Tabel 19. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis perkumpulan yang pernah diikuti, Desa Situ Udik tahun 2006
Jenis Perkumpulan Jumlah
orang Persentase
Pengajian 33
55,9 Kelompok Tani
6 10,2
Ulu-ulu 18
30,5 Paguyuban Kematian, anak yatim, perelek
2 3,4
Total 100,0
Tabel 19 memberikan informasi bahwa Lansia memiliki akses yang lebih tinggi
terhadap perkumpulan yang lebih bersifat informal dibandingkan organisasi formal. Ditunjukkan bahwa hampir seluruh Lansia ini ikut serta dalam pengajian. Meski
terdapat dua kelompok tani di RW 09, namun responden menyatakan terbatasnya akses ke kelompok tani Bapak Lam 61 tahun, Bapak Han 62 tahun. Hal ini karena
sebagian besar petani yang ada di Desa Situ Udik adalah buruh tani atau petani penggarap. Biasanya yang dapat mengikuti kelompok tersebut adalah petani pemilik
lahan atau petani penggarap dari pemilik lahannya atau bahkan buruh tani tetapi memiliki ikatan kekerabatan atau hubungan tetangga yang erat dengan ketua kelompok
tani.
5.6.2 Peran dalam Organisasi atau Perkumpulan Masyarakat
Peran yang ditampilkan akan menunjukkan kualitas dari partisipasi Lansia dalam organisasi maupun perkumpulan masyarakat. Sayogjo seperti yang dikutip oleh
Farida 2005 sebagai dasar teorinya untuk mengungkapkan keikutsertaan perempuan dalam organisasi yakni bahwa lembaga yang memungkinkan peran serta perempuan
maupun pedesaan sunda, baik dalam pengambilan keputusan pada tahap perencanaan dan pelaksanaannya adalah kelembagaan pengajian, arisan, paguyuban, perelek yang
umumnya berkembang di tingkat RT atau RK Rukun Kampung.
Hasil penelitian di Desa Situ Udik ini juga menemukan kecenderungan yang serupa dengan hal tersebut, dimana Lansia memiliki peranan penting dalam
perkumpulan maupun lembaga informal masyarakat khususnya pengajian. Hal ini karena mereka dihormati dan dianggap memiliki pengetahuan akan agama Islam lebih
baik. Contohnya, dalam terdapat kegiatan pengajian rema ja dan anak-anak, juga dikelola oleh seorang ustadz atau ustadzah Lansia sebagai guru mengaji, penitia
penyelenggara pengajian. Panitia penyelenggara pengajian biasanya juga merupakan orang-orang yang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan lainnya seperti paguyuban dana
kematian, dana anak yatim, serta perelek yang umumnya berkembang di tingkat RT atau RK Rukun Kampung. Penempatan Lansia pada posisi ini sekaligus menunjukkan
bahwa Lansia memiliki peran dalam sosialisasi baik di tingkat keluarga maupun komunitasnya. Hal ini diperjelas dengan Tabel 20.
Tabel 20. Jumlah dan persentase responden berdasarkan posisijabatan dalam organisasiperkumpulan masyarakat, Desa Situ Udik tahun 2006
PosisiJabatan Frekuensi
orang Persentase
KetuaPemimpinKepalaUstadz 7
15,2 PengurusPanitia
5 10,9
Anggota 34
73,9
Tabel 20 menunjukkan sebagian besar hanya menempati posisi sebagai anggota
saja. Menurut mereka, jika harus menempati posisi sebagai ketua atau pemimpin dalam organisasi maupun perkumpulan di masyarakat menuntut alokasi waktu yang lebih
besar, tenaga serta harus ‘rela berkorban’ materi. Hal ini juga dikemukakan oleh salah seorang responden yang aktif dalam organisasi serta kegiatan kemasyarakatan Ibu Neng
61 tahun:
“Kalo mau ikutan jadi kader, atau panitia pengajian, ngurus perelek mah harus banyak berkorban. Makanya jarang yang mau, mana gak dibayar.
Dibayarpun juga uangnya gak gede-gede amat.”
Lansia, khususnya laki- laki lebih akses di perkumpulan informal masyarakat karena mereka saat muda tidak atau jarang berada di desa dan bermigrasi untuk mencari
pekerjaan di kota. Kalaupun ikutserta dalam perkumpulan mereka jarang menghadiri. Saat usia mereka mencapai usia 50 tahun mereka baru aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan karena mereka memiliki banyak waktu luang. Hal ini diperlihatkan dari lamanya mereka tergabung dalam organisasi atau perkumpulan masyarakat Tabel 21.
Tabel 21. Jumlah dan persentase responden berdasarkan lama keikutsertaan dalam organisasi atau perkumpulan masyarakat, Desa Situ Udik tahun 2006
Lama Tergabung dalam OrganisasiPerkumpulan
Jumlah orang
Persentase
Tidak pernah ikut 5
2,6 1-5 tahun
5-10 tahun 7
17,5 Lebih dari 10 tahun
28 70,0
Total 40
100,0
Tabel 21 menunjukkan bahwa kebanyakan Lansia di Desa Situ Udik tergabung
dalam organisasi maupun perkumpulan masyarakat dalam kurun waktu lebih dari 10 tahun. Hal ini ditunjukkan dari data bahwa 70 persen responden Lansia tergabung dalam
organisasi maupun perkumpulan masyarakat lebih dari 10 tahun. Selain ketersediaan waktu luang, menampilkan peran dalam perkumpulan masyarakat di usia tua disini
dapat merepresentasikan kepada terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan psikologis dalam kapasitas yang lebih besar. Memiliki peran dalam organisasi maka secara psikologis
akan dapat memenuhi kebutuhan psikologis yang semakin besar pula, misal kebutuhan untuk bereksistensi, berkomunikasi dan beraktualisasi
Berdasarkan data tentang keikutsertaan responden Lansia yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan tingkat pengalaman berorganisasi responden
Lansia, bahwa mayoritas 70 persen responden memiliki tingkat pengalaman organisasi yang sedang artinya mereka tergabung atau ikutserta dalam organisasi maupun
perkumpulan dalam masyarakat, namun berperan hanya sebagai anggota saja, atau mereka ikutserta dalam organisasi maupun perkumpulan masyarakat, berperan sebagai
pengurus atau panitia namun lama keikutsertaan mereka antara 5-10 tahun. Terdapat 12,5 persen responden yang memiliki tingkat pengalaman organisasi
yang rendah artinya mereka tidak pernah tergabung sama sekali dalam organisasi maupu perkumpulan di masyarakat. Responden Lansia yang memiliki tingkat
pengalaman organisasi yang tinggi artinya mereka ikutserta dalam organisasi maupun perkumpulan masyarakat, berperan sebagai pemimpin maupun pengurus atau panitia
serta mereka tergabung dalam organisasi atau perkumpulan masyarakat dalam kurun waktu lebih dari 10 tahun.
Jika pengalaman berorganisasi dilihat berdasarkan perbedaan jenis kelamin akan dapat menunjukkan bagaimana pembagian peran dalam suatu masyarakat. Hasil
kuesioner menunjukkan bahwa meski berusia ‘sepuh’ dan dianggap memiliki waktu yang lebih banyak untuk tampil dalam perkumpulan namun perempuan memiliki tingkat
pengalaman berorganisasi yang minim, seperti yang terlihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Jumlah responden berdasarkan tingkat pengalaman berorganisasi dan jenis kelamin, Desa Situ Udik tahun 2006
Tingkat Pengalaman Beroganisasi Jenis Kelamin
Total
Laki-laki Perempuan
Rendah 5
5 Sedang
10 17
27 Tinggi
7 1
8
Total 17
23 40
Berdasarkan Tabel 22 terlihat bahwa hanya satu orang saja yang memiliki tingkat pengalaman berorganisasi yang tinggi dan mayoritas responden memiliki tingkat
pengalaman berorganisasi yang sedang. Artinya, meski mereka punya akses dalam perkumpulan maupun organisasi namun mereka tidak memiliki kontrol didalamnya. Hal
ini disebabkan keikutsertaan responden perempuan dalam kelembagaan tersebut hanya
sebagai anggota atau peserta saja. Kepemimpinan perempuan sebagai tanda bentuk peran aktif perempuan hanya terdapat pada organisasi atau perkumpulan perempuan
saja seperti perkumpulan pengajian ibu- ibu atau PKK, sehingga perempuan Lansia di Desa Situ Udik memiliki partisipasi yang pasif dalam bidang publik baik formal
maupun informal.
BAB VI PROFIL SOSIAL POLITIK LANSIA DESA SITU UDIK