8.1.1 Hubungan Faktor Sosial Ekonomi dengan Partisipasi Lansia Dalam Kelembagaan Politik Desa
Hubungan antara faktor sosial ekonomi Lansia dengan nilai budaya masyarakat desa dapat dianalisis dengan uji Spearman, karena tingkat pendapatan, tingkat
pendidikan serta tingkat pengalaman berorganisasi dikategorikan menjadi suatu tingkatan atau ranking tertentu tinggi, sedang, dan rendah merupakan data dengan
skala ordinal. Demikian juga dengan variabel-variabel dari nilai budaya masyarakat desa yang termasuk data ordinal. Variabel sikap terhadap politik dikategorikan menjadi
sikap positif, netral dan negatif. Variabel kepercayaan terhadap kinerja perangkat desa dalam lembaga politik desa dikategorikan menjadi percaya dan tidak percaya. Variabel
persepsi terhadap pemimpin dikategorikan menjadi persepsi positif dan negatif. Analisis data dari hasil uji statistik Spearman disajikan dalam Tabel 46.
Tabel 46. Hubungan faktor sosial ekonomi dengan faktor nilai budaya masyarakat Desa Situ Udik tahun 2006
Signifikasi Hubungan Nilai Budaya Masyarakat
Sikap terhadap politik Kepercayaan terhadap
kinerja lembaga politik desa Persepsi terhadap
pemimpin Tingkat
Pendapatan Koefisien
Korelasi -0,135
-0,461 -0,028
Probabilitas 0,406
0,003 0,864
Keputusan Tidak terdapat
hubungan Ada hubungan
Tidak terdapat hubungan Tingkat
Pendidikan Koefisien
Korelasi -0,463
-0,101 -0,072
Probabilitas 0,003
0,534 0,661
Keputusan Ada Hubungan
Tidak terdapat hubungan Tidak terdapat hubungan
Tingkat Pengalaman
Berorganisasi Koefisien
Korelasi -0,573
-0,188 -0,003
Probabilitas 0,000
0,246 0,986
Keputusan Ada hubungan
Tidak terdapat hubungan Tidak terdapat hubungan
Berdasarkan Tabel 46 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat kepercayaan responden terhadap kinerja perangkat desa
dalam lembaga politik desa. Demikian juga terdapat korelasi antara tingkat pendidikan serta tingkat tingkat pengalaman berorganisasi dengan sikap responden terhadap politik.
Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata yang ditetapkan yaitu
α = 0.10, berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kedua
variabel tersebut. Namun, tidak terdapat hubungan antara variabel faktor sosial ekonomi dengan persepsi responden terhadap pemimpin yang daam hal ini menyangkut kriteria
terhadap pemimpinnya. Ketiadaan korelasi juga nampak pada hubungan antara tingkat pendapatan dengan sikap responden terhadap politik maupun tingkat pendidikan dan
tingkat pengalaman berorganisasi dengan tingkat kepercayaan terhadap kinerja perangkat desa dalam lembaga politik desa.
Analisis terhadap tanda dari koefisien yang ditunjukkan dalam Tabel 46 yakni semua angka koefisien korelasi bertanda negatif. Tanda ini menunjukkan adanya
hubungan yang berlawanan arah antar variabel, atau dengan kata lain semakin tinggi status sosial ekonomi seorang responden maka akan semakin rendah tingkat
keterpengaruhannya terhadap nilai- nilai budaya masyarakat desa dalam kehidupan berpolitik. Artinya responden dengan tingkat pendapatan, pendidikan serta pengalaman
berorganisasi yang tinggi memiliki kecenderungan bersikap lebih negatif terhadap politik, memiliki ketidakpercayaan terhadap kinerja perangkat desa, serta lebih
cenderung berpersepsi negatif terhadap pemimpinnya. Analisis terhadap hasil uji statistik tersebut memberikan penguatan bahwa status
sosial ekonomi menentukan keseluruhan hidup seseorang karena akan cenderung untuk meniru nilai-nilai, norma-norma serta perilaku sosial yang menjadi subkultur
berdasarkan posisinya dalam masyarakat. Posisi yang rendah dalam ekonomi menyebabkan seseorang lebih memiliki keikutsertaan yang minim dalam perkumpulan
dan hubungan sosialnya. Kesibukan untuk memenuhi kebutuhan subsistensi, disertai rendahnya pendidikan membentuk mereka untuk lebih menarik diri dari kehidupan
berpolitik. Hal ini kemudian menjadikan beberapa responden menunjukkan sikap yang apathi terhadap politik. Salah satunya terlihat bahwa mereka cenderung merasa bahwa
politik bukanlah urusan ‘orang kecil’, meski mereka memiliki ketidakpuasan terhadap kinerja perangkat desa.
Hal ini menjadikan penggolongan status sosial dan kesenjangan yang terjadi karenanya menjadi sesuatu gejala yang tidak dapat dihindari. Masyarakat pada dasarnya
tersusun atas pelbagai pekerjaan yang membutuhkan suatu alokasi peranan dan kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat untuk lebih memberi jaminan bagi terisinya
jabatan-jabatan pentig oleh orang-orang yang cakap. Pekerjaan atas jabatan penting tersebut, dalam hal ini untuk pengaturan masyarakat dalam kelembagaan politik desa,
diberikan imbalan yang lebih tinggi karena alasan tingginya tingkat kesulitan dan kepentingannya, sehingga memerlukan bakat dan pendidikan yang lebih tinggi pula
Moore dalam Horton dan Hunt, 1999. Cara pandang tersebutlah menjadi dasar atas penempatan seorang kyai maupun
elite politik Lansia melalui peranan yang sentral dalam politik desa. Kyai memenuhi kriteria masyarakat baik dari bakat serta pendidikan yang tinggi dalam ilmu agama
Islam untuk mengatur masyarakat desa menjadi suatu masyarakat yang lebih harmonis. Selaras dengan ajaran dan nilai dalam Islam dan menjadi tauladan masyarakat.
8.1.2 Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Faktor Politik dan Nilai Budaya Masyarakat Desa