, L2=
Provinsi DKI Jakarta; L3=Pemerintah Kab. Adm. Kep. Seribu; L4=BTNKpS; L5=KKP; L6=Masyarakatnelayan; L7=Perguruan
Tinggi, L8=LSM; L9=Kemasyarakatan Non Formal SPKP, APL, Sentra Penyuluh; L10=LIPI; L11=Stasiun Meteorologi Maritim
Tanjung Priok; L12= Badan Informasi Geospasial
Sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan L5, Masyarakatnelayan L6, Perguruan tinggi L7, dan Lembaga Kemasyarakatan Non Formal SPKP,
APL, Sentra Penyuluh L9 sebagai faktor Linkage strong driver-strong depen- dence variables
. Lembaga Swadaya Masyarakat L8, LIPI L10, Stasiun Me- teorologi Maritim Tanjung Priok L11, dan Badan Informasi Geospasial L12
merupakan faktor dependent weak driver-strongly dependent variables. Berdasarkan analisis diketahui Kementerian Kehutanan yang membawahi
pengelola taman nasional merupakan faktor penggerak yang kuat, demikian juga Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu independent va-
riables ,yang berdasarkan diagram model struktural kelembagaan berada pada
level 6. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu independent variables berada pada level 5 juga merupakan lembaga
yang memberikan pengaruh kuat. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk efektifi- tas dan keberlanjutan dalam pengelolaan Kawasan Taman Nasional Kepulauan
Seribu sangat bergantung pada ke-empat lembaga tersebut. Berdasarkan kajian pengaruh kelembagaan, maka dukungan dalam hal ini oleh pemerintah melalui
Kementerian Kehutanan terhadap Balai Taman Nasional sangat menentukan efektifitas pengelolaan.
Perencanaan pembangunan di Kepulauan Seribu di tetapkan oleh Pemda DKI Jakarta, berdasarkan ketentuan pada Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999
pasal 4 yang menyatakan bahwa kewenangan otonomi berada pada Propinsi DKI Jakarta bukan Kota dan Kabupaten seperti ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut maka Ka- bupaten Administrasi Kepulauan Seribu mempunyai kewenangan yang terbatas
dalam mengatur wilayahnya. Namun rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang terlibat secara langsung dalam
menangani wilayah Kepulauan Seribu kepada Pemerintah Propinsi DKI yang membawahinya, akan berdampak terhadap kebijakan pengelolaan kawasan Kepu-
lauan Seribu yang berada dalam wilayah yuridiksinya. Ghandi dan Jain 2011 mengemukakan bahwa pemerintah dapat memainkan peran berupa memfasilitasi
melalui kebijakan, regulasi, opsi finansial, riset dan pengembangan. Ditegaskan oleh Kurnia 2009 penguatan kelembagaan berpengaruh positif terhadap kese-
jahteraan rakyat. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Masyarakatnelayan, Perguruan
tinggi dan Lembaga Kemasyarakatan Non Formal SPKP, APL dan Sentra Pe- nyuluh masuk dalam sektor III Linkage dari sistem gambar 10, artinya peu-
bah dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah tersebut akan memberikan dampak ter-
hadap peubah lainnya dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dampak Marimin, 2009. Dampak yang dimaksud adalah dapat memperbesar peluang
keberhasilan program pengelolaan, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan
melalui programnya melalui Suku Dinas Kelautan dan Pertanian , perguruan tinggi yang melalui riset dan teknologi, serta masyarakat dan lembaga kemasya-
rakatan non formal dapat menunjang upaya pengelolaan melalui kerjasama den- gan pemerintah daerah maupun dengan pihak pengelola. Walaupun demikian sub
elemen dalam sektor linkage memiliki ketergantungan pada faktor-faktor kunci independent
.
Gambar 10. Matriks Driver Power-Dependence kelembagaan Transivity 92.6 Ket.
1.Kementerian Kehutanan,
2.Provinsi DKI Jakarta; 3.Peme- rintah Kab. Adm. Kep. Seribu; 4.BTNKpS; 5.KKP; 6.Masyara-
katnelayan; 7.Perguruan Tinggi, 8.LSM; 9.Kemasyarakatan Non Formal SPKP, APL, Sentra Penyuluh; 10.LIPI; 11.Stasiun Meteo-
rologi Maritim Tanjung Priok; 12.Badan Informasi Geospasial.
Sub elemen Lembaga Swadaya Masyarakat L8, LIPI L10, Sta- siun Meteorologi Maritim Tanjung Priok L11, dan Badan Informasi Geospasial
L12 masuk dalam sektor Dependent sektor II serta berada pada level 3, level 2 dan level 1 yang berdasarkan kajian pengaruh kelembagaan, memberikan penga-
ruh yang kecil terhadap kebijakan pengelolaan taman nasional. Walaupun demi- kian sub elemen yang masuk dalam sektor dependent ini dapat memberikan in-
formasi maupun data penunjang untuk pengelolaan, namun pengaruh secara lang- sung yang berkaitan dengan kebijakan seperti yang dapat dilakukan oleh lemba-
ga yang berpengaruh kuat yang masuk sektor independent, tidak terlalu kuat. Ke-
tergantungan L8, L10, L11, dan L12 terhadap lembaga di sektor independent ti- dak ada, walaupun sering terjadi kerjasama dalam bidang penelitian.
Elemen Tujuan
Analisis tujuan memperlihatkan yang menjadi sub elemen kunci adalah Kelestarian Sumberdaya Taman Nasional T1 pada posisi level 6 Gambar 11
merupakan tujuan yang kuat pengaruhnya, namun demikian sub elemen pada lev- el 5 dan level 4 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11 termasuk dalam sektor
IV atau sektor independent strong driver-weak dependent variable juga mem- punyai pengaruh kuat. Sub elemen T1 menjadi tujuan utama atau faktor pengge-
rak utama yang diikuti sub elemen Terjaganya Keseimbangan Ekosistem Perairan T5, Penegakan Hukum T9, Adanya Koordinasi Antar Kelembagaan T10,
Mengimplementasikan Strategi Pengelolaan T11, dan Mewujudkan Kelemba- gaan yang Kuat T12. Sub elemen T1 merupakan prioritas utama dalam penge-
lolaan taman nasional yang berdasarkan analisis kelembagaan sangat dipengaruhi oleh sub elemen Kementerian Kehutanan L1 dan Pemerintah Kabupaten Admi-
nistrasi Kepulauan Seribu L3. Berdampak Meningkatkan Pen- dapatan Masya- rakat T15 pada level 3 adalah sektor dependent yang terpengaruh atau ber-
gantung pada terwujudnya sub elemen sektor independent. Jika ditelusuri pada elemen kelembagaan terkait dengan sub elemen kunci tujuan, pemerintah Kabu-
paten Administrasi Kepulauan Seribu mendukung program transplantasi karang melalui Sudin Kehutanan dan Kelautan yang bermitra dengan Lembaga Kema-
syarakatan Non Formal L9, yaitu Area Perlindungan Laut APL. Demikian juga Kementerian Kehutanan yang membawahi Balai Taman Nasional bermitra
dengan Sentra Penyuluh Konservasi Pedesaan SPKP untuk mendukung pro- gram penanaman mangrove di kawasan taman nasional.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua lembaga yang berpengaruh, mempunyai kepentingan yang sama terkait dengan pengelolaan sumberdaya.
Sektor III atau sektor linkage terdapat sub elemen Berdampak Pada Produksi Ikan Berkelanjutan T3, Berdampak Memperluas Lapangan Kerja T4, Berdampak
Terhadap Kelestarian Sumberdaya Perikanan T6, Berdampak Peningkatan Ke- sejahteraan Masyarakat di Kawasan Taman Nasional T7, Monitoring perubahan
Perairan T8, dan Berdampak Pada Peningkatan PADPNBP T14 Gambar 12.
Sub elemen dalam sektor linkage saling berkaitan satu dengan lainnya, secara te- oritis tindakan terhadap peubah dalam sektor dapat memberikan dampak terhadap
peubah lainnya, namun harus ditangani dengan hati-hati karena hubungan antar peubah dalam sektor ini tidak stabil. Sub elemen kunci Kelestarian Sumberdaya
Taman Nasional T1 jika tercapai maka akan berdampak atau berpengaruh ter- hadap sub elemen lainnya dalam elemen tujuan.
Gambar 11. Diagram model Tujuan Program dalam pengelolaan Taman Nasio- nal Kepulauan Seribu.
Ket. T1.Kelestarian sumberdaya TN; T2.Rasionalisasi jumlah ke- ramba di zona pemukiman; T3.Berdampak pada produksi ikan ber-
kelanjutan; T4.Berdampak memperluas lapangan kerja; T5.Terjaganya keseimbangan ekosistem perairan; T6.Berdampak
terhadap kelestarian sumberdaya perikanan; T7.Berdampak pening
katan kesejahteraan masyarakat di kawasan TN; T8.Monitoring pe- rubahan perairan;T9.Penegakan hukum; T10.Adanya koordinasi
antar kelembagaan; T11.Mengimplementasikan strategi pengelo- laan; T12.Mewujudkan Kelembagaan yang Kuat; T13. Mening-
katkan kapasitas SDM; T14.Berdampak pada peningkatan PADPNBP; T15.Berdampak pada pendapatan masyarakat.
Gambar 12. Matriks Driver Power-Dependence Tujuan Program Transivity 76.4
Ket. 1.Kelestarian sumberdaya TN; 2.Rasionalisasi jumlah keramba di zona pemukiman; 3.Berdampak pada produksi ikan
berkelanjutan; 4.Berdampak memperluaslapangan kerja; 5.Terjaganya keseimbangan ekosistem perairan; 6.Berdampak
terhadap kelestarian sumberdaya perikanan; 7.Berdampak peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan TN; 8. Moni
toring perubahan perairan; 9.Penegakan hukum; 10.Adanya koordinasi antar kelembagaan; 11.Mengimplementasikan strategi
pengelolaan; 12.Mewujudkan Kelembagaan yang kuat; 13. Meningkatkan kapasitas SDM; 14.Berdampak pada peningkatan
PADPNBP; T15= Berdampak pada pendapatan masyarakat.
Elemen Kebutuhan Program
Elemen kebutuhan program dalam pengelolaan taman nasional Kepulauan Seribu meliputi tiga belas sub elemen. Hasil analisis ISM pada Gambar 13 me-
nempatkan sebelas sub elemen kunci pada level 3 yaitu sub elemen Infrastruktur B1, Penetapan Zonasi Kawasan B3, Perencanaan B4, Keamanan Kawasan
B5, Pendanaan B6, Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan B8, Pemberdayaan Masyarakat B9, Kepastian Hukum B10, Dukungan
Stakeholder B11, Kepemimpinan B12, dan Kerjasama Lintas Sektoral B13.
Sebelas elemen kunci yang terpilih mengindikasikan bahwa menurut pendapat pakar untuk pengelolaan yang berkelanjutan kawasan TNKpS, program-program
yang termuat dalam sebelas sub elemen kunci dipandang perlu sebagai penunjang dan saling berkaitan satu dengan lainnya, serta menjadi pengungkit untuk sub
elemen
Gambar 13. Diagram model Kebutuhan Program dalam pengelolaan TNKpS Ket. B1.Infrastruktur listrik, jalan , telekomunikasi, transportasi,
Instalasi pengelolahan air; B2.Kompetensi SDM; B3.Penetapan
B4.Perencanaan; B5.Keamanan kawasan; B6.Pendanaan; B7.Pro- Mosi; B8.Monitoring dan evaluasi pengelolaan; B9.Pemberdaya -
an; B10.Kepastian hukum; B11.Dukungan Stakeholder; B12.Ke - pemimpinan; B13.Kerjasama lintas sektoral.
pada level 2. Sub elemen Kompetensi SDM yang terletak pada level 2 merupakan sub elemen penting untuk pelaksanakan program-program sub elemen kunci, maka diperlukan
upaya untuk peningkatan kualitas sub elemen ini. Suparno 2001 mengemukakan kompe- tensi adalah kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau memiliki ke-
trampilan kecakapan yang diisyaratkan. Terkait sub elemen kompetensi SDM di Kepu- lauan Seribu perlu di tingkatkan kualitasnya agar dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pembangunan. Terbatasnya kualitas SDM masyarakat lokal berarti kebutuhan tenaga yang berkualitas harus didatangkan dari luar kawasan, contoh yang terlihat dalam bidang usaha
perikanan budidaya oleh perusahaan swasta masyarakat lokal hanya menjadi pekerja atau buruh, sulit untuk sampai pada level manajerial. Hasil analisis ISM menempatkan sub
elemen Promosi dan Publikasi pada level 1, dan masih dipengaruhi oleh sub elemen kom- petensi SDM yang dalam hubungannya dengan pengelolaan kawasan konservasi tentunya
di butuhkan kemampuan untuk dapat melaksanakan program pendidikan dan penyuluhan konservasi. Matriks Power Driver-Dependence menunjukkan pada sektor IV atau sektor
independent Gambar 14 tidak terdapat sub elemen kunci, sebaliknya sub elemen kunci
masuk dalam sektor linkage sektor III sehingga harus dikaji secara hati-hati karena hubungan antar sub elemen pada sektor ini tidak stabil. Setiap tindakan pada sub elemen
dalam sektor linkage memberikan pengaruh atau memperbesar keberhasilan program pengelolaan di kawasan taman nasional.