13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Belajar
Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses
mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya
dikembangkan Suparno, 2006:61. Belajar lebih dari sekedar mengingat, peserta didik harus memahami dan mampu menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari,
mereka harus mampu memecahkan masalah, menemukan, sesuatu untuk dirinya sendiri, dan berkutat dengan pelbagai gagasan Rifa’i Anni, 2009:137.
Proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut.
1 Belajar berarti membentuk makna melalui apa yang dilihat, didengar, dirasakan,
dan dialami oleh peserta didik. 2
Proses terus menerus untuk merekonstruksi baik secara kuat maupun lemah setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan baru.
3 Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru.
4 Proses belajar paling baik terjadi ketika peserta didik dalam situasi keraguan
yang merangsang pemikiran lebih lanjut. 5
Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia fisik dan lingkungannya.
6 Hasil belajar peserta didik tergantung pada apa yang telah diketahuinya,
meliputi konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
2.1.2 Teori Belajar
Beberapa teori yang mengkaji tentang konsep belajar telah banyak dikembangkan oleh para ahli. Teori-teori belajar yang mendukung penelitian ini
diuraikan sebagai berikut.
2.1.2.1 Teori Belajar Piaget
Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu melalui interaksi terus-menerus dengan lingkungan Dimyati Mudjiono, 2006:13. Hal ini
mengakibatkan seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap daripada saat masih kecil Suherman, 2003:36. Menurut Piaget, setiap
individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif sebagai berikut.
Tabel 2.1 Tahapan Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap Perkiraan
Usia Kemampuan-kemampuan Utama
Sensorimotor lahir - 2 tahun
Terbentuknya konsep “kepermanenan objek” dan kemajuan gradual dari perilaku yang
mengarah kepada tujuan.
Praoperasional 2
– 7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan objek-
objek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi.
Operasi Konkrit 7
– 11 tahun Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru
termasuk penggunaan operasi-operasi yang dapat-balik. Pemikiran tidak lagi sentrasi
tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.
Operasi Formal 11 - dewasa
Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat
dipecahkan melalui
penggunaan eksperimentasi sistematis.
Trianto, 2007:15. Pada tahap operasi formal anak sudah memiliki kemampuan untuk berpikir
abstrak, sistematis, dan logis melalui simbol-simbol, serta memiliki kemampuan untuk memecahkan suatu permasalahan. Anak sudah mampu menyusun rencana
untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji solusinya Rifa’i Anni, 2009:30.
Semakin jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya menentukan perkembangan kognitif yang dialami oleh anak tersebut.
Terdapar tiga implikasi penting dalam model pembelajaran dari teori Piaget yaitu sebagai berikut.
1 Merumuskan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar
pada hasilnya. Penekanan yang dilakukan oleh seorang guru tidak hanya pada jawaban benar, tetapi guru juga harus memahami proses yang digunakan anak
untuk memperoleh jawaban tersebut sehingga dikatakan seorang guru telah memberikan pengalaman kepada anak.
2 Memperhatikan inisiatif yang disampaikan anak, keterlibatan aktif anak dalam
kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, anak tidak langsung diberi pengetahuan jadi, tetapi anak didorong untuk mampu menemukan sendiri
pengetahuan berdasarkan interkasi terhadap lingkungannya. 3
Memahami adanya perbedaan kemajuan perkembangan pada masing-masing anak. Hal ini disebabkan kecepatan perkembangan pada tiap anak berbeda satu
dengan yang lainnya walaupun urutan perkembangan yang terjadi adalah sama Trianto, 2007:16-17.
Terdapat tiga prinsip utama dalam teori pembelajaran Piaget adalah sebagai berikut.
1 Belajar aktif
Pada proses belajar aktif, subjek belajar mengalami perkembangan pengetahuan. Agar perkembangan pengetahuan berjalan dengan baik maka perlu
diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan subjek belajar sendiri.
2 Belajar lewat interaksi sosial
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadi interaksi di antara subjek belajar. Apakah terjadi interaksi di antara subjek belajar maka
khasanah kognitif anak dapat diperkaya dengan macam-macam sudut pandangan dan alternatif tindakan.
3 Belajar lewat pengalaman sendiri
Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasaran pada pengalaman nyata daripada bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Jika hanya
menggunakan bahasa tanpa pengalaman sendiri, perkembangan kognitif anak cenderung mengarah ke verbalisme Sugandi, 2007:35-36.
Dengan demikian, keterikatan penelitian ini dengan teori Piaget adalah adanya keaktifan, interaksi, dan membangun pengalaman dalam pembelajaran CPS
berbasis HOA. Karena tiga hal tersebut, kemampuan berpikir kritis peserta didik akan berkembang menjadi lebih baik.
2.1.2.2 Teori Belajar Vygotsky
Menurut Vygotsky, suatu pengetahuan tidak diperoleh anak secara sendiri melainkan mendapat bantuan dari lingkungannya. Teori Vygotsky lebih menekankan
pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Trianto, 2010:76. Vygotsky berpendapat bahwa belajar adalah proses sosial konstruksi yang dihubungkan oleh
bahasa dan interaksi sosial.
Ada empat prinsip kunci dari teori Vygotsky, yaitu 1 penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran the sociocultural nature of learning, 2
zona perkembangan terdekat zone of proximal development, 3 pemagangan kognitif cognitive apprenticenship, dan 4 scaffolding. Pada prinsip pertama,
Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
melalui kegiatan sosial dan kultural bertujuan untuk mengembangkan memori, perhatian, dan nalar anak. Kegiatan tersebut menggunakan alat yang ada dalam
masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan strategi memori Rifa’i Anni, 2009:34.
Prinsip kedua dari Vygotsky adalah ide bahwa peserta didik belajar paling baik apabila berada dalam zona perkembangan terdekat mereka, yaitu tingkat
perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan anak saat ini. Menurut Vygotsky pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang
belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada dalam zone of proximal development
Trianto, 2010:76. Prinsip ketiga dari teori Vygotsky adalah menekankan pada kedua-duanya,
hakikat sosial dari belajar dan zona perkembangan. Peserta didik dapat menemukan sendiri solusi dari permasalahan melalui bimbingan dari teman sebaya atau pakar.
Prinsip keempat Vygotsky memunculkan konsep scaffolding, yaitu memberikan
sejumlah besar bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera
setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan
contoh, ataupun yang lain sehingga memungkinkan peserta didik tumbuh mandiri Trianto, 2010:76.
Keterkaitan penelitian ini dengan pendekatan teori Vygotsky adalah interaksi sosial dan hakikat sosial yang termuat dalam pembelajaran CPS. Peserta
didik melakukan pekerjaan dalam kelompok-kelompok kecil, melakukan diskusi yang bertujuan untuk merangsang peserta didik untuk aktif bertanya dan berpikir
kritis dalam menyelesaikan suatu masalah.
2.1.2.3 Teori Belajar Bruner
Teori belajar penemuan discovery learning Jerome Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik Trianto, 2007:26. Bruner mengemukakan teori bahwa belajar merupakan suatu proses aktif di mana
peserta didik mengonstruk gagasan atau konsep baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya Soviawati, 2011:82. Bruner sangat menyarankan
keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh di mana pembelajaran akan lebih baik jika berlangsung di tempat yang khusus, yang dilengkapi dengan objek-objek
untuk dimanipulasi anak Suherman, 2003:43.
Bruner menyatakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap sebagai berikut.
1 Tahap enaktif, dalam tahap ini anak secara langsung terlibat dalam
memanipulasi mengotak-atik objek. 2
Tahap ikonik, dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
memanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan anak dalam tahap enaktif.
3 Tahap simbolik, dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau
lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terkait dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Pada tahap ini anak sudah mampu menggunakan
notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil Suherman, 2003:44. Dengan demikian, keterkaitan penelitian ini dengan teori Bruner adalah
melalui pembelajaran CPS berbasis HOA peserta didik diharapkan mampu menemukan sendiri konsep yang baru, baik secara individu maupun diskusi, dengan
menggunakan pengetahuan-pengetahuan awal mereka namun tetap ada bimbingan dari guru. Suasana belajar aktif juga akan tercipta karena adanya diskusi dan
interaksi antara peserta didik dengan guru melalui serangkaian pertanyaan.
2.1.3 Pembelajaran Matematika
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang merupakan hasil dari pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan
lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal Suherman, 2003:7. Gagne menyatakan bahwa pembelajaran
merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal Rifa’i Anni, 2009:192. Pembelajaran yang bersifat
eksternal salah satunya pengajaran oleh pendidik atau guru. Terdapat enam komponen pembelajaran sebagaimana diuraikan berikut ini.
1 Tujuan
Tujuan dari sebuah pembelajaran adalah tercapainya instructional effect yang dapat berupa pengetahuan dan keterampilan atau sikap dan nurturant effect yang
dapat berupa kesadaran akan sifat pengetahuan, tenggang rasa, dan kecermatan dalam berbahasa.
2 Subjek belajar
Selain sebagai subjek belajar peserta didik juga berperan sebagai objek. Sebagai subjek karena peserta didik adalah individu yang melakukan proses belajar
mengajar dan sebagai objek karena kegiatan pembelajaran dapat mencapai perubahan pada diri subjek belajar.
3 Materi belajar
Materi pelajaran merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran sebab materi pelajaran akan memberikan warna dan bentuk dari kegiatan pembelajaran.
4 Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran merupakan pola umum mewujudkan proses pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5 Media pembelajaran
Media pembelajaran merupakan alat yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran.
6 Penunjang
Komponen penunjang berfungsi untuk memperlancar, melengkapi, dan mempermudah proses pembelajaran, misalnya fasilitas belajar, buku sumber, alat
pembelajaran, dan lain sebagainya Sugandi, 2007:28-30. Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata
pelajaran matematika dengan mengajarkan matematika kepada peserta didik Suyitno, 2004:2. Belajar matematika merupakan upaya untuk membentuk pola
pikir dalam suatu pemahaman maupun dalam suatu penalaran, serta pembentukan sikap bagi peserta didik.
Tujuan umum pembelajaran matematika adalah memberikan penekanan pada keterampilan penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya Suherman, 2003:58.
Adapun tujuan khusus pembelajaran matematika di jenjang sekolah menengah pertama adalah sebagai berikut.
1 Peserta didik memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matematika. 2
Peserta didik memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah.
3 Peserta didik memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan
perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
4 Peserta didik memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis,
kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika Suherman, 2003:58-59.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu proses atau kegiatan yang dirancang untuk mengajarkan
matematika kepada peserta didik. Proses tersebut bertujuan untuk meningkatkan keterampilan penerapan matematika peserta didik sehingga dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe CPS