Analisis Keberlanjutan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Aspek-Aspek Yang Tidak Harmonis Dalam Pengelolaan

ran wisatawan terhadap keberadaan zona inti, dan 12 Tingkat pemahaman masyarakat terhadap taman nasional. 25.16 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Keberlanjutan Sosial Gambar 24. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial Hasil analisis leverage menunjukkan bahwa dari dua belas atribut sosial- budaya yang sensitif dapat memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlan- jutan adalah 5 Potensi konflik pemanfaatan dan zonasi peruntukan disajikan pada Gambar 25. 0.34 2.80 4.40 2.40 7.42 5.39 3.17 3.33 3.25 3.00 2.63 2.12 2 4 6 8 RATA-RATA TINGKAT PENDIDIKAN UPAYA PERBAIKAN TERUMBU KARANG UPAYA PENANAMAN MANGROVE UPAYA PENANAMAN LAMUN POTENSI KONFLIK PEMANFAATAN ZONASI PERUNTUKAN KETERSEDIAAN AIR BERSIH SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KETERSEDIAAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN KESADARAN NELAYAN TERHADAP ZONASI INTI KESADARAN WISATAWAN TERHADAP ZONASI INTI TINGKAT PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP TN Nilai RMS Hasil Analisis Leverage Gambar 25. Analisis Leverage Sosial dinyatakan dalam nilai Root Mean Square RMS Potensi konflik pemanfaatan dalam pengelolaan kawasan TNKpS mengin- gat banyak pihak yang berkepentingan dengan pemanfaatan sumberdaya di kawa- san tersebut. Konflik pemanfaatan dan kewenangan yang didasari oleh undang- undang yang menjadi pedoman masing-masing pihak. Hal ini didasari bahwa setiap pihak yang berkepentingan mempunyai tujuan, target dan rencana untuk mengeksploitasi sumberdaya pesisir. Perbedaan tujuan, sasaran dan rencana ter- sebut mendorong terjadinya konflik pemanfaatan sumberdaya user conflict dan konflik kewenangan jurisdictional conflict. Jika atribut ini tidak di cari solusi untuk mengatasinya maka akan mengurangi nilai indeks keberlanjutan pengelo- laan kawasan. Teratasinya masalah pada atribut potensi konflik pemanfaatan akan menjadi faktor pengungkit atau memberikan pengaruh terhadap atribut lainnya. Perbaikan tersebut kemudian akan mempengaruhi atribut zonasi peruntukan kare- na semua para pihak sudah mencapai kesepakatan dan kesepahaman dalam men- gelola sumberdaya secara bersama-sama. Demikian pula dengan atribut upaya- upaya perbaikan ekosistem lamun, mangrove, dan terumbu karang akan terpenga- ruh menuju perbaikan nilai indeks keberlanjutan. Rata-rata tingkat pendidikan jika terus ditingkatkan maka akan menjadi factor pengungkit bagi tingkat pema- haman masyarakat terhadap taman nasional dan kesadaran nelayan terhadap ke- beradaan zona inti, yang nanti akan mempengaruhi perilaku wisatawasan yang berkunjung ke kawasan TNKpS. Perbaikan atribut pemahaman masyarakat juga akan mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan atribut sarana pengelolaan sampah, dengan tingkat pemahaman yang baik terhadap lingkungan kawasan maka kurangnya sarana pengelolaan sampah dapat diatasi masyarakat dengan mana- jemen pengelolaan sampah yang benar. Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan Hasil analisis dengan menggunakan Rap-CSM terhadap 14 atribut dimensi kelembagaan menunjukan nilai indeks keberlangsungan sebesar 39.50 yang be- rarti status kurang berkelanjutan dalam pengelolaan saat ini, namun posisi titik nilai indeks keberlanjutan berada pada kuadran positif menandakan bahwa penge- lolaan mengarah pada arah perbaikan Gambar 26. Nilai indeks juga mengindi- kasikan bahwa adanya atribut-atribut yang harus mendapatkan perhatian dengan secepatnya diperbaiki atau ditingkatkan lagi sebab akan memberikan dampak ne- gatif terhadap kegiatan pengelolaan. Atribut yang dalam dimensi hukum dan kelembagaan di dasari oleh situasi pengelolaan yang sedang berlangsung saat ini dan di asumsikan dapat memberi- kan pengaruh terhadap keberlanjutan dimensi kelembagaan. Atribut-atribut terse- but adalah 1 Ketersediaan UUperaturan pengelolaan sumberdaya taman na- sional, 2 Lembaga formalnon formal yang berkaitan dengan pelestarian sum- berdaya, 3 Zonasi yang ada telah disepakati oleh stakeholder, 4 Tingkat kepatuhan masyarakat stakeholder terhadap peraturan, 5 Pemantauan, pengawa- san, dan pengendalian, 6 Penyuluhan, 7 Koperasi, 8 Aturan adat, 9 Tokoh panutan, 10 Dukungan pemerintah dalam pengelolaan taman nasional, 11 Penegakan hukum, 12 Penyediaan infrastruktur penunjang pengelolaan taman nasional, 13 Sinkronisasi lintas sektoral, 14 Keberadaan dan efektifitas fee konservasi. 39.50 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Keberlanjutan Kelembagaan Gambar 26. Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh enam atribut yang sensitif terhadap indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan yaitu, 3 Zonasi yang ada telah disepakati oleh stakeholder, 5 Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian, 7 Koperasi, 8 Aturan adat, 9 Tokoh panutan, 10 Dukungan pemerintah dalam pengelolaan taman nasional, hasil analisis leverage tersaji pada Gambar 27. Atribut sensitif yang pertama, yaitu pemantauan, pengawasan dan pengen- dalian merupakan fungsi utama pihak pengelola kawasan konservasi sebab berkai- tan dengan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh stakeholder lainnya dalam kawasan. Efektifitas pelaksanaan atribut ini akan menentukan ke- berhasilan pelaksanaan rencana program. Sementara pengelola kawasan sebagai pelaksana program perlu juga di lakukan pemantauan, pengawasan dan pengenda- lian oleh lembaga yang membawahinya. 2.46 3.35 4.13 2.43 5.20 1.82 4.25 4.33 4.03 3.66 0.53 0.44 3.11 2.35 1 2 3 4 5 6 KETERSEDIAAN UU PENGELOLAAN SD TN LEMBAGA FORMALNON FORMAL YG BERKAITAN DGN PELESTARIAN SD ZONASI YG ADA TLH DISEPAKATI OLEH STAKEHOLDER TKT KEPATUHAN MASYSTAKEHOLDER THDP PERATURAN PEMANFAATAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENYULUHAN KOPERASI ATURAN ADAT TOKOH PANUTAN DUKUNGAN PEMDA DALAM PENGELOLAAN TN PENEGAKAN HUKUM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENUNJANG PENGELOLAAN TN SINGKRONISASI KEBIJAKAN LINTAS SEKTORAL KEBERADAAN DAN EFEKTIVITAS FEE KONSERVASI Nilai RMS Hasil An alisis Leverage Gambar 27. Analisis Leverage Dimensi Kelembagaan dinyatakan dalam nilai Root Mean Square RMS Keberadaan atribut yang kedua yaitu aturan adat memiliki peran yang cu- kup besar untuk menunjang nilai indeks keberlanjutan, aturan adat dalam berbagai kasus yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, terlebih yang berkai- tan dengan konservasi dirasakan sangat efektif karena selain mudah untuk dipa- hami dan di taati oleh masyarakat juga karena merupakan kesepakatan bersama masyarakat. Dalam beberapa kasus yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber- daya alam di Indonesia terjadi konflik namun dapat diselesaikan dengan penera- pan aturan adat. Aturan adat di kawasan taman nasional Kepulauan Seribu seha- rusnya di gali kembali berdasarkan sejarah. Wawancara dengan masyarakat men- yatakan pada masa lalu adanya keberadaan tokoh panutan. Atribut zonasi yang ada telah disepakati oleh stakeholder akan menaikan nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan jika mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah dalam pengelolaan taman nasional. Belum tercapainya kesem- pakatan mengenai zonasi dapat di lihat dari instrumen perundang-undangan yang menjadi dasar kebijakan dari pengelola dan pemerintah daerah, yang dapat mem- pengaruhi perilaku stakeholder lainnya yang berkepentingan dalam pemanfaatan dalam kawasan. Atribut sinkronisasi kebijakan lintas sektoral lebih disebabkan oleh belum optimalnya koordinasi antar sektor atau lembaga terkait, dan lebih mengutamakan melaksanakan program-program secara parsial tanpa melibatkan sektor lainnya. Atribut dukungan pemerintah daerah juga akan sangat berperan dalam menentukan atribut koperasi. Ketiadaan atribut koperasi menandakan atribut tersebut harus diperhatikan oleh pemerintah daerah. Keberadaan atribut lainnya sudah berjalan sesuai dengan fungsinya, namun apabila ditingkatkan akan menjadi faktor pengungkit bagi atribut lainnya dan secara keseluruhan dapat menaikan nilai indeks keberlanjutan. Keberlanjutan Multidimensi Hasil analisis menggunakan RAP-CSM multidimensional terhadap keber- lanjutan pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu secara umum ‘kurang berkelanjutan’ dengan nilai 43.91. Keberlanjutan tiap dimensi adalah sebagai berikut: 1 dimensi ekologi 43.21 kurang berkelanjutan, 2 dimensi ekonomi sebesar 48.83 kurang berkelanjutan, 3 dimensi sosial 25.16 kurang berke- lanjutan dan 4 dimensi kelembagaan sebesar 39.50 kurang berkelanjutan Gambar 28. Akan tetapi kegiatan yang sedang di lakukan oleh pengelola TNKpS dengan mereview RPTN periode tahun 1999-2019 dan Perda Nomor 1 tahun 2012 Propinsi DKI, akan dapat meningkatkan nilai indeks keberlangsungan pada masa mendatang. Berdasarkan hasil analisis, nilai indeks keberlanjutan pada lima di- mensi masih harus ditingkatkan untuk mencapai status berkelanjutan. Atribut yang berdampak negatif terhadap nilai indeks keberlanjutan harus diupayakan un- tuk diperbaiki, dan atribut yang berdampak positif harus lebih ditingkatkan lagi agar dapat meningkatkan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan. 48.83 43.21 25.16 39.50 20 40 60 80 100 Ekon om i Ekologi Sosia l Ke le m b a gaa n D IAGRAM LAYAN G-LAYAN G Gambar 28. Diagram layang-layang Indeks Keberlangsungan Multidimensi Hasil Analisis Monte Carlo mengindikasikan nilai galat error cukup ke- cil dengan selang kepercayaan 95 dimana selisih nilai antara analisis MDS dan Monte Carlo tiap dimensi dan multidimensi kurang dari 1 yang menunjukkan per- hitungan dengan MDS memiliki tingkat presisi yang tinggi. Perbedaan nilai in- deks keberlanjutan hasil analisis MDS dan Monte Carlo disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis MDS dan Monte Carlo Nilai indeks keberlanjutan . Dimensi Keberlanjutan MDS Monte Carlo Perbedaan Ekologi 43.21 43.65 0.44 Ekonomi 25.16 25.44 0.28 Sosial 48.83 48.86 0.03 Kelembagaan 39.50 40.04 0.54 Nilai stress berada pada kisaran 0.13-0.15 menandakan cukup akurat karena kurang dari 0.25 dan nilai koefisien determinasi R 2 berkisar 0.91-0.95 mendekati 1.0 Fisheries 1999 disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil analisis RAP-CSM untuk nilai Stress dan Koefisien Determinasi Dimensi keberlanjutan . Parameter A B C D Stress 0.15 0.13 0.13 0.13 R 2 0.19 0.95 0.94 0.95 Iterasi 2 2 2 2

5.6. Strategi Pengelolaan

Potensi sumberdaya kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu merupa- kan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan bagi keberlangsungan pengelolaan yang ditujukan pada kesejahteraan masyarakat dalam kawasan, sehingga diha- rapkan tujuan pembangunan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan kon- servasi oleh BTNKpS dapat seiring dan tercapai. Strategi untuk mewujudkan hal tersebut dikembangkan berdasarkan aspek-aspek yang tidak harmonis dalam pen- gelolaan kawasan taman nasional, adalah : 1. Peninjauan dan revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Peme- rintahan Daerah yang berkaitan pengelolaan kawasan konservasi dan Un- dang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi pe- rairan dan perikanan. 2. Peninjauan dan revisi Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2013 yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan taman nasional dan penyesuaian program dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu Ta- hun 1999 – 2019 dengan kebijakan pemerintah daerah terkait pengelolaan pa- da kawasan taman nasional. 3. Pemanfaatan kawasan perairan dalam kawasan Taman Nasional oleh kegiatan masyarakat maupun stakeholder lainnya harus ditujukan untuk menunjang fungsi kawasan. 4. Pengawasan dan Pengendalian penambangan karang dan pasir disertai dengan pengadaan material batu dan pasir melalui kebijakan subsidi oleh pemerintah daerah 5. Pendidikan dan ketrampilan masyarakat dalam kawasan konservasi diting- katkan disertai upaya pengembangan mata pencaharian alternatif bagi masya- rakat 6. Kolaborasi dalam pengelolaan sumberdaya hayati antara pemerintah daerah dan BTNKpS 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Analisis kelembagaan memperlihatkan bahwa terdapat dua sub elemen dari elemen kelembagaan yang mempunyai peran penting dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu, yaitu Kementerian Kehutanan yang berdasarkan Undang-Undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, KPA dan KSA di kelola oleh pemerintah dan Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Kedua lembaga merupakan sub elemen kunci keberhasilan dan keberlanjutan dalam pengelolaan kawasan TNKpS. Penyelarasan dasar hukum pengelolaan wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan Pemerintah Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011, dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan TNKpS yang menjelaskan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah dengan melibatkan seluruh stakeholder dalam pengelolaan semenjak dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Harmonisasi dapat dilakukan dengan menerapkan 3 pilar mekanisme, yaitu : a. kerjasama, b. koordinasi, dan c. konsultasi. 2. Harmonisasi pengelolaan berbasis ekologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan dengan penyelarasan kebijakan Pemerintah Propinsi DKI yang tertuang dalan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah 2030 dengan review Rencana Pengelolaan Taman Nasional RPTN Kepulauan Seribu Periode tahun 1999-2019. Beberapa ketentuan dalam Perda nomor 1 tahun 2012 yang berkaitan dengan pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu dapat diselaraskan dengan program dalam RPTN yang mengacu pada Undang-undang nomor 5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 1998 untuk mengantisipasi perkembangan yang dinamis dalam pengelolaan kawasan TNKpS. Analisis dengan metode Multidimensional Scaling untuk keberlanjutan menunjukan atribut yang penting untuk terus diupayakan dan ditingkatkan adalah rehabilitasi ekosistem terumbu karang melalui program transplantasi karang, ekosistem lamun, dan penanaman mangrove dalam kawasan TNKpS. Status keberlanjutan multidimensional yang meliputi aspek ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan terhadap pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu secara umum ‘kurang berkelanjutan’ dengan nilai 43.91. Strategi yang dapat dikembangkan adalah : 1 Peninjauan dan revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berkaitan pengelolaan kawasan yang didalamnya terdapat kawasan konservasi dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi perairan dan perikanan, 2 Peninjauan dan revisi Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2013 yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan taman nasional dan penyesuaian program dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu Tahun 1999 – 2019 dengan kebijakan pemerintah daerah terkait pengelolaan pada kawasan taman nasional, 3 Pemanfaatan kawasan perairan dalam kawasan Taman Nasional oleh kegiatan masyarakat maupun stakeholder lainnya harus ditujukan untuk menunjang fungsi kawasan, 4 Pengawasan dan Pengendalian penambangan karang dan pasir disertai dengan pengadaan material batu dan pasir melalui kebijakan subsidi oleh pemerintah daerah, 5 Pendidikan dan ketrampilan masyarakat dalam kawasan konservasi ditingkatkan disertai upaya pengembangan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat, dan7 Kolaborasi dalam pengelolaan sumberdaya hayati antara pemerintah daerah dan BTNKpS

6.2. Saran

1. Melakukan pendekatan sistem dengan pemerintah setempat yang mempunyai kewenangan terhadap wilayahnya, dengan mensinkronkan program dalam RPTN dengan program pembangunan Pemerintah Daerah. 2. Guna menghindari konflik kepentingan dengan pemerintah setempat, pihak pengelola TNKpS ataupun sebaliknya lebih mengutamakan koordinasi dan kerjasama, demikian juga dengan instansi terkait lainnya serta melibatkan seluruh stakeholder dalam pelaksanaan pembangunan 3. Pada masa mendatang harmonisasi ataupun penyelarasan kebijakan dapat diterapkan semenjak masih dalam tahap perencanaan dan rancangan naskah akademik program pembangunan Pemerintah Daerah dengan program dalam RPTN Balai TNKpS DAFTAR PUSTAKA Amanah, S. 2004. Perencanaan strategis pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Buletin Ekonomi Perikanan Vol. V. No. 2. Anthony, K.R.N and S. R. Connolly. 2007. Bleaching, energetics, and coral mortality risk: Effects of temperature, light, and sediment regime. Limnol. Oceanogr., 522, 716–726 Argawal, A. and C.S. Benson. 2011. Common property theory and resource governance institutons: strengthening explanations of multiple outcomes. Environmental Conservation 382:199-210 Aunuddin. 2005. Statistika: Rancangan dan Analisis Data. IPBPress Bogor. BTNKpS. 1999. Rencana pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jakarta. Bappeda DKI. 2001. Pemantapan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Laporan Akhir Tahun Anggaran 2001 . Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Beaton, J.M. 1985. Evidence for a coastal occupation time-lag at Princes Charlotte Bay North Queensland and implications for coastal colonization and population growth theories for Aboriginal Australia. Archaeol Ocean 20:1-20 Bell, S.S., R.A. Brooks, B.D. Robbins, M.S. Fonseca, M.O. Hall. 2001. Faunal to fragmentation in seagrass habitat: Implication for seagrass conservation. Biological Conservation 100: 115-123 Bengen, D.G., 2001. Sinopsis ekosistem sumberdaya alam pesisir dan laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut. 62 hal. Bengen, D. G., 2004. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove , Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, Bogor. Berg, H., M.C. Ohman, S. Troeng, and O. Linden. 1998. Environmental economic of coral reef destruction in Sri Langka. AMBIO, Vol. 27 8: 627-634. Brown, B.E and Suharsono. 1990. Damage and recovery of coral reefs affected by El-Nino related seawater warming in the Thousand Islands, Indonesia. Coral reefs 8: 163-170. Bruner, A.G., R.E. Gullison, R.E. Rice, D.A.B. Da Fonseca. 2001. Effectiveness of parks in protecting tropical biodiversity. Science 291:125-128 Badan Pusat Statistik BPS 2011. Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dalam angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Badan Pusat Statistik BPS 2011. Kepulauan Seribu Utara dalam angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Badan Pusat Statistik BPS 2011. Statistik Daerah Kabupaten Kepulauan Seribu 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Badan Pusat Statistik BPS 2012. Statistik Daerah Kabupaten Kepulauan Seribu 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Badan Pusat Statistik BPS 2012. Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dalam angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Badan Pusat Statistik BPS 2007. Pendapatan regional Kepulauan Seribu 2002 - 2006. Badan Pusat Statistik Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Badan Pusat Statistik BPS 2012. Pendapatan regional Kepulauan Seribu 2007 - 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu BTNKpS. 2010. Laporan statistik Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu tahun 2010 . Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jakarta. BTNKpS. 2011. Statistik 2011. Laporan penyusunan statistik Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. BTNKpS Jakarta Budimanta, A. 2005 Memberlanjutkan Pembangunan di Perkotaan melalui Pembangunan Berkelanjutan dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21. 2005. Cadoret, A. 2009. Conflict dynamics in Coastal Zones: a perspective using the example of Languedoc-Rousillon France. J Coast Conserv 13:151-163 Cardoso, P.G., M.A. Pardala, A.I. Lillebøa, S.M. Ferreira, D. Raffaelli, J.C. Marquesa. 2004. Dynamic changes in seagrass assemblages under eutrophication and implications for recovery. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 302 : 233– 248 Cesar, H.S.J. 1996. Economic analysis of Indonesian coral reefs. Working Paper Series “Work in Progress”, World Bank. Washington DC. 97 pp. Chesworth, J.C., M.E. Donkin., M.T. Brown. 2004. The interactive effects of the antifouling herbicides Irgarol 1051 and Diuron on the seagrass Zostera marina L. Aquatic Toxicology 66 : 293–305 Cole, J., 2003. Dishing the dirt on coral reefs. Nature. Vol.421. 705-706 COREMAP II 2006. Pembelajaran dari program pengelolaan sumberdaya alam laut berbasis masyarakat . Volume 2, COREMAP. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia . PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Daily, G. and P. Matson. 2008. Ecosystem services: from theory to implementa- tion. Proceedings National Academy Sciences USA 105:9455- 9456 de la Moriniere, E.C., B.J.A. Pollux., I. Negelkerken, and G. van der Velde., 2002. Post-settlement Life Cycle Migration Patterns and Habitat Preferences of Coral Reef Fish that use Seagrass and Mangrove Habitats as Nurseries. Estuarine, Coastal and Shelf Science 55: 309-321 Dinas Kelautan dan Pertanian. 2010. Bintek kelompok DPLAPL Kepulauan Seribu. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan DKP. 2009. Modul Pelatihan dan Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Secara Tepadu. Jakarta Djajadiningrat, S.T. 2005. Sustainable future; menggagas warisan peradaban bagi anak cucu seputar wacana pemikiran Surna Tjahja Djajadiningrat. Indonesia Center for Sustainable Development. Jakarta Dunn, W.N. 2000. Public Policy Analysis : An Introduction. Second Edition. Prentice-Hall, Inc., A Simon Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey 07632. Terjemahan dari : Gadjah Mada University Press. Yogyakarta 55281, Indonesia. English, S., C. Wilkinson, and V. Baker. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources . ASEAN-Australian Marine Project. Australia. Erickson A.A. , I. C. Feller, V.J. Paul ,L.M. Kaitkowski , W. Lee , 2008. Selection of an omnivorous diet by the mangrove tree crab Aratus pisonii in laboratory experiments. Journal of Sea Research 59 : 59–69 Erlandson, J.M. and T.C. Rick. 2010. Archeology meets marine ecology: the antiquity of maritime culture and human impacts on marine fisheries and ecosystem. Annual review of Marine Science 2: 231- 251 Estradivari, Idris, M. Syahrir. 2009. Kajian struktur komunitas karang keras Kepulauan Seribu tahun 2005 2007. Dalam : Terumbu karang Jakarta. Yayasan TERANGI dan Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.