Pendahuluan Induksi Mutasi Dengan Sinar Gamma Pada Populasi Kalus Embriogenik Jeruk Keprok Soe Untuk Ketahanan Terhadap Penyakit Huanglongbing

27 Gambar 3 Induksi kalus embriogenik dari biji matang mature seed jeruk keprok SoE. a kalus embriogenik, b sisa kulit biji seed coat, c tunas. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa embrio somatik yang diperoleh tersebut terbentuk melalui proses embriogenesis somatik tidak langsung indirect somatic embryogenesis. Struktur kalus yang dihasilkan berstruktur remah, tidak kompak, dan berwarna kuning mengkilap. Pembentukan embrio somatik yang diawali dengan terbentuknya kalus embriogenik yang terbentuk dari eksplan biji Gambar 3. Respon eksplan terhadap media nampak bahwa KE dan ES jenis globular muda terlihat pada belahan kotiledon biji bagian dalam biji matang mature seed jeruk keprok SoE yang dikulturkan. Kalus embriogenik dan globular muda tersebut diduga berasal dari proliferasi embrio nuselar yang terbentuk dari jaringan nuselar setelah biji berkembang menjadi matang. Seperti yang dijelaskan oleh Koltunow et al. 1995 bahwa embrio nuselar terbentuk dari nuselus yang terdegenerasi. Kalus embriogenik tersebut bila dilihat di bawah mikroskop terdiri dari massa pro-embrio PEM dan bulatan-bulatan kecil yang disebut globular muda early globular Gambar 4. Tabel 2 Persentase pembentukan kalus embriogenik KE dan analisis varian dan uji lanjut DMRT rata-rata jumlah embrio somatik ES yang terbentuk pada media perlakuan induksi kalus embriogenik jeruk keprok SoE. No Media Perlakuan Persentase Pembentukan Kalus KE Rata-rata Jumlah Embrio Somatik ES …..………. Minggu ke ….…………… 13 17 25 1. 2. 3. 4. BAP 3 mgL BAP 3 mg L -1 +2.4-D 0.1 mg L -1 BAP 3 mg L -1 +2.4-D 0.3 mg L -1 BAP 3 mg L -1 +2.4-D 0.5 mg L -1 100 75 25 8.00 a 3.75 ab 0.75 b 0.25 b 20.00 a 5.75 ab 4.00 b 0.75 c F value 5.84 8.35 : nyata pada taraf 5, tn tidak nyata, angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada analisis DMRT taraf 5. Penggunaan BAP tunggal diketahui efektif dalam induksi kalus embriogenik dan embrio somatik serta multiplikasi tunas seperti yang telah dilakukan oleh Husni et al. 2010, Wulansari et al. 2012, Karyanti et al. 2015 dan Merigo 2011. Penelitian untuk mendapatkan ES juga dilakukan oleh El- Sawy et al. 2006 menggunakan eksplan ovule dari biji muda sepuluh macam jeruk dan Gholami et al. 2013 menggunakan eksplan biji muda C. limon L.. 28 Gambar 4 Kalus embriogenik jeruk keprok SoE yang terdiri atas massakompleks pro-embrio a dan globular muda early globular b. □ 1 mm. Setelah pengamatan 25 MST, ES hasil induksi yang terbentuk pada masing- masing media perlakuan disubkultur ke media yang sama. Hasil subkultur ternyata memperlihatkan bahwa ES yang berasal dari media induksi 1 BAP 3 mg L -1 tetap tumbuh dan berkembang menjadi banyak pada media baru yang sama. Subkultur ES dari media induksi 2 dan 3 ke media baru yang sama memperlihatkan pertumbuhan yang lambat, berwarna putih, transparan dan tidak berkembang menjadi banyak. Subkultur ES dari media induksi 4 ke media baru yang sama memperlihatkan tidak terjadi pertumbuhan dan perkembangan embrio somatik ke fase berikutnya, malah berubah warna menjadi coklat dan hitam yang pada akhirnya mati. Sifat zat pengatur tumbuh BAP sitokinin dalam konsentrasi yang lebih tinggi daripada auksin dapat merangsang pembentukan tunas. BAP yang merupakan zat pengatur tumbuh golongan sitokinin memiliki sifat merangsang pertumbuhan tunas Gunawan 1992. Zat pengatur tumbuh 2,4-D dari golongan auksin memiliki kemampuan memacu pembelahan sel dengan cepat dan dapat merangsang pembentukan akar Gunawan 1992. Lee et al. 2011 meneliti pengaruh auksin, khususnya 2.4-D terhadap frekuensi induksi kalus embriogenik dan ES dari kultur akar Chelidonium majus setelah 7 minggu dalam kultur. Mereka telah menemukan bahwa konsentrasi 2.4-D 0.1, 0.5 dan 4.0 mg L -1 tidak menghasilkan KE dan ES, tapi pada level konsentrasi 2.4-D 1.0 dan 2.0 mgL masing-masing dapat menghasilkan KE 15 dan 11, jumlah ES per eksplan sangat signifikan masing- masing 4.9 dan 4.5 buah. Pengatur tumbuh seperti 2.4-D dan BAP sering digunakan secara umum. Perbedaan kombinasi 2.4-D dan BAP dapat memperlihatkan hasil yang bervariasi.

3.3.2 Proliferasi dan Sinkronisasi Kalus Embriogenik Jeruk Keprok SoE

Hasil analisis varian Anova percobaan penambahan ABA dengan kisaran konsentrasi 0 – 4 mg L -1 tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap pembentukan diameter kalus embriogenik dan globular pada 4 minggu setelah perlakuan MSPr. Sedangkan penambahan air kelapa konsentrasi 20 sangat berpengaruh nyata terhadap pembentukan globular Tabel 3.