Tabel 35 menunjukkan bahwa lebih dari dua per tiga reponden menyatakan puas terhadap kinerja perangkat desa dalam kelembagaan politik desa. Hal ini karena
kebanyakan dari mereka menilai, sukses ini tidak terlepas dari peran RT, RW maupun RK yang aktif. Ketua RT dan RW serta tokoh masyarakat merupakan penyalur aspirasi
politik responden. Elite desa di tingkat kampung RT ini justru menyatakan tidak puas terhadap kinerja kepala desa yang tidak pernah ‘turun’ ke bawah. Hal ini ditunjukkan
lewat pernyataan Bapak Ahd 63 tahun:
“Sukses atau tidak seorang kepala desa di Situ Udik itu diniliainya dari sering tidaknya dia hadir di pengajian ke tiap-tiap kampung. Kalo hadir di pengajian
pasti dia dengerin masalah dari rakyatnya. Tapi selama ini kepala desa yang sekarang mah belum pernah ‘turun’ ke bawah. Pamong serta BPD juga
kurang ‘membumi”.
Tokoh masyarakat, RK, RT dan RW dianggap memiliki peranan yang lebih dominan dalam menyalurkan aspirasi politik.
6.2.3 Persepsi: Kriteria Pemimpin
Kepercayaan terhadap perangkat desa kemudian menjadi faktor yang mempengaruhi persepsi responden Lansia terhadap pemimpin yang ada di Desa Situ
Udik. Hal ini dapat dilihat dari kriteria mereka terhadap pemimpin yang cocok bagi para responden adalah yang berusia tua. Hal ini karena menurut mereka dengan berusia tua,
pemimpin lebih memiliki kearifan, bijaksana, pengalaman serta pengetahuan tentang masyarakat lebih baik dibandingkan kepada pemimpin dari golongan muda yang
dianggap masih belum punya pengalaman lihat Lampiran 5. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bapak H.Zae, 50 tahun:
“Seorang pemimpin bagi masyarakat disini yang paling penting itu pendidikan agamanya tinggi, berpengaruh, cukup dituakan, dermawan, masih sanggup fisiknya
untuk mengurus, mau berkorban.”
Pengalaman merupakan sesuatu yang bernilai tinggi dalam masyarakat Desa Situ Udik, hal ini karena jarang warga desa yang berpendidikan formal tinggi.
Ketokohan maupun kepemimpinan pun kemudian didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan akan ilmu- ilmu agamanya. Seorang kyai atau ustadz menempati posisi
yang dihormati dalam masyarakat. Namun, kyai lebih memiliki pengaruh dibandingkan hanya seorang ustadz.
Kriteria untuk seorang pemimpin yang dikemukakan oleh responden yang sebaiknya dimiliki oleh seorang pemimpin adalah pemimpin tersebut mempunyai
tingkat kekosmopolitan yang tinggi, artinya pemimpin haruslah orang yang pernah merantau atau bermigrasi ke luar desa. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa hampir seluruh
ketua RT maupun RW serta perangkat desa yang lain adalah orang yang pernah migrasi ke luar desa. Seseorang yang pernah bekerja di luar desa khususnya pergi ke ibukota
memiliki status yang lebih tinggi dibandingkan yang lain. Bekerja di Jakarta dapat meningkatkan status seseorang di masyarakat meski hanya sebagai buruh bangunan,
pedagang kaki lima, ataupun pembantu rumah tangga. Menurut pendapat responden, dengan pergi ke Jakarta seseorang akan mempunyai orientasi kota yang lebih maju
dibandingkan jika hanya menetap di desa sebagai buruh tani atau petani penggarap. Selain itu, melakukan pola pekerjaan ganda dalam upaya mempertahankan
kelangsungan hidupnya telah lama dilakukan masyarakat Desa Situ Udik. Pekerjaan tersebut seringkali merupakan kombinasi dari pekerjaan di sektor pertanian dan di luar
pertanian. Mereka juga menganggap bertani itu tidak bisa lagi dijadikan tumpuan hidup
dan adanya gengsi di antara masyarakat dikarenakan ada suatu penilaian bagi orang yang bekerja di kota bahwa mereka pasti mempunyai materi lebih dibandingkan dengan
yang ha nya bekerja sebagai buruh tani. Hal ini menimbulkan suatu kebiasaan di Desa ini masalah siapa yang mengerjakan lahan pertanian. Pada saat menggarap yang bekerja
itu adalah akuannya tetapi hanya suami yang bekerja sedangkan untuk babut, nandur, ngarambet sampai pada saat waktu panen yang bekerja itu adalah para istri. Suami tidak
ikut bekerja karena mereka bekerja di kota sebagai kuli bangunan atau berdagang. Setelah seseorang mencapai usia lanjut, biasanya mereka ‘kembali’ lagi untuk
menggarap lahan pertanian serta ‘mengurus’ masyarakat. Hal ini ditunjukkan dari persepsi responden terhadap posisi atau jabatan yang pantas bagi Lansia yang masih
aktif dalam kegiatan politik serta sosial kemasyarakatan responden menempatkan seseorang yang masih aktif dalam kegiatan sosial politik pada posisi yang terhormat
lihat Lampiran 6. Hal ini terlihat dari pendapat responden 75 persen yang menyatakan menempatkan Lansia aktif dalam posisi pemimpin atau
penasihatpembimbing dalam kegiatan sosial politik di Desa Situ Udik. Selain itu, responden juga menyatakan lebih mempercayakan posisi untuk dewan desa serta
pamong desa kepada mereka yang telah berumur lanjut. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden: Bapak M. Nas, Bapak Nur, dan Ibu Mas, diperolah
keterangan meski memiliki keterbatasn dengan fisiknya namun para Lansia ini dianggap lebih mampu menjalankan pemerintahan berdasarkan nilai- nilai serta tradisi Desa Situ
Udik. Artinya, dengan demikian seorang Lansia yang aktif akan memiliki peranan yang sentral dalam pengambilan keputusan politik di desa. Meski dalam kelembagaan politik
formal struktur pemerintahan desa, dewan desa mulai berkurang keterwakilannya. Namun, pengaruh mereka dalam masyarakat belum mampu digeser oleh para anggota
dewan desa yang lebih muda.
BAB VII PARTISIPASI LANSIA DALAM KELEMBAGAAN POLITIK DESA
7.1 Partisipasi Lansia dalam Rapat Formal Desa
Proses demokrasi desa dapat terlihat secara jelas dalam pencapaian keputusan. Proses pencapaian keputusan dalam masyarakat desa diartikan sebagai proses menuntun
masyarakat ke persetujuan atau pertentangan dengan usulan yang diberikan oleh masyarakatnya. Rapat formal desa merupakan salah satu kelembagaan dimana
masyarakat desa menyalurkan aspirasi politiknya. Pencapaian keputusan secara bersama seharusnya terjadi dalam rapat-rapat desa yang dihadiri oleh semua penduduk dewasa
dari masyarakat itu Prijono, 1986. Lansia sebagai penduduk dewasa dalam masyarakat desa seharusnya menjadi bagian dalam proses pencapaian dan pengambilan keputusan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dua per tiga 65 persen responden pernah mengikuti rapat-rapat formal desa, dan sepertiganya 35 persen tidak pernah
mengikuti rapat formal desa. Berdasarkan tabel tersebut juga menunjukkan 14 orang tidak pernah mengikuti rapat, dan dari jumlah tersebut 12 orang diantaranya adalah
perempuan. Hanya dua orang laki- laki yang tidak pernah mengikuti rapat formal di desa. Ibu Oon 60 tahun mengemukakan sebagai berikut:
“Kalau disuruh ikut rapat ke kantor desa biasanya diajak ama Pak RK, atau ibunya. Kalau saya, suka males ikut yang kaya gituan, diwakilin ajah sama suami
atau anak”
Informasi ini diperkuat dengan data frekuensi keikutsertaan Lansia di Desa Situ Udik yang mayoritas memiliki frekuensi yang tinggi dalam rapat-rapat formal, pada Tabel 36.
Tabel 36 memberikan informasi bahwa rata-rata responden Lansia rata-rata mengikuti rapat formal desa lebih dari dua kali. Ditunjukkan lebih dari 60 persen
responden pernah mengikuti rapat formal desa dalam satu tahun terakhir ini.