23
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali siswa, dan masyarakat sekitar. Selanjutnya, kompetensi profesional dijelaskan sebagai penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi
materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Selain itu, Sudjana 2010: 18 membagi kompetensi guru menjadi tiga
kategori, yakni kompetensi kognitif, sikap dan perilaku. Menurut Sudjana 2010: 18, kompetensi perilaku atau performansi guru artinya kemampuan guru dalam berbagai
keterampilan atau berperilaku seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa,
keterampilan menumbuhkan semangat belajar siswa, keterampilan menyusun persiapan atau perencanaan mengajar, keterampilan melaksanakan administrasi
kelas, dan lain-lain. Berdasarkan penjelasan di atas, maka baik tidaknya performansi guru dapat
dilihat dari pelaksanaan atau pengelolaan proses pembelajaran. Performansi guru dapat dikatakan baik, apabila guru mampu atau mahir dalam teknik mengajar.
Misalnya, dalam melaksanakan prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, atau penggunaan model pembelajaran. Performansi guru dikatakan
kurang baik, apabila guru kurang mampu atau kurang mahir dalam teknik mengajar.
2.1.10 Model Pembelajaran
Mills dalam Suprijono 2011: 45 berpendapat bahwa “model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau
sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu”. Model pembelajaran menurut Arends dalam Suprijono 2011: 46, mengacu pada pendekatan yang akan
24
digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Joyce dan Weil dalam Abimanyu dkk 2008: 2-4 mengemukakan bahwa model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan serta melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pedoman yang digunakan dalam pembelajaran berbentuk pola yang terkonsep
secara sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2.1.11 Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson dan Johnson dalam Huda 2011: 31, pembelajaran kooperatif berarti working together to accomplish shared goals bekerjasama untuk
mencapai tujuan bersama. Dalam suasana kooperatif, setiap anggota saling berusaha mencapai hasil yang nantinya bisa dirasakan oleh semua anggota kelompok. Seperti
yang dikutip Huda 2011: 32, Artz dan Newman mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai kelompok kecil siswa yang bekerjasama dalam satu tim untuk
mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan bersama Huda 2011: 32.
Sementara itu, Etchberger 2011: 397 juga turut menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
Cooperative learning has been shown to improve academic achievement for students through active involvement by students Jacobs et al. 2002,
Cooper et al. 2003, Milus 2010. Cooperative learningfosters a
25
relationship in a group of students that requires positive interdependence a sense of sink or swim together, individual accountability each of us
has to contribute and learn, interpersonal skills communication, trust, leadership, dedsionmaking [sic], and conflict resolution, face-to-face
promotive interaction, and processing reflecting on how well the team is functioning and how to function even better, Johnson and Johnson
1994b.
Maksud dari pernyataan tersebut yaitu pembelajaran kooperatif telah ditunjukkan untuk meningkatkan prestasi akademik siswa melalui keterlibatan oleh
siswa Jacobs et al. 2002, Cooper et al. 2003, Milus 2010. Dalam pembelajaran kooperatif, hubungan siswa dalam kelompok memerlukan saling ketergantungan
yang positif perasaan tenggelam atau berenang bersama-sama, akuntabilitas individu setiap dari kita harus berkontribusi dan belajar, keterampilan antarpribadi
komunikasi, kepercayaan, kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan resolusi konflik, interaksi promotif secara tatap muka, dan pengolahan merefleksikan
seberapa baik tim ini berfungsi dan bagaimana cara memfungsikan lebih baik, Johnson and Johnson 1994b.
Menurut Suprijono 2011: 54, secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-
pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan
bentuk ujian tertentu pada akhir tugas. Model pembelajaran kooperatif menjadi perhatian dan dianjurkan oleh para
ahli pendidikan untuk digunakan. Slavin 2005: 4 mengemukakan dua alasan. Pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan
orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif
26
dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut,
maka model pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.
Isjoni 2010:6 mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat diartikan belajar bersama-sama, saling membantu antara satu dan yang lain dalam
belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
pembelajaran kooperatif menyangkut teknik pengelompokkan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang
umumnya terdiri dari 4-6 orang. Kegiatan pembelajaran kooperatif di SD, dilaksanakan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam bekerjasama. Rasa tanggung jawab terhadap kelompok, juga dapat ditingkatkan dengan model pembelajaran kooperatif. Dalam
pelaksanannya, keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran ini sudah tidak diragukan lagi.
Howe, dkk dalam Thruston, dkk 2010: 19 menjelaskan bahwa: “groupwork and cooperative learning in science education are already incorporated into the
pedagogical practice in many countries ”. Maksud dari pernyataan tersebut yaitu
tugas kelompok dan pembelajaran kooperatif dalam pendidikan sains sudah dimasukkan ke dalam praktik-praktik pedagogis di banyak negara.
Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
27
pelaksanaannya membentuk siswa menjadi beberapa kelompok untuk bekerjasama dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas kelompok yang mereka peroleh.
2.1.12 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw